Anda di halaman 1dari 17

PENGURUSAN JENAZAH

Disusun untuk memenuhi tugas


Fikih Ibadah
Dosen pengampu : Sidanatul Janah, M.H

Disusun oleh:
Tri Ayu Nurkhasanah (22401004)
Nur Lailatul Mubarokah (22401015)

EKONOMI SYARIAH 1A
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, atas berkat rahmat-Nya
sehinggga kami dapat menyusun makalah ini. Keseluruhan isi makalah ini secara
umum membahas tentang Pengurusan Jenazah.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Ibu Sidanatul Janah, M.H.
selaku dosen pengampu mata kuliah Fikih Ibadah beserta para pihak yang telah
membantu penulisan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, kami sadari belum sempurna dan masih
terdapat kekurangan dan kelemahan. Untuk itu kami harapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Kediri, 26 november 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………………………………...2
Daftar isi…………………………………………………………...………….….3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………………………4
B. Rumusan masalah……………………………………………………...…4
C. Tujuan…………………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN
A. Dasar hukum penanganan jenazah…………………………………….…5
B. Langkah-langkah yang harus diambil ketika terjadi kematian…………...6
C. Tatacara memandikan, mengkafani, menshalatkan dan mengubur
Jenazah………………………………………………………………...…7
D. Hal-hal terlarang dalam penanganan jenazah……………………….…..13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………….…..16
B. Saran…………………………………………………………………….16
Daftar pustaka…………………………………………………………………...17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami
kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-
baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam
sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu,
menjelang menghadapi keharibaan Allah SWT orang yang telah meninggal dunia
mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum islam jika seorang muslim meninggal dunia maka
hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk
menyelenggarakan empat perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan,
dan menguburkan orang yang telah meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya
empat persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba menguraikan dalam
penjelasan berikut ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa dasar hukum dari penangan jenazah?
2. Langkah apa yang harus diambil ketika terjadi kematian?
3. Bagaimana cara mengurus jenazah?
C. Tujuan
1. Supaya mengerti dasar hukum menangani jenazah.
2. Supaya tahu langkah apa yang harus diambil bila ada kematian seseorang
disekitar kita.
3. Untuk berbagi pengetahuan tentang cara mengurus jenazah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Penangan Jenazah


Dalam syariat Islam, ketika ada seseorang yang meninggal terdapat aturan,
syarat, serta cara dalam mengurus jenazah. Karena, hal tersebut merupakan
kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim. Menurut Ulama Syafi’iyyah
menetapkan kewajiban itu bersifat kolektif, fardu kifayah jika kematiannya
diketahui oleh dua orang muslim atau lebih, namun jika kematiannya hanya
diketahui oleh satu orang saja, maka hukumnya fardu ain. Imam Al-Syafi’i RA.
menjelaskan :

‫الص اَل ةُ َعلَْي ِه َو َد ْفنُ هُ اَل يَ َس ُع َع َّامُت ُه ْم َت ْر ُك هُ َواِذَاقَ َام‬ ِ ‫َح ًّق َعلَى الن‬
َّ ‫َّاس غُ ْس ُل الْ َميِّت َو‬
)‫ك ِمْن ُه ْم َم ْن فِْي ِه كِ َفايَةُ لَهُ اَ ْجَزا اِ ْن َشا ءَاللَهُ َت َعلَي(روه امام شفعى‬ ِ
َ ‫بِ َذل‬
Artinya:
Merupakan hak wajib seorang (muslim) atas manusia lainnya adalah
memandikan mayit, mensalatinya, dan menguburkannya, meski kewajiban ini
tidak berlaku bagi semua orang. Jika sudah ada orang yang melakukannya,
maka hal itu sudah cukup (menggugurkan) bagi kewajiban sebagian lainnya,
insyaAllah Ta’ala1.
Dari hadis diatas dapat diketahui bahwa setiap orang muslim yang
meninggal harus dimandikan, dikafani, dan di shalatkan terlebih dahulu
sebelum dikuburkan, kecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu
kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat
itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban
seluruh mukallaf2.
1
Ayyub Subandi, , Jurnal Bustanul Fuqaha, Pengurusan Jenazah Perspektif Mazdhab Syafii, Vol.
01. No. 02, Tahun 2020, Hal. 237
2
Zaenal Arifin, Tata Cara Pengurusan Jenazah, Kerawang, Universitas Singaperbangsa, 2018,
Hal.05

5
B. Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Ketika Terjadi Kematian
Kematian adalah sebuah keniscayaan, ia bisa menemui siapa saja baik
tua maupun muda tanpa bisa dimajukan atau dijadwal mundur. Orang yang
masih muda ataupun mereka yang sudah tua, yang masih dalam keadaan sehat
maupun yang mengalami sakit, semua bisa menemui kematian tanpa diduga-
duga. Kematian tidak lebih dekat kepada orang yang sakit dari pada orang yang
sehat.
Berapa banyak kematian menghampiri seorang anak muda ketika ia
sedang tenggelam didalam mimpi-mimpinya. Dan berapa banyak pula orang
tua yang sudah begitu renta justru masih panjang masa hidupnya padahal setiap
harianya ia selalu berjaga-jaga jikalau datang ajalnya.
Orang yang dalam keadan sakit anjuran untuk mengingat kematian dan
menyiapkan diri untuknya menjadi lebih kuat baginya. Sedangkan bagi
keluarga atau orang yang berada disekililing orang yang terlihat adanya tanda-
tanda datangnya ajal ada beberapa hal yang mesti dilakukan. Dr. Musthafa Al-
Khin dalam kitabnya Al-Fiqhul Manhaji menyebutkan ada empat hal yang
mestinya dilakukan seorang terhadap anggota keluarga yang sedang mengalami
naza’ atau sakarotul maut3 .
1. Menidur miringkan orang tersebut kesisi sebelah kanan untuk
menghadapkan wajahnya kearah kiblat. Bila hal ini dirasa susah maka
menelentangkannya dengan posisi kepala sedikit diangkat sehingga
wajahnya menghadap ke kiblat. Demikian pula kedua ujung kakinya juga
disunahkan untuk menghadap kearah kiblat.
2. Disunahkan mengajari (mentalqin) orang yang sedang sekarat kalimat
syahadat yakni laailahaillaallah dengan cara yang halus dan tidak
memaksanya untuk ikut menirukan ucapan syahadat tersebut. Cukuplah
mentalqin dengan mengulang-ulang memperdengarkan kalimat
laailahaillaallah ditelinganya tanpa menyuruh untuk mengucapkannya.

3
Yazid Muttakin, Menghadapi Sakarotul Maut, Lampung, Nu Online, 2017

6
3. Disunahkan membacakan surah yasin kepada orang yang sedang sekarat.
4. Orang yang sedang mengalami sakit dan merasakan sudah adanya tanda-
tanda kematian ia dianjurkan untuk berbaik sangka (khusnudzon) kepada
Allah. Dalam keadaan seperti ini yang terbaik ia lakukan adalah
membuang jauh-jauh bayangan dosa dan kemaksiatan yang telah ia
perbuat. Sebaliknya ia dianjurkan untuk membayangkan bahwa allah akan
menerimanya dan mengampuni semua dosa-dosanya.
C. Tata Cara Memandikan, Mengkafani, Menyalatkan, Dan Mengubur Jenazah
1. Memandikan jenazah
Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah sebagaimana Nabi
Muhammad SAW bersabda4 :

‫اِ ْغ ِس لُ ْوهُ مِب َ ٍاء َو ِس ْد ٍر َو َكفُِّن ْوهُ يِف ْ َث ْو َبْي ِه َواَل خُتَ َّم ُر ْوارْأ َس هُ فَ ِإ َّن اللَّهَ َيْب َعثُ هُ َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة‬
)‫ُملَِّبيًا(روه البخرى‬
Artinya :
Mandikanlah dirinya dengan dengan air dan daun bidara, serta
kafanilah dengan kedua lembar pakainnya dan jangan kalian tutup
kepalanya. Karena sesungguhnya allah akan membangkitkannya pada hari
kiamat dalam keadaan bertalbiyah (H.R Bukhori)
Adapun cara memandikan jenazah secara singkatdapat dijelaskan sebagai
berikut5
a. Menaruh mayat di tempat yang tinggi supaya memudahkan
mengalirnya air yang telah disiramkan ke tubuh mayat.
b. Melepaskan pakaian mayat lalu ditutup dengan kain agar auratnya
tidak terlihat, kecuali anak kecil.
c. Orang yang memandikan mayat hendaknya menggunakan sarung
tangan, terutama ketika menggosok aurat si mayat.
d. Mengurut perut si mayat dengan pelan untuk mengeluarkan
kotorankotoran yang ada dalam perutnya, kecuali perut perempuan
yang hamil.
e. Memulai membasuh anggota badan si mayat sebelah kanan dan
anggota tempat wudlu.

4
Hairul Ulum Dkk, Jurnal ‘Ibadatuna, Bimbingan Merawat Jenazah, Jember, Vol.01, No.01,
Tahun 2022, Hal. 11
5
Agus Riyadi, Upaya Pemberdayaan Dan Peningkatan Keterampilan Pemulasaraan Jenazah
‫و‬Semarang, Tahun 2013, 206-207.

7
f. Membasuh seluruh tubuh si mayat dengan rata tiga kali, lima kali,
tujuh kali, atau lebih dengan bilangan ganjil. Di antaranya
dicampur dengan daun bidara atau yang sejenisnya yang dapat
menghilangkan kotoran-kotoran di badan mayat, seperti
sabun,sampo, dan sebagainya.
g. Menyiram mayit berulang-ulang hingga rata dan bersih dengan
jumlah ganjil. Waktu menyiram tutuplah lubang-lubang tubuh
mayit agar tidak kemasukan air.
h. Jangan lupa membersihkan rongga mulut mayit, lubang hidung,
lubang telinga, kukunya, dan sebagainya.
i. Yang terakhir, siramlah dengan larutan kapur barus atau cendana.
j. Untuk mayat perempuan setelah rambutnya diurai dan dimandikan
hendaknya dikeringkan dengan semacam handuk lalu dikelabang
menjadi tiga, satu di kiri, satu di kanan, dan satu di ubun-ubun, lalu
ketiga-tiganya dilepas ke belakang.
k. Setelah selesai dimandikan, badan mayat kemudian dikeringkan
dengan semacam handuk.
2. Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah merupakan proses membungkus jenazah dengan
selembar kain atau lebih, yaitu menggunakan kain kafan. Kain kafan hendaknya
dibeli dari harta peninggalan sang mayat. Jika orang yang wafat tidak
meinggalkan harta untuk dapat dibelikan kain kafan, maka menjadi kewajiban
orang yang menanggung belanjanya ketika masih hidup. Jika orang yang
menanggung kebutuhannya juga tidak ada, maka kaum muslimin yang wajib
menyediakannya.
Kafan diambilkan dari harta si mayat sendiri jika ia meninggalkan harta,
kalau ia tidak meninggalkan harta, maka kafannya wajib atas orang yang wajib
memberi belanjananya ketika ia hidup. Kalau yang wajib memberi belanja itu
tidak pula mampu, hendaklah diambilkan dari baitul mal, dan diatur menurut
hukum agama Islam. Jika baitul mal tidak adaatau tidak teratur, maka wajib atas
orang muslim yang mampu. Demikian pula belanja lain-lain yang bersangkutan
dengan keperluan mayat.

8
Hal-hal yang disunahkan dalam mengkafani jenazah adalah:
a. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan
menutupi seluruh tubuh mayat
b. Kain kafan hendaknya berwarna putih

c. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis kain, tiap-tiap
lapis menutupi sekalian badannya. Sebagian ulama berpendapat, satu dari
tiga lapis itu hendaklah izar (kain mandi), dua lapis menutupi sekalian
badannya6.

Adapun cara mengkafani laki-laki :


a. Dihamparkan sehelai-sehelai dan ditaburkan diatas tiap-tiap lapis itu
harum-haruman seperti kapur barus dan sebagainya.
b. Lantas mayat diletakkan diatasnya sesudah diberi kapur barus dan
sebagainya. Kedua tangannya diletakkan diatas dadanya, tangan kanan
diatas tangan kiri, atau kedua tangan itu diluruskan menurut lambungnya
(rusuknya).

c. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang


mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.

d. Selimutkan kain kafan sebelah kanan paling atas, kemudian ujung lembar
sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selmbar
dengan cara yang lembut.

e. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan
tiga atau lima ikatan.

Untuk kain kafan mayat perempuan terdiri dari 5 lembar kain kafan, yaitu
terdiri dari:
a. Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
b. Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala

6
Suhari, Jurnal Pengapdian Kepada Masyarakat, Pelatihan Pengurusan Jenazah, Sambas, Vol.01,
No.01, Tahun 2021 Hal.22

9
c. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
d. Lembar keempat berfungsi sebagai penutup pinggang hingga kaki
e. Lembar kelima berfungsi sebagai pinggul dan paha
Sedangkan cara mengkafani jenazah perempuan:
a. Susunlah kain kafan yang sudah dipotong untuk masing-masing bagian
dengan tertib
b. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup kain kafan dan letakkan
jenazah diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wewangian atau
kapur barus
c. Tutuplah lubang pada anggota badan jenazah yang mungkin masih
mengeluarkan kotoran dengan kapas
d. Tutuplah kain pembungkus pada kedua pahanya
e. Pakaikan sarung
f. Pakaikan baju kurung
g. Dandani rambutnya dengan tiga dandanan lalu julurkan kebelakang
h. Pakaikan kerudung
i. Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua
ujung kain kiri dan kanan lalu gulung ke dalam
j. Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkkan
Dianjurkan menggunakan kain kafan yang baik, maksudnya baik sifatnya
maupun baik cara memakainya, serta terbuat dari bahan yang baik7
3. Cara Menshalatkan Jenazah
Menurut mayoritas para ulama (ijma’) bahwa mensholati jenazah selain
mati syahid adalah fardhu kifayah atas orang-orang yang masih hidup, seperti
hal proses memandikan, mengkafani dan menguburkan. Dalam menyolatkan
jenazah, jenazah laki-laki dan perempuan diletakan sama di depan imam. Bahu
Jenazah sejajar dengan imam baik itu jenazah laki-laki maupun jenazah
perempuan. Saat jenazah disholatkan biasanya hanya terdiri dari 1 orang
makmum atau lebih tapi jarang dilakukan dan proses mensholatkan jenazah
dilakukan setelah zuhur dan dilakukan dirumah keluarga yang berduka8.

7
Muhammad Hanif, Jurnal Al-Miskawaih, Penerapan Metode Simulasi Pembelajan Mengkafani
Jenazah, Pemalang, Vol. 02, No. 01, Tahun 2021
8
Imam Purnamayanti, Jurnal Syaitar, Penyelenggaraan Jenazah Adat Buton, Buton, Vol. 02. No.
01, Tahun 2021, Hal. 32

10
Untuk shalat jenazah, perlu diperhatikan syarat-syarat tertentu. Syarat
ini berlaku di luar pelaksanaan shalat. Syarat-syaratnya seperti berikut:
a. Syarat-syarat yang berlaku untuk shalat berlaku untuk shalat jenazah.
b. Mayat terlebih dahulu harus dimandikan dan dikafani.
c. Menaruh mayat hadir di muka orang yang menshalatkannya.
Adapun rukun shalat jenazah (yang berlangsung selama pelaksanaan
shalat jenazah) adalah sebagai berikut:
a. Niat melakukan shalat jenazah semata-mata karena Allah.
Niat solat jenazah untuk laki-laki :

‫مْأ ُم ْو ًما لِلَّ ِه َت َعلَى‬/‫ا‬ ِِ ِ ٍ ِ


َ ‫صلِّى َعلَى َه َذاالْ َميِّت اَْربَ َع تَ ْكرِب َات َف ْر‬
َ ‫ض الْك َفايَة ا َم َام‬ َ ُ‫ا‬
Niat solat jenazah untuk perempuan :

‫مْأ ُم ْو ًما لِلَّ ِه َت َعلَى‬/‫ا‬ ِِ ِ ٍ ِ ِِ ِ


َ ‫صلِّى َعلَى هذه الْ َميِّتَة اَْربَ َع تَ ْكرِب َات َف ْر‬
َ ‫ض الْك َفايَة ا َم َام‬ َ ُ‫ا‬
b. Berdiri bagi orang yang mampu.
c. Takbir (membaca Allahu Akbar) empat kali.
d. Membaca surat al-Fatihah setelah takbir pertama.
e. Membaca doa shalawat atas Nabi setelah takbir kedua.

‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِد نَا حُمَ َّم ٍد َو َعلَى َِأل َسيِّ ِد نَا حُمَ َّم ٍد‬
َ ‫اَللّ ُه َّم‬
f. Berdoa untuk mayat dua kali setelah takbir ketiga dan keempat.
Doa untuk mayit laki-laki

ِِ ِ
ُ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغف ْر لَهُ َو ْرمَح ْهُ َو َعا فه َو ْاع‬
ُ‫ف َعْنه‬
Doa untuk mayit perempuan

ِ
‫ف َعْن َها‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغف ْر هَلَا َو ْرمَح َها َوعا‬
ُ ‫فها َو ْاع‬
g. Salam

Adapun doa untuk mayit iyalah sebagai berikut:

11
ِ ٍ ِ ِ ٍ ِ
َ‫الرمْح َ ة‬ ّ ‫ص ِّل َعلَى َس يِّد نَ ا حُمَ َّمد َو َعلَى َأل َس يِّد نَ ا حُمَ َّمد اَ للَّ ُه َّم اَنْ ِزل‬ َ ‫اَللّ ُه َّم‬
ِ ِ ‫ت(ه ِذ ِهامليشتَ ِة) واجعل َقبره(ها)رو‬ ِ ِ
ُ‫ض ةً م َن اجلَنَّة َوالَ جَتْ َع ْل ه‬َ ْ َ َ ُ َْ ْ َ ْ َ َّ َ ِّ‫َواملَْغفَر َة َعلَى َه َذااملَي‬
‫ص ْحبِ ِه‬ ِِ ٍ ِ ِِ ِ ِ
َ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَى خَرْيِ َخ ْلق ه َس يِّدنَا حُمَ َّمد َواَل ه َو‬ َ ‫لَهُ(هَلَا) َح ْف َرةً م َن النَِّران َو‬
ِ
َ ‫العا لَمنْي‬
َ ‫ب‬ ِّ ‫اَمْج َعِنْي َ َوااحلَ ْم ُد لِلَّ ِه َر‬
4. Menguburkan Jenazah
Jenazah diletakkan di atas usungan atau tandu dan dipikul di atas bahu.
Disunnahkan memikul tandu atau usungan itu pada setiap sisi tandu atau
usungan tersebut.
a. Orang yang berjalan kaki hendaklah berada di sekitar jenazah dan
orang yang berkendaraan berada dibelakang orang yang berjalan
b. Orang yang mengantarkan disunatkan diam dan khusu’ tidak
membicarakan keduniaan dan hendaknya lebih banyak mengingat
Allah.
c. Membawa jenazah ke kubur hendaknya dilakukan segera.
d. Setelah dekat kubur sebaiknya membaca bacaan yang baik (doa-doa)
guna menghindari pembicaraan yang tidak baik (ma’siat)
Adapun peragaan cara mengubur jenazah dengan mengikuti petunjuk
berikut:
a. Turunlah tiga orang ke liang lahat guna menerima jenazah. Ada yang
menerima jenazah pada bagian kepala, bagian tengah, dan bagian kaki.
b. Angkatlah jenazah pelan-pelan. Orang yang berada di atas liang lahat
bertugas mengangkat jenazah. Ada yang memegangi kepala, perut dan
kaki. Ketika menurunkan jenazah, disunahkan membaca bismillahi
wa’ala millati rasulillah.
c. Mesukkan jenazah dari kaki kubur atau dari samping kubur (mana
yang mudah)
d. Taruhkan jenazah di liang lahat dan menghadap kiblat.

12
e. Berilah penyanga dengan tanah secukupnya agar jenazah tetap miring.
penyangga diletakkan pada bagian kepala dan punggung serta paha.
f. Kenakan pipi kanan jenazah dengan tanah. Oleh karena itu, lepaskan
tali pocong. Kain kafan dilonggarkan dibagian kepala agar mudah
ditarik untuk meletakkan pipi mengenai tanah.
g. Tutuplah liang lahat dengan papan kayu atau yang lain. Hal itu
dimaksudkan agar apabila ditimbun, badan jenazah tidak terhimpin
dengan timbunan.
h. Timbunlah pelan-pelanliang lahat sampai selesai. Maksudnya, agar
penutup liang lahat tidak patah. Timbunan ditinggikan dari tanah
sekitarnya agar tidak tergenang air apabila tergenang hujan.
i. Berilah tanda dari kayu atau batu.
j. Doakan si mayit dan keluarga yang ditinggalkannya.
Ketentuan kedalaman lubang harus setinggi orang yang berdiri di dalam
dengan orang yang tangan melambai keatas. Sedangkan lebarnya harus
berukuran satu hasta lebih satu jengkal, setara dengan 50cm. Lubang kubur
yang dalam mencegah bau tidak sedap dari jenazah yang akan tercium saat
proses pembusukan terjadi9.
D. Hal-Hal Terlarang Dalam Penangan Jenazah
Selain hal-hal yang harus dilakukan ketika penangan jenazah, ada juga
hal-hal yang dilarang dalam penanganan jenazah, diantaranya yaitu10 :
1. Larangan mencela orang sudah meninggal

: ‫ال َر ُس ُل اللَّ ِه ص لى اللّ ه علي ه وس لم‬


َ َ‫ ق‬: ‫ت‬ ِ َ ‫وعن ع‬
ْ َ‫ائيش ةَ َرض َي اللَّهُ َعْن َه ا قَ ال‬ َ ََْ
)‫َّم ْوا (روه البخرى‬ ‫ات فَِإن َُّهم قَ ْدَأفْ َ ِإ‬
ُ ‫ض ْوا ىَل َما قَد‬ ْ َ ‫اَألم َو‬
ْ ‫الَتَ ُسبُّوا‬
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Rasulullah shollallaahu
alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian mencela orangorang yang

9
Nurul Hikmah, Jurnal Alwatsiqoh, Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik Upah Dalam Proses
Pemakaman Jenazah, Mataram,, Vol. 12, No. 03, Tahun 2022
10
Abu Utsman Kharisman, Tata Cara Mengurus Jenazah, Probolinggo, Pustaka Budaya, Tahun
2013, Hal. 162

13
sudah mati, karena telah lewat apa yang sudah mereka perbuat (riwayat
alBukhari).
Nabi shollallahu alaihi wasallam memberi bimbingan adab untuk
tidak mencela orang yang sudah meninggal dunia. Karena orang yang mati
sudah berlalu amal perbuatannya. Nabi juga melarang mengungkit-ungki
kesalahan dari orang yang sudah mati kepada teman dekat atau karib
kerabatnya karena itu menyakiti mereka yang masih hidup.
2. Larangan menyebar aib dari mayit ketika memandikan
3. Larangan mengapur, menduduki, dan membangun diatas kuburan

َّ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َأْنيُ َج‬ ِ ِ ِ


‫ص ال ُقُب ُر َوَأ ْن يُ ْق َع َد‬
َ ‫ص‬ َ ‫َول ُم ْسل ٍم َعْن هُ َن َهى َر ُس ْو ُل اللَّه‬
‫َعلَْي ِه َو ْنيُبْىَن َعلَْي ِه‬
dalam riwayat Muslim dari Jabir radhiyallaahuanhu : Rasulullah
shollallahu alaihi wasallam melarang kuburan dari dikapur, diduduki
diatasnya, dan dibangun atasnya.
Hadits ini menunjukkan larangan memperlakukan kubur secara
ifrath (berlebihan/ melampaui batas) maupun tafrith (meremehkan/
menghinakan). Bentuk perlakuan yang berlebihan adalah dikapur dan
dibangun bangunan di atasnya. Sedangkan bentuk sikap meremehkannya
adalah duduk diatas kubur. Dalam sebagian lafadz hadits juga terdapat
larangan menginjak kubur.
4. Larangan wanita ikut mengiringi jenazah

ِ َ‫ هُنِْينَ ا َع ِن اتِّب‬: ‫ت‬


‫اع اجْلَنَ اِئِز َومَلْ يُ ْع َزم َعلَْينَ ا‬ ِ
ْ َ‫َو َع ْن ُِّأم َعطيَّةً َر ِض َي اللَّهُ َعْن َه ا قَ ال‬
)‫(متفق عليه‬
dari Ummu Athiyyah radhiyallaahu anhuma ia berkata: Kami (para
wanita) dilarang untuk mengikuti jenazah, namun tidak ditekankan
(larangan) itu bagi kami (muttafaqun alaih).
Hadits ini menunjukkan bahwa seorang wanita sebaiknya tidak ikut
dalam penghantaran jenazah karena tabiat mereka yang lemah, mudah

14
hanyut dalam perasaan sedih, dikhawatirkan akan meratap di kubur,
pingsan, dan semisalnya.
5. Larangan meratapi kematian dengan perilaku dan ucapan yang
menunjukkan ketidakrelaan atas takdir Allah atau memuji-muji kebaikan
dengan teriakan-teriakan
6. Tidak boleh mengucapkan doa atau ucapan yang meninggal, karena
malaikat akan menganminkan doa orang-orang tersebut
7. Dan lain sebagainya

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dalam
mengurus jenazah adalah fardhu kifayah, artinya jika sebagian orang sudah
mengurus jenazah maka sebagian warga lainnya sudah gugur kewajibannya,
oleh karena itu, setiap muslim yang telah meninggal aka sebagai kaum muslim
harus segera diselesaikan pengurusannya kecuali ada hal-hal yang memaksa.
Dalam Islam, terdapat empat kewajiban (fardhu kifayah) yang harus
dilakukan terhadap jenazah, yaitu memandikan, mengafani, menshalatkan, dan
menguburkannya.
B. Saran
Demikianlah pokok bahasan contoh makalah ini yang dapat kami
paparkan, besar harapan kami makalah ini apat bermanfaat untuk kalangan
banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi . kami menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih
baik di masa yang akan datang.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ayyub Subandi, , Jurnal Bustanul Fuqaha, Pengurusan Jenazah Perspektif


Mazdhab Syafii, Vol. 01. No. 02, Tahun 2020
Zaenal Arifin, Tata Cara Pengurusan Jenazah, Kerawang, Universitas
Singaperbangsa, 2018
Yazid Muttakin, Menghadapi Sakarotul Maut, Lampung, Nu Online, 2017
Hairul Ulum Dkk, Jurnal ‘Ibadatuna, Bimbingan Merawat Jenazah, Jember,
Vol.01, No.01, Tahun 2022
Agus Riyadi, Upaya Pemberdayaan Dan Peningkatan Keterampilan
Pemulasaraan Jenazah, Semarang, Tahun 2013
Muhammad Hanif, Jurnal Al-Miskawaih, Penerapan Metode Simulasi
Pembelajan Mengkafani Jenazah, Pemalang, Vol. 02, No. 01, Tahun 2021
Imam Purnamayanti, Jurnal Syaitar, Penyelenggaraan Jenazah Adat Buton,
Buton, Vol. 02. No. 01, Tahun 2021
Nurul Hikmah, Jurnal Alwatsiqoh, Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktik Upah
Dalam Proses Pemakaman Jenazah, Mataram,, Vol. 12, No. 03, Tahun
2022
Abu Utsman Kharisman, Tata Cara Mengurus Jenazah, Probolinggo, Pustaka
Budaya, Tahun 2013

17

Anda mungkin juga menyukai