PENGURUSAN JENAZAH
Di Susun Oleh :
Kelompok 2
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Ridha-Nya, serta shalawat dan salam kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Diantara sekian banyak nikmat Allah SWT yang
telah membawa kita dari kegelapan kedimensi terang yang memberi hikmah dan
yang paling bermanfaat bagi seluruh umat manusia, sehingga oleh karenanya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh Abdul Aziz Muslim,S.T, M.Pd
selaku dosen mata kuliah Fiqh dalam pembahasan materi tentang “Pengurusan
Jenazah”. Sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Makalah ini disusun dengan semaksimal mungkin
dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar
proses pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami juga ingin menyampaikan
rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Jenazah.......................................................................................3
2. Cara Menghadapi Orang Sakaratul Maut....................................................4
3. Cara Memandikan Mayit.............................................................................6
4. Cara Mengkafani Mayit...............................................................................9
5. Cara Menshalatkan Mayit..........................................................................10
6. Cara Menguburkan Mayit..........................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
-1-
4. Bagaimanakah Mengkafani jenazah?
C. Tujuan Masalah
-2-
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Jenazah
Al-Quran banyak menyebut kata mati yaitu sebanyak 158 kali. Islam telah
mengingatkan kita semua bahwa setiap insan yang bernyawa pasti akan
mengalami
Pengertian al-maut Kata “maut” berasal dari bahasa arab yaitu " مات-يموت
موت," َartinya adalah mati meninggal dunia, dan dapat juga diartikan ""هلكyaitu:
binasa, hancur dan rusak. Ahmad Idrīs Ibn Zakariyyā mengartikan kata al-maut
secara bahasa sebagai “Hilangnya kekuatan dari sesuatu”, dan hilang itu berarti
mati; lawan katanya adalah hidup (hayy) sedangkan pandangan Ibn Kathī,
kematian menurutnya adalah segala sesuatu yang ada di bumi itu binasa dan zat
yang kekal hanyalah Allah SWT. yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
Berbeda dari Muhammad Ismā’il Ibrāhīm, ia mengartikan kata al-maut sebagai
“terpisahnya kehidupan dari sesuatu, lalu menjadi mati.
-3-
yang telah meninggal dunia dan diletakkan dalam usungan. Setiap orang muslim
yang meninggal dunia wajib dimandikan, dikafani dan di sholatkan terlebih
dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah.
Kata ini bersinonim dengan al-mayyit (Arab) atau mayat (Indonesia). Karenanya,
Ibn al-Faris memaknai kematian (al-maut) sebagai peristiwa berpisahnya nyawa
(ruh) dari badan (jasad).
Dalam Kamus Besar Indonesia (KBI) mati berarti hilang nyawa; tidak
hidup lagi, maut atau terpisahnya ruh dari zatnya, jiwa dari badan, atau dari yang
ghaib juga yang nyata. Kematian dalam pandangan ilmu kedokteran terdapat
beberapa defenisi: pertama, kematian adalah matinya seluruh sel otak, defenisi ini
disampaikan oleh Universitas Harvard Amerika tahun 1968. Maksud dari definisi
ini adalah terjadinya kondisi koma yang dalam disertai nafas yang berhenti secara
spontan. Kedua, tangkai otak (brain stem) telah mati. Definisi ini disampaikan
oleh Universitas Minessata Inggris tahun 1971.
-4-
Berapa banyak kematian menghampiri seorang anak muda ketika ia
sedang tenggelam di dalam mimpi-mimpinya. Dan berapa banyak pula orang tua
yang sudah begitu renta justru masih panjang masa hidupnya padahal setiap
harinya ia selalu berjaga-jaga jikalau datang ajalnya. Orang yang dalam keadaan
sakit anjuran untuk mengingat kematian dan menyiapkan diri untuknya menjadi
lebih kuat baginya. Sedangkan bagi keluarga atau orang yang berada di sekeliling
orang yang telah terlihat adanya tanda-tanda datangnya ajal ada beberapa hal yang
mesti dilakukan.
Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitabnya Al-Fiqhul Manhajî menyebutkan
ada 4 (empat) hal yang semestinya dilakukan seseorang terhadap anggota keluarga
yang sedang mengalami naza’ atau sakaratul maut. Keempat hal itu adalah:
Pertama, menidur miringkan orang tersebut ke sisi badan sebelah kanan untuk
menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Bila hal ini dirasa susah maka
menelentangkannya dengan posisi kepala sedikit diangkat sehingga wajahnya
menghadap ke kiblat. Demikian pula kedua ujung kakinya juga disunahkan untuk
dihadapkan ke arah kiblat.
Kedua, disunahkan mengajari (men-talqin) orang yang sedang sekarat
kalimat syahadat yakni lâ ilâha illallâh dengan cara yang halus dan tidak
memaksanya untuk ikut menirukan ucapan syahadat tersebut. Cukuplah mentalqin
dengan mengulang-ulang memperdengarkan kalimat lâ ilâha illallâh di telinganya
tanpa menyuruh untuk mengucapkannya. Bedasarkan sabda Rasulullah yang
diriwayatkan oleh Imam Muslimُلَقنُوا َم ْوتَا ُك ْم ََل إلَهَ إ ََّل للاArtinya: “Ajarilah orang yang
mau meninggal di antara kalian dengan kalimat lâ ilâha illallâh.”
Ketiga, disunahkan membacakan surat Yasin kepada orang yang sedang
sekarat. Berdasarkan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban:
علَى َم ْوتَا ُك ْم يس
َ اقرؤواArtinya: “Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang sedang
sekarat di antara kalian.”
Keempat, orang yang sedang mengalami sakit dan merasakan sudah
adanya tanda-tanda kematian ia dianjurkan untuk berbaik sangka (husnu dhan)
kepada Allah. Dalam keadaan seperti ini yang terbaik ia lakukan adalah
membuang jauh-jauh bayangan dosa dan kemaksiatan yang telah ia perbuat.
-5-
Sebaliknya ia dianjurkan untuk membayangkan bahwa Allah akan menerimanya
dan mengampuni semua dosa-dosanya.
Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim Allah berfirman:
عبْدي بي َ َأَنَا ع ْند
َ ظن
Artinya: “Aku bersama prasangka hamba-Ku kepadaku.”
Para ulama mengajarkan ketika seseorang dalam keadaan sehat maka rasa
takutnya terhadap siksa Allah (khauf) dan harapannya terhadap rahmat Allah
(rajâ) mesti seimbang ada di dalam dirinya. Ada yang mengatakan rasa takutnya
harus lebih banyak dari pada harapannya. Namun ketika seseorang dalam keadaan
sakit dan telah dekat kematiannya maka harapan pada rahmat Allah mesti harus
lebih besar dari rasa takutnya atau bahkan hanya ada harapan saja di dalam dirinya
kepada rahmat Allah. Ia mesti yakin bahwa Allah akan mengampuninya dan
melimpahkan kasih sayang kepadanya. Wallâhu a’lam. (Yazid Muttaqin)
3. Cara Memandikan Jenazah
1. Memandikan Jenazah
-6-
orang-orang yang mati syahid maka tidak dimandikan. Memandikan jenazah
dimaksudkan agar segala bentuk hadast dan najis yang ada pada jenazah tersebut
hilang dan bersih, sehingga jenazah yang akan dikafani dan disholatkan dalam
keadaan suci dari hadas dan najis. Hal ini didasarkan atas perintah Rasulullah saw.
Sebagaimana hadis Rasulullah yang di riwayatkan oleh Ummu Athiyah yang
artinya:
“Hadis riwayat Ummu Athiyah ra. Ia berkataaa: Nabi S.A.W menjumpai kami,
ketika kami sedang memandikan putri beliau. Beliau bersabda: Mandikanlah ia
tiga kali atau lima kali atau lebih banyak lagi bila menurut kalian hal itu perlu,
dengan air dan daun bidara. Dan pada basuhan terakhir bubuhkanlah kapur barus
atau sedikit kapur barus. Kalau kalian sudah selesai, beritahukanlah aku. Ketika
kami selesai, kami memberitahu beliau, lalu beliau memberikan kain beliau
kepada kami seraya bersabda: Pakaikanlah ini padanya”.
Dalam redaksi lain dikatakan: mandikanlah dia secara ganjil: tiga, lima,
tujuh atau melebihi dari itu menurut pertimbangan kalian. Dengan begitu
memandikan jenezah adalah meratakan badannya dengan air satu kali, sekalipun
ia berhadas dan haid. Disunnahkan meletakkan mayat di tempat yang tinggi dan
tidak dibalut dengan pakaian. Diletakkan pengaling untuk menutupi auratnya.
Sebaiknya orang yang memandikan adalah orang yang jujur dan sholeh.
Memandikannya harus dengan niat, kemudian memulai dengan meremas-remas
perut mayat dengan pelan untuk mengeluarkan kotoran dan menghilangkan najis
dari jasadnya. Memandikan tiga kali dengan air dan sabun atau air biasa dimulai
dengan tangan kanan. Jika ia memandang perlu penambahan dari tiga karena tidak
bersih atau ada sesuatu lain, hendaknya ia memandikan sampai lima atau tujuh
kali.
-7-
2) Ada tubuhnya walaupun sedikit
Jika mayat itu laki - laki, maka yang memandikannya laki - laki pula.
Perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki - laki kecuali istri dan
mahramnya. Sebaliknya jika mayat itu perempuan. Jika suami, istri dan
mahramnya sama-sama ada maka yang berhak memandikan adalah suami atau
istri dari mayat tersebut.
Bila seorang perempuan meninggal dan di tempat itu tidak ada perempuan,
suami atau mahramnya, maka mayat itu hendaklah “ditayammumkan” saja, tidak
boleh dimandikan oleh laki - laki yang lain. Kecuali kalau mayat itu adalah anak-
-8-
anak, maka laki - laki boleh memandikannya begitu juga kalau yang meninggal
adalah seorang laki - laki.
Jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang lebih
berhak ialah keluarga yang terdekat dengan si mayyit, dengan syarat ia
mengetahui kewajiban mandi serta dapat dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah hak
itu kepada keluarga jauh yang berpengetahuan serta amanah. Sebagaimana sabda
Rasulullah saw yang artinya:
“Siapa yang menutup aib seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada
hari kiamat “.
-9-
(kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung dan kain yang menutupi seluruh
badannya.
memperbagus kafannya”.
b. Kafan yang cukup (kafan al- kifayah). Yaitu dua baju yang menutup
seluruh badan (dibawahnya tidak kurang). Kain dan lipatan keduannya harus
menutupi seluruh badan. Mencukupkan dengan keduannya dan dibolehkan dan
tidak makruh.
c. Kafan sunnah ( kafan as-sunnah). Yaitu tiga baju untuk laki-laki yang
telah balig dan hampir balig, menurut para ulama Hanafi. baju, kain dan penutup
atau lipatan. Pakian gamis menutupi leher hingga kaki, tanpa lengan baju tidak
terbuka pada dada dan sisi lambung, bawahnya tidak usah lebar seperti pakian
orang hidup, tetapi harus sejajar.
- 10 -
yang menyalatkan jenazah dengan tiga shaf, maka wajib baginya (mendaptkan
ampunan).
Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus suci dari
hadas han najis, suci badan tempat dan pakaian, menutup aurat dan menghadap
kiblat.
Salat jenazah tidak memakai rukuk dan sujud, tentu saja rukun yang ada di
dalamya berbeda dengan rukun seperti biasanya yakni: niat, berdiri bagi yang
mampu, takbir, membaca surah al-Fatiha, membaca salawat Nabi, mendo’akan
jenazah dan salam.
Shalat jenazah terdiri dari niat dan 4 takbir. Kemudian jenazah terdiri dari
4 kali takbir. Yang dimulai dengan membaca Ta’awudz kemudian membaca surah
Al-Fatihah, lalu melakukan takbir kedua dan membaca salawat Nabi, takbir ketiga
memohon ampunan untuk jenazah dan takbir keempat mendoakan jenazah dan
jamaah seluruhnya, lau ditutup dengan salam.
Niat:
Untuk laki-laki
علَى ٰهذَا الـ َمية أربع تكبيرات فَ ْرضا كفاية هّلِل ت َ َعالَى َ ُأ
َ صل ْي
Untuk perempuan
علَى ٰهذَه الـ َميتة أربع تكبيرات فَ ْرضا كفاية هّلِل تَعَالَى َ ُأ
َ صل ْي
Ketika takbir pertama dan setelah membaca Surah al-Fatihah Takbir kedua,
- 11 -
membaca salawat Nabi.
يم علَى آل َ
سيدنَا إب َْراه َ يمَ ،و َ علَى َ
سيدنَا إب َْراه َ صلَّيْتَ َ علَى آل َ
سيدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما َ علَى َ
سيدنَا ُم َح َّمدٍَ ،و َ صل َاَلله ُه َّم َ
يم ،في ع َلى آل َ
سيدنَا إب َْراه َ يمَ ،و َ علَى َ
سيدنَا إب َْراه َ ار ْكتَ َ علَى آل َ
سيدنَا ُم َح َّمدٍَ ،ك َما بَ َ علَى َ
سيدنَا ُم َح َّمدٍَ ،و َ َوبَار ْك َ
ْال َعا َلمينَ إنَّكَ َحميد َمجيد
Takbir ketiga, dilanjutkan dengan do’a untuk jenazah. Do’a untuk jenazah laki-
laki
sebagai berikut:
ع ْنهَُ ،وأ َ ْكر ْم نُ ُزلَهَُ ،و َوس ْع َمدْ َخلَهَُ ،وا ْغس ْلهُ ب ْال َماء َوالث َّ ْلج َو ْالبَ َردَ ،ونَقه منَ
ْف َ
عافه َواع ُ اَلله ُه َّم ا ْغف ْر لَهُ َو ْ
ار َح ْمهُ َو َ
ض منَ الدَّنَسَ ،وأَبْد ْلهُ دَ ً
ارا َخي ًْرا م ْن دَارهَ ،واَ ْه ًًل َخي ًْرا م ْن ا َ ْهلهَ ،وزَ ْو ًجا َخي ًْرا ب ْاْل َ ْبيَ َ ْال َخ َ
طايَا َك َما نَقَيْتَ الث َّ ْو َ
عذَاب النَّارعذَاب ْالقَبْر َو م ْن َ م ْن زَ ْوجه وأَدْخ ْلهُ ْال َجنَّةَ َوأَعذْهُ م ْن َ
Jenazah wanita
ع ْن َهاَ ،وأ َ ْكر ْم نُ ُزلَ َهاَ ،و َوس ْع َمدْ َخلَ َهاَ ،وا ْغس ْل َها ب ْال َماء َوالثَّ ْلج َو ْالبَ َرد،ْف َ
عاف َها َواع ُ ار َح ْم َها َو َاَلله ُه َّم ا ْغف ْر لَها َو ْ
ارا َخي ًْرا م ْن دَارهَاَ ،واَ ْه ًًل َخي ًْرا م ْن ا َ ْهل َها، ض منَ الدَّنَسَ ،وأَبْد ْل َها دَ ً ب ْاْل َ ْبيَ َ
طايَا َك َما نَقَيْتَ الث َّ ْو ََونَق َها منَ ْال َخ َ
عذَاب ْالقَبْر َو م ْن َ
عذَاب النَّار َوزَ ْو ًجا َخي ًْرا م ْن زَ ْوج َها وأَدْخ ْل َها ْال َجنَّةَ َوأَعذْهَا م ْن َ
Takbir keempat dilanjutkan membaca do’a sempurna. Do’a untuk jenazah laki-
laki
sebagai berikut:
الله ُه َّم َلتَحر ْمنا أَجْ َرهُ وَلت َ ْفتنَّا بَعدَهُ َوا ْغف ْر لَنَا َولَهُ
Jenazah wanita
الله ُه َّم َلت َحر ْمنا أَجْ َرها وَلت َ ْفتنَّا بَعدَها َوا ْغف ْر لَنَا َولَها
- 12 -
Ketika dalam mengiringi jenazah menuju pemakaman, ada beberapa etika
yang harus diperhatian yaitu: petama, para pengiring jenazah hendaknya berada
didepan dan dibelakang jenazah. Kedua, makhruh mengeraskan suara, kecuali
bacaan al-Qur’an, dzikir atau salawat Nabi. Ketiga yang dianjurkan membawa
jenazah adalah laki - laki. Keempat, mempercepat jalannya jenazah. Kelima,
bertafakur tentang kematian dan memperbanyak dzikir.
c. Jika hal ini dikerjakan oleh kaum wanita, maka akan menyebabkan
terbukanya aurat wanita di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
Dalam masalah ini, wali dari mayit merupakan orang yang paling berhak
menguburkannya, berdasarkan keumuman firman Allah:
”dan orang yang memiliki hubungan kerabat sebagian diantaranya mereka lebih
berhak dari pada yang lain..”. (Al-Anfal: 75)
- 13 -
Dalam penguburan hendaknya jangan dilakukan pada malam hari. Kecuali
dalam keadaan darurat, seperti apabila tidak segera dimakamkan maka jenazah
tersebut akan membusuk atau takut sibuk dalam menghadapi musuh jika
dimakamkan pada siang hari (dalam peperangan) atau karena mereka harus segera
pergi dan lain sebagainya. Sebagaimana sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh
Jabir RA. “Janganlah kalian memakamkan jenazah kalian pada malam hari
kecuali dalam keadaan terpaksa.”
- 14 -
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Quran banyak menyebut kata mati yaitu sebanyak 158 kali. Islam telah
mengingatkan kita semua bahwa setiap insan yang bernyawa pasti akan
mengalami
- 15 -
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Sayyed Hawwas dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Jakarta: PT
Kalola Printing.
Ahmad al-Qadhi Syekh Abdurahman bin, Kehidupan Senelum dan Sesudah
kematian, di Terjemahkan dari buku Daqaiquk Akhbar, Jakarta: PT Mat’at Syaraf,
2014.
Al-Juzairi Abdurrahman, Fiqih Empat Mazhab, Jakarta: PT Darul Ulum, 1996.
Mufid Achmad A.R, Risalah Kematian: merawat jenazah, tahlil, Tasawuf,
Ta’ziyah dan Ziarah Kubur, Jogjakarta: Total Media, 2007.
Muhammad Khawaja Islam: mati itu Spektakuler, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2004
Mardani Dr., Hadis Ahkam, Jakarta PT Garatindo Persaja, 2012
Mukram Muhammad Ibn al-Afrîqî al-Mîsrî, Lisan al-‘Arâb Mukhtashor Shahih
Muslim
Nashiruddin Muhammad Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka
As-sunnah, 2010
- 16 -