Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENYELENGGARAAN JENAZAH

MATA KULIAH AGAMA

OLEH :

GITA NOVERA
N1D120068
KELAS B

JURUSAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena atas berkah
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
waktu yang telah ditentukan. Makalah "Penyelenggraan Jenazah" disusun guna
memenuhi tugas dosen pada mata kuliah agama, Bapak La Ode Ahmad
Muhammad, S.IP.,M.Pd.I.

Penulis berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi


pembaca tentang penyelenggaraan jenazah.

Saya sebagia penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna maka dari itu saya sebagai penulis sangat membutuhkan kritik dan
saran yang bersifat membangun guna penulisan makalah selanjutnya dan
kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 25 Juni 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 6
A. Memandikan Jenazah ..................................................................................... 6
1.1. Keutamaan Memandikan Jemazah ....................................................... 6
1.2. Hukum Memandikan Jenazah ............................................................... 6
1.3. Orang yang Memandikan Jenazah ........................................................ 6
1.4. Cara Memandikan Jenazah..................................................................... 6
1.5. Hal yang Dilakukan Jika Jenazah Tidak Dapat Dimandikan ........ 7
1.6. Aturan Memandikan Jenazah ................................................................ 8
B. Mengkafani Jenazah ........................................................................................ 8
2.1. Keutamaan Mengkafani Jenazah .......................................................... 8
2.2. Hukum Mengkafani Jenazah .................................................................. 9
2.3. Ukuran Kain Kafan ................................................................................... 9
2.4. Tata Cara Mengakafani Jenazah Laki-laki ......................................... 9
2.5. Tata Cara Mengkafani Jenazah Wanita ............................................ 10
C. Menshalati Jenazah ....................................................................................... 10
3.1. Keutamaan Shalat Jenazah .................................................................. 10
3.2 Hukum Shalat Jenazah ........................................................................... 11
3.3. Rukun Shalat Jenazah ........................................................................... 11
3.4. Syarat Shalat Jenazah............................................................................ 11
3.5. Posisi Imam ............................................................................................... 12
3.6. Tata Cara Menshalati Jenazah ............................................................ 12
D. Menguburkan Jenazah.................................................................................. 13
4.1. Keutamaan Menguburkan Jenazah .................................................... 13
4.2. Hukum Menguburkan Jenazah ............................................................ 13
4.3. Bentuk kuburan Islam............................................................................ 14
4.4. Tata Cara Menguburkan Jenazah Menurut Empat Mazhab ........ 15
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 19
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada
Kami kamu dikembalikan”(Q.S. Al-Ankabut: 57) (Yayasan penyelenggara/
Penafsir AlQuran: 2012). Dengan adanya ayat tersebut menunjukkan bahwa
Allah Swt melalui Rasul-Nya telah mengajarkan syariat Islam kepada umat
manusia di antaranya akan perlu untuk menyadari di kehidupan dimana setiap
yang bernyawa pasti akan mengalami yang namanya kematian, dengan tidak
akan pernah diketahui kapan waktunya datang. Kondisi itu tentunya
memberikan isyarat kepada umat manusia untuk senantiasa mempersiapkan
diri menghadapi kematian sepanjang waktu, bagaimanapun adanya.

Manusia sebagai makhluk Allah, diciptakan-Nya sebagai ciptaan yang


paling baik dan paling mulia (Yusuf Qardhawi: 2013) dibanding makhluk
lainnya (Q.S. Al Tin: 4), (Yusuf Qardhawi: 2013) dengan diberikannya nafsu dan
akal. Sebagai makhluk yang paling baik dan paling mulia, Allah telah membuat
suatu ketetapan melalui ketetapan syariat Islam dengan menempatkan
manusia pada derajat yang paling mulia juga.Sebagai wujud dari kemuliaan
yang diberikan Allah kepada manusia, Allah telah menetapkan aturan khusus
dalam syariat Islam dengan diperintahkannya kepada manusia yang masih
hidup untuk melaksanakan beberapa kewajiban terhadap orang yang
meninggal/ jenazah sebagai salah satu bentuk Allah sangat menghormatinya. Di
antara kewajiban-kewajiban yang perlu dilakukan terhadap jenazah dalam
Islam adalah memandikan, mengafani, menshalatkan, menguburkan dan lain
sebagainya.

Dalam Islam melakukan beberapa penyelenggaraan yang telah


ditetapkan terhadap jenazah yang muslim hukumnya adalah fardhu kifayah
(Sulaiman Rasjid: 1994) dalam artian suatu kewajiban seluruh umat Islam
ketika diselesaikan oleh satu orang saja terbayarkan kewajiban umat Islam
lainnya. Walaupun kewajiban terkait penyelenggaraan jenazah bisa
terbayarkan oleh satu orang saja, Islam memberikan isyarat agar umat Islam

4
harus mampu melakukan penyelenggaraan jenazah sesuai dengan tuntunan
yang telah disampaikan melalui ajaran yang telah disampaikan Rasul kepada
umatnya. (Ma’mur Daud: 1982). Dalam Islam yang lebih afdhal pada
penyelenggaraan memandikan dan mengafani jenazah adalah keluarga
terdekatnya, karena dikhawatirkan adanya aib di tubuh jenazah (Sulaiman
Rasjid: 1994).

Memperhatikan fenomena yang terjadi di kalangan masyarakat akhir-


akhir ini, banyaknya umat Islam yang mengaku beragama Islam tetapi tidak
tahu dengan ajaran agamanya termasuk dalam hal penyelenggaraan
jenazah.Fenomena itu bagaikan penyakit yang mewabah di kalangan umat
Islam, yang tidak hanya di perkotaan tetapi juga di desa-desa.Ketidaktahuan
atau ketidakmampuan umat Islam dalam penyelenggaraan jenazah terutama
dalam memandikan dan mengafani jenazah dilatarbelakangi dengan alasan
mereka yang bermacam-macam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara memandikan jenazah?

2. Bagaimana cara mengkafani jenazah?

3. Bagaimana cara menshalati jenazah?

4. Bagaimana cara menguburkan jenazah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui cara memandikan jenazah

2. Untuk mengetahui cara mengkafani jenazah

3. Untuk mengetahui cara menshalati jenazah

4. Untuk mengetahui cara menguburkan jenazah

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Memandikan Jenazah

1.1. Keutamaan Memandikan Jemazah


“Siapa yang memandikan mayat lalu dia meyembunyikan (aibnya), Allah
ampuni dia empat puluh (dosa) besar. Dan siapa yang menggali kuburan untuk
saudaranya hingga dikuburkan maka seakan-akan dia telah memberinya
tempat tinggal hingga dia dibangkitkan”. (Riwayat Tabrani dalam al-kabir, dan
Hakim).

1.2. Hukum Memandikan Jenazah


Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah atas setiap muslim
yang mengetahuinya. Jika ada orang dengan jumlah cukup untuk
melaksanakannya, maka gugurlah dosa bagi yang lainnya.

1.3. Orang yang Memandikan Jenazah


Orang yang memandikan jenazah disyaratkan orang muslim.
Disunnahkan orang yang terpercaya, amanah dan mengetahui hukum-hukum
memandikan. Jika jenzahnya laki-laki maka yang memandikannya harus laki-
laki, tidak dibolehkan bagi wanita untuk memandikannya kecuali istrinya,
karena dibolehkan oleh istri untuk memandikan suaminya.

Jika jenazahnya wanita maka yang memandikannya adalah wanita, tidak


boleh bagi laki-laki untuk memandikannya kecuali suaminya karena dibolehkan
bagi suami untuk memandikan istrinya. Adapun jika jenzahnya anak kecil
dibawah tujuh tahun, maka baik laki-laki maupun wanita boleh
memandikannya.

1.4. Cara Memandikan Jenazah


➢ Hendaknya petugas yang memandikan mengangkat kepala jenzah
hingga mendekati posisi duduk, kemudian tanganya menyentuh
perutnya dengan perlahan agar keluar apa yang seharusnya keluar
darinya. Saat itu perbanyak menyiramkan air kepadanya agar apa
yang keluar segera tersapu bersih. Kemudian petugas yang

6
memandikan membungkus tangannya dengan kain yang agak
kasar lalu membersihkan kemaluan jenazah dan meyiramnya
dengan air.

➢ Kemudian dia mulai niat memandikan lalu membaca basmalah,


lalu mewudhukan jenazah sebagaimana wudhu untuk shalat,
kecuali dalam masalah berkumur dan istinsyaq (memasukan air ke
hidung), untuk mengganti kedua hal tersebut cukup baginya untuk
mengusap gigi-gigi jenazah dan kedua lubang hidungnya dengan
jari-jarinya yang telah basah atau yang telah dibungkus dengan
kain basah dan tidak dimasukan air dalam mulutnya dan
hidungnya.

➢ Kemudian basulah kepalanya dan jenggotnya dengan busa sidr


atau sabun, lalu basuhlah bagian kanan tubuhnya. Dimulai dari
belahan kanan lehernya, lalu tangan kananya hingga
punggungnya. Kemudian dada sebelah kanannya, betis kanannya
dan paha kananny. Kemudian balikkan di atas sisi kiri dan basuh
bagian punggung kanannya. Setelah itu mandikan bagian kiri
tubuhnya seperti itu juga lalu balikan di atas sisi kanannya dan
basuh bagian punggung kirinya. Gunakan sidr atau sabun saat
membasuh. Disunnahkan saat memandikan, petugas yang
memandikan membungkus tangannya dengan kain.

1.5. Hal yang Dilakukan Jika Jenazah Tidak Dapat Dimandikan


Orang yang tidak dapat dimadikan karena tidak ada air atau
dikhawatirkan tubuhnya akan rusak dengan dimandikan, seperti oranf yang
terkena lepra, atau yang terbakar atau jika jenazahnya seorang wanita ditengah
laki-laki yang bukan suaminya, atau jenazahnya laki-laki di tengah wanita yang
bukan istrinya. Dalam kondisi tersebut maka jenazah ditaymmumkan dengan
debu yaitu dengan mengusap mukanya dan kedua telapak tangannya dengan
menggunakan sarung tangan bagi orang yang mengusapnya. Jika berhalagan
memandikan jenazah, maka dimandikan yang dapat dimandikan dan sisanya
dilakukan dengan tayammum.

7
1.6. Aturan Memandikan Jenazah
➢ Tempat memandikan hendaknya yang sepi dari pandangan banyak
orang.

➢ Tempat pemandian hendaknya tidak dibawah langit langsung.

➢ Hendaknya yang ada dalam tempat memandikan hanyalah yang


memandikan, kecuali bagi wali maka diperbolehkan meskipun
tidak memandikan.

➢ Hendaknya ada mijmarah fiha bukhur (wewangian) agar bau tidak


sedap yang barangkali keluar tidak sangat tercium.

➢ Hendaknya ada kain penutup tubuh mayat saat dimandikan.

➢ Air dingin lebih baik daripada air hangat kecuali jika air hangat
memang dibutuhkan.

➢ Tidak diperbolehkan bagi yang memandikan untuk memandang


aurat mayat dan memegangnya kecuali dengan lapis kain / sarung
tangan.

➢ Persiapkan dua buah lapis kain untuk tangan (satu untuk


mengistinja’ dan satu lagi untuk anggota badan yang lain).

➢ Membasuh seluruh tubuh jenazah dengan rata dengan jumlah


ganjil. Berapapun diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan. Ketika
sudah bersih pada basuhan genap, maka sempurnakanlah dengan
satu basuhan lagi agar ganjil.

➢ Basuhan terakhir dicampur dengan kapur barus atau cendana.

B. Mengkafani Jenazah

2.1. Keutamaan Mengkafani Jenazah


“Barangsiapa memandikan mayit lalu menyembunyikan aib-aibnya, Allah
akan mengampuninya dengan empat puluh kali ampunan. Dan barangsiapa
menggali (kubur) untuknya maka akan diberikan pahala baginya seperti pahala
orang yang memberikan tempat tinggal hingga hari kiamat. Dan barangsiapa

8
mengkafani mayit, Allah akan mengkafaninya dengan sutra halus dan bludru
dari surga di hari kiamat nanti.”
(HR Al-Hakim dalam Mustadrak : 1/354, 1/362, Ath-Thabarani dalam
Mu’jam Al-Kabir : 929 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shaihut Targib Wat
Tarhib : 3492 Lihat pula Ahkamul Janaiz : 69 oleh Imam Al-Albani).

2.2. Hukum Mengkafani Jenazah


Hukum mengkafani jenazah adalah fardhu kifayah atas setiap muslim
yang mengetahuinya. Jika ada orang dengan jumlah cukup untuk
melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Mengkafani
jenazah berarti membungkus jenazah dengan selembar kain atau lebih yang
biasanya berwarna putih , setelah mayat selesai dimandikan dan sebelum
dishalatkan serta dikuburkan.

2.3. Ukuran Kain Kafan


Kain kafan wajib menutupi seluruh tubuh. Kain kafan bagi jenazah laki-
laki disunnahkan terdiri dari tiga lembar. Sedangkan bagi jenazah wanita lima
lapis untuk kain (bagian bawah), kerudung, baju dan dua lembar kain kafan .
Sedangkan jenazah anak kecil laki-laki cukup dengan satu lembar, boleh juga
dengan tiga lapis, sedangkan anak kecil perempuan dengan satu baju dan dua
lembar kain kafan.

Disunnahkan mengusapi kain kafan dengan bukhur (wewangian) setelah


dipercikan dengan air kembang mawar dan yang semacamnya agar wangi
bukhur tetap melekat.

2.4. Tata Cara Mengakafani Jenazah Laki-laki


Tiga lembar kain kafan dibentangkan satu di atas yang lainnya.
Kemudian letakkan jenazah di atasnya dan wajib ditutup auratnya dengan kain
atau dengan semacamnya. Jenazah diletakkan dengan terlentang, kemudian
ambil hanuth yaitu sejenis wangi-wangian dan letakkan pada kapas kemudian
letakkan dia antara bokong jenazah dan ditampal dengan kain tampal.
Kemudian letakkan juga kapas yang telah diberi wewangian dikedua matanya,
kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya, anggota-anggota

9
sujudnya; keningnya, hidungnya, kedua tangannya, kedua lututnya, ujung
kedua kakinya dan lipatan-lipatan diperutnya; seperti kedua ketiaknya,
lekukan kedua lututnya dan pusatnya. Berikan juga wewangian diantara kain
kafannya dan di kepala mayat.

Kemudian ujung kain kafan sebelah kiri ditarik ke sebelah kanan, lalu
ujung atas sebelah kanan ditarik ke sebelah kiri, demikian berikutnya lapisan
kedua dan lapisan ketiga. Bagian yang lebih pada sisi kepala hendaknya lebih
panjang dari bagian yang lebih pada kakinya. kemudian bagian yang lebih di
kepalanya dikumpulkan lalu ditekuk ke arah mukanya sementara sisa di
kakinya juga dikumpulkan dan ditekuk di kakinya. Lalu kain kafannya diikat
agar tidak terlepas dan ikatannya baru dibuka ketika di kubur.

2.5. Tata Cara Mengkafani Jenazah Wanita


Wanita dikafani lima lapis; kain, baju, kerudung untuk kepalanya lalu
dibungkus dengan dua lapis kain kafan.

C. Menshalati Jenazah

3.1. Keutamaan Shalat Jenazah


Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda:

"Barangsiapa yang menyaksikan jenazah sampai ia menyolatkannya,


maka baginya satu qiroth. Lalu barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga
dimakamkan, maka baginya dua qiroth." Ada yang bertanya, "Apa yang
dimaksud dua qiroth?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas
menjawab, "Dua qiroth itu semisal dua gunung yang besar." (HR. Bukhari

dan Muslim).

Dari Malik bin Hubairah radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah


bersabda:

10
"Tidaklah seorang muslim mati lalu dishalatkan oleh tiga shaf kaum
muslimin melainkan do'a mereka akan dikabulkan." (HR. Tirmidzi dan Abu
Daud).

3.2 Hukum Shalat Jenazah


Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum shalat jenazah adalah fardhu
kifayah. Dimana bila sudah ada satu orang yang mengerjakannya, gugurlah
kewajiban orang lain. Namun Al-Ashbagh berkata bahwa hukumnya sunnah
kifayah, sehingga bila tak seorang pun yang melakukannya, tidak ada yang
berdosa kecuali hanya kehilangan kesunnahan.

3.3. Rukun Shalat Jenazah


Rukun ini maksudnya adalah kerangka yang bila ditinggalkan, shalat itu
menjadi tidak sah. Dalam pandangan mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah
mengatakan bahwa shalat jenazah terdiri dari 7 rukun. Rukun-rukunnya
adalah niat, 4 takbir dengan takbiratul ihram, membaca surat Al-Fatihah
setelah takbir yang pertama, shalawat kepada Rasulullah SAW, doa untuk
mayit setelah takbir ketiga, salam dan berdiri.

Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Malikiyah rukun shalat jenazah


ada 5 perkara. Rukun-rukunnya adalah : niat, empat kali takbir, mendoakan
mayit di antara takbir itu, dan berdiri. Dan menurut mazhab Al-Hanafiyah,
cukup 2 rukun saja. Rukun yang pertama 4 kali takbir dan rukun yang kedua
berdiri.

3.4. Syarat Shalat Jenazah


Agar shalat jenazah yang dilakukan menjadi sah hukumnya, para ulama
telah menetapkan ada beberapa syarat sah sebagaimana berikut ini :

➢ Muslim.

➢ Suci dari najis pada badan, pakaian dan tempat.

➢ Suci dari hadats kecil dan besar.

➢ Menutup aurat.

➢ Menghadap ke kiblat.

11
3.5. Posisi Imam
Ada beda pendapat di kalangan fuqoha tentang dimanakah sebaiknya
posisi imam ketika mengimami shalat jenazah. Al-Hanafiyah mengatakan posisi
imam tepat di bagian dada jenazah, tanpa dibedakan antara jenazah laki-laki
atau perempuan. Karena dada adalah tempatnya iman. Dan syafaat itu karena
imannya. Selain itu karena memang ada riwayat yang disampaikan oleh Ibnu
Masud radhiyallahuanhu.

Al-Malikiyah membedakan posisi imam berdasarkan jenis kelamin


jenazah. Bila jenazah itu laki-laki maka posisi imam berdiri di tengah jenazah
laki-laki. Akan tetapi bila jenazah itu seorang perempuan, maka imam
diutamakan untuk berdiri di daerah pundak bila jenazahnya perempuan.

3.6. Tata Cara Menshalati Jenazah


➢ Imam berada di depan kepala jenazah laki-laki dan ditengah
jenazah wanita.

➢ Boleh shalat jenazah sendirian.

➢ Perempuan boleh ikut menjadi peserta shalat jenazah.

➢ Boleh mengulangi shalat jenazah bila telat.

➢ Boleh melakukan shalat jenazah diatas kuburannya.

➢ Boleh melakukan shalat jenazah meski jenazahnya berada di


tempat yang jauh (shalat ghaib)

Teknis pelaksanaannya adalah dengan melakukan takbiratul ihram


kemudian tanpa membaca iftitah langsung membaca surat alfatihah dengan
ta’awudz sebelumnya. Kemudian takbir kedua dan dilanjutkan dengan shalawat
ibrahimiyah. Kemudian bertakbir lagi (takbir ketiga) lalu setelahya membaca
doa untuk jenazah dengan doa yang telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad
Saw diantaranya:

Ya Allah, ampunilah dia, sayangi, afiatkan dan maafkan kesalahannya.


Muliakan tempat turunnya, luaskan tempat masuknya, sucikan dia dari
kesalahan-kesalahannya, sebagaimana baju putih yang disucikan dari kotoran.

12
Mandikan dia dengan air, es dan embun. Ya Allah, jadikanlah kuburnya taman
di antara taman taman surga dan jangan jadikan liang dari lubang-lubang
neraka.

Kemudian setelah itu takbir keempat dan berdiam setelahnya sebentar


dan kemudian mengucapkan salam sekali ke kanan. Bagi yang tidak berada di
negeri tempat jenazah berada dan dia mengetahui berita kematiannya, maka
dia dapat shalat gaib dengan niat. Janin yang keguguran jika sudah berusia
empat bulan lebih maka wajib dilakukan shalat jenazah atasnya, sedangkan
jika kurang dari empat bulan, maka tidak dishalatkan.

D. Menguburkan Jenazah

4.1. Keutamaan Menguburkan Jenazah


“Barangsiapa memandikan mayit lalu menyembunyikan aib-aibnya, Allah
akan mengampuninya dengan empat puluh kali ampunan. Dan barangsiapa
menggali (kubur) untuknya maka akan diberikan pahala baginya seperti pahala
orang yang memberikan tempat tinggal hingga hari kiamat. Dan barangsiapa
mengkafani mayit, Allah akan mengkafaninya dengan sutra halus dan bludru
dari surga di hari kiamat nanti.”
(HR Al-Hakim dalam Mustadrak : 1/354, 1/362, Ath-Thabarani dalam
Mu’jam Al-Kabir : 929 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shaihut Targib Wat
Tarhib : 3492 Lihat pula Ahkamul Janaiz : 69 oleh Imam Al-Albani).

4.2. Hukum Menguburkan Jenazah


Setelah Islam datang, maka terdapat ketentuan-ketentuan dan syarat-
syarat yang harus di lakukan di dalam penyelenggaraan jenazah itu yang
dimulai dari persiapan menjelang kematian hingga setelah penguburan
dilakukan. Karena dalam syariat Islam, mengubur jenazah merupakan salah
satu bentuk penghormatan terhadap orang yang telah meninggal dunia.

Oleh karena itulah, Islam memerintahkan penguburan jenazah. Para


ulama pun telah sepakat bahwa hukum mengubur jenazah adalah fardu kifayah
seperti halnya memandikan, mengkafani dan menshalatkan. Jika sebagian

13
kaum muslimin telah melakukannya, maka kewajiban itu gugur dari kaum
muslimin yang lain.

4.3. Bentuk kuburan Islam


Secara hukum asal, bentuk kuburan ada dua, yaitu lahad dan syaq. Cara
membuat syaq adalah menggali lubang kuburan sedalam orang yang berdiri dan
mengangkat tangannya (kurang lebih 2,25 m), lalu dibuat liang di dasarnya
seluas tubuh jenazah. Dalam prosesi penguburan, jenazah dibaringkan di liang
tersebut di atas sisi kanan tubuhnya dengan wajah menghadap ke arah kiblat.
Tubuh jenazah itu diberi penahan dan tangannya diletakkan di sisi tubuhnya.
Lalu permukaan lubang itu ditutup dengan batu bata atau batu biasa. Setelah
itu lubang kuburan itu ditutup dengan tanah.

Adapun cara membuat lahad adalah dengan menggali lubang kuburan


sedalam dua pertiga dari tubuh orang yang berdiri, lalu dibuat liang seluas
ukuran tubuh jenazah yang di salah satu sisi di dasar lubang kuburan tersebut.
Lalu permukaan liang lahad itu ditutup dengan batu bata atau batu biasa.
Setelah itu, lubang kuburan ditimbun dengan tanah.

Didalam Alqur’an memang tidak di sebutkan secara langsung adanya


kewajiban untuk meletakkan jenazah di dalam kubur pada posisi miring
menghadap kearah kiblat, sehingga para ulama fikih pun berbeda pendapat
tentang hukumnya, Menurut mazhab Maliki dan Hanafi, sebagaimana
dijelaskan oleh Syekh Wahbah Az-Zuhayli, hukum menghadapkan jenazah ke
arah kiblat di dalam liang lahad adalah sunnah. Ini berbeda dengan mazhab
Hanbali yang mewajibkannya sebagaimana umumnya ulama mazhab Syafi‟i.
Semua itu berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

Dari Umair bin qatadah, bahwasahnya nabi Muhammad SAW berkata


tentang masjidil haram, (Ka‟bah adalah) kiblat kalian, kalian dalam kondisi
hidup dan mati,‟ (HR Abu Dawud dan Al-Hakim yang mengatakan, “(Hadits ini)
shahih sanadnya,‟)

14
Selain itu, praktik ini juga didasari oleh tradisi penguburan jenazah yang
sudah berlangsung sejak generasi salaf hingga sekarang. Nabi Muhammad SAW
sendiri pun dimakamkan dengan cara demikian.

Secara teknis Musthafa Al-Khan dkk, di dalam kitabnya Al-Fiqh Al-


Manhaji Ala Al-Madzhab Asy-Syafi'i menyatakan bahwa kewajiban minimal
dalam penguburan adalah dengan mengubur jenazah pada satu lubang yang
dapat mencegah tersebarnya bau dan dari dimangsa binatang buas, serta
dengan menghadapkannya ke arah kiblat.

4.4. Tata Cara Menguburkan Jenazah Menurut Empat Mazhab


Abdurrahman al-Juzairi dalam Kitabnya al-fiqh „ala mazahibil arba‟ah
menyebutkan tatacara penguburan menurut empat mazhab adalah sebagai
berikut:

1) Membuat lubang galian yang dalam, sekiranya tidak tercemar bau dan
terhindar oleh gangguan binatang buas. Para ulama berbeda pendapat
tentang ukuran dalamnya galian kubur itu:

a. Malikiyyah berpendapat bahwa makruh hukumnya mendalaminya lagi


jika tanpa adanya kebutuhan.

b. Hanafiyyah mengatakan bahwa minimal ukuran dalamnya galian adalah


setengah dari orang yang berdiri, jika lebih dalam lagi maka itu lebih
baik.

c. Syafi’iyyah berpendapat bahwa di sunnahkan mendalami lubang galian


seukuran orang yang berdiri dan mengangkat kedua tangannya ke langit.

d. Sedangkan menurut Hanabilah, di sunnah mendalami lubang galian


tanpa ada batasan tertentu. Yang terpenting adalah tanah galian itu
cukup untuk memasukkan jenazah itu ke dalam tanah dan tidak boleh di
letakkan di atas permukaan tanah.

2) Membuat liang lahad di dalam kubur jika tanahnya tidak gembur.


Malikiyyah berpendapat bahwa membuat lahad di tanah yang tidak
gembur adalah Mustahab bukan Sunnah, sedangkan membuat syaq di
tanah yang tidak gembur adalah Mubah. Sedangkan menurut Syafi’iyyah

15
bahwa membuat liang lahad pada tanah yang tidak gembur adalah lebih
afdhal, bukan hanya sekedar mubah.

3) Meletakkan jenazah ke dalam kubur.

a. Mazhab Hanafi, Syâfi'i dan Hambali

➢ Jenazah wajib dihadapkan kearah kiblat, alasannya karena disamakan


dengan orang yang sedang shalat.

➢ Disunahkan meletakkan kepala jenazah di sebelah utara dengan posisi


miring kekanan, dan makruh meletakkan kepala jenazah di sebelah
selatan, dengan posisi miring kekiri. Kewajiban menghadapkan jenazah
ke arah kiblat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari sayyidina
Ali :“Diriwayatkan dari sayyidina Ali Bin Abi Thâlib, Ia berkata:
“Seseorang dari keturunan Abdul Mutollib meninggal dunia, dan Nabi
perintah terhadap Ali: “Hadapkanlah jenazah tersebut kearah kiblat”

➢ Menutup kuburan jenazah dengan semisal papan atau lainnya supaya


jenazah tidak tersentuh galian tanah yang digunakan memenuhi liang
kuburan, dan untuk memuliakan jenazah. Tata cara ini berdasarkan
riwayat bahwa ketika Nabi dikubur dan setelah di hadapkan kearah
kiblat, lubang tempat jenazah Beliau ditutup dengan batu bata.

b. Mazhab Mâliki

➢ Hukum menghadapkan jenazah ke arah kiblat ketika dikubur adalah


sunah, berdasarkan firman Allah surat Al Mursalât : 25: “Allah
berfirman: “Bukankah Kami (Allah) telah menjadikan bumi (tempat)
berkumpul, bagi orang yang masih hidup dan yang sudah mati”. Dalam
ayat tersebut, Allah tidak menyatakan secara jelas kewajiban
menghadapkan jenazah kearah kiblat. Sehingga Imam Mâliki
memberikan hukum sunah.

➢ Wajib menutup jenazah dengan semisal papan atau lainnya supaya


jenazah tidak tersentuh galian tanah yang digunakan untuk memenuhi
liang kuburan, dan untuk memuliakan jenazah. Bila tidak
memungkinkan menguburkannya seperti halnya ia mati diatas kapal,

16
dan jauh serta sulit dari tempat untuk mendarat, sedangkan baunya
sudah mulai tercemar, maka jenazah boleh diikatkan dengan benda yang
berat kemudian di masukkan ke dalam laut.

4.5. Tata Cara Menguburkan Jenazah

1) Membuat galian kubur yang dalam, yaitu seukuran orang yang berdiri
dan mengangkat kedua tangannya, dan mendalaminya sekira tidak
tercemar bau dan tercium oleh binatang buas. Hal ini di dasarkan kepada
hadis Rasulullah SAW yang di riwayatkan oleh Abu Daud dan Turmuzi,
dari Hisyam bin Amir r.a, ia berkata: Rasulullah saw bersabda teruntuk
para syuhada‟ perang uhud: “ perdalamlah (kuburnya), luaskanlah dan
baguskanlah (kuburnya).”

2) Wajib membaringkan jenazah kesebelah kanan dan menghadapkannya ke


arah kiblat.

3) Di sunnahkan atasnya membuat liang lahat jika memungkinkan. Namun


apabila tidak, cukup membuat semacam belahan tanah pada tengah-
tengah galian seukuran jenazah.

4) Di sunnahkan memasukkan jenazah dari arah kaki kubur.


“Diriwayatkan dari Abi Daud, bahwasahnya seorang sahabat bernama
Abdullah Bin Yazid al-Huthami, memasukkan seorang sahabat yang
bernama Harits ke kuburnya melalui kaki kubur, lalu ia berkata: “ini
adalah sunnah”.

5) Mayat diletakkan di atas pinggang kanannya menghadap kiblat.

6) Setelah mayat diletakkan di lahad, letakkan papan di atas lahad dan


tambal sela-selanya dengan tanah yang lembek agar tanah tidak
menimbun mayat secara langsung.

7) Tidak dibolehkan menguburkan dalam tiga waktu:

➢ Tatkala matahari terbit hingga setinggi tombak.

➢ Tatkala matahari persis berada di atas hingga tergelincir.

17
➢ Jika matahari tinggal seukuran tombak sebelum terbenam hingga
terbenam.

Kadar waktu pertama dan terakhir sekitar seperempat jam,


sedangkan kadar waktu kedua sekitar tujuh menit.

8) Di anjurkan membuat tiga gumpalan dari tanah yang di letakkan di arah


kepala jenazah.

9) Di anjurkan mendoakan jenazah setelah proses penguburan selesai dan


men-talqinkannya dengan membaca “Laa Ilahaillallah/ Asyhadu anlaa
ilahaillallah” sebanyak tiga kali.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam Islam melakukan beberapa penyelenggaraan yang telah
ditetapkan terhadap jenazah yang muslim hukumnya adalah fardhu kifayah
(Sulaiman Rasjid: 1994) dalam artian suatu kewajiban seluruh umat Islam
ketika diselesaikan oleh satu orang saja terbayarkan kewajiban umat Islam
lainnya.

Adapun penyelenggaraan jenazah dalam islam meliputi memandikan


Jenazah, mengkafani Jenazah, menshalati Jenazah, dan menguburkan Jenazah.
Masing-masing penyelenggaraan jenazah tersebut mempunyai tata cara yang
berbeda-beda. Dan setiap penyelenggaraan jenazah pasti mempunyai
keutamaan bagi yang melakukannya.

B. Saran
Penyelenggaraan jenazah mempunyai tata cara yang agak rumit, untuk
itu penting bagi umat islam untuk mengetahui tata cara tersebut. Tata cara
penyelenggraan jenazah tidak mesti diketahui bagi petugas pengurus jenazah
saja, tetapi juga harus diketahui oleh setiap pribadi masing-masing umat
muslim. Hal ini bertujuan agar apabila keluarga kita meninggal kita bisa
mengurus jenazahnya sendiri tidak perlu bantuan dari orang lain. Dengan
mengurus jenazah keluarga sendiri kita bisa mejaga aib yang ada ditubuh
keluarga kita, dan apabila yang meninggal ibu atau bapak kita, mengurus
jenazah mereka bisa menjadi birrul walidain bagi kita.

19
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jarullah, Abdullah bin Jarulah bin Ibrahim. 1987. Tata Cara Mengurus
Jenazah. Riyadh: Kantor Kerjasama Da’wah, Bimbingan dan Penyuluhan
Bagi Pendatang, Al-sulay.

Nashr, Sutomo Abu. 2018. Pengantar Fiqih Jenazah. Jakarta Selatan: Rumah
Fiqih Publishing.

Susanto,Efrial. 2019. Wacana Penguburan Secara Berdiri Perspektif Hukum


Islam. (Tesis). Bengkulu: Program Studi Ahwal Syakhshiyah Institut
Agama Islam Negeri (Iain).

Sarwat, Ahmad. 2018. Fiqih Shalat Jenazah. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih
Publishing.

Yasnel. 2018. Refleksi Sosial Penyelenggaraan Jenazah bagi Mahasiswa


Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. (Journal of Primary Education p-
ISSN:2620-3251|e-ISSN: 2615-6121 Vol. 1, No. 1, Hal. 72-89).
Riau:Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.

20

Anda mungkin juga menyukai