Anda di halaman 1dari 24

ARTIKEL TAJHIZUL JENAZAH

DOSEN PENGAMPU

Yudarwin, S.H.I, M.H.I

DISUSUN OLEH

Salsabila Tasmara (0702192024)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

SISTEM INFORMASI

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas artikel yang berjudul Tajhizul
Mayit ini pada tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan artikel ini adalah guna memenuhi tugas akhir Mata
Kuliah Fiqih dan Ushul Fiqih dengan Bapak Yudarwin sebagai dosen pengampu.
Selain itu, artikel ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai perawatan
mayat bagi para pembaca serta bagi saya selaku penulis artikel.

Saya berterimakasih kepada dosen pengampu Mata Kuliah Fiqih dan Ushul Fiqih
karena berkat tugas ini saya bisa menambah wawasan saya mengenai perawatan
jenazah yang sebelumnya tidak saya ketahui. Saya juga berterimakasih kepada orang-
orang yang telah membantu saya dalam menyelesaikan materi ini.

Saya menyadari bahwa artikel yang saya buat ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, saya sangat meminta saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
serta dosen pengampu Mata Kuliah Fiqih dan Ushul Fiqih pada artikel ini.

Medan, 15 Februari 2021

Salsabila Tasmara

i
DAFTAR ISI

1. KATA PENGANTAR..................................................................................................i

2. DAFTAR ISI................................................................................................................ii

PENDAHULUAN............................................................................................................1

PEMBAHASAN...............................................................................................................3

A. Memandikan Jenazah............................................................................................3
B. Mengkafani Jenazah..............................................................................................8
C. Menshalatkan Jenazah.........................................................................................11
D. Menguburkan Jenazah.........................................................................................16

PENUTUP......................................................................................................................19

A. Kesimpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Di antara masalah penting yang terkait dengan hubungan manusia dengan manusia
lainnya adalah masalah perawatan jenazah. Islam menaruh perhatian yang sangat
serius dalam masalah ini, sehingga hal ini termasuk salah satu kewajiban yang harus
dipenuhi oleh umat manusia, khususnya umat Islam. Perawatan jenazah ini
merupakan hak si mayat dan kewajiban bagi umat Islam untuk melakukannya dengan
pengurusan yang terbaik.1
Salah satu kewajiban umat Islam Ketika ada yang meninggal dunia adalah
mengurusi jenazah tersebut. Hukumnya fardhu kifayah, yang artinya kewajiban yang
apabila telah ada sekelompok orang yang mengadakan pengurusan jenazah, mulai
dari memandikan, mengafani, menyalatkan, menguburkan, maka gugurlah kewajiban
muslim yang lainnya. Namun jika tidak ada yang mengerjakan, maka semua berdosa,
meskipun hukum penyelenggaraan fardhu kifayah, namun tiap individu muslim harus
mengetahui pengurusan jenazah ini. Jika semua orang berpikiran masalah ini sudah
ada orang tertentu yang menanganinya, dan tidak berkewajiban lagi bagi dirinya
untuk mengurus, lambat laun para generasi yang mengurus jenazah itu sedikit
jumlahnya.2
Beberapa hal penting mengenai masalah perawatan jenazah seperti hukum
perawatan jenazah, hal-hal yang harus dilakukan saat melakukan perawatan jenazah,
syarat-syarat saat memandikan jenazah, rukun sholat jenazah, tata cara mengkafani
jenazah, serta tata cara menguburkan jenazah akan saya bahas secara maksimal. Saya
harap para pembaca bisa memahami artikel yang saya buat.
Rumusan Masalah
1. Apa hukum merawat jenazah?
2. Apa saja kewajiban seorang muslim terhadap seorang muslim yang meninggal
dunia?
1
Dr. Marzuki, M.Ag.Perawatan Jenazah, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-
marzuki-mag/dr-marzuki-mag-perawatan-jenazah.pdf diakses pada Februari 2021.
2
Sulaiman Rasyid, Fikih Islam, (Bandung: sinar baru algensido, 2011), 164.

1
3. Apa hukum memandikan jenazah?
4. Apa hukum mengkafani jenazah?
5. Apa yang dimaksud shalat jenazah?
6. Apa hukum menguburkan jenazah?
Tujuan Masalah
1. Mendeskripsikan tentang hukum merawat jenazah
2. Mendeskripsikan saja kewajiban seorang muslim terhadap seorang muslim yang
meninggal dunia
3. Mendeskripsikan tentang hukum memandikan jenazah
4. Mendeskripsikan tentang hukum mengkafani jenazah
5. Mendeskripsikan pengertian dari shalat jenazah
6. Mendeskripsikan tentang hukum menguburkan jenazah

2
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum merawat jenazah adalah Fardhu Kifayah, artinya apabila disuatu daerah
telah ada orang yang telah menguasainya maka gugurlah kewajiban atas yang lain,
namun bila disuatu daerah tidak ada yang menguasainya maka wajib atas semua
orang untuk melaksanakannya, bila tidak ada yang melakukannya maka semua orang
yang berada di daerah tersebut berdosa.
Ada beberapa kewajiban orang muslim yang hidup terhadap seseorang muslim
Yang lain meninggal dunia, yang dikatakan juga dengan Fardhu Kifayah maka orang
yang hidup harus menyelenggarakan 4 (empat) perkara. Kaum muslimin wajib
mengurusi jenazah, mulai dari memandikan, mengafankan, menshalatkan, dan
memakamkan.3
A. Memandikan Jenazah
Hukum memandikan mayat bagi orang Muslim yang hidup adalah fardhu kifayah.
Yang wajib dimandikan adalah mayat Muslim yang tidak mati syahid, yaitu orang
yang mati karena dalam pertempuran fi sabilillah melawan orang kafir. Orang yang
mati syahid tidak perlu dimandikan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. tentang
orang-orang yang gugur dalam pertempuran Uhud: “Jangan kamu mandikan mereka,
karena sesungguhnya setiap luka dan darah akan semerbak bau kesturi pada hari
kiamat, dan tidak usah mereka dishalati” (HR. Ahmad dari Jabir).4
Jenazah yang wajib dimandikan adalah a). mayat orang islam (muslim) yang tidak
terbunuh oleh kaum kafir yang di sebut orang yang mati syahid dalam sebuah
perperangan. Jenazahnya tidak perlu dimandikan walaupun dalam keadaan junub.
Dalil pendapat ini adalah Hanzahalah mati Syahid dalam keadaan junub. Ia tidak
dimandikan oleh Nabi SAW. Karena jenazah orang yang mati syahid dikafankan
dengan pakaian yang di kenakannya yang patut menjadi kafan baginya. Apabila
pakaian itu kurang, maka harus disempurnakan. Dan apabila lebih dari kapan yang

3
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 2, Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), 321.
4
Dr. Marzuki, M.Ag.Perawatan Jenazah, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-
marzuki-mag/dr-marzuki-mag-perawatan-jenazah.pdf diakses pada Februari 2021.

3
disunnahkan, maka dikurangi. mayat itu dikubur bersama dengan darah-darahnya.
Jenazah itu tidak perlu di mandikan.5 b). Tidak karena keguguran yang usia
kandungannya sebelum empat bulan.6
Orang yang memandikan mayat sebaiknya adalah keluarga terdekat dari si mayat,
kalau dia tahu cara memandikannya. Apabila mayat itu laki-laki seharusnya yang
memandikan juga laki-laki. Apabila mayat itu perempuan yang memandikan juga
perempuan. Kecuali untuk anak kecil, maka boleh dimandikan oleh orang yang
berlainan jenis kelamin. Nabi bersabda: “Apakah yang menyusahkanmu seandainya
engkau mati sebelum aku, lalu aku memandikanmu dan mengkafani, kemudian aku
menshalatkan dan menguburmu” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ibnu Hiban,
Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi dari ‘Aisyah).7
Orang yang berhak memandikan jenazah adalah orang yang diwasiatkan baginya.
Apabila tidak ada wasiat maka yang berhak memandikan untuk laki-laki adalah
bapaknya, kakeknya kebawah anak laki-lakinya, cucunya saudara kandungnya,
saudara terdekat kemudian tetangganya. Untuk jenazah wanita pertama adalah
ibunya, neneknya, kebawah anak perempuan, cucunya, saudara kandungnya, saudara
terdekat, tetangga yang wanita. Tidak boleh jenazah laki-laki dewasa wanita yang
memandikan kecuali istrinya dan sebaliknya. Untuk jenazah anak-anak dibawah tujuh
tahun maka boleh memandikan laki-laki atau perempuan sebab tiada aurat baginya.8
Kalau jenazah itu laki-laki, yang memandikannya hendaklah laki-laki pula.
Perempuan tidak boleh memandikan manyat/jenazah laki-laki, kecuali istri dan
muhrimnya. Sebaliknya jika mnyat itu permpuan, hendaklah dimandikan oleh
perempuan pula; tidak boleh laki-laki memandikan perempuan kecuali suami atau
mahramnya. Jika suami dan mahram sama-sama ada, suami lebih berhak untuk
memandikan istrinya. Begitu juga jika istri dan mahram sama-sama ada, maka istri
lebih berhak untuk memandikan suaminya.

5
Ibid, 322
6
Kusen Ms, Panduan Tata Cara Penyelenggaraan Fardhu Kifayah, (Riau: Depag, 2011), 8.
7
Dr. Marzuki, M.Ag.Perawatan Jenazah, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-
marzuki-mag/dr-marzuki-mag-perawatan-jenazah.pdf diakses pada Februari 2021.
8
Ibid

4
Bila seseorang perempuan meninggal, dan ditempat itu tidak ada perempuan,
suami atau mahramnya, jenazah itu hendaklah ditayamumkan saja, tidak boleh
dimandikan oleh laki-laki yang lain.. begitu juga jika meninggal adalah seorang laki-
laki, sedangkan disana tidak ada laki-laki, istri, atau mahramnya, maka jenazah itu
ditayamumkan saja. Kalau jenazah kanak-kanak laki-laki, maka perempuan boleh
memandikannya. Begitu juga kalau jenazah kanak-kanak perempuan, boleh pula laki-
laki memandikannya. Jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang
lebih berhak adalah keluarga yang terdekat dengan jenazah, kalau ia mengetahui
kewajiban mandi serta dapat dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah hak itu kepada
keluarga jauh yang berpengetahuan serta amanah (di percaya) dan para ahli fiqih
sepakat bahwa seorang perempuan boleh memandiakan jenazah suaminya.9
Alat-alat yang perlu disediakan untuk memandikan mayit di antaranya adalah:
a. Tempat tidur atau meja dengan ukuran kira-kira tinggi 90 cm, lebar 90 cm, dan
panjang 200 cm, untuk meletakkan mayit.
b. Air suci secukupnya di ember atau tempat lainnya (6-8 ember).
c. Gayung secukupnya (4-6 buah).
d. Kendi atau ceret yang diisi air untuk mewudukan mayit.
e. Tabir atau kain untuk menutup tempat memandikan mayit.
f. Gunting untuk melepaskan baju atau pakaian yang sulit dilepas.
g. Sarung tangan untuk dipakai waktu memandikan agar tangan tetap bersih,
terutama bila mayitnya berpenyakit menular.
h. Sabun mandi secukupnya, baik padat maupun cair.
i. Sampo untuk membersihkan rambut.
j. Kapur barus yang sudah dihaluskan untuk dicampur dalam air.
k. Kalau ada daun bidara juga bagus untuk dicampur dengan air.
l. Tusuk gigi atau tangkai padi untuk membersihkan kuku mayit dengan pelan.
m. Kapas untuk membersihkan bagian tubuh mayit yang halus, seperti mata,
hidung, telinga, dan bibir. Kapas ini juga bisa digunakan untuk menutup anggota

9
Sulaiman Rasyid, Fikih Islam, (Bandung: sinar baru algensido, 2011), 167.

5
badan mayit yang mengeluarkan cairan atau darah, seperti lubang hidung, telinga,
dan sebagainya.
Adapun cara memandikan jenazah secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Menaruh mayat di tempat yang tinggi supaya memudahkan mengalirnya air
yang telah disiramkan ke tubuh mayat.
b. Melepaskan pakaian mayat lalu ditutup dengan kain agar auratnya tidak terlihat,
kecuali anak kecil.
c. Orang yang memandikan mayat hendaknya menggunakan sarung tangan,
terutama ketika menggosok aurat si mayat.
d. Mengurut perut si mayat dengan pelan untuk mengeluarkan kotoran-kotoran
yang ada dalam perutnya, kecuali perut perempuan yang hamil.
e. Memulai membasuh anggota badan si mayat sebelah kanan dan anggota tempat
wudhu.
f. Membasuh seluruh tubuh si mayat dengan rata tiga kali, lima kali, tujuh kali,
atau lebih dengan bilangan ganjil. Di antaranya dicampur dengan daun bidara atau
yang sejenisnya yang dapat menghilangkan kotoran-kotoran di badan mayat,
seperti sabun,sampo, dan sebagainya.
g. Menyiram mayit berulang-ulang hingga rata dan bersih dengan jumlah ganjil.
Waktu menyiram tutuplah lubang-lubang tubuh mayit agar tidak kemasukan air.
h. Jangan lupa membersihkan rongga mulut mayit, lubang hidung, lubang telinga,
kukunya, dan sebagainya.
i. Yang terakhir, siramlah dengan larutan kapur barus atau cendana.
j. Untuk mayat perempuan setelah rambutnya diurai dan dimandikan hendaknya
dikeringkan dengan semacam handuk lalu dikelabang menjadi tiga, satu di kiri,
satu di kanan, dan satu di ubun-ubun, lalu ketiga-tiganya dilepas ke belakang.
k. Setelah selesai dimandikan, badan mayat kemudian dikeringkan dengan
semacam handuk.
Demikian ketentuan pokok tentang cara memandikan mayat sebagaimana
dijelaskan oleh Nabi Saw. Dalam prakteknya cara-cara ini bisa berkembang sesuai
dengan kebiasaan masing-masing umat Islam di daerahnya. Selama tidak menyalahi

6
aturan pokok ini dan prinsipnya untuk dapat memandikan mayat dengan sebaik-
baiknya, maka hal itu masih diperbolehkan.
Di samping hal-hal di atas ada hal-hal penting yang perlu diperhatikan terkait
dengan memandikan jenazah, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada perintah yang jelas tentang mewudukan mayit sebelum
memandikannya. Yang ada adalah dalam memandikan mayit hendaknya
mendahulukan bagian yang kanan dan anggota-anggota wudhu.
b. Dalam keadaan tertentu mayit dapat ditayamumkan, seperti 1) bila tidak ada air,
2) bila jasadnya akan rusak kalau kena air, dan 3) bila mayit perempuan tidak
mempunyai suami dan tidak ada orang perempuan lain di sekitarnya.
c. Jika keluar najis dari tubuh mayit setelah dimandikan, maka najis itu harus
dibersihkan dengan mencucinya dan tidak perlu diulang memandikannya, dan jika
sudah dikafani, maka tidak perlu dibongkar lagi kafannya untuk dibersihkan.
d. Orang yang selesai memandikan mayit dianjurkan untuk mandi.
e. Orang yang memandikan mayit janganlah membuka rahasia mayit yang
merugikan.
Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memandikan mayit yang
terkena kena penyakit rabies atau yang sejenisnya:
a. Mayit hendaknya direndam dulu dengan air yang dicampur rinso atau obat
selama 2 jam.
b. Setelah itu mayit disiram dengan air bersih dan disabun selama kira-kira 10
menit lalu dibilas dengan air bersih.
c. Kemudian siramlah mayit dengan air yang dicampur dengan cairan obat seperti
lisol, karbol, atau yang sejenisnya. Ukurannya 100 cc (setengah gelas cairan obat)
dicampur air satu ember.
d. Yang terakhir siramlah dengan air bersih kemudian dikeringkan.
e. Setelah itu dikafani dengan beberapa rangkap kain kafan. Kapas yang
ditempelkan pada persendian hendaknya dicelupkan ke cairan obat.
f. Setelah itu masukkan ke peti dan langsung dihadapkan ke arah kiblat. Tali-tali
kain kafan tidak perlu dilepas dan dalam peti ditaburi kaporit.

7
g. Setelah peti ditutup mati lalu dishalatkan.
h. Barang-barang bekas dipakai mayit yang kena rabies hendaknya dimusnahkan
(dibakar).
i. Orang yang memandikan mayit yang kena rabies hendaknya memakai sarung
tangan, mengenakan kacamata renang, memakai sepatu laras panjang, dan setelah
memandikan tangan dan kakinya dicuci dengan cairan obat seperti lysol, dettol,
dan sebagainya.
B. Mengkafani Jenazah
Hukum mengkafani jenazah atau mayat juga fardhu kifayah. Mengkafani mayat
berarti membungkus mayat dengan selembar kain atau lebih yang biasanya berwarna
putih, setelah mayat selesai dimandikan dan sebelum dishalatkan serta dikubur.
Mengkafani mayat sebenarnya sudah cukup dengan satu lembar kain saja yang dapat
menutup seluruh tubuh si mayat.
Namun kalau memungkinkan, hendaknya mengkafani mayat ini dilakukan dengan
sebaik-baiknya. Karena itu dalam mengkafani mayat ini ikutilah petunjuk-petunjuk
yang diberikan oleh Nabi Saw., di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Kafanilah mayat dengan sebaik-baiknya. Nabi Saw. bersabda: “Apabila salah
seorang dari kamu mengkafani saudaranya, maka hendaklah ia mengkafaninya
dengan baik” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Daud dari Jabir).
b. Pakailah kain kafan yang berwarna putih.
c. Kafanilah mayat laki-laki dengan tiga lapis dan mayat perempuan dengan lima
lapis. Lima lapis ini terdiri dari sarung, baju kurung, kerudung, lalu pembungkus
dan kemudian dibungkus satu lapis lagi.
d. Lulurlah mayat dengan semacam cendana, yaitu wangi-wangian yang biasa
untuk mayat, kecuali mayat yang sedang berihram.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam mengkafani mayat adalah seperti
berikut:
a. Jangan mengkafani mayat secara berlebihan.
b. Untuk mengkafani mayat yang sedang melakukan ihram, maka cukup dikafani
dengan kain yang dipakainya untuk ihram. Bagi laki-laki tidak boleh ditutup

8
kepalanya dan bagi perempuan tidak boleh ditutup mukanya serta tidak boleh
diberi wangi-wangian.
c. Bagi mayat yang mati syahid, cukup dikafani dengan kain yang menempel di
tubuhnya ketika dia meninggal, meskipun banyak darah yang menempel di
kainnya. Jika ada pakaian yang terbuat dari besi atau kulit, maka hendaknya
ditanggalkan.
d. Biaya kain kafan yang digunakan hendaknya diambil dari pokok harta
peninggalan si mayat.
Alat-alat perlu disiapkan untuk mengkafani mayat di antaranya adalah seperti
berikut:
a. Kain kafan kurang lebih 12 meter.
b. Kapas secukupnya.
c. Kapur barus yang telah dihaluskan.
d. Kayu cendana yang telah dihaluskan.
e. Sisir untuk menyisir rambut.
f. Tempat tidur atau meja untuk membentangkan kain kafan yang sudah dipotong-
potong.
Cara membuat kain kafan bisa bermacam-macam. Di antara cara yang praktis
adalah seperti berikut:
a. Guntinglah kain kafan menjadi beberapa bagian:
1) Kain kafan sebanyak 3 helai sepanjang badan mayit ditambah 50 cm.
2) Tali untuk pengikat sebanyak 8 helai: 7 helai untuk tali kain kafan dan satu
helai untuk cawat. Lebar tali 5-7 cm.
3) Kain untuk cawat. Caranya dengan menggunting kain sepanjang 50 cm lalu
dilipat menjadi tiga bagian yang sama. Salah satu ujungnya dilipat kira-kira 10 cm
lalu digunting ujung kanan dan kirinya untuk lubang tali cawat. Lalu masukkanlah
tali cawat pada lubang-lubang itu. Dalam cawat ini berilah kapas yang sudah
ditaburi kapur barus atau cendana
sepanjang cawat.

9
4) Kain sorban atau kerudung. Caranya dengan menggunting kain sepanjang
90/115 cm lalu melipatnya antara sudut yang satu dengan yang lain sehingga
menjadi segi tiga. Sorban ini berguna untuk mengikat dagu mayit agar tidak
terbuka.
5) Sarung. Caranya dengan menggunting kain sepanjang 125 cm atau lebih sesuai
dengan ukuran mayit.
6) Baju. Caranya dengan menggunting kain sepanjang 150 cm atau lebih sesuai
dengan ukuran mayit. Kain itu dilipat menjadi dua bagian yang sama. Lebar kain
itu juga dilipat menjadi dua bagian sehingga membentuk empat persegi panjang.
Lalu guntinglah sudut bagian tengah menjadi segi tiga. Bukalah bukalah kain itu
sehingga bagian tengah kain akan kelihatan lubang berbentuk belah ketupat. Salah
satu sisi dari lubang itu digunting lurus sampai pada bagian tepi, sehingga akan
berbentuk sehelai baju.
b. Di samping kain kafan perlu juga disiapkan kapas yang sudah dipotongpotong
untuk:
1) Penutup wajah/muka. Kapas ini berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sisi
kira-kira 30 cm sebanyak satu helai.
2) Bagian cawat sepanjang kira-kira 50 cm sebanyak satu helai.
3) Bagian penutup persendian anggota badan berbentuk bujur sangkar dengan sisi
kira-kira 15 cm sebanyak 25 helai.
4) Penutup lubang hidung dan lubang telinga. Untuk ini buatlah kapas berbentuk
bulat sebanyak 4 buah. Di bagian atas kapas-kapas itu ditaburi kapur barus dan
cendana yang sudah dihaluskan.10
Kain kafan diambil dari harta si jenazah sendiri jika ia meninggalkan harta. Kalau
ia tidak meninggalkan harta, maka kafannya menjadi kewajiban orang yang wajib
memberi belanjanya ketika ia hidup. Kalau yang wajib memberi belanja itu tidak
mampu, hendaklah diambil dari baitul-mal, dan di atur menurut hukum agama islam.

10
Dr. Marzuki, M.Ag.Perawatan Jenazah, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-
marzuki-mag/dr-marzuki-mag-perawatan-jenazah.pdf diakses pada Februari 2021.

10
Jika baitul-mal tidak ada atau tidak teratur, maka hal itu menjadi kewajiban muslim
yang mampu. Demikian pula keperluan lainnya yang bersangkutan dengan jenazah.11
Ada beberapa kreteria kain kafan yang disunnahkan oleh Rasullah SAW :
1. Kain yang di pergunakan untuk kafan adalah kain yang bagus, bersih, menutupi.
2. Kain kafan yang berwarna putih.
3. Kain kafan sebanyak tiga lapis untuk laki-laki dan lima lapis untuk
perempuan.12
Namun disini ada perbedaan untuk kain kafan seseorang yang sedang ikhram (Haji
dan Umroh) maka kain kafannya adalah kain ikhramnya dan untuk laki-laki tidak di
tutupi mukanya.
a. Jenazah di ukur panjangnya dengan talinya.
b. Memotong lima buah tali ikatan.
c. Memotong kain yang diinginkan sebanyak tiga lembar. Untuk jenazah wanita di
tambah baju dan jilbab.
d. Lima buah ikatan ditata pada posisi kepala, dada, paha, betis, dan kaki.
e. Kain lebar dibentangkan di susun berlapis-lapis.
f. Di atasnya dikasih kapas yang disusun rapi.
g. Yang ditaburi dengan sesuatu yang wangi dan kapur barus.
h. Kemudian jenazah dibaringkan diatasnya.
i. Kain yang digulung yang bagian kepala kekanan dan bagian perut ke bawah ke
arah kiri atau sebaliknya.
j. Kemudian diikat dengan lima ikatan di bagian sebelah kiri tujuannya agar tidak
susah saat akan di makukan ke liang lahat sebab disana tali ikatannya harus dibuka
kembali.13
C. Menshalatkan Jenazah
Shalat jenazah adalah shalat yang dilakukan atas jenazah secara langsung. Bila
jenazah itu tidak berada di tempat disebut shalat ghaib. Shalat jenazah dilakukan
setelah jenazah selesai dimandikan dan dikafani. Shalat jenazah terdiri dari empat kali
11
Sulaiman Rasyid, Fikih Islam, (Bandung: sinar baru algensido, 2011), 197
12
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 2, Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), 332.
13
Kusen Ms, Panduan Tata Cara Penyelenggaraan Fardhu Kifayah, (Riau: Depag, 2011), 11.

11
takbir, setelah takbir pertama dibaca surat Al-fatihah, setelah takbir kedua dibaca
shalawat atas nabi dan setelah takbir ketiga dan ke empat dibaca do’a untuk jenazah
untuk umat islam semuanya.14
Adapun yang diwajibkan untuk dishalatkan adalah jenazah orang Islam yang tidak
mati syahid (mati dalam peperangan melawan musuh Islam). Terkait dengan hal ini
Nabi bersabda: “Shalatkanlah olehmu orang yang mengucapkan ”la Ilaha illallah’
(Muslim)” (HR. ad-Daruquthni). Dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir, ia
berkata: “Bahwa Nabi Saw. telah memerintahkan kepada para shahabat sehubungan
dengan orang-orang yang mati dalam peperangan Uhud, supaya mereka dikuburkan
beserta darah mereka, tidak perlu dimandikan dan tidak pula dishalatkan”. (HR. al-
Bukhari).
Hukum menshalatkan mayat adalah fardhu kifayah sebagaimana memandikan dan
mengkafaninya. Menshalatkan mayat memiliki keutamaan yang besar, baik bagi yang
menshalatkan maupun bagi mayat yang dishalatkan. Keutamaan bagi yang
menshalatkan mayat dinyatakan oleh Nabi Saw. dalam salah satu haditsnya:“Barang
siapa menyaksikan jenazah sehingga dishalatkan, maka ia memperoleh pahala satu
qirath. Dan barang siapa menyaksikannya sampai dikubur, maka ia memperoleh
pahala dua qirath. Ditanyakan: “Berapakah dua qirath itu?” Jawab Nabi: “Seperti dua
bukit yang besar” (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah).15
Shalat jenazah memiliki syarat- syarat seperti syarat-syarat shalat yang lain.
Diantarnya adalah suci badan, suci dari hadats kecil dan hadats besar, menghadap
kiblat, dan menutup aurat. Akan tetapi mengenai waktu pelaksanaan shalat, terdapat
perbedaan antara shalat jenazah dan shalat lainnya. Shalat jenazah dilakukan kapan
saja ketika jenazah telah siap untuk dishalatkan.16
Hanya tiga waktu yang tidak disukai (Makruh) Rasullah bersabda : “ada tiga
waktu dimana Rasullah SAW melarang kami untuk menyolatkan atau menguburkan

14
Amir Syefuddin, Garis-Garis Besar Fikih, (Jakarta: kencana prenada media group, 2010), 35
15
Dr. Marzuki, M.Ag.Perawatan Jenazah, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-
marzuki-mag/dr-marzuki-mag-perawatan-jenazah.pdf diakses pada Februari 2021.
16
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 2, Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), 338.

12
yang meninggal di antara kami yaitu saat matahari terbit, saat matahari di atas kepala,
dan saat matahari terbenam”(HR. Abu Daud).
Menurut Fatihuddin Abdul Yasin syarat-syarat shalat jenazah antara lain :
1. Jenazah sudah dimandikan dan dikafani serta siap dishalatkan.
2. Posisi jenazah didepan jama’ah.
3. Usahakan berjama’ah dengan tiga shaf kebelakang.
4. Jangan memakai sandal bila shalat diluar Masjid, tapi caranya lepas sandal itu
dan injak atasnya seperti shalat diatas sejadah.
5. Harus suci dari hadats, najis, baik pakaian atau tempat seperti shalat-shalat
lain.17
Adapun rukun shalat jenazah (yang berlangsung selama pelaksanaan shalat
jenazah) adalah sebagai berikut:
a. Niat melakukan shalat jenazah semata-mata karena Allah.
b. Berdiri bagi orang yang mampu.
c. Takbir (membaca Allahu Akbar) empat kali.
d. Membaca surat al-Fatihah setelah takbir pertama.
e. Membaca doa shalawat atas Nabi setelah takbir kedua.
f. Berdoa untuk mayat dua kali setelah takbir ketiga dan keempat.
g. Salam.
Dari rukun shalat jenazah di atas, maka cara melakukan shalat jenazah dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Setelah memenuhi semua persyaratan untuk shalat, maka segeralah berdiri dan
berniat untuk shalat jenazah dengan ikhlas semata-mata karena Allah. Contoh
lafazh niat shalat jenazah:
Niat sholat jenazah untuk mayit laki-laki:
‫ض ْال ِكفَايَ ِة َمأْ ُموْ ًما ِهللِ تَ َعالَى‬ ٍ ‫ت اَرْ بَ َع تَ ْكبِ َرا‬
َ ْ‫ت فَر‬ ْ ‫صلِّى َعلَى هَ َذ‬
ِ ِّ‫اال َمي‬ َ ُ‫ا‬
Ushollii ‘alaa haadzal mayyiti arba’a takbirootin fardhol kifaayati ma’muuman
lillaahi ta’aalaa
17
Elvita Zamora, “Peningkatan Keterampilan Tajhiz Mayit Melalui Penggunaan Laboratorium PAI pada
Siswa Kelas XI IPA-1 SMA Negeri 8 Banda Aceh”(dicetak miring), Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA VOL 17, NO.
2, 210-227, Februari 2017, 104.

13
Artinya: Saya niat sholat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah, sebagai
makmum karena Allah Ta’ala.
Niat sholat jenazah untuk mayit perempuan:
‫ض ْال ِكفَايَ ِة َمأْ ُموْ ًما ِهللِ تَ َعالَى‬ ٍ ‫صلِّى َعلَى هَ ِذ ِه ْال َميِّتَ ِة اَرْ بَ َع تَ ْكبِ َرا‬
َ ْ‫ت فَر‬ َ ُ‫ا‬
Ushollii ‘alaa haadzihill mayyitati arba’a takbirootin fardhol kifaayati
ma’muuman lillaahi ta’aalaa
Artinya: Saya niat sholat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah, sebagai
makmum karena Allah Ta’ala.
Jika jenazahnya perempuan, maka kata ‘hadzal mayyiti’ diganti dengan kata
‘hadzihil mayyitati’. Dan jika jenazahnya ghaib, maka ditambahkan setelah
‘hadzal mayyiti’ kata ‘ghaiban’ atau setelah ‘hadzihil mayyitati’ kata ‘ghaibatan’.
b. Setelah itu bertakbir dengan membaca Allahu Akbar.
c. Setelah takbir pertama lalu membaca surat al-Fatihah yang kemudian disusul
dengan takbir kedua.
d. Setelah takbir kedua lalu membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw.
seperti:
َ ‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد اَللَّهُ َّم با َ ِر ْك ع‬
‫َلى ُم َح َّم ٍد‬ َ َّ ‫آل إِب َْرا ِه ْي َم إِنـ‬ َ ‫صلَّيْتَ عَل َى إِب َْرا ِه ْي َم َوع‬
ِ ‫َلى‬ َ َ ‫َلى آ ِل ُم َح َّم ٍد كَما‬
َ ‫َلى ُم َح َّم ٍد َوع‬ َ ‫اَللَّهُ َّم‬
َ ‫صلِّ ع‬
َ ‫َلى آ ِل ُم َح َّم ٍد كَما َ با َ َر ْكتَ عَل َى إِب َْرا ِه ْي َم َوع‬
‫َلى آ ِل إِب َْرا ِه ْي َم إِنـَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ ‫َوع‬
Allohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shollaita
‘alaa Ibroohiima wa ‘alaa aali Ibroohim, innaka hamiidum majiid. Allohumma
baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa
Ibroohiima wa ‘alaa aali Ibroohim, innaka hamiidum majiid
Artinya: Ya Allah, berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Nabi Ibrahim
dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
Ya Allah, berilah keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan keberkahan kepada Nabi
Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi
Maha Mulia.
e. Setelah itu takbir yang ketiga dan membaca doa. Lafazh doanya:

14
ُ‫اللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لَهُ َوارْ َح ْمهُ َوعَافِ ِه َواعْفُ َع ْنه‬
Allohummaghfirlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu ‘anhu
Artinya: “Ya Allah, ampunilah ia dan kasihanilah ia, sejahterakanlah ia dan
maafkan kesalahannya ...” (HR. Muslim).
f. Setelah itu takbir yang keempat dan membaca doa lagi. Lafazh doanya:
ُ‫اللَّهُ َّم الَ تَحْ ِر ْمنَا أَجْ َرهُ َوالَ تَ ْفتِنَّا بَ ْع َدهُ َو ا ْغفِرْ لَنَا َولَه‬
Allohumma laa tahrimnaa ajrohu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlanaa walahu
Artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau rugikan kami daripada mendapat
ganjarannya, dan janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan
ampunilah kami dan dia” (HR. al-Hakim).
g. Setelah itu mengucapkan salam dua kali sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam rangka pelaksanaan shalat jenazah
di antaranya sebagai berikut:
a. Tempat berdirinya imam pada arah kepala mayat jika mayat itu laki-laki dan
pada arah pantatnya (di tengah) jika perempuan.
b. Mayat yang jumlahnya lebih dari satu dapat dishalatkan bersama-sama
sekaligus dengan meletakkan mayat laki-laki dekat imam dan mayat perempuan
dekat arah kiblat.
c. Semakin banyak yang menshalatkan jenazah semakin besar terkabulnya
permohonan ampun bagi si mayat. Nabi Saw. bersabda: “Tiada seorang lakilaki
Muslim yang mati lalu berdiri menshalatkan jenazahnya empat puluh orang laki-
laki yang tidak mensekutukan Allah kepada sesuatu, melainkan Allah menerima
syafaat mereka kepada si mayat” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Daud, dari Ibnu
Abbas).
d. Sebaiknya jama’ah shalat disusun paling tidak menjadi tiga baris.
e. Mayat yang dishalatkan adalah mayat Muslim atau Muslimah selain yang mati
syahid dan anak-anak.
f. Bagi yang tidak dapat menshalatkan jenazah dengan hadir, maka dapat
menshalatkannya dengan ghaib.

15
g. Shalat jenazah dilakukan tanpa azan dan iqamah.18
D. Menguburkan Jenazah
Membawa jenazah untuk dikuburkan adalah tanda memuliakannya dan hukumnya
fardhu kifayah, mengusung dan menguburkan jenazah adalah khusus bagi laki-laki
saja meskipun manyatnya wanita dikarenakan:
1. Sebab sudah demikian dari zaman Rasullah SAW sampai sekarang.
2. Laki-laki lebih kuat dari wanita.
3. Di kuatirkan terbuka aurat wanita di tengah orang banyak dan hal ini kurang
baik. Dan yang harus menurunkan jenazah keliang kubur / lahat adalah keluarga
terdekat yang laki-laki.19
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam rangka mengubur mayat adalah
sebagai berikut:
a. Memperdalam galian lobang kubur agar tidak tercium bau si mayat dan tidak
dapat dimakan oleh burung atau binatang pemahan bangkai.
b. Cara menaruh mayat di kubur ada yang ditaruh di tepi lubang sebelah kiblat
kemudian di atasnya ditaruh papan kayu atau yang semacamnya dengan posisi
agak condong agar tidak langsung tertimpa tanah ketika mayat ditimbuni tanah.
Bisa juga dengan cara lain dengan prinsip yang hampir sama, misalnya dengan
menggali di tengah-tengah dasar lobang kubur, kemudian mayit ditaruh di dalam
lobang itu, lalu di atasnya ditaruh semacam bata atau papan dari semen dalam
posisi mendatar untuk penahan tanah timbunan. Cara ini dilakukan bila tanahnya
gembur. Cara lain adalah dengan menaruh mayit dalam peti dan menanam peti itu
dalam kubur.
c. Cara memasukkan mayat ke kubur yang terbaik adalah dengan mendahulukan
memasukkan kepala mayat dari arah kaki kubur.

18
Dr. Marzuki, M.Ag.Perawatan Jenazah, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-
marzuki-mag/dr-marzuki-mag-perawatan-jenazah.pdf diakses pada Februari 2021.
19
Khoirul Anam dan Miftahul Arif, "Pendampingan Pelatihan Tahjizul Mayit Sebagai Wujud
Pengimplementasian Ilmu Agama Pada Tahun Pertama di Asrama Mahasiswa Putra IAI Faqih Asy'ari
Kediri", Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Desa Volume 1 No 1, 2020, 258.

16
d. Mayat diletakkan miring ke kanan menghadap ke arah kiblat dengan
menyandarkan tubuh sebelah kiri ke dinding kubur supaya tidak terlentang
kembali.
e. Para ulama menganjurkan supaya ditaruh tanah di bawah pipi mayat sebelah
kanan setelah dibukakan kain kafannya dari pipi itu dan ditempelkan langsung ke
tanah. Simpul tali yang mengikat kain kafan supaya dilepas.
f. Waktu memasukkan mayat ke liang kubur dan meletakkannya dianjurkan
membaca doa seperti:
‫بِس ِْم هَّللا ِ َو َعلَى ِملَّ ِة َرسُوْ ِل ال َّل‬
Bismillaahi wa ‘alaa millati rosuulillaah.
Artinya: “Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah” (HR. at-Tirmidzi dan
Abu Daud).
g. Untuk mayat perempuan, dianjurkan membentangkan kain di atas kuburnya
pada waktu dimasukkan ke liang kubur. Sedang untuk mayat laki-laki tidak
dianjurkan.
h. Orang yang turun ke lobang kubur mayit perempuan untuk mengurusnya
sebaiknya orang-orang yang semalamnya tidak mensetubuhi isteri mereka.
i. Setelah mayat sudah diletakkan di liang kubur, dianjurkan untuk mencurahinya
dengan tanah tiga kali dengan tangannya dari arah kepala mayit lalu ditimbuni
tanah.
j. Di atas kubur boleh dipasang nisan sebagai tanda. Yang dianjurkan, nisan ini
tidak perlu ditulisi.
k. Setelah selesai mengubur, dianjurkan untuk mendoakan mayat agar diampuni
dosanya dan diteguhkan dalam menghadapi pertanyaan malaikat.
l. Dalam keadaan darurat boleh mengubur mayat lebih dari satu dalam satu lubang
kubur.
m. Mayat yang berada di tengah laut boleh dikubur di laut dengan cara dilempar
ke tengah laut setelah selesai dilakukan perawatan sebelumnya.
n. Beberapa larangan yang perlu diperhatikan terkait dengan mengubur jenazah di
antaranya adalah:

17
1) Jangan membuat bangunan di atas kubur
2) Jangan mengapuri dan menulisi di atas kubur
3) Jangan menjadikan tempat shalat di atas kubur
4) Jangan duduk di atas kubur dan jangan berjalan di sela-sela kubur dengan
memakai alas kaki
5) Jangan menyembelih binatang di sisi kubur
6) Jangan melakukan perbuatan-perbuatan di sekitar kubur yang didasari oleh
sisa kepercayaan-kepercayaan lama yang tidak ada kebenarannya dalam
Islam.20

20
Dr. Marzuki, M.Ag.Perawatan Jenazah, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-
marzuki-mag/dr-marzuki-mag-perawatan-jenazah.pdf diakses pada Februari 2021.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan dan Saran
Hukum merawat jenazah adalah Fardhu Kifayah, artinya apabila disuatu daerah
telah ada orang yang telah menguasainya maka gugurlah kewajiban atas yang lain,
namun bila disuatu daerah tidak ada yang menguasainya maka wajib atas semua
orang untuk melaksanakannya, bila tidak ada yang melakukannya maka semua orang
yang berada di daerah tersebut berdosa.
Ada beberapa kewajiban orang muslim yang hidup terhadap seseorang muslim
Yang lain meninggal dunia, yang dikatakan juga dengan Fardhu Kifayah maka orang
yang hidup harus menyelenggarakan 4 (empat) perkara. Kaum muslimin wajib
mengurusi jenazah, mulai dari memandikan, mengafankan, menshalatkan, dan
memakamkan.
Hukum memandikan mayat bagi orang Muslim yang hidup adalah fardhu kifayah.
Yang wajib dimandikan adalah mayat Muslim yang tidak mati syahid, yaitu orang
yang mati karena dalam pertempuran fi sabilillah melawan orang kafir. Orang yang
mati syahid tidak perlu dimandikan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. tentang
orang-orang yang gugur dalam pertempuran Uhud: “Jangan kamu mandikan mereka,
karena sesungguhnya setiap luka dan darah akan semerbak bau kesturi pada hari
kiamat, dan tidak usah mereka dishalati” (HR. Ahmad dari Jabir).
Hukum mengkafani jenazah atau mayat juga fardhu kifayah. Mengkafani mayat
berarti membungkus mayat dengan selembar kain atau lebih yang biasanya berwarna
putih, setelah mayat selesai dimandikan dan sebelum dishalatkan serta dikubur.
Mengkafani mayat sebenarnya sudah cukup dengan satu lembar kain saja yang dapat
menutup seluruh tubuh si mayat.
Shalat jenazah adalah shalat yang dilakukan atas jenazah secara langsung. Bila
jenazah itu tidak berada di tempat disebut shalat ghaib. Shalat jenazah dilakukan
setelah jenazah selesai dimandikan dan dikafani. Shalat jenazah terdiri dari empat kali
takbir, setelah takbir pertama dibaca surat Al-fatihah, setelah takbir kedua dibaca

19
shalawat atas nabi dan setelah takbir ketiga dan ke empat dibaca do’a untuk jenazah
untuk umat islam semuanya.
Membawa jenazah untuk dikuburkan adalah tanda memuliakannya dan hukumnya
fardhu kifayah, mengusung dan menguburkan jenazah adalah khusus bagi laki-laki
saja meskipun manyatnya wanita dikarenakan:
1. Sebab sudah demikian dari zaman Rasullah SAW sampai sekarang.
2. Laki-laki lebih kuat dari wanita.
3. Di kuatirkan terbuka aurat wanita di tengah orang banyak dan hal ini kurang
baik. Dan yang harus menurunkan jenazah keliang kubur / lahat adalah keluarga
terdekat yang laki-laki.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Marzuki, M.Ag.Perawatan Jenazah,


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-
perawatan-jenazah.pdf (diakses pada 6 Februari 2021)

Khoirul Anam, Miftahul Arif. 2020. Pendampingan Pelatihan Tajhizul Mayit


Sebagai Wujud Pengimplementasikan Ilmu Agama Pada Mahasiswa Tahun Pertama
di Asrama Mahasiswa Putra IAI Faqih Asy’ari Kediri. Jurnal Pengabdian kepada
Masyarakat Desa, 1(1), 252-258.

Mifyah Syarif, Ary Antony Putra, Mawardi Ahmad. 2018. ANALISIS


PENGETAHUAN MASYARAKAT DESA SEI-PETAI TERHADAP
PENYELENGGARAAN JENAZAH KEC. KAMPAR KIRI HILIR KAB. KAMPAR.
Jurnal Al-Hikmah, 15(1), 100-105.

Elvita Zamora. 2017. PENINGKATAN KETERAMPILAN TAJHIZ MAYIT MELALUI


PENGGUNAAN LABORATORIUM PAI PADA SISWA KELAS XI IPA-1 SMA
NEGERI 8 BANDA ACEH. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, 17(2), 211.

Ms Kusen, 2011, Panduan Tata Cara Penyelenggaraan Fardhu Kifayah, (Riau:


Depag)

Rasyid Sulaiman, 2011, Fikih Islam, (Bandung: sinar baru algensido).

Sabiq Sayyid, 2013, Fikih Sunnah 2, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang).

Syefuddin Amir, 2010, Garis-Garis Besar Fikih, (Jakarta: kencana prenada media
group).

21

Anda mungkin juga menyukai