Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“Tata Cara Pengurusan Jenazah Korban Mutilasi”

Disusun Oleh :

SEPTIA MELINDA
YUS VYTA AYU
MIA HASABAH
IQBAL DIMAS
SAHRIL

KELAS : XII IPS1

SMA NEGERI 4 BANGKO PUSAKO


KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah.. Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan
hidayah-Nya. Segala pujian hanya layak kita haturkan kepada Allah SWT. Tuhan seru
sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya yang sungguh
tiada terkira besarnya, Tak lupa shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kegelapan ke alam yang terang benderang, dari alam jahiliyah menuju ke alam yang
penuh berkah ini.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu selaku Guru
Pembimbing Dan kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah memberikan bantuannya berupa materiil maupun non materiil, karena
tanpa bantuan pihak-pihak tersebut kami semua tidak mungkin dapat menyelesaikan
makalah ini. Selain itu, kami pun mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang
kami kutip tulisannya sebagai bahan rujukan penyusunan makalah ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Tata Cara Pengurusan
Jenazah yang meninggal dalam kandungan”
Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan semoga semua ini
bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan tuntunan kearah yang
lebih baik lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak meninggalkan celah,
berupa kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan akan selalu tersisa
kekurangan yang tidak disadari oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan agar
makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca khususnya buat kami tim penyusun.
Amin ya Robbal alamin
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Balam, Agustus 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Jenazah
Memandikan Jenazah
1. Orang yang utama memandikan jenazah..............................................3
2. Syarat bagi orang yang memandikan jenazah......................................4
3. Mayat yang wajib untuk dimandikan...................................................5
4. Tatacara memandikan jenazah.............................................................5
Mengkafani Jenazah 6
1. Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah........................7
2. Tata cara mengkafani jenazah..............................................................7
Menshalatkan Jenazah 9
1. Orang yang paling utama untuk melaksanakan Shalat Jenazah...........9
2. Rukun shalat jenazah............................................................................10
3. Tata Cara Melakukan Shalat Jenazah...................................................10
Menguburkan Jenazah 12

BAB III PENUTUP ......................................................................................19


Kesimpulan..................................................................................................19
Saran ..................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami
kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik
ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat
menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang
menghadapi kehariban Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan
perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka
hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk
menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan
menguburkan orang yang telah meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan
tersebut, pemakalah akan mencoba menguraikan dalam penjelasan berikut ini.

Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jenazah?
2. Bagaimana tata cara memandikan jenazah?
3. Bagaimana tata cara mengkafani jenazah?
4. Bagaimana tata cara menshalatkan jenazah?
5. Bagaimana tata cara menguburkan jenazah?

Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa pengertian jenazah
2. Untuk mengetahui bagaimana tata cara memandikan jenazah
3. Untuk mengetahui bagaimana tata cara mengkafani jenazah
4. Untuk mengetahui bagaimana tata cara menshalatkan jenazah
5. Untuk mengetahui bagaimana tata cara menguburkan jenazah
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Jenazah

Kata jenazah diambil dari bahasa Arab (‫ )ذح جن‬yang berarti tubuh mayat dan
kata ‫ ذ جن‬yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh
mayat yang tertutup

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,


«‫«القَ ْت ُل ْالقَ ْت ُل‬
ْ :‫ال‬ َ ‫ َو َما ْالهَرْ ُج يَا َرس‬:‫»اَل تَقُو ُم السَّا َعةُ َحتَّى يَ ْكثُ َر ْالهَرْ جُ» قَالُوا‬
َ َ‫ُول هللاِ؟ ق‬
“Kiamat tidak akan terjadi, sampai banyak terjadi al-haraj.” Para sahabat
bertanya, ‘Apa itu al-haraj wahai Rasulullah?’ beliau menjawab, “Pembunuhan dan
pembantaian.” (HR. Muslim 157).
Hadis ini memberikan gambaran kepada kita, perjalanan kepribadian manusia
ketika  semakin jauh dari masa kenabian. Kecenderungan untuk menjauh dari aturan
syariah, membuat mereka semakin bengis dan kejam. Tidak hanya puas dengan
membunuh, penganiayaan harus berlanjut pada mutilasi. Mari kita perbanyak berdoa
memohon kepada Allah, agar diselamatkan dari ujian kehidupan.
Selanjutnya, terkait cara memandikan dan mengkafani korban mutilasi, berikut
kami kesimpulan keterangan ulama hanafi,

Pertama, Burhanudin Ibnu Mazah mengatakan,


‫ ولكنه يدفن‬،‫وإن أوجد شيئا ً من أطراف ميت كيد أو رجل أو رأس لم يغسل ولم يص ِل عليه‬
Jika hanya ditemukan potongan tubuh mayit, seperti tangan atau kaki, atau
kepala saja, dia tidak dimandikan dan tidak dishalatkan, namun langsung
dimakamkan.
Kemudian beliau menyebutkan keterangan dari Imamnya, disebutkan oleh al-
Hasan bin Ziyad dari Abu Hanifah, beliau mengatakan,
‫ ومع••ه ال••رأس غس••ل وص••لي‬،‫ وإن كان نصف الب••دن‬.‫إذا وجد أكثر البدن غسل وكفن وصلي عليه ودفن‬
‫عليه ودفن‬
Jika ditemukan potongan tubuh mayat yang lebih utuh, dia dimandikan,
dikafani, dishalati, dan dimakamkan. Dan jika ditemukan separoh jasad dan ada
kepalanya maka dikafani, dimandikan, dishalati, dan dimakamkan.
Beliau juga mengatakan,
،‫ ولكن••ه ي••دفن لحرمت••ه‬،‫يصل عليه‬
ِ ‫ ولم‬،‫ فوجد منه أحد النصفين لم يغسل‬،ً‫وإن كان مشقوقا ً نصفين طوال‬
‫ وإن ك•ان أق•ل من نص•ف الب•دن ومع•ه ال•رأس غس•ل وكفن‬.‫ ولم يص ِل عليه‬،‫وإن كان نصف البدن بال رأس غسل‬
‫ودفن وال يصلى عليه‬
“Jika terbelah memanjang separoh, dan ditemukan hanya separohnya, maka
tidak dimandikan, tidak dishalati, namun dikubur dalam rangka memuliakan jasadnya.
Jika ditemukan separoh jasad melintang tanpa kepala maka dimandikan dan tidak
dishalati. Jika kurang dari separoh jasad dan ada kepalanya, dia dimandikan, dikafani,
dikuburkan dan tidak dishalati.” (al-Muhith al-Burhani, 2:364).

Kedua, keterangan dalam Hasyiyah Ibn Abidin,


‫لو وجد طرف من أط••راف إنس•ان أو نص•فه مش•قوقا ط•وال أو عرض•ا يل••ف في خرق•ة إال إذا ك••ان مع•ه‬
‫الرأس فيكفن‬
“Jika ditemukan potongan anggota badan manusia atau ditemukan separoh
badan terbelah memanjang atau melintang, cukup dibungkus dengan kain (tidak
dimandikan), kecuali jika ada kepalanya maka dia dikafani.” (ar-Raddul Mukhtar,
2:222).

Dari beberapa keterangan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan,


1. Potongan jasad mayat, ada yang disikapi sebagai layaknya manusia utuh
dan ada yang disikapi bukan sebagai manusia.
2. Potongan jasad yang disikapi sebagaimana layaknya manusia, wajib
dimandikan, dikafani, dishalati dan dimakamkan sebagaimana layaknya jenazah.
Sebaliknya, potongan jasad yang tidak disikapi sebagaimana layaknya manusia, tidak
dimandikan dan tidak dishalati, tapi cukup dibungkus dengan kain dan dikuburkan.
3. Potongan yang disikapi sebagai jasad manusia utuh:
Potongan jasad mayat yang lebih dari separoh, meskipun tanpa kepala
Potongan kurang dari separoh badan bersama kepala
4. Potongan yang disikapi BUKAN sebagai jasad manusia utuh
Hanya potongan anggota badan, seperti tangan, kaki
Hanya potongan separoh tanpa kepala.

Penyelenggaraan jenazah adalah fardu kifayah bagi sebagian kaum muslimin,


khususnya penduduk setempat terhadap jenazah muslim/ muslimah.
Namun, sebelum penyelenggaraan jenazah itu dimulai, maka ada beberapa hal yang
harus dilakukan terhadap jenazah tersebut, yaitu :
1. Dipejamkan matanya, mendo’akan dan meminta ampunkan atas dosanya.
2. Dilemaskan tangannya untuk disedekapkan di dada dan kakinya diluruskan.
3. Mengatupkan rahangnya atau mengikatnya dari puncak kepala sampai ke dagu
supaya mulutnya tidak menganga/terbuka.
4. Jika memungkinkan jenazah diletakkan membujur ke arah utaradan badannya
diselubungi dengan kain.
5. Menyebarluaskan berita kematiannya kepada kerabat- kerabatnya dan handai
tolannya.
6. Lunasilah hutang-hutangnya dengan segera jika ia punya hutang.
7. Segerakanlah fardu kifayahnya.

Menurut syari’at Islam, fardu kifayah dalam menyelenggarakan jenazah ada


empat macam, yaitu :

1. Memandikan jenazah
2. Mengkafani jenazah
3. Mensalatkan jenazah
4. Menguburkan jenazah

Memandikan Jenazah

Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan
dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang
mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama
adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di
tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah
kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan
jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:

‫ فى• ا لذ ي سقط عن ر ا حلته‬:‫عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم قا ل‬


‫فما‬
)‫ت ا غسلو ه بما ء و سد ر (رواه ا لبخرو مسلم‬
Artinya : “Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang
yang jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan
daun bidara.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang
perlu diperhatikan yaitu :
5. Orang Yang Utama Memandikan Jenazah
a. Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang
yang diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya
dan istrinya.
b. Untuk mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya,
keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
c. Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan
sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang
memandikannya.
d. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya
hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-
laki meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia
tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup
ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan.
[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya :

‫اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء‬


‫ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء‬
‫(رواه ه بو‬
)‫داود و ا لبيحقى‬
Artinya : “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada
perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan
dan tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu
dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R
Abu Daud dan Baihaqi)

6. Syarat Bagi Orang Yang Memandikan Jenazah


a. Muslim, berakal, dan baligh
b. Berniat memandikan jenazah
c. Jujur dan sholeh
d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan
memandikannya sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu
menutupi aib si mayat.
7. Mayat Yang Wajib Untuk Dimandikan
a. Mayat seorang muslim dan bukan kafir
b. Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal
tidak dimandikan
c. Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d. Bukan mayat yang mati syahid
8. Tatacara Memandikan Jenazah
Berikut beberapa cara memandiakan jenazah orang muslim, yaitu :

a. Perlu diingat, sebelum mayat dimandikan siapkan terlebih dahulu segala


sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mandinya, seperti:
1. Tempat memandikan pada ruangan yang tertutup.
2. Air secukupnya.
3. Sabun, air kapur barus dan wangi-wangian.
4. Sarung tangan untuk memandikan.
5. Potongan atau gulungan kain kecil-kecil.
6. Kain basahan, handuk, dll.
b. Ambil kain penutup dan gantikan kain basahan sehingga aurat utamanya
tidak kelihatan.
c. Mandikan jenazah pada tempat yang tertutup.
d. Pakailah sarung tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran.
e. Ganti sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan
perutnya perlahan-lahan.
f. Tinggikan kepala jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala.
g. Masukkan jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut
jenazah, gosok giginya dan bersihkan hidungnya, kemudiankan wudhukan.
h. Siramkan air kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh
jenazah
i. Mandikan jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir
dicampur dengan wangi-wangian.
j. Perlakukan jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok
anggota tubuhnya.
k. Memandikan jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya
itulah yang wajib. Disunnahkan mengulanginya beberapa kali dalam
bilangan ganjil.
l. Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai
badannya, wajid dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di
atas kafan tidak perlu diulangi mandinya, cukup hanya dengan membuang
najis itu saja.
m. Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepaskan dan dibiarkan
menyulur kebelakang, setelah disirim dan dibersihkan lalu dikeringkan
dengan handuk dan dikepang.
n. Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan kain sehingga tidak
membasahi kain kafannya.
o. Selesai mandi, sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang tidak
mengandung alkohol.

Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan
sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani
jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist
diriwayatkan sebagai berikut :

‫ها جر ن ا سع ر سو ل ا هلل صلى ا هلل علي•ه و س•لم كلتمس و جه ا هلل ف•و ق•ع ا‬
‫جرنا على هلال فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو‬
‫ و ا ذا‬,‫ ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت• ر جال ه‬,‫م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا ال بر د ة‬
‫غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم ا ن نغطي ر‬
‫أ سه و ا ن نجعل على‬
‫ر جلي••ه من ا ال ذ خ••ر (رواه ا لبخا ر‬
)‫ى‬

Artinya : “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan


Allah SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena
diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi
sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair dia tewas terbunuh
diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain
burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya
tertutup, maka
tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi
kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.”
(H.R Bukhari)

1. Hal-hal Yang Disunnahkan dalam Mengkafani Jenazah adalah :

a. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan
menutupi seluruh tubuh mayat.
b. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
c. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan
bagi mayat perempuan 5 lapis.
d. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani
jenazah, kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
e. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.

2. Tata Cara Mengkafani Jenazah Adalah Sebagai Berikut :

A. Untuk Mayat Laki-Laki


a. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih
lebar dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
b. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan
diatas kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang
mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung
lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi
selembar dengan cara yang lembut.
e. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain
kafan tiga atau lima ikatan.
f. Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka
tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh
ditutup dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak
ada kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah
dengan apa saja yang ada.

B. Untuk Mayat Perempuan


Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang
terdiri dari:
a. Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
b. Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
c. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
d. Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
e. Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.

Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:


a. Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-
masing bagian dengan tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam
keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan sejajar,
serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
b. Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran
dengan kapas.
c. Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
d. Pakaikan sarung.
e. Pakaikan baju kurung.
f. Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
g. Pakaikan kerudung.
h. Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan
kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
i. Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.
Menshalatkan Jenazah

Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah


fardhu kifayah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi :

‫صلو ا على مو تا كم (رواه ابن ما‬


)‫جه‬
Artinya : “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan salat jenazah,
yaitu :
a. Jenazah diletakkan di arah kiblat( di depan imam apabila berjama’ah atau di
depan orang yang mensalatkannya apabila sendiri). Posisi jenazah, kepalanya
sebelah kanan dan kaki sebelah kiri imam.
b. Pada jenazah laki- laki imamnya berdiri sejajar dengan dada jenazah,
sedangkan apabila jenazahnya perempuan, maka imam berdiri sejajar dengan
pinggang jenazah.
c. Setelah jama’ah salat jenazah siap untuk melaksanakan salat jenazah tersebut,
kemudian berniatlah di dalam hati untuk melaksanakan salat jenazah.

1. Orang Paling Utama Untuk Melaksanakan Shalat Jenazah Yaitu:


a. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli
bid’ah.
b. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
c. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
d. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
e. Keluarga terdekat.
f. Kaum muslimim seluruhnya.
2. Rukun Shalat Jenazah Ialah :
a. Berniat menshalatkan jenazah.
b. Takbir empat kali.
c. Berdiri bagi yang kuasa.
3. Tata Cara Melakukan Shalat Jenazah adalah sebagai berikut :

1. Niat shalat jenazah


Niat shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena Allah SWT.
Sebelum shalat jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum
hendaknya berwudhu dan menutup aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki
imam berdiri sejajar dengan kepala si mayat, sedangkan untuk mayat
perempuan, imam berdiri di tengah-tengah sejajar pusat si mayat.

Lafal niat shalat jenazah :


a. Untuk mayat laki-laki

‫ ا ما ما هلل تعا‬/‫ا صلى على هذ اا لميت ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما‬


‫لى‬
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat laki-laki empat takbir fardhu kifayah
menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”

b. Untuk mayat perempuan


‫ ا ما ما هلل‬/‫ا صلى على هذ اا لميت•••ة ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما‬
‫تعا لى‬
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat perempuan empat takbir fardhu kifayah
menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”

2. Takbir 4 kali
a. Takbir pertama dimulai dengan mengangkat tangan dan membaca Al-
Fatihah.

Artinya:
1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang,
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
4. Yang menguasai di hari Pembalasan,
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah
kami meminta pertolongan,
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat.

b. Takbir kedua dan membaca shalawat

‫ا للهم صل على محمد و على ا ل محمد كما صليت على ا بر ا هيم و على ا ل ا‬
‫براهيم• و با رك على محمد و على ا ل محمد كما با ر كت على ا بر ا هيم و على ا ل ا‬
‫بر هيم‬
.‫فى ا لع ا لمين ا نك حميد مجيد‬

Artinya : “Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan


keluarganya, sebagaimana engkau telah memberikan
kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarganya. Berkatilah
Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah
memberkati Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau
Maha terpuji lagi bijaksana”

c. Takbir ketiga dan membaca do’a untuk si mayat

‫ا للحم ا• غفر له (ها) و ا ر حمه (ها) و عا فه(ها) و ا عف عنه (ها) و ا كر م نز‬


‫له (ها) ووسع مد خله (ها) و ا غسله (ها) بما ء و ثلج و بر د و نقه (ها) من ا لخطا‬
‫يا كم‬
‫ينقى ا لثو ب من ا لد نس و ا بد له• (ها) دا را خيرا من دا ر ه (ها) و ا هال خيرا‬
‫من ا‬
.(‫ر لنا ا ب عذا و لقبر ا ب عذا من )ها( ه عنذ ا و لجنة ا )ها( ادخله و )ها‬
‫ هله‬Artinya : “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah
dia dan sentosakanlah dia, muliakan tempatnya, lapangkanlah kuburnya,
sucikanlah dia dengan air embun dan es, sucikanlah dia dari
kesalahannya, sebagaimana sucinya kain putih dari kotoran.
Gantikanlah rumahnya dengan rumah yang lebih baik
daripada rumahnya, dan gantikan keluarganya dengan
keluarga yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan
jauhkan ia dari siksa kubur dan siksa neraka.”
d. Takbir keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a

‫ا للحم ال تح•ر منا ا ج•ر ه (ه•ا) وال تفتنا بعد ه (ه•ا) و ا غف•ر لنا و ل•ه‬
)‫(ها‬
Artinya : “Ya Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan
janganlah engkau tinggalkan fitnah untuk kami setelah
kepergiannya”
Menguburkan Jenazah

Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di


atas pundak dari keempat sudut usungan.

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus


tergesa- gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya,
di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan,
sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.

Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari


jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita
(non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
“Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar
kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.

Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya
(membentuk huruf U memanjang).

Langkah-Langkah :
 Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.

 Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.


 Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke
liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara
perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.

 Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah


mengucapkan: “BISMILLAHI WA‘ALAMILLATI RASULILLAHI”
(Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur.
Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan


jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-
talinya selain tali kepala dan kedua kaki.

 Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya,
sebab tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu
menyingkap
wajahnya, kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram
sebagaimana yang telah dijelaskan.
 Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain
kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu
bata atau papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).

 Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar
menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.

 Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke


dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan
(diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
 Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak
dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah
bentuk makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
 Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan
diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam
(dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat
“Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya
agar mudah dikenali.

 Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula


menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan,
menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)

 Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam


menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena
ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka
disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti
sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan
secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa
mendapatkan manfaat dari doa mereka. Wallahu a’lam bish-shawab.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,


ُ ‫ َو َما ا ْل َه ْر ُج يَا َر‬:‫سا َعةُ َحتَّى َي ْكثُ َر ا ْل َه ْر ُج» قَالُوا‬
«‫ «ا ْلقَ ْت ُل ا ْلقَ ْت ُل‬:‫سو َل هللاِ؟ قَا َل‬ َّ ‫»اَل تَقُو ُم ال‬
“Kiamat tidak akan terjadi, sampai banyak terjadi al-haraj.” Para sahabat bertanya,
‘Apa itu al-haraj wahai Rasulullah?’ beliau menjawab, “Pembunuhan dan
pembantaian.” (HR. Muslim 157).
Hadis ini memberikan gambaran kepada kita, perjalanan kepribadian manusia ketika
semakin jauh dari masa kenabian. Kecenderungan untuk menjauh dari aturan syariah,
membuat mereka semakin bengis dan kejam. Tidak hanya puas dengan membunuh,
penganiayaan harus berlanjut pada mutilasi. Mari kita perbanyak berdoa memohon
kepada Allah, agar diselamatkan dari ujian kehidupan.
Selanjutnya, terkait cara memandikan dan mengkafani korban mutilasi, berikut kami
kesimpulan keterangan ulama hanafi,
Pertama, Burhanudin Ibnu Mazah mengatakan,
‫ ولكنه يدفن‬،‫وإن أوجد شيئا ً من أطراف ميت كيد أو رجل أو رأس لم يغسل ولم يص ِل عليه‬
Jika hanya ditemukan potongan tubuh mayit, seperti tangan atau kaki, atau kepala
saja, dia tidak dimandikan dan tidak dishalatkan, namun langsung dimakamkan.
Kemudian beliau menyebutkan keterangan dari Imamnya, disebutkan oleh al-Hasan
bin Ziyad dari Abu Hanifah, beliau mengatakan,
‫ ومع|ه ال|رأس غس|ل وص|لي علي|ه‬،‫ وإن ك|ان نص|ف الب|دن‬.‫إذا وجد أكثر البدن غس|ل وكفن وص|لي علي|ه ودفن‬
‫ودفن‬
Jika ditemukan potongan tubuh mayat yang lebih utuh, dia dimandikan, dikafani,
dishalati, dan dimakamkan. Dan jika ditemukan separoh jasad dan ada kepalanya
maka dikafani, dimandikan, dishalati, dan dimakamkan.
Beliau juga mengatakan,
‫ وإن‬،‫ ولكن|ه ي|دفن لحرمت|ه‬،‫ ولم يص| ِل علي|ه‬،‫ فوجد منه أحد النص|فين لم يغس|ل‬،ً‫وإن كان مشقوقا ً نصفين طوال‬
‫ وإن كان أقل من نصف البدن ومعه الرأس غسل وكفن ودفن‬.‫ ولم يص ِل عليه‬،‫كان نصف البدن بال رأس غسل‬
‫وال يصلى عليه‬
“Jika terbelah memanjang separoh, dan ditemukan hanya separohnya, maka tidak
dimandikan, tidak dishalati, namun dikubur dalam rangka memuliakan jasadnya. Jika
ditemukan separoh jasad melintang tanpa kepala maka dimandikan dan tidak
dishalati. Jika kurang dari separoh jasad dan ada kepalanya, dia dimandikan,
dikafani, dikuburkan dan tidak dishalati.” (al-Muhith al-Burhani, 2:364).
Kedua, keterangan dalam Hasyiyah Ibn Abidin,
‫لو وجد طرف من أطراف إنسان أو نصفه مشقوقا طوال أو عرضا يلف في خرقة إال إذا كان معه الرأس فيكفن‬
“Jika ditemukan potongan anggota badan manusia atau ditemukan separoh badan
terbelah memanjang atau melintang, cukup dibungkus dengan kain (tidak
dimandikan), kecuali jika ada kepalanya maka dia dikafani.” (ar-Raddul Mukhtar,
2:222).
Dari beberapa keterangan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan,
1. Potongan jasad mayat, ada yang disikapi sebagai layaknya manusia utuh dan ada
yang disikapi bukan sebagai manusia.
2. Potongan jasad yang disikapi sebagaimana layaknya manusia, wajib dimandikan,
dikafani, dishalati dan dimakamkan sebagaimana layaknya jenazah. Sebaliknya,
potongan jasad yang tidak disikapi sebagaimana layaknya manusia, tidak dimandikan
dan tidak dishalati, tapi cukup dibungkus dengan kain dan dikuburkan.
3. Potongan yang disikapi sebagai jasad manusia utuh:
Potongan jasad mayat yang lebih dari separoh, meskipun tanpa kepala
Potongan kurang dari separoh badan bersama kepala
4. Potongan yang disikapi BUKAN sebagai jasad manusia utuh
Hanya potongan anggota badan, seperti tangan, kaki
Hanya potongan separoh tanpa kepala.
Allahu a’lam

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi
makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu
mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana,
penyelengaraan jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah.
Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika
telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah :
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalatkan
4. Menguburkan

Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain
:
1. Memperoleh pahala yang besar.
2. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
3. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan
belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
4. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati
dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah
mati.
5. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia,
sehingga apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus
dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

Saran
Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini,
pemakalah berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan
mempersiapkan diri untuk menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga
berharap agar pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua
serta dapat mengajarkannya dengan baik ketika telah menjadi seorang guru di masa
yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim. 2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat


Jenazah.Jakarta: Amzah
Abd. Ghoni Asyukur. 1989. Shalat Dan Merawat Jenazah. Bandung: Sayyidah
M. Rizal Qasim. 2000. Pengamalan Fikih I. Jakarta: Tiga
Serangkai Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Sinar Baru Algensindo
Bandung. 1994
Ali Imran Sinaga, Fiqih Taharah, Ibadah, Muamalah, Cita Pustaka Media
Perintis Bandung. 2011
Buku Ajar Praktik Ibadah, Fakultas Tarbiyah IAIN SU Medan. 2012
Praktikum Ibadah, Fakultas Ushuluddin IAIN SU Medan. 2012

Sumber Lain :
Jurnal Salafiyun
https://fadhlihsan.wordpress.com/2011/08/01/tata-cara-pengurusan-jenazah-disertai- gambar/ (diakses
pada tanggal 19 Maret 2018 Pukul 02:

Anda mungkin juga menyukai