Disusun Oleh :
Aulya Salvira (1910110084)
Suhanda (1910110181)
Angga Prakuso Ginting (19101110035)
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pelaksanaan Fardhu Kifayah” ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Administrasi Negara.
Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Ibu Ismaraidha, S.Pd.I., M.Pd.
sebagai dosen pengampu, serta kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini. Meskipun dalam penyusunan makalah ini, penulis dapat menyelesaikan dengan
baik, namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan di dalamnya.
Untuk itu penulis mesngharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jenazah.......................................................................................................2
KESIMPULAN........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian
yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah
SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang
muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi kehariban
Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari
muslim lainnya yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka
hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk
menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan
menguburkan orang yang telah meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan
tersebut, pemakalah akan mencoba menguraikan dalam penjelasan berikut ini
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jenazah
Kata jenazah bila ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa arab dan menjadi
turunan dari isim mashdar yang diambil dari fi’il madhi janaza-yajnizu-janazatan wa
jinazatan. Bila huruf jim dibaca fathah (janazatan,kata ini berarti orang yang telah
meninggal dunia. Namun bila huruf jimnya dibaca kasrah, maka kata ini berarti orang
yang mengantuk.1
Lebih jauh, jenazah menurut Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S., mengartikan
jenazah sebagai orang yang telah meninggal yang diletakkan dalm usungan dan hendak
dibawa ke kubur untuk dimakamkan.2
Apabila seseorang meninggal dunia, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan
terhadap jenazah tersebut, meliputi:
1. Hendaklah dipejamkan (ditutupkan) matanya, menyebut kebaikan, mendoakan,
meminta ampun atas dosanya.
2. Hendakalh ditutup seluruh badannya dengan kain sebagai penghormatan kepadanya
dan supaya tidak terbuka ‘auratnya.
3. Tidak ada halangan untuk mencium mayat bagi keluarganya atau sahabat-sahabatnya
yang sangat sayang dan berdukacita sebab matinya.
4. Ahli mayat yang mampu hendaklah dengan segera membayar utang si mayat jika ia
berutang, baik dibayar dari harta peninggalannya atau dari pertolongan keluarga
sendiri.3
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan
dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati
1 Imam an-nawawi, al-majmu’ syarh al-muhazzab, kitab al-jana’iz, bab ma yuf’al bi al-mayyit, (Beirut: Dar
al-fikr,tt), V:10
2Ibnu Mas’ud, zainal Abidin S, fiqh mazhab syafi’i, (Bandung: Pustaka Setia,2000), hlm.449
3 H.Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: CV. SINAR BARU,1987), hlm.172
2
syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu
kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi
jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam
sebuah hadits Rasulullah saw. Yakni
:
فى ا لذ ي سقط عن ر ا حلته فما ت ا غسلو ه بما ء و سد ر:عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم قا ل
)(رواه ا لبخرو مسلم
“dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah tentang orang yang jatuh dari
kendaraannya lalu mati, “mandikanlah air dan daun bidara.” (H.R Bukhari dan Muslim)
4 Ibid, hlm.175
3
3) kapas.
4) kapur barus.
5) daun bidara/ sidr.
6) kaos tangan dan sarung tangan kain sesuai dengan jumlah petugas yang
memandikan.
7) Kain penutup mayat 5-6.
8) Handuk.
9) Sabun (lebih baik cair), shampoo, cutton buds.
10) Minyak wangi.
11) Tempat sampah untuk membuang kotoran
12) Kafan yang menyesuaikan keadaan dan jenis kelamin jenazah.
4
2. Tinggikan kepala jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala. Masukkan jari
tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok giginya dan
bersihkan hidungnya, kemudian siramkan.
3. Siramkan air kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.
4. Setelah itu dudukkan mayit dan tekan-tekan perut, agar kotoran dalam perut
keluar. Dan bersihkan dubur mayit dengan niat istinja’ bagi mayit. Bacaan
niat: nawaitul istinjaa-i minal mayyit frdhan ‘alayya lillahita’ala. Dan ketika
membersihkan “auratnya”, hendaklah tangan orang yang memandikan dilapisi
dengan kain, karena menyentuh aurat itu hukumnya haram.
5. Kemudian ambilkan wudhu bagi simayit, dengan bacaan niat: (nawaitul wudhu-a
lihaadzal mayyit lillaahita’ala).
6. Setelah itu hendaklah dimandikan tiga kali dengan air sabun atau dengan air
bidara, dengan memulainya bagian yang kanan. Dan seandainya tiga kali tidak
cukup, misalnya belum bersih maka hendaklah dilebihinya menjadi lima atau
tujuh kali. Rasulullah SAW bersabda:
ّ
رايتن اواكثر من ذلك ان: ثالثا ً او خمسًا او سبعا: ًّاغسلنهاوترا
“mandikanlah jenazah-jenazah itu secara (hitungan) ganjil, tiga, lima, tujuh kali.
Atau boleh lebih jika kau pandang perlu”.
7. Jika telah selesai memandikan mayat, hendaklah tubuhnya dikeringkan dengan
kain atau handuk yang bersih, agar kain kafannya tidak basah, lalu ditaruh, diatas
minyak wangi.
tetapi kalau mayit meninggal ketika sedang ihram, maka harus dimandikan seperti
biasa tanpa dikenai kafur atau lainnya yang berbau harum.
5
Jika suami dan muhrim sama-sama ada, suami lebih berhak untuk
memandikan istrinya, begitu juga jika istri dan muhrim sama-sama ada, maka istri
lebih berhak untuk memandikan suaminya.
Bila meninggal seorang perempuan, dan ditempat itu tidak ada perempuan,
suami, atau muhrimnya pun tidak ada, maka mayat itu hendaklah “ditayammumkan”
saja., idak dimandikan oleh laki-laki yang lain. Begitu juga jika meninggal seorang
laki-laki, sedangkan disana tidak ada laki-laki, istri atau muhrimnya, maka mayat itu
hendaklah ditayammumkan saja.
Kalau mayat kanak-kanak laki-laki, maka boleh perempuan memandikannya,
begitu juga kalau mayat kanak-kanak perempuan, boleh pula laki-laki
memandikannya.
Jika ada beberapa orang yang berhak yang memandikan, maka yang lebih
berhak ialah keluarga yang terdekat kepada mayat kalau ia mengetahui akan
kewajiban mandi serta dipercayai. Kalau tidak, berpindahlah hak kepada yang lebih
jauh yang berpengetahuan serta amanah (dipercayai).5
6
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis kain, tiap-tiap lapis
menutupi sekalian badannya. Sebagian ulama berpendapat, satu dari tiga lapis itu
hendaklah izar (kain mandi), dua lapis menutupi sekalian badannya.
Cara mengafani:
1) Dihamparkan sehelai-sehelai dan ditaburkan diatas tiap-tiap lapis itu harum-haruman
seperti kapur barus dan sebagainya.
2) Lantas mayat diletakkan diatasnya sesudah diberi kapur barus dan sebagainya. Kedua
tangannya diletakkan diatas dadanya, tangan kanan diatas tangan kiri, atau kedua
tangan itu diluruskan menurut lambungnya (rusuknya).
3) Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin
masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
4) Selimutkan kain kafan sebelah kanan paling atas, kemudian ujung lembar sebelah
kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selmbar dengan cara yang
lembut.
5) Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau
lima ikatan.
Untuk kain kafan mayat perempuan terdiri dari 5 lembar kain kafan, yaitu terdiri dari:
1. Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
2. Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
3. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
4. Lembar keempat berfungsi sebagai untuk menutup pinggang hingga kaki.
5. Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.6
Cara mengafani:
6 Ibid, hlm.177
7
2) Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain
kafan sejajar, serta taaburi dengan wangi-wangian atau kapur barus.
3) Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
4) Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
5) Pakaikan sarung.
6) Pakaikan baju kurung.
7) Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
8) Pakaikan kerudung.
9) Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung
kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
10) Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.
8
10. Salat jenazah boleh dilakasanakan di rumah, atau di masjid, namun dianjurkan
alat jenazah di masjid.
11. Diutamakan imam salat jenazah yang memiliki hubungan kerabat dengan
jenazah.
12. Salat jenazah dilaranh dalam 3 kondisi, yaitu; (1) waktu terbit matahari, (2)
waktu matahari pas di atas kepala atau tengah-tengah, (3) waktu hampir
terbenam hingga benar-benar terbenam.
ْاغ ِس ْل ُه ِبا ْل َم اءِ َوال َّث ْل ِج َوا ْل َب َر ِد َو َن ِّق ِه مِن ِّ ف َع ْن ُه َوَأ ْك ِر ْم ُن ُزلَ ُه َو َو
ْ س ْع مُدْ َخلَ ُه َو ْ اغف ِْر لَ ُه َو ْار َح ْم ُه َو َعافِ ِه َو
ُ اع ْ اللَّ ُه َّم
َْار ِه َوَأهْ اًل َخ ْي ًرا مِنْ َأهْ لِ ِه َوَأدْ ِخ ْل ُه ا ْل َج َّن َة َو َن ِّج ِه مِن
ِ ارا َخ ْي ًرا مِنْ د َ ب اَأْل ْب َي
ً ض مِنْ ال َّد َنسِ َوَأ ْب ِد ْل ُه َد َ ا ْل َخ َطا َيا َك َما َن َّق ْيتَ ال َّث ْو
ِ ال َّن
ار
7. Mengangkat tangan dan mengucap takbir keempat: membaca doa untuk jenazah:
9
2. Orang yang berkendaraan di belakang jenazah
3. Jenazah diletakkan, setelah itu para pengantar jenazah boleh duduk.
4. Jika ada 2 jenazah, dahulukan jenazah yang hafiz Alquran.
5. Lobang kuburan dianjurkan membuat liang lahad, artinya ada rongga di dalam lobang
kuburan terse but. Jika, ada peti atau papan penutup mayat tidak diperlukan lagi lahad.
6. Jika mayatnya wanita tutup kain di atas kuburan nya, pada saat memasukkanya.
7. Orang yang menerima mayat untuk diletakkan da lam kubur, adalah yang malamnya
tidak berhubu ngan dengan istrinya.
8. Memasukkan ke kuburan dari arah kakinya.
9. Mengucapkan: ( ) Bismillahi wa’ala sunnati Rasu lillah, bila meletakkan mayat dalam
kubur.
10. Menaburkan tanah 3x dimulai dari arah kepalanya.
11. Selesai mengubur mayat, berdoa dengan berdiri di sisinya.
12. Orang ikut menguburkan sampai ke dalam lobang kubur dianjurkan mandi.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi makhluk
yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu mendapat
perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah
seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan
kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka
gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah
a. Memandikan
b. Mengkafani
c. Menshalatkan
d. Menguburkan
Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
a. Memperoleh pahala yang besar.
b. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-
masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah
seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan
Allah SWT dan RasulNya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Mas’ud, Ibnu & Abidin, Zainal S. 2000. fiqh mazhab syafi’i, Bandung: Pustaka Setia
12