Anda di halaman 1dari 15

Ahlul Halli Wal Aqdi

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara


Islam

Dosen Pengampu : Saoki, S.HI, M.HI.

Disusun Oleh :

Mohammad Soleh Husin (C91219127

Muhammad Ali Ma’mum Murod (C91219128

Wildan Achsan Aziz (C91219132

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


JURUSAN HUKUM PERDATA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Tuhan seru sekalian alam, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya-lah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat dan salam
semoga tercurah dan terlimpahkan kepada Nabi pembawa rahmat bagi alam
semesta dan akan memberikan syafaatnya dihari kiamat dan hujjah bagi seluruh
manusia, beliau lah nabi kita Muhammad SAW. Beliau lah yang diutus oleh Allah
SWT untuk menyempurnakan akhlak dan menjadi penutup risalah kenabian.
Pada kesempatan materi kali ini, penulis akan mencoba memaparkan
mengenai “Ahlul Halli Wal Aqdi”. Harapan penulis, semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca khususnya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Walaupun hanya setetes tinta yang penulis goreskan dan mungkin jauh dari
kesempurnaan dalam penulisan makalah ini.
Terakhir, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah
memberikan motivasi kepada penulis dalam penulisan makalah ini, semoga
mendapatkan balasan dari Allah SWT dan semoga kita semua selalu dilimpahkan
taufik dan hidayah-Nya. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Surabaya, 8 Maret 2020

     Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...................................................1


B. Rumusan Masalah.............................................................1
C. Tujuan Masalah................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlu Halli Wal Aqdi.......................................3


B. Dasar Ahlu Halli Wal Aqdi Dalam Al-Qur’an.................5
C. Syarat Menjadi Ahlu Halli Wal Aqdi...............................7
D. Tugas dan Wewenang Ahlu Halli Wal Aqdi....................9
BAB III : KESIMPULAN..............................................................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keprihatinan tentang realitas proses pemilihan kepemimpinan NU di
berbagai tingkatan yang semakin kuat dicampuri oleh pihak-pihak dari luar
NU demi kepentingan-kepentingan politik sesaat. Misalnya: calon-calon
pilkada yang bertarung mendukung calon pimpinan NU dari kubu masing-
masing. Lebih memprihatinkan lagi, pertarungan-pertarungan dalam forum-
forum permusyawaratan Nahdlatul Ulama di berbagai tingkatan itu hampir
selalu melibatkan politik uang untuk jual-beli suara. Hal itu jelas akan
menjurus kepada kerusakan moral yang luar biasa dalam jajaran
kepemimpinan Nahlatul Ulama.
Pada waktu itu, PWNU Jawa Timur hendak menerapkan model Ahlul
Halli Wal ‘Aqdi itu dalam Konferensi Wilayah mereka. Tapi karena belum
ada payung hukum yang memadai, PBNU meminta agar maksud itu ditunda.
Selanjutnya, dalam Rapat Pleno ke-2 PBNU di Wonosobo, tanggal 6 – 8
September 2013, Rais ‘Aam K.H. M. A. Sahal Mahfudh rahimahullah
memerintahkan agar PBNU segera memproses gagasan tentang Ahlul Halli
Wal ‘Aqdi itu menjadi aturan yang dapat diterapkan dalam pemilihan
kepemimpinan di seluruh jajaran kepengurusan NU.
Berdasarkan perintah Rais ‘Aam tersebut kemudian dibentuklan satu tim
khusus, dipimpin oleh K.H. Masdar F. Mas’udi (Rais Syuriah PBNU) dan Drs.
Abdul Mun’im DZ (Wakil Sekjen PBNU). Tim itu segera melaksanakan
penelitian dan kajian-kajian hingga dihasilkan suatu naskah akademis yang
cukup mendalam, mencakup landasan nilai-nilai keagamaan, dasar-dasar
filosofis, acuan historis hingga pertimbangan-pertimbangan terkait dinamika
sosial-politik mutakhir yang mengharuskan diterapkannya model Ahlul Halli
Wal ‘Aqdi itu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Ahlul halli wal aqdi ?

2. Bagaimana dasar dalil Ahlul halli wal aqdi dalam Al-Qur’an?

3. Bagaimana Syarat Menjadi Ahlul halli wal aqdi ?

4. Apa saja Fugsi Dan Wewenang Ahlul halli wal aqdi ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Ahlul halli wal aqdi.

2. Untuk mengetahui dasar dalil Ahlul halli wal aqdi dalam Al-Qur’an.

3. Untuk mengetahui Syarat Menjadi Ahlul halli wal aqdi.

4. Untuk mengetahui Fugsi Dan Wewenang Ahlul halli wal aqdi.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlul Halli Wal Aqdi


Secara bahasa Ahl al-hall wa al-‘Aqd memiliki pengertian ”orang-orang
yang melepas dan megikat” atau ”orang yang dapat memutuskan dan
mengikat”. Sedangkan menurut para Ahli fiqih siyasah, Ahl al-hall wa al-’Aqd
adalah “orang-orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dan
menentukan sesuatu atas nama umat (warga negara)”. Atau lembaga
perwakilan yang menampung dan menyalurkan aspirasi atau suara suatu
masyarakat.Keanggotaan dari lembaga ini merupakan representasi dari rakyat
yang nantinya akan memperjuangkan aspirasi politik masyarakat karena
pemilihannya melalui proses yang demokratis dan berlangsung secara
langsung sehingga rakyat memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya. 1
Dalam terminologi politik ahlul halli wal aqdi adalah dewan perwakilan
(lembaga legislatif) sebagai representasi dari seluruh masyarakat (rakyat) yang
akan memilih kepala negara serta menampung dan melaksanakan aspirasi
rakyat.
Dalam hal ini, Mawardi mendefinisikan ahlul halli wal
aqdi sebagai  kelompok  orang  yang  dipilih  oleh  kepala  negara  untuk
memilih kepala negara yang akan menggantikan kepala negara yang lama.
Namun Mawardi tidak menjelaskan tentang unsur-unsur dari ahlul halli wal
aqdi.2
Abdul Karim Zaidan berpendapat, ahlul halli wal aqdi adalah orang orang
yang berkecimpung langsung dengan rakyat yang telah
memberikan   kepercayaan   kepada   mereka.   Mereka   menyetujui pendapat

1 Mahmud Yunus, Qamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan


Penatfsir al-Qur'an, Cet. ke-1, 1973), hlm. 53.
2 Farid Abdullah Khaliq, Fikih Politik Islam, (jakarta, Amzah, 2005),hlm. 82.
wakil-wakilnya karena ikhlas, konsekuen, takwa, adil dan kejernihan pikiran
serta kegigihan mereka di dalam memperjuangkan kepentingan rakyatnya.
Sedangkan  menurut Imam an-Nawawi,  ahlul halli wal
aqdi ialah  para ulama,  pemimpin,  pemuka  rakyat  yang  mudah
dikumpulkan untuk memimpin umat dan mewakili kepentingan-
kepentingannya.
Beberapa  ulama  yang  lain  memberikan  istilah ahlul halli wal
aqdidengan sebutan ahlul ikhtiyar, yaitu  orang-orang yang memiliki
kompetensi untuk memilih. Muhammad Abduh berpendapat, bahwa ahlul halli
wal aqdi sama dengan ulil amri, Lebih lanjut Abduh menjelaskan  dengan
lebih rinci beserta unsur-unsurnya dengan mengatakan, "Ahlul halli wal
aqdi terdiri dari
para  amir,  para hakim,  para  ulama,  para  pemimpin  militer,  dan semua
pimpinan  yang dijadikan  rujukan oleh umat dalam masalah kebutuhan dan
kemaslahatan publik”.
Pendapat yang sama di sampaikan oleh Rasyid Ridha, ia mengatakan
bahwa ulil amri adalah ahlul halli wal awdi yang terdiri dari para ulama, para
pimpinan militer, para pemimpin pekerja untuk
kemaslahatan  publik  seperti  pedagang, tukang,  petani,  para  tokoh
wartawan. Al-Razi juga menyamakan pengertian ahlul halli wal aqdi dengan
ulil amri. Demikian juga al-Maraghi yang berpendapat sama dengan Abduh
dan Ridha.
Istilah Ahlul halli wal aqdi ini banyak kita dapati pada buku-buku siyasah
syar'iyyah, seperti Ahkam Sulthaniyah-nya Abul Hasan Al-Mawardi dan Abu
Ya'la Al Farra'. Adapun secara bahasa, Istilah Ahlul halli wal aqdi terdiri dari
tiga kalimat:3
1. Ahlul, yang berarti orang yang berhak (yang memiliki).
2. Halli, yang berarti, melepaskan, menyesuaikan, memecahkan.
3. Aqdi, yang berarti mengikat, mengadakan transaksi, membentuk.

3 Dhiauddin Rais, An-Nazhariyatu As-Siyasatu Al-Islamiyah. Terj. Abdul Hayyie al- Kattani “Teori
Politik Islam”, (Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1, 2001), hlm. 178.
Dari pengertian secara bahasa di atas, dapat kita simpulkan
pengertian Ahlul halli wal aqdi secara istilah yaitu "Orang-orang yang berhak
membentuk suatu sistem didalam sebuah negara dan membubarkannya
kembali jika dipandang perlu".

Musyawarah dalam politik Islam adalah hak partisipasi rakyat dalam


masalah – masalah hukum dan pembuatan keputusan politik. Akan tetapi
musyawarah tidak mungkin dilaksanakan oleh seluruh rakyat, maka
musyawarah dilaksanakan antar kelompok yang benar – benar mewakili
rakyat yang dapat dipercaya dan merasa tenang dari keputusan mereka.
Mereka itu tidak lain melainkan Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqdi.  Metode ini
sekarang dinamakan dengan “Politik Kekuasaan Rakyat”. Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa pemimpin tidak boleh meninggalkan musyawarah, sebab
Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya dengan hal itu. Bahkan para ulama
sepakat bahwa musyawarah diperintahkan dalam Al Qur’an dan
menjadikannya sebagai salah satu unsur pijakan Negara Islam.4

Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd ada dalam sistem pemerintahan Islam


dikarenakan adanya suatu perintah dalam Al Qur’an untuk bermusyawarah.
Musyawarah tersebut menurut para Ahli merupakan salah satu sistem hukum
dalam Islam dan juga metode hidup dalam pemerintahan.

B. Dasar Ahlul Halli Wal Aqdi dalam Al-Qur’An


Bila Al-Qur’an dan sunah sebagai dua sumber perundang-undangan islam
tidak menyebutkan Ahlul Hilli Wa Aqdi atau dewan perwakilan rakyat,
namun sebutan itu hanya ada di dalam fiqih di bidang politik keagamaan dan
pengambilan hukum substansial dari dasar-dasar menyelururuh, maka dasar
sebutan ini didalam Al-Qur’an ada dalam mereka yang disebut dengan “ulil
amri”  firman Allah saw, dalam surat An-Nisa ayat 59

4 Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, 2012), hlm. 79
‫ُول َوأُ ۟ولِى ٱأْل َ ْم ِر ِمن ُك ْم ۖ فَإِن‬ ۟ ‫ُوا ٱهَّلل َ َوأَ ِطيع‬
۟ ‫ين َءامنُ ٓو ۟ا أَ ِطيع‬ ٓ
َ ‫ُوا ٱل َّرس‬ َ َ ‫ٰيَأَيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
َ ُ‫تَ ٰنَ َز ْعتُ ْم فِى َش ْى ٍء فَ ُر ُّدوهُ إِلَى ٱهَّلل ِ َوٱل َّرسُو ِل إِن ُكنتُ ْم تُ ْؤ ِمن‬
‫ون بِٱهَّلل ِ َو ْٱليَ ْو ِم‬
‫ك َخ ْي ٌر َوأَحْ َس ُن تَأْ ِوياًل‬ َ ِ‫ٱلْ َءا ِخ ِ‡ر ۚ ٰ َذل‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Ahlul Halli wal Aqdi juga erat kaitannya dengan Musyawarah.Seperti
mencari pengganti presiden. Berikut adalah bunyi dalil Al-Qur`an tentang
Musyawarah.

َ ‫ فَإِ َذا َع َز ْم‬ ۖ‫اورْ هُ ْم ِفي اأْل َ ْم ِر‬


ِ ‫ت فَتَ َو َّكلْ َعلَى هَّللا‬ ِ ‫َو َش‬
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya”
[Ali-Imran/3 :

Dengan demikian, fiqh politik islam telah mencipakan satu bentuk


musyawarah dimasa awal timbulnya daulah islamiyah di madinah,
sebagaimana ia juga telah menciptakan satu bentuk konstitusi yang dikenal
dengan konstitusi madinah. Bentuk musyawarah itu tidak lain kecuali apa
yang dikenal dengan Ahlul Halli Wal Aqdi atau dewan perwakilan rakyat atau
Ahlul ikhtiar diawal islam, yang mereka telah dipercaya oleh rakyat dengan
keilmuan dan kecendekiawan mereka serta keikhlasan mereka juga dengan
keseriusan mereka dalam membuat hukum-hukum yang diperlukan, baik yang
berkenaan dengan peraturan sipil, politik, dan administratif.
C. Syarat menjadi Ahlul Halli Wal Ahdi

Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd harus memenuhi tiga syarat, antara lain :5

1. Keadilan yang memenuhi segala persyaratannya.

2. Memiliki pengetahuan tentang orang berhak menjadi imam dan


persyaratan – persyaratannya.

3. Memiliki kecerdasan dan kearifan yang menyebabkan dia mampu


memilih imam yang paling maslahat dan paling mampu serta paling
mampu tentang kebijakan – kebijakan yang membawa kemaslahatan
bagi umat.

Menurut Al farra untuk menjadi Ahlul Halli Wal Aqdi harus memiliki 3
syarat:

1. Adil

2. Mempunyai ilmu pengetahuan yang dengan ilmu pengetahuan itu


dapat mengetahui siapa saja yang berhak memegang tongkat
kepemimpinan.

3. Harus terdiri dari para pakar dan ahli manajemen yang dapat memilih
siapa yang lebih pantas untuk memegang tongkat kepemimpinan.

Menurut Al-Mawardi memberikan tiga syarat untuk menjadi Ahlul Halli Wal
Aqdi:

1. Adil.
2. Mempunyai ilmu yang bisa digunakan untuk mengetahui orang yang
berhak menduduki jabatan Imamah (Khi-lafah) berdasarkan syarat
yang diakui.

5 Farid Abdullah Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta, Amzah, 2005),hlm. 109


3. Memiliki kecerdasaan dan kearifan yang menyebabkan dia mampu
memilih imam yang paling maslahat dan paling mampu tentang
kebijakan-kebijakan yang membawa kemaslahatan bagi umat.

Yang dikemukakan oleh Al-Farra dan Al-Mamardi tersebut sangat mirip.


Selain itu syarat yang harus dipenuhi adalah seperti syarat dalam hal-hal yang
lain seperti, baligh, merdeka, laki-laki, dan beragama islam. Akan tetapi untuk
syarat laki-laki yang beragama islam terjadi perbedaan pendapat antara para
ulama. Ulama salaf berpendapat bahwa wanita dan kafir dzimmi tidak boleh
menjadi anggota majlis syura karena pada masa nabi kafir dzimmi menjadi
warga nomer dua dalam urusan politik, sedangkan wanita pada zaman nabi itu
hanya menjadi ibu rumah tangga. Sedangkan ulama fiqih kontemporer seperti
Fuad Abdul Mun’im (pakar politik islam kontemporer mesir)
memperbolehkan dengan batasan-batasan tertentu yang tidak melanggar
syariat hukum.
Namun demikian, ada beberapa perbedaan mendasar antara dua lembaga
tertinggi negara tersebut, sehingga banyak ulama yang menolak eksistensi
DPR atau MPR sebagai lembaga tertinggi di dalam sebuah negara, dengan
sitem demokrasi yang banyak dianut oleh negara-negara islam.
Adapun perbedaan sistem khilafah dengan sistem parlemen DPR atau MPR
adalah sebagai berikut :6

1. Dari segi perkembangannya


Sistem Ahlu Halli Wal Aqdi berkembang sejak adanya
pemerintahan islam pertama kali pada masa Umar bin khattab yang
merupakan khalifah ke dua setelah Abu Bakar As-Shiddiq.
2. Dari sistem keanggotaannya
a) Didalam sistem ahlu halli wal aqdi, anggotanya harus seorang
muslim yang adil. Adapun dalam sistem parlemen, anggotanya
tidak harus beragama islam, orang komunis atau ateis pun bisa

6 Farid Abdullah Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta, Amzah, 2005),hlm. 112
menjadi anggota, bahkan menjadi ketua DPR atau MPR, selama
rakyat mendukung.
b) Didalam sistem ahlu halli wal aqdi anggotanya harus seorang
laki-laki. Namun dalam sistem parlemen, perempuan dibolehkan
menjadi anggota didalamnya. 7
c) Anggota ahlul halli wal aqdi harus seorang yang berpengetahuan
luas terhadap ajaran islam, sedangkan anggota parlemen boleh
dari orang yang kurang pengetahuan tentang masalah agama.
d) Dari segi tugas dan peranannya. Tugas ahlul halli wal aqdi harus
sesuai dengan aturan syariat islamiyah. Mereka tidak boleh
merubah aturan Allah dan rasulnya yang sudah paten dan mapan,
walau seluruh anggota dan rakyat menghendaki perubahan itu.
Adapun didalam parlemen, mereka bebas dan leluasa
menentukan sebuah hukum, undang-undang, dan bahkan
merubah hukum Allah selama hal itu disepakati seluruh anggota
atau atas kehendak rakyat.
D. Tugas dan wewenang Ahlul Halli Wal Aqdi
Tugas Ahlul Hilli Wal Aqdi tidak hanya bermusyawarah dalam perkara-
perkara umum kenegaraan, mengeluarkan Undang-Undang yang berkaitan
dengan kemaslahatan dan tidak bertabrakan dengan satu dasar dari dasar-dasar
syariat yang baku dan melaksanakan peran konstitusional dalam memilih
pemimpin tertinggi negra saja. Tetapi tugas mereka juga mencakup
melaksanakan peran pengawasan atas kewenangan legislatif sebagai
wewenang pengawasan yang dilakukan oleh rakyat terhadap pemerintah dan
penguasa untuk mencegah mereka dari tindakan pelanggaran terhadap satu
hak dari hak-hak Allah.8
Tugas Ahlul Hilli Wal Aqdi antara lain memilih khalifah, imam, kepala
negara secara langsung. Oleh karena itu Ahlul Hilli Wal Aqdi juga disebut
oleh Al-Mawardi sebagai ahl ikhtiyar (golongan yang berhak memilih).

7 Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, 2012), hlm. 81
8Farid Abdullah Khaliq, Fikih Politik Islam, (jakarta, Amzah, 2005), Hal:78-80.
Peranan golongan ini sangat penting untuk memilih salah seorang diantar ahl
imamah (golongan yang berhak dipilih) untuk menjadi khalifah. Ahlu Hilli
Wal Aqdi adalah orang-orang yang langsung berhubungan langsung dengan
rakyat yang telah memberi kepercayaan kepada mereka.
Ahlul Halli Wal Aqdi mempunyai wewenang :
1. Ahlul Halli Wal Aqdi adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang
mempunyai wewenang untuk memilih dan membaiat imam serta untuk
memecat dan memberhentikan khalifah
2. Ahlul Halli Wal Aqdi mempunyai wewenang untuk mengarahkan
kehidupan masyarakat kepada yang maslahat
3. Ahlul Halli Wal Aqdi mempunyai wewenang untuk membuat Undang-
Undang yang mengikat pada seluruh umat didalam hal-hal yang tidak
diatur tegas oleh Al-Quran dan hadits
4. Ahlul Halli Wal Aqdi tempat konsultasi imam didalam kebijakannya
5. Ahlul Halli Wal Aqdi mengawasi jalannya pemerintahan
Wewenang tersebut hampir mirip dengan MPR, DPR dan DPA di
indonesia sebelum amandemen UUD 1945. Ahlul Halli Wal Aqdi sangat
penting dalam kehidupan bernegara. Karena pada negara hakekatnya
rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi. Sedangkan rakyat tidak
dimungkinkan untuk kumpul bersama.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara bahasa Ahlu Halli Wal Aqdi memiliki pengertian orang-orang yang
melepas dan mengikat atau orang yang dapat memutuskan dan mengikat.
Sedangkan para ahli fiqh siyasah Ahlu Halli Wal Aqdi adalah orang-orang
yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menentukan sesuatu atas
nama umat (warga negara). Atau lembaga perwakilan yang menampung dan
menyalurkan aspirasi atau suara suatu masyarakat. Dasar Ahlul Hilli Wal Aqdi
terdapat pada Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 59 dan 83, juga terdapat pada Al-
Qur’an surat Al-Imran ayat 104.
Terdapat tiga syarat untuk menjadi Ahlul Halli Wal Aqdi yang
dikemukakan oleh Al-Farra dan Al-Mawardi, syarat keduanya sangat mirip.
Tugas Ahlul Hilli Wal Aqdi antara lain memilih khalifah, imam, kepala
negara secara langsung. Oleh karena itu Ahlul Hilli Wal Aqdi juga disebut
oleh Al-Mawardi sebagai ahl ikhtiyar (golongan yang berhak memilih). Selain
tugas Ahlul Halli Wal Aqdi juga mempunyai wewenang yang wewenang itu
hampir mirip dengan MPR,DPR,DPA diindonesia sebelum amandemen UUD
1945.

   
DAFTAR PUSTAKA

Mahmud Yunus, Qamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara


Penterjemah dan Penatfsir al-Qur'an, Cet. ke-1, 1973)

Farid Abdullah Khaliq, Fikih Politik Islam, (jakarta, Amzah, 2005)

Dhiauddin Rais, An-Nazhariyatu As-Siyasatu Al-Islamiyah. Terj. Abdul Hayyie


al- Kattani “Teori Politik Islam”, (Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1,
2001)

Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara,


2012)

Anda mungkin juga menyukai