Anda di halaman 1dari 21

SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM

Makalah ini di tulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Studi Islam

Dosen Pengampu :

Dr. Halilur Rohman, M.Hi


NIP :

Oleh :

1. Muhammad Anshori NIM C91219123


2. Martha Aulia Leatemia NIM C91219121
3. Luthfy Syihab Ar ramadhan NIM C91219119

KELAS D
HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Esa, kami panjatkan puja dan
puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah selesai kami susun dengan bantuan pertolongan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, kami terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca, sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah dan
dapat menjadi makalah yang baik dan benar.

Akhir kata kami meminta semoga makalah kami ini dapat memberi manfaat
ataupun pengetahuan pada pembaca.

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 3
BAB I ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 5
BAB II....................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 6
2.1 ISTISHAB................................................................................................................. 7
2.2 MASHLAHAH MURSALAH .................................................................................. 8
2.3 ISTIHSAN .............................................................................................................. 10
2.4 SADD AL-DZARA’I.............................................................................................. 11
2.5 SYAR’U MAN QABLANA / TAQADDAMA ...................................................... 13
2.6 ISTIDLAL ‘AL-ILHAM......................................................................................... 16
2.7 'URF ........................................................................................................................ 17
BAB III ................................................................................................................................... 20
PENUTUP .............................................................................................................................. 20
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agama Islam bersifat luwes dan dinamis, secara konseptual terkandung dalam
prinsip syari’ah itu sendiri. Diantara prinsip-prinsip tersebut adalah syari’ah selalu
berprinsip kepada menegakkan maslahah, menegakkan keadilan, tidak menyulitkan,
menyedikitkan beban dan berangsur-angsur dalam proses penerapan hukum. Akan
tetapi dalam konteks sekarang, hukum Islam yang semestinya diharapkan dapat
menjawab segala persoalan kehidupan umat manusia pada kenyataannya seolah tidak
mampu untuk menjawab persoalan itu. Didalam tataran empiris, fiqh sebagai bagian
produk pemikiran hukum Islam (ijtihad), semestinya tidak adaptis terhadap persoalan
baru yang muncul dalam konstruksi sosial budaya masyarakat yang terus berubah.
Sebaliknya hukum Islam (fiqh) dituntut harus peka dalam menjawab setiap
problematika kemasyarakatan. Oleh karena itu, dalam proses aplikasinya sebagai
konsekuensi logis dari konsep syari’ah pada akhirnya akan selalu melahirkan sebuah
penafsiran, pemahaman, bahkan produk pemikiran baru melalui ijtihad. Munculnya
perbedaan dalam pemahaman dan penafsiran para ulama melahirkan apa yang disebut
fiqh. Pada prinsipnya munculnya perbedaan pemikiran dalam fiqh disebabkan oleh
adanya perbedaan dalam metodologi ijtihad.
Akal di beri kedudukan penting dalam ajaran Islam, demikian pula ilmu
pengetahuan. Akal merupakan basis taklif. Akal juga merupakan salah satu dari
kelima basis kemaslahatan manusia (al-kulliyat al-khams). Namun, fungsi akal tidak

4
sama dengan fungsi agama, walaupun keduanya merupakan komponen hidayah Allah
yang melengkapi makhluk manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini penulis membahas tentang :
1. Apa pengertian Istishab?
2. Apa pengertian Maslahah al-Mursalah
3. Apa pengertian Istihsan
4. Apa pengertian Sadd al-Dara’i
5. Apa pengertian Syar’u Man Qoblana/Taqoddama
6. Apa pengertian Dilalah al-Ilham
7. Apa pengertian ‘Urf

5
BAB II

PEMBAHASAN
Abstrak
Pembahasan mengenai istishab, maslahah al-mursalah, istihsan, sadd al-
dzara’i, syar’u man qoblana/taqoddama, dilalah al-ilham dan ‘urf merupakan
pembahasan ke-lima dengan nama Istidlal dalam kitab klasik “Ghoyah al-
Wushul” karya Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshori ‘ulama bermadzhab
Syafi’iy pada abad ke-7H.
Secara bahasa kata ‫ اإلستدالل‬berasal dari kata ‫ إستدل‬Istadalla yang artinya:
minta petunjuk, memperoleh dalil, menarik kesimpulan. Syaikh Zakariya al-
Anshori dalam kitabnya mengungkapkan bahwa istidlal adalah mencari dalil
yang tidak ada pada nash Alquran dan al-Sunnah, tidak ada pada Ijma dan
tidak ada pada Qiyas(yang bersifat syar’i)1.
‫وهو دليل ليس بنص (من كتاب أو سنة) وال إجماع وال قياس شرعي‬
‫القياس الشرعي = مأمور به كما تقدم‬

Definisi di atas menunjukan bahwa seorang mujtahid dalam memutuskan


sesuatu keputusan hukum hendaklah mendahulukan Al-quran, kemudian al-
Sunnah, lalu al-Ijma selanjutnya al-qiyas.
Dan jika Ia tidak menemukan pada Al-quran, al-Sunnah, al-Ijma dan al-
qiyas, maka hendaklah mencari dalil lain (Istidlal). Para ulama ushul fiqih,
menjelaskan istidlal itu ada beberapa macam, antara lain:
1. Istishab
2. Mashlahah al-Mursalah
3. Istihsan
4. Sadd al-Dzara'i
5. Syar'u man Qablana / Taqoddama
6. Dilalah al-Ilham
7. ‘Urf

1
Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Ghoyah al-Wushul, Al-Haramain, hlm.137

6
2.1 ISTISHAB
1. Pengertian
Kata Istishab berasal dari kata suhbah artinya 'menemani' atau
'menyertai', atau al-mushahabah: menemani, juga istimrar al-suhbah; terus
menemani. Dalam bahasa arabnya:
‫إستصحبتُ ما كان في الماضي‬

Menurut Istilah ilmu Ushul Fiqih yang dikemukakan Syaikh Zakariya


al-Anshori:2

ِّ َّ‫األصح أن استصحاب العدم األصلي ِّ والعموم أو الن‬


‫ص وما دل الشرع على ثبوته لوجود سبب ِّه الى ورود المغير‬
‫حجة‬

2. Macam-macam Istishab
a. Istishab Al-Bara'ah al-Ashliyah. Istishab ini adalah terlepas dari
tanggung jawab atau terlepas dari suatu hukum, sehingga ada dalil yang
menunjukan.
b. Istishab yang ditunjukkan oleh al-syar'u atau al-aqlu. Yaitu sifat yang
melekat pada suatu hukum, sampai ditetapkannya hukum yang berbeda
dengan hukum itu.
c. Istishab al-Hukmi / Dalil umum. Yaitu sesuatu yang telah ditetapkan
dengan hukum mubah atau haram, maka hukum itu terus berlangsung
sampai ada dalil yang mengharamkan yang asalnya mubah atau
membolehkan yang asalnya haram. Dengan kata lain sampai adanya
dalil yang mengkhususkan atau yang membatalkannya. Dan asal dalam
sesuatu (mu'amalah) adalah kebolehan.
‫األصل في األشياء اإلباحة‬

d. Istishab Washfi. Seperti keadaan hidupnya seseorang dinisbatkan


kepada orang yang hilang.
e. Istishab hukum yang ditetapkan ijma' lalu terjadi perselisihan. Istishab
seperti ini diperselisihkan ulama tentang kehujahannya.

2
Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Ghoyah al-Wushul, Al-Haramain, hlm.137

7
3. Kehujahan Istishab
Mayoritas pengikut Maliki, Syafi'i, Ahmad dan sebagian ulama Hanafi
menyatakan bahwa istishab dapat jadi hujjah, selama tidak ada dalil yang
merubah. Dan sebagian besar dari ulama muta’ahirin juga demikian.
Sementara segolongan dari ulama Mutakallimin, seperti 'Hasan al-
Basri', menyatakan bahwa istishab tidak bisa jadi hujah, karena untuk
menetapkan hukum yang lama dan sekarang harus berdasarkan dalil.

2.2 MASHLAHAH MURSALAH


1. Pengertian
Kata tersusun dari dua kata yaitu al-mashlahah dan al-Mursalah.
Kata al-Mashlahah dari kata ‫ = صلح‬beres. Bentuk mashdarnya ‫مصلحة‬
atau ‫ = صلحا‬kemaslahatan. Yaitu sesuatu yang mendatangkan kebaikan.
Dan Kata mursalah, dari kata ‫ = ارسل‬mengutus. Bentuk isim maf'ulnya
‫ = مرسل‬diutus, dikirim, dipakai, dipergunakan.
Perpaduan dari dua kata menjadi mashlahah mursalah, berarti prinsip
kemaslahatan, kebaikan yang dipergunakan menetapkan suatu hukum
Islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik atau
bermanfaat. Sedangkan menurut istilah ulama ushul fiqih, bermakna :
‫هي عبارة عن المنفعة التي قصدها الشارع الحكيم لعباده لحفظ دينهم ونفوسهم وعقولهم ونسلهم واموالهم‬

Ia adalah perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan oleh


Allah swt. kepada hambanya tentang pemeliharaan agamanya, jiwanya,
akalnya, keturunannya dan hartanya.
2. Syarat-syarat
a. Tidak boleh bertentangan dengan Maqasid syariah, dalil-dalil kulliy, dan
juz’iy yang qath’iy al-wurud dan dalalahnya, dari nash al-qur’an dan al-
sunnah
b. Kemaslahatan tersebut harus bersifat rasional, artinya harus ada
penelitian dan pembahasan, hingga yakin hal tersebut memberikan
manfaat atau menolak kemadaratan, bukan kemaslahatan yang dikira-
kirakan
c. Kemaslahatan tersebut bersifat umum
d. Pelaksanaannya tidak menimbulkan kesulitan yang tidak wajar.

8
3. Macam-macam Mashlahah
a. Dilihat dari sumbernya
a) Kemashlahatan yang ditegaskan oleh al-Qur’an dan al-Sunnah, yang
disebut juga dengan mashlahah mu’tabarah. Kemashlahatan ini
diakui oleh para ulama, misalnya hifd al-mal, hifd al-nafs, hifd al-
nasal, hifd al-aqli.
b) Kemashlahatan yang bertentangan dengan nash yang qath’iy.
Kebanyakan ulama menolak kemaslahatan yang bertentangan dengan
nash yang qath’iy ini.
c) Kemaslahatan yang tidak dinyatakan oleh syara’ dan tidak ada dalil
yang menolaknya. Maka inilah yang dimaksud dengan mashlahah
mursalah.
b. Dilihat dari kepentingannya
a) Mashlahah Dharuriyah, yaitu kemashlahatan yang apabila
ditinggalkan akan menimbulkan kemadharatan dan kerusakan, karena
itu mashlahah ini mesti ada terwujud. Ini kembali kepada maqashid
al-syariah yang lima; memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta.
b) Maslahah Hajiyah, yaitu semua bentuk perbuatan dan tindakan yang
tidak terkait dengan dasar (mashlahah dharuriyah), yang dibutuhkan
juga oleh masyarakat tetap terwujud, dapat menghindarkan kesulitan
dan menghilangkan kesempitan.
c) Mashlahah Tahsiniyah, yaitu mempergunakan semua yang layak dan
pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan tercakup
pada bagian mahasinul akhlak.
4. Kehujahan mashlahah mursalah
Abdul Hamid Hakim menyebutkan bahwa syara' memperhatikan
kemashlahatan secara umum, dengan berdasar pada firman Allah swt. QS.
Yunus 57-58:
‫يا ايها الناس قد جاءكم موعضة من ربكم وشفاء لما في الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين‬
‫قل بفضل هللا وبرحمته فبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون‬

Artinya: -Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-


Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan
petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.

9
-Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaknya dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang
mereka kumpulkan.”
Ayat tersebut memberi isyarat dari lafaz yang ditunjukannya, yaitu lafadz:

1. ‫موعضة‬
2. ‫وشفاء لما في الصدور‬
3. ‫وهدى ورحمة‬
4. ‫بفضل هللا برحمته‬
5. ‫فليفرحوا‬
6. ‫خير مما يجمعون‬
Untuk itu Ibnu Taimiyah berkata:
‫اذا اشكل على الناظر حكم الشيء اهو حرام او مباح فلينظر الى مصلحته ومفسدته‬

Artinya: Apabila mujtahid mengalami kesulitan, apakah sesuatu itu berhukum


haram atau mubah? Tengoklah apakah sesuatu tersebut lebih banyak
memberikan manfaat atau lebih memberi keburukan

2.3 ISTIHSAN
1. Pengertian
Dilihat dari asal Bahasa, istihsan berasal dari kata‫يستحسن استحسانا استحسن‬
artinya: mencari kebaikan.
Secara istilah Istihsan menurut ahli Ushul Fiqih adalah :
)‫االستحسان هو العدول بالمسالة عن حكم نضاءرها الى حكم اخر لوجه اقوى منه (الكرخى الحنفي‬

Istihsan itu adalah berpindah dari suatu hukum yang sudah diberikan,
kepada hukum lain yang sebandingnya karena ada suatu sebab yang
dipandang lebih kuat.

2. Macam-macam Istihsan
a. Mengutamakan qiyas khafi (yang samar) dari pada qiyas jaliy (yang
jelas) berdasarkan dalil
b. Mengecualikan hukum juz’iy (sebagian atau khusus) dari pada hukum
kulliy (umum)
3. Kehujahan Istihsan

10
Menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah dan sebagian ulama Hambaliah,
istihsan merupakan dalil yang kuat dalam penetapan hukum. Golongan
Hanafiyah sangat mengagungkan Istihsan, Hambali dan Maliki juga
memakainya, tetapi masih membatasinya, sebab bukanlah sumber yang
berdiri sendiri.
Sedangkan Imam Syafi‟i menentang Istihsan karena akan membuka
pintu untuk menetapkan hukum sesuai dengan kehendaknya. Beliau
berkata: “man istahsana faqad syarra'a”.
Imam Zakariya al-Anshori menegaskan:
‫المختار أن اإلستحسان ليس دليال‬

Adanya perbedaan pendapat ulama tentang istihsan karena tidak


adanya persesuaian pendapat dalam mengartikan istihsan. Sebenarnya
istihsan itu mengalihkan suatu dalil yang nyata atau mengalihkan hukum
kulli (global) kepada suatu dalil yang lebih sesuai dengan untuk
kemaslahatan, bukan mengalihkannya kepada sesuatu menurut kemauan
hawa nafsu.
Untuk itu Imam Asy-Syatibi berpendapat, barangsiapa beristihsan
tidaklah berarti bahwa ia memulangkannya kepada perasaan dan kemauan
hawa nafsunya, tetapi ia memulangkannya kepada maksud syar‟i yang
umum dalam peristiwa-peristiwa yang dikemukakan.
2.4 SADD AL-DZARA’I
1. Pengertian bahasa
Kata ‫ الذريعة‬artinya ‫ الوسيلة‬yaitu media, atau jalan. Dalam bahasa syariat
Dzariah ‫لمحرم او لمحلَّل‬
َّ ‫ ما يكون طريقا‬yang berarti: “apa yang menjadi media/
jalan kepada yang diharamkan atau yang dihalalkan”. Dan kata ُّ‫ السد‬artinya
‫ المنع‬mencegah atau menyumbat jalan.
Dengan kata lain, dzariah adalah washilah yang menyampaikan
kepada tujuan, atau jalan untuk sampai kepada yang diharamkam atau yang
dihalalkan. Jalan yang menyampaikan kepada haram hukumnya haram
pula, dan jalan yang menyampaikan kepada haram hukumnya haram pula,
jalan kepada wajib, wajib pula.
‫للوساءل حكم المقاصد‬

Artinya: Hukum washilah (jalan yang menyampaikan kepada tujuan)


sama dengan hukum tujuan.
Definisi lain menyebutkan:

11
ِّ ‫َح ْس ُم مادة وساءل الفساد دفعا ً له او سدُّ الطري‬
ِّ ‫ق التي ت ُ َو‬
‫صل المرأ إلى الفساد‬

Artinya: “Mencegah sesuatu yang menjadi jalan kerusakan, atau


menyumbat jalan yang dapat menyampaikan seseorang pada kerusakan.”

2. Macam-macam Dzariah
a. Pada dasarnya yang menjadi dzariah adalah semua perbuatan ditinjau
dari segi akibatnya yang dapat dibagi pada empat macam:
b. Dzariah yang akibatnya menimbulkan kerusakan atau bahaya secara
pasti.
‫ما يكون أدا ُءه الى الفساد قطعيا‬
c. Dzariah yang jarang berakibat kerusakan atau bahaya.
ً ‫ما يكون أدا ُءه الى المفسدة نادرا‬

d. Dzariah yang menurut dugaan kuat akan menimbulkan bahaya; tidak


diyakini dan tidak pula dianggap jarang. Dalam keadaan ini dugaan kuat
disamakan dengan yakin karena menutup jalan adalah wajib sebagai
ikhtiar untuk berhati-hati terhadap terjadinya kerusakan.
ً ‫ ال من باب العلم القطعي وال يُعدُّ نادرا‬.‫ما يكون ترتُّبُ المفسدة على الفعل من باب غلبة الظن‬

e. Dzariah yang lebih banyak menimbulkan kerusakan, tetapi belum


mencapai tujuan kuat timbulnya kerusakan itu.
‫الظن الغالب للمفسدة وال العلم القطعي‬
ِّ ‫ما يكون أدا ُءه الى الفساد كثيرا ولكن كثرته لم تبلُغ مبلغ‬

3. Kehujahan Sadd al-Dzara’i


a. Ayat-ayat Alquran
107 :‫ االنعام‬.‫وال تسبوا الذين يدعون من دون هللا فيسبوا هللاَ َعدْواً بغير علم‬
104 :‫ البقرة‬.‫يا ايها الذين امنوا ال تقول راعنا وقولوا انظرنا واسمعوا‬

b. Sunah Rasulullah
‫حدثنا احمد بن يونس حدثنا ابراهيم بن سعد عن ابيه عن امه عن حميد بن عبد الرحمن عن‬
‫عبد هللا بن عمرو رضي هللا عنهما قال صلعم إن من أكبر الكباءرأن يلعن الرجل والديه ان‬
‫يلعن الرجل والديه قيل يا رسول هللا وكيف يلعن الرجل والديه؟ قال يسب الرجل ابا الرجل‬
‫فيسب اباه ويسب امه متفق عليه‬
c. Pandangan Para Imam

12
Pada dasarnya para fuqaha memakai dasar ini, jika merupakan satu-
satunya washilah kepada ghayah/tujuan. Imam Malik dan Imam Ahmad
banyak berpegang pada dzari’ah, sedang Imam Syafi‟i dan Abu
Hanifah tidak seperti mereka, walaupun mereka tidak menolak dzariah
secara keseluruhan dan tidak mengakuinya sebagai dalil yang berdiri
sendiri. Menurut Syafi‟i, dzariah masuk ke dalam qiyas, dan menurut
Abu Hanifah dzariah masuk kedalam Istihsan. Ada ulama ushul yang
menyebutkan:
a) Sadd al-dzara’i digunakan apabila menjadi cara untuk
menghindarkan dari mafsadat yang telah dinashkan dan tertentu.
b) Fathhu dzara‟i digunakan apabila menjadi cara atau jalan untuk
sampai kepada maslahat yang dinashkan. Karena maslahat dan
mafsadat yang dinashkan adalah qath‟i, maka dzariah dalam hal ini
berfungsi sebagai pelayan terhadap nash.
c) Tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan amanat (
tugas-tugas keagamaan ) telah jelas bahwa kemadharatan
meninggalkan amanat, lebih besar daripada pelaksanaan sesuatu
perbuatan atas dasar saddu dzariah.

2.5 SYAR’U MAN QABLANA / TAQADDAMA


1. Pengertian
Ada pengertian yang menjelaskan tentang syar’u man qablana, yaitu: 3
‫"الشرع" في اإلصطالح ما سنَّه هللا لعباده من الدين وأمرهم باتِّباعه‬
‫"من قبلنا" هم األنبياء المرسلون قبل نبيِّنا الى األمم السابقة‬

ِّ ‫"فشرع من قبلنا" هو ما جاء به الرسل من الشراءع الى االمم التي أرسلوا إليها قبل مبعث النبي‬
2. Kedudukan syar’u man qablana
Sesungguhnya syariat samawi pada asalnya adalah satu, sesuai firman
Allah :

ۖ ‫س ٰى‬ َ ‫س ٰى َو ِّعي‬
َ ‫ِّيم َو ُمو‬ َ ‫ص ْينَا ِّب ِّه ِّإب َْراه‬ َّ ‫ص ٰى ِّب ِّه نُو ًحا َوالَّذِّي أ َ ْو َح ْينَا ِّإ َليْكَ َو َما َو‬ ِّ ‫ع لَ ُك ْم ِّمنَ الد‬
َّ ‫ِّين َما َو‬ َ ‫ش ََر‬
َّ ۚ ‫أ َ ْن أ َ ِّقي ُموا الدِّينَ َو َال تَتَفَ َّرقُوا ِّفي ِّه ۚ َكب َُر َعلَى ْال ُم ْش ِّركِّينَ َما تَدْعُو ُه ْم ِّإلَ ْي ِّه‬
‫َّللاُ َيجْ ت َ ِّبي ِّإلَ ْي ِّه َم ْن َيشَا ُء َو َي ْهدِّي‬
13 ‫ الشعراء‬: ُ‫ِّإلَ ْي ِّه َم ْن يُنِّيب‬

3
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.26, hlm.17

13
Oleh karena itu terdapat penghapusan terhadap sebagian hukum umat-
umat yang sebelum kita (umat Islam) dengan datangnya syari’at islamiyah
dan sebagian lagi hukum umat yang terdahulu tetap berlaku, seperti
qishash.

3. Macam-macam dan kehujjahan Syar’u man qablana4


Syariat atau hukum yang berlaku dalam agama samawi yang
diturunkan Allah swt kepada para nabi sebelum Nabi Muhammad saw.
sering pula diceritakan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah kepada umat Islam.
Cerita tersebut dibedakan dalam tiga bentuk yang masing-masing
mempunyai konsekuensi yang berbeda bagi umat Islam:
a. Disertai petunjuk tetap diakuinya dan lestarinya dalam syariat Islam.
b. Disertai petunjuk tentang sudah dinasakhkannnya / dihapus dalam
syariat Islam
c. Tidak disertai petunjuk tentang nasakh atau lestarinya. Untuk ini ada
dua pendapat:
Pendapat pertama, bila hukum yang diterangkan Allah dan Rasulnya
bagi umat terdahulu tidak ada nash yang menunjukan bahwa hal itu
diwajibkan bagi kita sebagai mana diwajibkan juga bagi mereka, atau tidak
ada nash bahwa hukum itu telah dihapuskan.
Pendapat kedua menyatakan bahwa syariat sebelum Islam tidak
menjadi syariat bagi Rasulullah saw. dan umatnya.
Dengan perbedaan pendapat di atas, maka ada hal yang disepakati
ulama:
1. Hukum-hukum syara’ yang ditetapkan bagi umat sebelum kita,
tidaklah dianggap ada tanpa melalui sumber-sumber hukum Islam,
karena dikalangan umat Islam nilai sesuatu hukum didasarkan
kepada sumber-sumber hukum Islam.
2. Segala sesuatu hukum yang dihapuskan dengan syariat Islam,
otomatis hukum tersebut tidak bisa berlaku lagi bagi kita.
Demikian juga hukum-hukum yang dikhususkan bagi umat
tertentu, tidak berlaku bagi umat Islam, seperti keharaman
beberapa makanan, misalnya daging bagi Bani Israil.
3. Segala yang ditetapkan dengan nash yang dihargai oleh Islam
seperti juga ditetapkan oleh agama samawi yang telah lalu, tetap

4
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.26, hlm.17

14
berlaku bagi umat Islam, karena ketetapan nash Islam itu tadi
bukan karena ditetapkannya bagi umat yang telah lalu
4. Sandaran syariat Nabi saw. sebelum diutus untuk ini Abdul Hamid
Hakim mengutip perkataan Imam Al-Syaukani, yang menyebutkan
bahwa terdapat beberapa pendapat :
a. Bahwa Rasulullah saw. beribadah dengan syariat Nabi Adam
as. karena syariat itu merupakan syariat yang pertama.
b. Bahwa Rasulullah saw. bersyariat kepada syariat Nabi Nuh as.
c. Bahwa Rasulullah saw. bersyariat kepada syariatnya nabi
Ibrahim as.
d. Ada pula yang menyatakan Rasulullah beribadah dengan
syariat Nabi Musa as.
e. Dan yang menyatakan Rasulullah bersyariat kepada syariat Isa
as. karena Nabi yang paling dekat dengan Rasulullah saw.
f. Bahkan ada yang berpendapat, bahwa Rasulullah saw. sebelum
diutus tidak beribadah atas syariat, menurutnya, karena
kalaulah berada pada satu agama tentu Nabi menjelaskannya
dan tidak menyembunyikannya

15
2.6 ISTIDLAL ‘AL-ILHAM
1. Pengertian
Secara bahasa ilham artinya ‫ = إيقاع شيء في القلب‬menghadirkan sesuatu
dalam hati.5
Secara istilah menurut ulama Fiqih antara lain6:
‫ وهو نوع من الوحي‬.‫واإللهام أن يلقي هللا في النفس أمرا يبعث على الفعل أو الترك‬
‫يخص هللا به من يشاء من عباده‬
Artinya: Ilham adalah sesuatu yang di tuangkan oleh Allah ke dalam
hati berupa ilmu yang mendorong untuk beramal atau meninggalkan. Ilham
merupakan bagian dari wahyu.
Sedangkan menurut ulama Ushul Fiqih7:
‫يخص به هللا بعض أصفيائه‬
ُّ ‫إيقاء شيء في القلب يطمئن له الصدر‬
Artinya: Ilham adalah sesuatu yang di tuangkan ke dalam hati sehingga
hati merasa tenang. Dan Allah memberinya khusus kepada kekasihnya
2. Macam-macam dan Kehujahan Ilham
Sebagian kalangan Sufi berpendapat bahwa Ilham dapat di jadikan
hujah dalam menentukan hukum, karena itu boleh beramal dengannya.
Mereka beralasan dengan firman Allah Swt dalam QS. al-Syams: 8
‫ورهَا َوتَ ْق َواهَا‬ َ ‫فَأ َ ْل َه َم َها فُ ُج‬
8
Akan tetapi, jumhur ulama ushul fiqih berkata bahwa ilham tidak bisa
dijadikan hujah dalam menentukan hukum syara’ dan tidak boleh beramal
dengan berdasar kepada ilham karena yang ada di dalam hati itu
adakalanya dari Allah seperti yang tertuang pada ayat Al-Syamsu: 8, dan
juga ada dari syaitan seperti pada QS. Al-An'am: 121.
‫اطينَ لَيُوحُونَ إِّلَ ٰى أَ ْو ِّليَائِّ ِّه ْم‬ ِّ َ‫شي‬ َّ ‫َو َال ت َأ ْ ُكلُوا ِّم َّما لَ ْم يُذْك َِّر ا ْس ُم‬
ٌ ‫َّللاِّ َعلَ ْي ِّه َوإِّنَّهُ لَ ِّفس‬
َّ ‫ْق ۗ َوإِّ َّن ال‬
َ‫ط ْعت ُ ُمو ُه ْم إِّنَّ ُك ْم لَ ُم ْش ِّر ُكون‬َ َ ‫ِّليُ َجا ِّدلُو ُك ْم ۖ َوإِّ ْن أ‬
Dan pula kadang yang ada dalam hati itu dari Al-Nafs/jiwa seperti
firman Allah dalam QS. Qaf: 16.
‫ب إ ِّ ل َ ي ْ هِّ ِّم ْن‬ ُ ‫س ب ِّ هِّ ن َ ف ْ س ُ ه ُ ۖ َو ن َ ْح ُن أ َ ق ْ َر‬
ُ ‫اإلِّ ن ْ س َ ا َن َو ن َ ع ْ ل َ م ُ َم ا ت ُ َو سْ ِّو‬ ْ ‫َو ل َ ق َ د ْ َخ ل َ ق ْ ن َا‬
ِّ‫َح ب ْ ِّل ال ْ َو ِّر ي د‬
Para ahli ushul fiqih berpendapat ilham yang datang dari Allah dapat
menjadi hujah, sedangkan yang datang dari Syaitan dan jiwa tidak bisa
dijadikan hujah. Kehujahan Ilham itu menurut mereka hanyalah
5
Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Ghoyah al-Wushul, Al-Haramain, hlm.141
6
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.6, hlm.188
7
ibid
8
ibid

16
kemungkinan atau dugaan semata. Dan hakekatnya tidak mungkin
seseorang dapat membedakan di antara macam-macam Ilham tersebut
kecuali setelah melalui penelitian, pengkajian dan mencari petunjuk dalil
dari Al-Qur‟an dan AlSunnah.
Sedangkan jika beristidlal / mencari petunjuk dalil dari Al-Qur‟an dan
Al-Sunnah, itu disebut Ijtihad bukan disebut Ilham.

2.7 'URF
1. Pengertian ‘Urf
Secara etimologi ‘urf berarti sesuatu yang dipandang baik, yang dapat
diterima akal sehat. Menurut kebanyakan ulama, ’urf juga dinamakan adat.
Sebab perkara yang telah dikenal, berulang kali dilakukan manusia.
Imam al-Zuhaili mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘urf
adalah:9
‫ وقد يكون معتبرا شرعا أو غير معتبر‬.‫ما إعتاده الناس وساروا عليه من قول أو فعل أو ترك‬
Yakni sesuatu yang telah menjadi kebiasaan sekelompok manusia
dapat berupa ucapan, perbuatan atau sesuatu yang ditinggalkan. Terkadang
‘urf dapat dijadikan sebagai ketetapan syara’ atau tidak.
Imam al-Zuhaili dalam kitabnya al-fiqh al-islam menyebutkan empat
macam ‘urf. Tetapi hanya satu yang secara syara’ dianggap dapat
menetapkan suatu hukum apabila tidak bertentangan dengan syara’.

2. Macam-macam ‘Urf10
Urf dilihat dari obyeknya, dari cakupannya dan dari keabsahannya.
A. Dari sisi obyeknya, Urf dapat dibagi pada dua macam, yaitu:
a) Al-Urf al-Lafdhi yakni kebiasaan masyarakat dalam
mempergunakan lafaz atau ungkapan tertentu. Apabila
dalam memahami ungkapan perkataan diperlukan arti lain,
maka itu bukanlah 'urf.
b) Al-Urf al-Amali yakni kebiasaan masyarakat yang
berkaitan dengan perbuatan.
B. Dari sisi cakupannya, Urf terbagi kepada dua bagian, yaitu:
a) Al-‘Urf al-Aam yaitu kebiasaan tertentu yang berlaku secara
luas di seluruh masyarakat dan di seluruh daerah.

9
Al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.7, hlm.5164
10
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.30, hlm.54

17
b) Al-‘Urf al-Khash yaitu kebiasaan yang berlaku di daerah
dan masyarakat tertentu.

C. Dari sisi keabsahannya dalam pandangan syara’, ‘urf dapat dibagi


menjadi dua bagian yaitu11:
a) Al-Urf al-Shahih adalah kebiasaan yang tidak bertentangan
dengan dalil syara’. Dalam artian lain tiada menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal, juga tidak membatalkan
yang wajib.
b) Al-Urf al-Fasid, yaitu kebiasaan yang berlawanan dengan
ketentuan syari’at karena membawa kepada menghalalkan yang
haram atau membatalkan yang wajib.
3. Syarat ‘Urf12
Telah disebutkan sebelumnya bahwasanya ‘urf dapat digunakan
sebagai penetapan hukum syariat apabila ‘urf tersebut telah memenuhi
syarat-syarat yang telah di sepakati mujtahid. Imam al-Zuhaily
menyebutkan syarat-syarat ‘urf yang dapat digunakan sebagai penetapan
hukum syara’:
1) ‘Urf tidak bertentangan dengan nash yang qath’i. Oleh karena
itu tidak dibenarkan sesuatu yang telah menjadi biasa yang
bertentangan dengan nash yang qath’i.
2) ‘Urf harus umum berlaku pada semua peristiwa atau sudah
umum berlaku.
3) ‘Urf harus berlaku selamanya. Maka tidak dibenarkan ‘urf
yang datang kemudian. Oleh karena itu, orang yang berwakaf
harus dibawakan kepada ‘urf pada waktu mewakafkan,
meskipun bertentangan dengan ‘urf yang datang kemudian.
4) Tidak ada dalil yang khusus untuk kasus tersebut dalam qur’an
atau hadits.
5) Pemakaiannya tidak mengakibatkan dikesampingkannya nash
syari’ah dan tidak mengakibatkan kemadaratan juga
kesempitan

11
Al-Maktabah al-Syamilah, Al-Mausu’ah al-fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, vol.30, hlm.56
12
Al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.7, hlm.5165

18
4. Kehujahan ‘Urf
Ulama ushul fiqih sendiri terjadi perbedaan pendapat mengenai
penggunaan ‘urf sebagai hujah.
1) Golongan Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa 'urf
adalah hujah untuk menetapkan hukum. Mereka beralasan
firman Allah
2) Golongan Syafi’iyyah dan Hanbaliyah, keduanya tidak
menganggap urf sebagai hujah atau dalil hukum syar’i. Mereka
beralasan, ketika ayat-ayat al-qur’an turun, banyak sekali ayat
yang mengukuhkan kebiasaan yang terdapat di tengah-tengah
masyarakat.

Apabila kita perhatikan penggunaan 'Urf ini, bukanlah dalil


yang berdiri sendiri, tetapi erat kaitannya dengan al-mashlahah al-
mursalah, bedanya kemaslahatan dalam urf ini telah berlaku sejak
lama sampai sekarang, sedangkan dalam al-mashlahah al-mursalah
kemashlahatan itu bisa terjadi pada hal-hal yang sudah biasa berlaku
dan mungkin pula pada hal-hal yang belum biasa berlaku, bahkan pada
hal-hal yang akan diberlakukan.

5. Qaidah Fiqhiyah dari ‘Urf


Para ulama ushul fiqih merumuskan kaidah-kaidah fiqih yang
berkaitan dengan urf, di antaranya:
a. ‫العادة محكمة‬
Adat kebiasaan itu bisa menjadi hukum
b. ‫ال ينكر تغيُّر األحكام بتغيُّر األزمنة واألمكنة‬
Tidak diingkari perubahan hukum disebabkan perubahan zaman dan
tempat

c. ً ‫المعروف عرفا ً كالمشروط شرطا‬


ُ
Yang baik itu menjadi ‘urf sebagaimana yang disyaratkan itu
menjadi syarat

d. ً ‫الثابتُ عرفا كالثابت نصا‬


Yang ditetapkan dengan urf sama dengan yang ditetapkan dengan
nash.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Istishab adalah melanjutkan berlakunya hukum yang sudah ada dan sudah
ditetapkan ketetapan hukumnya, lantaran sesuatu dalil sampai ditemukan dalil lain
yang mengubah ketentuan hukum tersebut.
 Maslahah al mursalah adalah suatu perbuatan yang mengandung nilai baik
atau bermanfaat.
 Istihsan itu adalah berpindah dari suatu hukum yang sudah diberikan, kepada
hukum lain yang sebandingnya karena ada suatu sebab yang dipandang lebih
kuat.
 dzariah adalah washilah yang menyampaikan kepada tujuan, atau jalan untuk
sampai kepada yang diharamkam atau yang dihalalkan.
 Syar’u man qablana adalah syari’at sebelum kita yaitu syari’at hukum dan ajaran-
ajaran yang berlaku pada para nabi ‘alaihin ash –shalat wa-salam sebelum nabi
Muhammad SAW
 Dilalah al-ilham adalah menghadirkan sesuatu dalam hati
 ‘urf berarti sesuatu yang dipandang baik, yang dapat diterima akal sehat. Menurut
kebanyakan ulama, ’urf juga dinamakan adat. Sebab perkara yang telah dikenal,
berulang kali dilakukan manusia

20
DAFTAR PUSTAKA

al-Anshori , Abu Yahya Zakariya. Ghoyah al-Wushul. Al-Haramain,


al-Kuwaitiyyah, Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah. Al-Maktabah al-Syamilah, vol.26
al-Anshori, Abu Yahya Zakariya. Ghoyah al-Wushul, Al-Haramain
al-Kuwaitiyyah, Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah. Al-Maktabah al-Syamilah, vol.6
Al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh. Al-Maktabah al-Syamilah, vol.7
al-Kuwaitiyyah, Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah. Al-Maktabah al-Syamilah, vol.30
Al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh. Al-Maktabah al-Syamilah, vol.7
Rosidin, Dedeng. Modul ushul fiqiya.Bandung, universitas pendidikan Indonesia
Tafsir web.com

21

Anda mungkin juga menyukai