Makalah ini di tulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Studi Islam
Dosen Pengampu :
Oleh :
KELAS D
HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2019
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Esa, kami panjatkan puja dan
puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah selesai kami susun dengan bantuan pertolongan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, kami terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca, sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah dan
dapat menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir kata kami meminta semoga makalah kami ini dapat memberi manfaat
ataupun pengetahuan pada pembaca.
2
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 3
BAB I ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 5
BAB II....................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 6
2.1 ISTISHAB................................................................................................................. 7
2.2 MASHLAHAH MURSALAH .................................................................................. 8
2.3 ISTIHSAN .............................................................................................................. 10
2.4 SADD AL-DZARA’I.............................................................................................. 11
2.5 SYAR’U MAN QABLANA / TAQADDAMA ...................................................... 13
2.6 ISTIDLAL ‘AL-ILHAM......................................................................................... 16
2.7 'URF ........................................................................................................................ 17
BAB III ................................................................................................................................... 20
PENUTUP .............................................................................................................................. 20
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
sama dengan fungsi agama, walaupun keduanya merupakan komponen hidayah Allah
yang melengkapi makhluk manusia.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Abstrak
Pembahasan mengenai istishab, maslahah al-mursalah, istihsan, sadd al-
dzara’i, syar’u man qoblana/taqoddama, dilalah al-ilham dan ‘urf merupakan
pembahasan ke-lima dengan nama Istidlal dalam kitab klasik “Ghoyah al-
Wushul” karya Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshori ‘ulama bermadzhab
Syafi’iy pada abad ke-7H.
Secara bahasa kata اإلستداللberasal dari kata إستدلIstadalla yang artinya:
minta petunjuk, memperoleh dalil, menarik kesimpulan. Syaikh Zakariya al-
Anshori dalam kitabnya mengungkapkan bahwa istidlal adalah mencari dalil
yang tidak ada pada nash Alquran dan al-Sunnah, tidak ada pada Ijma dan
tidak ada pada Qiyas(yang bersifat syar’i)1.
وهو دليل ليس بنص (من كتاب أو سنة) وال إجماع وال قياس شرعي
القياس الشرعي = مأمور به كما تقدم
1
Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Ghoyah al-Wushul, Al-Haramain, hlm.137
6
2.1 ISTISHAB
1. Pengertian
Kata Istishab berasal dari kata suhbah artinya 'menemani' atau
'menyertai', atau al-mushahabah: menemani, juga istimrar al-suhbah; terus
menemani. Dalam bahasa arabnya:
إستصحبتُ ما كان في الماضي
2. Macam-macam Istishab
a. Istishab Al-Bara'ah al-Ashliyah. Istishab ini adalah terlepas dari
tanggung jawab atau terlepas dari suatu hukum, sehingga ada dalil yang
menunjukan.
b. Istishab yang ditunjukkan oleh al-syar'u atau al-aqlu. Yaitu sifat yang
melekat pada suatu hukum, sampai ditetapkannya hukum yang berbeda
dengan hukum itu.
c. Istishab al-Hukmi / Dalil umum. Yaitu sesuatu yang telah ditetapkan
dengan hukum mubah atau haram, maka hukum itu terus berlangsung
sampai ada dalil yang mengharamkan yang asalnya mubah atau
membolehkan yang asalnya haram. Dengan kata lain sampai adanya
dalil yang mengkhususkan atau yang membatalkannya. Dan asal dalam
sesuatu (mu'amalah) adalah kebolehan.
األصل في األشياء اإلباحة
2
Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Ghoyah al-Wushul, Al-Haramain, hlm.137
7
3. Kehujahan Istishab
Mayoritas pengikut Maliki, Syafi'i, Ahmad dan sebagian ulama Hanafi
menyatakan bahwa istishab dapat jadi hujjah, selama tidak ada dalil yang
merubah. Dan sebagian besar dari ulama muta’ahirin juga demikian.
Sementara segolongan dari ulama Mutakallimin, seperti 'Hasan al-
Basri', menyatakan bahwa istishab tidak bisa jadi hujah, karena untuk
menetapkan hukum yang lama dan sekarang harus berdasarkan dalil.
8
3. Macam-macam Mashlahah
a. Dilihat dari sumbernya
a) Kemashlahatan yang ditegaskan oleh al-Qur’an dan al-Sunnah, yang
disebut juga dengan mashlahah mu’tabarah. Kemashlahatan ini
diakui oleh para ulama, misalnya hifd al-mal, hifd al-nafs, hifd al-
nasal, hifd al-aqli.
b) Kemashlahatan yang bertentangan dengan nash yang qath’iy.
Kebanyakan ulama menolak kemaslahatan yang bertentangan dengan
nash yang qath’iy ini.
c) Kemaslahatan yang tidak dinyatakan oleh syara’ dan tidak ada dalil
yang menolaknya. Maka inilah yang dimaksud dengan mashlahah
mursalah.
b. Dilihat dari kepentingannya
a) Mashlahah Dharuriyah, yaitu kemashlahatan yang apabila
ditinggalkan akan menimbulkan kemadharatan dan kerusakan, karena
itu mashlahah ini mesti ada terwujud. Ini kembali kepada maqashid
al-syariah yang lima; memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta.
b) Maslahah Hajiyah, yaitu semua bentuk perbuatan dan tindakan yang
tidak terkait dengan dasar (mashlahah dharuriyah), yang dibutuhkan
juga oleh masyarakat tetap terwujud, dapat menghindarkan kesulitan
dan menghilangkan kesempitan.
c) Mashlahah Tahsiniyah, yaitu mempergunakan semua yang layak dan
pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan tercakup
pada bagian mahasinul akhlak.
4. Kehujahan mashlahah mursalah
Abdul Hamid Hakim menyebutkan bahwa syara' memperhatikan
kemashlahatan secara umum, dengan berdasar pada firman Allah swt. QS.
Yunus 57-58:
يا ايها الناس قد جاءكم موعضة من ربكم وشفاء لما في الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين
قل بفضل هللا وبرحمته فبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون
9
-Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaknya dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang
mereka kumpulkan.”
Ayat tersebut memberi isyarat dari lafaz yang ditunjukannya, yaitu lafadz:
1. موعضة
2. وشفاء لما في الصدور
3. وهدى ورحمة
4. بفضل هللا برحمته
5. فليفرحوا
6. خير مما يجمعون
Untuk itu Ibnu Taimiyah berkata:
اذا اشكل على الناظر حكم الشيء اهو حرام او مباح فلينظر الى مصلحته ومفسدته
2.3 ISTIHSAN
1. Pengertian
Dilihat dari asal Bahasa, istihsan berasal dari kataيستحسن استحسانا استحسن
artinya: mencari kebaikan.
Secara istilah Istihsan menurut ahli Ushul Fiqih adalah :
)االستحسان هو العدول بالمسالة عن حكم نضاءرها الى حكم اخر لوجه اقوى منه (الكرخى الحنفي
Istihsan itu adalah berpindah dari suatu hukum yang sudah diberikan,
kepada hukum lain yang sebandingnya karena ada suatu sebab yang
dipandang lebih kuat.
2. Macam-macam Istihsan
a. Mengutamakan qiyas khafi (yang samar) dari pada qiyas jaliy (yang
jelas) berdasarkan dalil
b. Mengecualikan hukum juz’iy (sebagian atau khusus) dari pada hukum
kulliy (umum)
3. Kehujahan Istihsan
10
Menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah dan sebagian ulama Hambaliah,
istihsan merupakan dalil yang kuat dalam penetapan hukum. Golongan
Hanafiyah sangat mengagungkan Istihsan, Hambali dan Maliki juga
memakainya, tetapi masih membatasinya, sebab bukanlah sumber yang
berdiri sendiri.
Sedangkan Imam Syafi‟i menentang Istihsan karena akan membuka
pintu untuk menetapkan hukum sesuai dengan kehendaknya. Beliau
berkata: “man istahsana faqad syarra'a”.
Imam Zakariya al-Anshori menegaskan:
المختار أن اإلستحسان ليس دليال
11
ِّ َح ْس ُم مادة وساءل الفساد دفعا ً له او سدُّ الطري
ِّ ق التي ت ُ َو
صل المرأ إلى الفساد
2. Macam-macam Dzariah
a. Pada dasarnya yang menjadi dzariah adalah semua perbuatan ditinjau
dari segi akibatnya yang dapat dibagi pada empat macam:
b. Dzariah yang akibatnya menimbulkan kerusakan atau bahaya secara
pasti.
ما يكون أدا ُءه الى الفساد قطعيا
c. Dzariah yang jarang berakibat kerusakan atau bahaya.
ً ما يكون أدا ُءه الى المفسدة نادرا
b. Sunah Rasulullah
حدثنا احمد بن يونس حدثنا ابراهيم بن سعد عن ابيه عن امه عن حميد بن عبد الرحمن عن
عبد هللا بن عمرو رضي هللا عنهما قال صلعم إن من أكبر الكباءرأن يلعن الرجل والديه ان
يلعن الرجل والديه قيل يا رسول هللا وكيف يلعن الرجل والديه؟ قال يسب الرجل ابا الرجل
فيسب اباه ويسب امه متفق عليه
c. Pandangan Para Imam
12
Pada dasarnya para fuqaha memakai dasar ini, jika merupakan satu-
satunya washilah kepada ghayah/tujuan. Imam Malik dan Imam Ahmad
banyak berpegang pada dzari’ah, sedang Imam Syafi‟i dan Abu
Hanifah tidak seperti mereka, walaupun mereka tidak menolak dzariah
secara keseluruhan dan tidak mengakuinya sebagai dalil yang berdiri
sendiri. Menurut Syafi‟i, dzariah masuk ke dalam qiyas, dan menurut
Abu Hanifah dzariah masuk kedalam Istihsan. Ada ulama ushul yang
menyebutkan:
a) Sadd al-dzara’i digunakan apabila menjadi cara untuk
menghindarkan dari mafsadat yang telah dinashkan dan tertentu.
b) Fathhu dzara‟i digunakan apabila menjadi cara atau jalan untuk
sampai kepada maslahat yang dinashkan. Karena maslahat dan
mafsadat yang dinashkan adalah qath‟i, maka dzariah dalam hal ini
berfungsi sebagai pelayan terhadap nash.
c) Tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan amanat (
tugas-tugas keagamaan ) telah jelas bahwa kemadharatan
meninggalkan amanat, lebih besar daripada pelaksanaan sesuatu
perbuatan atas dasar saddu dzariah.
ِّ "فشرع من قبلنا" هو ما جاء به الرسل من الشراءع الى االمم التي أرسلوا إليها قبل مبعث النبي
2. Kedudukan syar’u man qablana
Sesungguhnya syariat samawi pada asalnya adalah satu, sesuai firman
Allah :
ۖ س ٰى َ س ٰى َو ِّعي
َ ِّيم َو ُمو َ ص ْينَا ِّب ِّه ِّإب َْراه َّ ص ٰى ِّب ِّه نُو ًحا َوالَّذِّي أ َ ْو َح ْينَا ِّإ َليْكَ َو َما َو ِّ ع لَ ُك ْم ِّمنَ الد
َّ ِّين َما َو َ ش ََر
َّ ۚ أ َ ْن أ َ ِّقي ُموا الدِّينَ َو َال تَتَفَ َّرقُوا ِّفي ِّه ۚ َكب َُر َعلَى ْال ُم ْش ِّركِّينَ َما تَدْعُو ُه ْم ِّإلَ ْي ِّه
َّللاُ َيجْ ت َ ِّبي ِّإلَ ْي ِّه َم ْن َيشَا ُء َو َي ْهدِّي
13 الشعراء: ُِّإلَ ْي ِّه َم ْن يُنِّيب
3
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.26, hlm.17
13
Oleh karena itu terdapat penghapusan terhadap sebagian hukum umat-
umat yang sebelum kita (umat Islam) dengan datangnya syari’at islamiyah
dan sebagian lagi hukum umat yang terdahulu tetap berlaku, seperti
qishash.
4
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.26, hlm.17
14
berlaku bagi umat Islam, karena ketetapan nash Islam itu tadi
bukan karena ditetapkannya bagi umat yang telah lalu
4. Sandaran syariat Nabi saw. sebelum diutus untuk ini Abdul Hamid
Hakim mengutip perkataan Imam Al-Syaukani, yang menyebutkan
bahwa terdapat beberapa pendapat :
a. Bahwa Rasulullah saw. beribadah dengan syariat Nabi Adam
as. karena syariat itu merupakan syariat yang pertama.
b. Bahwa Rasulullah saw. bersyariat kepada syariat Nabi Nuh as.
c. Bahwa Rasulullah saw. bersyariat kepada syariatnya nabi
Ibrahim as.
d. Ada pula yang menyatakan Rasulullah beribadah dengan
syariat Nabi Musa as.
e. Dan yang menyatakan Rasulullah bersyariat kepada syariat Isa
as. karena Nabi yang paling dekat dengan Rasulullah saw.
f. Bahkan ada yang berpendapat, bahwa Rasulullah saw. sebelum
diutus tidak beribadah atas syariat, menurutnya, karena
kalaulah berada pada satu agama tentu Nabi menjelaskannya
dan tidak menyembunyikannya
15
2.6 ISTIDLAL ‘AL-ILHAM
1. Pengertian
Secara bahasa ilham artinya = إيقاع شيء في القلبmenghadirkan sesuatu
dalam hati.5
Secara istilah menurut ulama Fiqih antara lain6:
وهو نوع من الوحي.واإللهام أن يلقي هللا في النفس أمرا يبعث على الفعل أو الترك
يخص هللا به من يشاء من عباده
Artinya: Ilham adalah sesuatu yang di tuangkan oleh Allah ke dalam
hati berupa ilmu yang mendorong untuk beramal atau meninggalkan. Ilham
merupakan bagian dari wahyu.
Sedangkan menurut ulama Ushul Fiqih7:
يخص به هللا بعض أصفيائه
ُّ إيقاء شيء في القلب يطمئن له الصدر
Artinya: Ilham adalah sesuatu yang di tuangkan ke dalam hati sehingga
hati merasa tenang. Dan Allah memberinya khusus kepada kekasihnya
2. Macam-macam dan Kehujahan Ilham
Sebagian kalangan Sufi berpendapat bahwa Ilham dapat di jadikan
hujah dalam menentukan hukum, karena itu boleh beramal dengannya.
Mereka beralasan dengan firman Allah Swt dalam QS. al-Syams: 8
ورهَا َوتَ ْق َواهَا َ فَأ َ ْل َه َم َها فُ ُج
8
Akan tetapi, jumhur ulama ushul fiqih berkata bahwa ilham tidak bisa
dijadikan hujah dalam menentukan hukum syara’ dan tidak boleh beramal
dengan berdasar kepada ilham karena yang ada di dalam hati itu
adakalanya dari Allah seperti yang tertuang pada ayat Al-Syamsu: 8, dan
juga ada dari syaitan seperti pada QS. Al-An'am: 121.
اطينَ لَيُوحُونَ إِّلَ ٰى أَ ْو ِّليَائِّ ِّه ْم ِّ َشي َّ َو َال ت َأ ْ ُكلُوا ِّم َّما لَ ْم يُذْك َِّر ا ْس ُم
ٌ َّللاِّ َعلَ ْي ِّه َوإِّنَّهُ لَ ِّفس
َّ ْق ۗ َوإِّ َّن ال
َط ْعت ُ ُمو ُه ْم إِّنَّ ُك ْم لَ ُم ْش ِّر ُكونَ َ ِّليُ َجا ِّدلُو ُك ْم ۖ َوإِّ ْن أ
Dan pula kadang yang ada dalam hati itu dari Al-Nafs/jiwa seperti
firman Allah dalam QS. Qaf: 16.
ب إ ِّ ل َ ي ْ هِّ ِّم ْن ُ س ب ِّ هِّ ن َ ف ْ س ُ ه ُ ۖ َو ن َ ْح ُن أ َ ق ْ َر
ُ اإلِّ ن ْ س َ ا َن َو ن َ ع ْ ل َ م ُ َم ا ت ُ َو سْ ِّو ْ َو ل َ ق َ د ْ َخ ل َ ق ْ ن َا
َِّح ب ْ ِّل ال ْ َو ِّر ي د
Para ahli ushul fiqih berpendapat ilham yang datang dari Allah dapat
menjadi hujah, sedangkan yang datang dari Syaitan dan jiwa tidak bisa
dijadikan hujah. Kehujahan Ilham itu menurut mereka hanyalah
5
Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Ghoyah al-Wushul, Al-Haramain, hlm.141
6
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.6, hlm.188
7
ibid
8
ibid
16
kemungkinan atau dugaan semata. Dan hakekatnya tidak mungkin
seseorang dapat membedakan di antara macam-macam Ilham tersebut
kecuali setelah melalui penelitian, pengkajian dan mencari petunjuk dalil
dari Al-Qur‟an dan AlSunnah.
Sedangkan jika beristidlal / mencari petunjuk dalil dari Al-Qur‟an dan
Al-Sunnah, itu disebut Ijtihad bukan disebut Ilham.
2.7 'URF
1. Pengertian ‘Urf
Secara etimologi ‘urf berarti sesuatu yang dipandang baik, yang dapat
diterima akal sehat. Menurut kebanyakan ulama, ’urf juga dinamakan adat.
Sebab perkara yang telah dikenal, berulang kali dilakukan manusia.
Imam al-Zuhaili mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘urf
adalah:9
وقد يكون معتبرا شرعا أو غير معتبر.ما إعتاده الناس وساروا عليه من قول أو فعل أو ترك
Yakni sesuatu yang telah menjadi kebiasaan sekelompok manusia
dapat berupa ucapan, perbuatan atau sesuatu yang ditinggalkan. Terkadang
‘urf dapat dijadikan sebagai ketetapan syara’ atau tidak.
Imam al-Zuhaili dalam kitabnya al-fiqh al-islam menyebutkan empat
macam ‘urf. Tetapi hanya satu yang secara syara’ dianggap dapat
menetapkan suatu hukum apabila tidak bertentangan dengan syara’.
2. Macam-macam ‘Urf10
Urf dilihat dari obyeknya, dari cakupannya dan dari keabsahannya.
A. Dari sisi obyeknya, Urf dapat dibagi pada dua macam, yaitu:
a) Al-Urf al-Lafdhi yakni kebiasaan masyarakat dalam
mempergunakan lafaz atau ungkapan tertentu. Apabila
dalam memahami ungkapan perkataan diperlukan arti lain,
maka itu bukanlah 'urf.
b) Al-Urf al-Amali yakni kebiasaan masyarakat yang
berkaitan dengan perbuatan.
B. Dari sisi cakupannya, Urf terbagi kepada dua bagian, yaitu:
a) Al-‘Urf al-Aam yaitu kebiasaan tertentu yang berlaku secara
luas di seluruh masyarakat dan di seluruh daerah.
9
Al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.7, hlm.5164
10
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.30, hlm.54
17
b) Al-‘Urf al-Khash yaitu kebiasaan yang berlaku di daerah
dan masyarakat tertentu.
11
Al-Maktabah al-Syamilah, Al-Mausu’ah al-fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, vol.30, hlm.56
12
Al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh, Al-Maktabah al-Syamilah, vol.7, hlm.5165
18
4. Kehujahan ‘Urf
Ulama ushul fiqih sendiri terjadi perbedaan pendapat mengenai
penggunaan ‘urf sebagai hujah.
1) Golongan Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa 'urf
adalah hujah untuk menetapkan hukum. Mereka beralasan
firman Allah
2) Golongan Syafi’iyyah dan Hanbaliyah, keduanya tidak
menganggap urf sebagai hujah atau dalil hukum syar’i. Mereka
beralasan, ketika ayat-ayat al-qur’an turun, banyak sekali ayat
yang mengukuhkan kebiasaan yang terdapat di tengah-tengah
masyarakat.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istishab adalah melanjutkan berlakunya hukum yang sudah ada dan sudah
ditetapkan ketetapan hukumnya, lantaran sesuatu dalil sampai ditemukan dalil lain
yang mengubah ketentuan hukum tersebut.
Maslahah al mursalah adalah suatu perbuatan yang mengandung nilai baik
atau bermanfaat.
Istihsan itu adalah berpindah dari suatu hukum yang sudah diberikan, kepada
hukum lain yang sebandingnya karena ada suatu sebab yang dipandang lebih
kuat.
dzariah adalah washilah yang menyampaikan kepada tujuan, atau jalan untuk
sampai kepada yang diharamkam atau yang dihalalkan.
Syar’u man qablana adalah syari’at sebelum kita yaitu syari’at hukum dan ajaran-
ajaran yang berlaku pada para nabi ‘alaihin ash –shalat wa-salam sebelum nabi
Muhammad SAW
Dilalah al-ilham adalah menghadirkan sesuatu dalam hati
‘urf berarti sesuatu yang dipandang baik, yang dapat diterima akal sehat. Menurut
kebanyakan ulama, ’urf juga dinamakan adat. Sebab perkara yang telah dikenal,
berulang kali dilakukan manusia
20
DAFTAR PUSTAKA
21