MAKALAH
Oleh Kelompok 9:
Muhammad Syarif Hidayatullah : 210601074
Rizka Hidayatul Hasanah : 210601081
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya. Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Qāidah Dalālah Al-Alfazh ‘Ala Al-Ahkām” ini tepat pada waktunya.
Tak lupa pula kita haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah
Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Kelompok 9
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Manfaat..................................................................................................................2
BAB 2................................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Pengertian Dalālah Al-Alfazh.................................................................................3
B. Pembagian Kaidah Dalālah Al-Alfazh ‘Ala Al-Ahkām...........................................4
BAB 3................................................................................................................................9
PENUTUP.........................................................................................................................9
Kesimpulan....................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber hukum Islam merupakan hal yang paling mendasar dalam
proses penetapan sebuah hukum. Dalam Islam dikenal sumber hukum
utama adalah Al- Quran dan sunnah.1 Sebagai bahasa Al Qur’an, Bahasa
Arab memiliki berbagai macam dialek (lahjah), sehingga tidak sedikit
dijumpai lafazh yang kadang kala bisa memiliki berbagai macam arti.
Dalam Al-Qur’an banyak dijumpai istilah yang biasa dipakai untuk
menunjukkan makna tertentu, seperti lafazh dalalah, mantuq, mafhum dan
lain sebagainya.
Salah satu cara atau metode untuk memahami Naṣ al Qur’an dan al
Sunnah yaitu melalui pemahaman kebahasaan. Bahasa yang digunakan
dalam nash al Qur’an dan al Sunnah sebagai petunjuk (dalālah) adalah
bahasa Arab. Makalah ini secara sederhana akan memberikan gambaran
tentang persoalan kaidah-kaidah tentang penunjukan makna (Dalalah
al-‘Ibarah, al-Isyarah, al-nash dan al-Iqtidha’).
1
Lendy Zelviean Adhari, dkk. “Struktur Konseptual Ushul Fiqh”, (Bandung: Widina
Bhakti Persada, 2021). hlm.20
2
Madi, “Al-Mabāhiṡ Lafẓiyyah: Ibārah Al-Naṣ, Isyārah Al-Naṣ, Al-‘Ām, Al-Khās, Al-
Muṭlaq, Al-Muqayyad”, Tahkim Vol.XIII,No.1,Juni 2017, hlm.127
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dalalah al-alfazh ‘ala al-ahkam?
2. Apa saja pembagian kaidah dalālah al-alfazh ‘ala al-ahkam?
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian dalālah al-alfazh ‘ala al-ahkam
2. Untuk mengetahui macam-macam kaidah dalālah al-alfazh ‘ala al-
ahkam
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Qaidah dalalah al-fazh ala al-ahkam adalah salah satu prinsip dasar
dalam ilmu ushul fiqh yang mengacu pada prinsip bahwa makna kata atau
frasa dalam teks hukum (nash) menentukan hukum syariah yang
terkandung di dalamnya. Dalam konteks ini, "qaidah" berarti aturan atau
prinsip, sedangkan "dalalah" berarti petunjuk atau indikasi, "al-fazh"
berarti kata-kata atau frasa, dan "al-ahkam" merujuk pada hukum-hukum
syariah. Jadi, prinsip qaidah dalalah al-fazh ala al-ahkam dapat diartikan
sebagai aturan bahwa makna kata atau frasa dalam teks hukum
menentukan hukum syariah yang terkandung di dalamnya. 4
3
Yassirly Amrona Rosyada, “Dalalah Lafdzi: Upaya Menemukan Hukum”, Al-Ahkam
Vol. 2, Nomor 2, 2017, hlm.124
4
Syahrul A. M. Saleh, "Metodologi Ijtihad Ushuliyah: Menggagas Ushul Fiqh yang
Berwawasan Global", (Depok: Rajawali Pers, 2015)
3
ushul fiqh menggunakan metodologi yang cermat untuk menentukan
makna kata atau frasa dalam teks hukum, sehingga dapat memahami
hukum syariah dengan benar dan memastikan keputusan hukum yang
diambil sesuai dengan maksud dan tujuan syariat Islam, para ulama
menggunaknnya untuk menafsirkan dan menentukan hukum dari ayat al-
Qur’an.
5
“Dalalah al-ibarah” dalam http://d-scene.blogspot.com/2011/07/dalalah-al-ibarah.html
diakses pada tanggal 14 mei 2023 pada pukul 15:53 wita
4
Dengan kata lain, lafazh itu dipahami apa adanya secara "tersurat". 6
Para ulama ushul fiqih juga mendefinisikan al-‘Ibarah secara
beragam. Namun beberapa defenisi yang dikemukan oleh para ulama,
pada dasarnya al-‘Ibarah merupakan upaya memahami makna dari
lafadz.7
Contoh-contoh yang menunjukkan dalalah al-‘Ibarah diantaranya:
a. QS.Al-Isra’ Ayat 33
َو اَل َتْقُتُل الَّنْفَس اَّلِتى َح َّر َم هللا ِااَّل ِباْلَح ق
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (alasan) yang benar”.
Ayat ini mengungkapkan lafadz dari ibarahnya tertuju
kepada satu hukum, yaitu hukum haram bagi membunuh orang lain
tanpa alasan yang jelas. Ayat ini ddapat kita pahami dari makna
susunan ayat yang melarang untuk melakukan pembunuhan tanpa
alasan yang dibenarkan oleh syari’at Islam.8
b. QS. Al-Baqarah Ayat 275
َو َاَح َّل هللا اْلَبْيَع َو َح َّر َم الِّر َبا
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”
Ayat di atas mempunyai dua pengertian bahwa jual beli
tidak sama dengan riba dan jual beli hukumnya halal. Ciri-ciri
‘ibarah-nya ialah membawa ketentuan definitif (hukum qath’i) dan
Tidak memerlukan dalil pendukung.9
2. al-Isyārah,
Menurut Syekh al-Khudlairy al-Isyārah adalah
اشارةالنص هي داللةعلي مالم يقصد له اللفظ اصال
6
Mawardi, “Mafhum Muwafaqah Dan Implikasinya Terhadap Masalah-Masalah
Furu’iyyah”, hlm. 99
7
H.M. Mawardi Djalaluddin, “Metode Dilalah Al-Alfadz Dalam Hukum Islam”, al-
Daulah Vol. 5, No. 2, Desember 2016, hlm.292
8
“Tingkatan dalalah al-alfazh” di https://www.anekamakalah.com/2012/05/tingkatan-
dalalah-al-alfazh.html diakses pada tanggal 14 mei 2023 pada pukul 15:23 wita
9
Yassirly Amrona Rosyada, “Dalalah Lafdzi: Upaya Menemukan Hukum”…, hlm.130
5
“Isyarat al-nash adalah petunjui nash atau makna yang tidak
dimaksudkan oleh lafaznya menurut makna aslinya”.
Dengan demikian, isyarat al-nash pada dasarnya
Mengandung makna (hukum) tetap yang tidak dimaksudkan baik oleh
makna asli maupun makna taba’iy dalam susunan lafznya, dalam
memahaminya kadang-kadang diperlukan pemikiran sedalam-
dalamnya atau pemikiran yang sederhana mungkin, kebenaran dan
keshasihan makna (hukum) dari Isyarat al-nash ini tidak dapat
diketahui dalam tuntutan syara’. Contoh yang menunjukkan dalalah
al-‘Isyārah ada di QS. An-Nisa: 3 yaitu:
...َفِاْن ِخ ْفُتْم أاَّل َتْع ِد ُلْو ا َفَو ا ِح َدة....
Artinya: “…Maka jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinlah) seorang saja…”.
Ibarat al-nash dalam ayat ini dapat dipahami bahwa tidak
halal bagi seorang laki-laki baik menurut agama maupun peradilan,
untuk menikahi isteri lebih dari satu apabila ia meyakini tidak dapat
berbuat adil di antara isteri-isterinya. Sedangkan dari Isyarat al-nash-
nya dapat dipahami bahwa berbuat adil itu wajib selamanya, baik itu
laki-laki ketika beristeri satu atau ketika berbilang isteri, karena
berbuat aniaya terhadap isteri adalah haram hukumnya.10
3. al-Nāsh,
Dilalah al-Nash ( )داللة النصdidefinisikan oleh al-Syarkhasiy, sebagai
berikut:
ما ثبت بمعنى النظم لغة ال استنباطا بالرأي
“Suatu pemahaman (terhadap suatu lafazh) yang berasal dari kaidah
kebahasaan, bukan didasarkan pada penalaran rasional.”
Dilalah al-Nash ( )داللة النصyang berarti pemahaman tersirat
terhadap suatu lafazh tersurat. Antara makna tersirat dengan makna
tersurat itu memiliki hubungan yang sangat dekat. Oleh karena itu
10
H.M. Mawardi Djalaluddin, “Metode Dilalah Al-Alfadz Dalam Hukum Islam”…,
hlm.294-295
6
hukum yang berlaku bagi makna tersurat juga berlaku terhadap makna
tersirat. Contoh yang menunjukkan dalalah al-Nash sebagai berikut:
...َفاَل َتُقْل َلُهما ُاٍّف َو َال َتْنَهْر ُهَم ا َو ُقْل َلُهَم ا َقْو اًل َك ِر ْيَم ا
Artinya: …“Dan janganlah berkata uff kepada mereka, dan janganlah
membentak meraka. Dan berkatalah kepada mereka dengan
perkataan yang baik”. (QS. Al-Isra: 23)
Memukul orang tua adalah lebih dilarang, dibanding
menyakiti hatinya dengan berkata kasar. Secara eksplisit ayat ini
menjelaskan tentang tidak dibolehkannya mengucapkan “ah” kepada
orang tua. Secara implisit adalah bila ucapan “ah” dilarang maka
memukul dan mencaci lebih diharamkan.11
4. al-Iqtidhā’
Iqtidha’ al-Nash Zain al-Din ibn Najim al-Hanafiy,
memberikan definisi dengan:
هوداللة اللفظ على مسكوت يتوقف صدقه عليه او صحته
“Tunjukan lafazh terhadap sesuatu yang tidak disebutkan (كوتRR)مس
dimana makna sebenarnya tergantung kepadanya”.
Dapat dipahami bahwa iqtidha’ adalah adanya penambahan
terhadap nash yang makna nash itu tidak akan menjadi benar, kecuali
dengan penambahan itu. Makna atau lafazh yang tidak disebutkan (
كوتRR)مس, tidak dapat tidak harus ada untuk dapat memahami suatu
kalimat dengan mudahal.12 Contoh yang menunjukkan Iqtidha’
sebagai berikut:
َفَم ْن ُع ِفَي َلُه مْن َأِخ ْيِه َش ْي ٌء ءَفالِّتَباٌع ِباْلَم ْع ُرْو ِفَو َأَداٌء ِأَلْيِه ِبِاْح َس اِن
Artinya: “…maka barang siapa yang mendapat pemaafan dari
saudaranya hendaklah (memaafkan) mengikutinya dengan cara yang
baik, dan hendaklah membayar diyat pada yang memberi maaf
dengan cara yang baik.”
11
Yassirly Amrona Rosyada, “Dalalah Lafdzi: Upaya Menemukan Hukum”…, hlm.133
12
Mawardi, “Mafhum Muwafaqah Dan Implikasinya Terhadap Masalah-Masalah
Furu’iyyah”…, hlm. 101
7
Ayat di atas menjelaskan bahwa jika keluarga orang yang
dibunuh telah memaafkan, maka hendaklah diikuti dengan sikap yang
baik pula kepada yang diberi maaf. Yakni sebagai konsekuensi logis
dari sikap memaafkan tersebut adalah adanya imbalan harta benda
yang berupa diyat.13
13
Yassirly Amrona Rosyada, “Dalalah Lafdzi: Upaya Menemukan Hukum”…, hlm.133-
134
8
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Prinsip dalalah al-alfazh bahwa bahasa yang digunakan dalam teks hukum
tepat dan bermakna, dan kata-kata yang digunakan dapat dianalisis untuk
menentukan hukum atau aturan yang dimaksud. prinsip ini banyak digunakan
dalam penalaran hukum islam, karena para ulama menggunaknnya untuk
menafsirkan dan menentukan hukum dari ayat al-Qur’an.
Ulama membagi dalalah menjadi dua bagian yaitu dalalah lafziyah dan
ghoiru lafzhiyah. Dalalah lafziyah adalah lafadz menurut lahirnya. Sedangkan
dalalah ghoiru lafziyah adalah yang menjadi dalil bukan melalui lafadz menurut
lahirnya.14 Dilalah lafdziyyah menurut ulama Hanafiyyah terbagi menjadi empat
macam, yakni: Dalalah al-ibārah, isyārah, al-nāṣh, dan iqtiḍhā’.
14
“Dalalah al-ibarah” dalam http://d-scene.blogspot.com/2011/07/dalalah-al-ibarah.html
diakses pada tanggal 14 mei 2023 pada pukul 15:53 wita
9
DAFTAR PUSTAKA
Lendy Zelviean Adhari, dkk. “Struktur Konseptual Ushul Fiqh”, Bandung:
Widina Bhakti Persada, 2021
10