Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Lafaz Yang Jelas Artinya (Zahir, Nash, Mufassar, dan Muhkam)


(Makalah disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh 2)
Dosen Pengampu: Drs. H, Maksun, M.Ag

Disusun Oleh:

Siska Anggita (2202046083)


Sherly Nurmala (2202046084)

PRODI ILMU FALAK


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
WALISONGO
2023-2024
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Puji dan syukur tak hentinya
kami hanturkan ke hadirat Allah Swt. yang telah menciptakan seluruh alam beserta isinya,
mulai dari Al-Qur’an sebagai petunjuk sampai akal sebagai alat untuk berfikir sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Shalawat beriringkan salam kami sanjungkan keharibaan Baginda Rasulullah saw,
Beliau adalah seorang proklamator alam yang kasihnya tak pernah pilih kasih walaupun banyak
para umatnya yang lupa berterima kasih dan yang telah membawa seluruh umatnya dari jaman
jahiliyah ke zaman yang manusianya berfikir maju dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin berkembang. Tugas ini kami lakukan untuk memberikan pemahaman kepada
para pembaca mengenai lafaz yang jelas artinya zahir, nash, mufassar, dan muhkam yang akan
dikaji dalam Pembahasan Ushul Fiqh 2. Semoga makalah yang kami buat bisa dengan mudah
dipahami dan dapat diambil Mauidhah hasanah-nya, kami menyadari akan banyaknya
kekurangan dalam menyusun makalah ini
Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan guna
menyempurnakan makalah ushul fiqh ini. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak maksun, M. Ag yang telah mengamanahi kami untuk membuat makalah ini. walaupun
kiranya makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna dan juga kepada pihak yang sudah
menolong turut dalam penyelesaian makalah ini atas perhatian serta waktunya kami haturkan
terima kasih.

Semarang, 20 Agustus 2023


DAFTAR ISI

COVER MAKALAH ................................................................................................................. 1


KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
Latar Belakang ....................................................................................................................... 4
Rumusan Masalah .................................................................................................................. 4
Tujuan..................................................................................................................................... 4
BAB II........................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 5
Definisi lafaz yang jelas artinya ............................................................................................. 5
Perbedaan Zahir, nash, mufassar dan muhkam. ..................................................................... 9
BAB III .................................................................................................................................... 10
PENUTUP................................................................................................................................ 10
Kesimpulan........................................................................................................................... 10
Saran ..................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada masa Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, konsep Ushul Fiqh sebagai
cabang ilmu terpisah belum dikenal. Hukum dan fatwa berasal langsung dari nash Al-
Qur'an dan sunnah. Bahasa Arab dalam teks menjadi penting, dan para pakar Ushul
Fiqh mengembangkan prinsip-prinsip untuk memahaminya.Ushul fiqh merupakan
cabang ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip dasar dalam menetapkan hukum islam
berdasarkan sumber-sumbernya. Salah satu elemen kunci dalam ushul fiqh adalah
pemahaman yang benar terhadp lafaz atau kata-kata dalam teks hukum, karena
pengertian yang salah dapat mengarah pad penafsiran yang keliru dan pengambilan
keputusan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Dalam konteks ini, makalah ini
bertujuan untuk menggali konsep “lafaz yang jelas artinya” dan dampaknya terhadap
penentuan hukum islam. Teks-teks hukum dalam al-quran dan hadis seringlkali
diungkapkan dengan bahasa yang kaya akan makna dan konteks. Oleh karena itu,
pemahaman yang tepat terhadap lafaz yang menjadi penting dalam menghindari
kesalahan dalam merumuskan hukum agama. Dengan pembahasan konsep “lafaz yang
jelas artinya” dalam ushul fiqh, makalah ini memberikan panduan bagi para
cendekiawan, hukumah, dan individu yang ingin memahami dasar-dasar interpretasi
hukum islam secara lebih dalam dan akurat.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan lafaz yang jelas artinya.
b. Apa saja pembagian lafaz yang jelas artinya.
c. Apa yang dimaksud dengan zahir, nas, mufassar, dan muhkam.
d. Apa saja perbedaan diantara pembagian lafaz yang jelas artinya.
e. Apa saja contoh-contoh lafaz yang jelas artinya dalam istinbat hukum.
3. Tujuan
Mampu memahami pembagian lafaz dari segi kejelasan artinya, khususnya
lafaz yang jelas artinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi lafaz yang jelas artinya
Lafaz yang jelas artinya merupakan pembagian dari kaidah lughawiyah. Lafaz yang
jelas artinya terbagi kepada empat tingkat, yaitu jelas (zahir), lebih jelas (nash), sangat
jelas (mufassar), dan paling jelas (muhkam). Adapun pembahasan mengenai ke empat
tingkatan, sebagai berikut :
1) Zahir
Dalam memberikan definisi terhadap lafaz zahir terdapat rumusan yang berbeda
dikalangan ulama ushul.
• Al-Sarkhisi mendefinisikan lafaz zahir adalah sesuatu yang dipahami dari semata-mata
mendengarkan pembicaraan dapat diketahui apa sebenarnya yang dimaksud oleh
pembicara dengan lafaz itu meskipun tanpa pemahaman yang mendalam.1
Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa zahir adalah lafaz yang dapat dipahami teksnya,
maksudnya sama dengan lafaz itu. Mudahnya memahami sesuatu yang bersifat zahir itu
adalah karena penggunaan bahasa memang ditujukan untuk itu.
• Qadhi Abi Ya’la mendefinisikan zahir adalah lafaz yang mengandung dua
kemungkinan makna, namun salah satu di antara keduanya lebih jelas.2
Definisi diatas menunjukkan bahwa makna zahir itu memiliki dua makna , makna pertama
dapat dipahami melalui teks langsung dan makna kedua dapat dipahami melalui maksud
sebenarnya dari lafaz itu.
• Definisi yang tampaknya lebih sempurna dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf zahir
yaitu lafaz yang dengan sighatnya sendiri menunjukkan apa yang dimaksud tanpa
tergantung pemahamannya kepada lafaz lain, tetapi bukan maksud itu yang dituju
dalam ungkapan, serta ada kemungkinan untuk dita’wilkan (dipahami dengan maksud
lain).3
Contoh lafaz zahir adalah firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275:
‫َوأ َ َح َّل ٱ َّّلله ٱ ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم ٱ ِّلربَ ٰوا‬
Artinya: Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q.S. Al-Baqarah [02]:
275).

1
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, 12.
2
Qadhi Abu Ya’la, Al-‘Uddah fi Ushul al-Fiqh, Jld. I, (Beirut: Dar Kutub Al-Ilmiyah, tt), h. 140.
3
Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1971), h. 127.
Ayat ini jelas sekali mengandung pengertian bahwa jual beli itu hukumnya halal dan
riba itu hukumnya haram, karena makna inilah yang lebih mudah dan cepat ditangkap oleh
akal seseorang tanpa memerlukan petunjuk untuk menjelaskannya. Meskipun demikian
ungkapan ayat tersebut bukanlah sekedar untuk menyatakan halalnya jual beli dan
haramnya riba sebagaimana yang dapat dipahami dengan mudah, tetapi ayat itu untuk
membantah anggapan orang munafik waktu itu yang menyatakan riba itu sama hukumnya
dengan jual beli. Maksud sebenarnya dari ayat tersebut dapat diketahui dari latar belakang
diturunkannya (Asbab al-Nuzul) ayat itu.4
2) Nash
Nash artinya teks atau catatan. Menurut ulama Hanafiyah adalah lafazh dengan
sighatnya (bentuk) sendiri menunjukkan makna yang dimaksud secara langsung menurut
apa yang diungkapkan dan ada kemungkinan ditakwilkan.
• Kemudian menurut Ad-Dabusi :
َّ ‫علَى ال‬
‫ظاه ِِّّربَيَانًااِّذَاقه ْوبِّلَبِّ ِّه‬ َّ
َ ‫الزائِّده‬
Artinya :”Suatu lafazh yang maknanya lebih jelas daripada zhahir bila ia dibandingkan
dengan lafaszh zhahir”5
• Menurut al-Uddah nash adalah lafaz yang jelas dalam hukumnya meskipun lafaz itu
mungkin dipahami untuk maksud lain.
Contoh :
‫الربَا‬ َّ ‫ووأَ َح َّل‬
َّ ‫َّللا البَ ْي َع َو َح َّر َم‬ َ
Artinya :"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (al-Baqarah: 275)
Secara nash ayat tersebut bertujuan untuk menyatakan perbedaan nyata antara jual beli
dengan riba sebagai sanggahan terhadap pendapat orang yang menganggapnya sama
namun ada maksudnya yang lebih jelas yaitu halal hukum jual beli dan haramnya hukum
riba maka ini secara zhahir.
Meskipun arti dari suatu lafaz sudah cukup jelas, namun masih mengandung
kemungkinan adanya makna lain walaupun tingkat kejelasan makna lain itu agak lemah.
Al-Sarkhisi menganggap lafaz nash itu lebih jelas dari zahir karena disertai qarinah yang
datang dari lafaz si pembicara, dan jika tanpa qarinah tersebut, maka lafaz itu tidak akan
begitu jelas.
3) Mufassar

4
Misbahuddin, Ushul Fiqh II..., h. 77-78.
5
Rachmat Syafe’i. Ilmu Ushul Fiqih , 154.
Ada beberapa definisi tentang mufassar, di antaranya:
• Menurut Abdul Wahab Khalaf, mufassar adalah:
‫ْث ََليَ ْبقَى َمعَهه ا ْحتِّ َما ٌل لِّلتَّأ ْ ِّو ْي ِّل‬
‫صي ًًْل بِّ َحي ه‬ َّ َ‫علَى َم ْعنَاهه ْال همف‬
ِّ ‫ص ِّل ت َ ْف‬ ِّ ‫َما دَ َّل بِّنَ ْف ِّس‬
َ ‫ص ْيغَتِّ ِّه‬
“Suatu lafaz yang dengan sighatnya sendiri memberi petunjuk kepada maknanya yang
terinci, begitu terincinya shingga tidak dapat dipahami adanya makna lain dari lafaz
tersebut.”6
• Menurut Al-Uddah, mufassar adalah:
‫ف َم ْعنَاهه مِّ ْن لَ ْفظِّ ِّه َو ََل يَ ْفتَق هِّر إِّلَى قَ ِّر ْينَ ِّة ت َ ْف ِّسي ِّْر ِّه‬
‫َما يه ْع َر ه‬
“Sesuatu lafaz yang dapat diketahui maknanya dari lafaznya sendiri tanpa memerlukan
qarinah yang menafsirkannya.”7
• Menurut As-Sarakhsi memeberikan definisi mufassar dengan ungkapan sebagai
berikut:
ً‫علَى َو ْج ٍهل ََليَبْقى َمعَهه اِّ ْحتِّ َماَل‬ ‫ف ْال هم َراده بِّ ِّه َم ْك ه‬
َ ‫ش ْوفًا‬ ‫اِّ ْس ٌم ل ِّْل َم ْك ه‬
‫ش ْوفِّ الَّ ِّذ ْييه ْع َر ه‬
Artinya: “Suatu nama untuk sesuatu yang terbuka dan dapat diketahui maksudnya dengan
jelas serta tidak ada kemungkinan di takwil”8.
Dari beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa hakikat lafazh mufassar adalah
penunjukannya terhadap maknanya jelas sekali, penunjukannya itu hanya dari lafaznya
sendiri tanpa memerlukan qarinah dari luar, serta tidak mungkin dita’wil-kan.9
Atas dasar definisi tersebut maka kejelasan petunjuk mufassar lebih tinggi dari pada
petunjuk zhahir dan nash , hal ini karena pada petunjuk zhahir dan nash masih terdapat
kemungkinan di takwil atau di taksis, sedangkan pada lafazh mufassar kemungkinan
tersebut sama sekali tidak ada.10 Mufassar terbagi dalam dua macam, yaitu:
1. Menurut asalnya, lafaz itu memang sudah jelas dan terinci sehingga tidak perlu
penjelasan lebih lanjut.11 Contohnya QR. AN-Nur ayat 4.
ٓ
َ‫ش ٰ َهدَةً أَبَدًا ۚ َوأهو ٰلَئِّكَ هه هم ٱ ْل ٰفَ ِّسقهون‬ ‫ت ث ه َّم لَ ْم يَأْتهوا ِّبأ َ ْربَ َع ِّة ه‬
َ ‫ش َهدَآ َء فَٱ ْج ِّلدهوهه ْم ث َ ٰ َمنِّينَ َج ْلدَة ً َو ََل ت َ ْقبَلهوا لَ هه ْم‬ ِّ َ‫ص ٰن‬
َ ‫َوٱلَّذِّينَ يَ ْر همونَ ٱ ْل هم ْح‬
Artinya : “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik12 (berbuat zina)
dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh
itu) delapan puluh kali dera.”

6
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, 9.
7
Ibid,.
8
Rachmat Syafe’i. Ilmu Ushul Fiqih , 155.
9
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, 9.
10
Rachmat Syafe’i. Ilmu Ushul Fiqih , 156.
11
Ibid,.
12
Yang dimaksud wanita-wanita yang baik disini adalah wanita-wanita yang Suci, akil balig dan muslimah.
Bilangan yang ditetapkan dalam ayat ini jelas dan terurai yaitu delapan puluh kali dera,
tidak ada kemungkinan untuk dipahami dengan lebih atau kurang dari bilangan itu.13
2. Asalnya lafaz itu belum jelas (ijmal) dan memberikan kemungkinan beberapa
pemahaman artinya. Kemudian datang dalil lain yang menjelaskan artinya sehingga ia
menjadi jelas. Lafaz seperti itu, juga disebut dengan “mubayyan”.14 Contohnya Q.R An-
Nisa ayat 92.
‫سلَّ َمةٌ ِّإلَ ٰ ٓى أ َ ْه ِّل ِّ ٓۦه‬
َ ‫ير َرقَ َب ٍة ُّمؤْ مِّ نَ ٍة َو ِّد َيةٌ ُّم‬ َ ‫َو َمن قَت َ َل همؤْ مِّ نًا َخ‬
‫طـًٔا فَت َ ْح ِّر ه‬
Artinya : “Dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah)
ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat15 yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu).”
Ayat ini menyangkut keharusan menyerahkan diyat kepada keluarga korban, tetapi
tidak dijelaskan mengenai jumlah, bentuk, dan macam diyatyang harus diserahkan itu.
Sesudah turun ayat ini datang penjelasan dari Nabi dalam sunnah yang merinci keadaan
dan cara membayar diyat itu sehingga ayat di atas menjadi terinci dan jelas artinya.16
4) Muhkam
Menurut Andi Mustakim dikutip dari pendapat para ulama Mujtahid Muhkam adalah
Suatu lafazh yang dari sighatnya (bentuk) sendiri menunjukkan kepada makna, sesuai
dengan pembentukan lafazhnya dengan sangat jelas sehingga tidak menerima
kemungkinan pembatalan, pergantian maupun takwil karena muatan hukumnya berisi
dasar agama yang tidak mungkin diubah.
Contohnya QR. AN-Nur ayat 4 :
‫ش ٰ َهدَة ً أَبَدًا‬
َ ‫َو ََل ت َ ْقبَلهوا لَ هه ْم‬
Artinya :"Jangan kamu terima dari mereka kesaksian selama-lamanya.
Mereka tidak dapat menjadi saksi lagi dalam perkara apapun dan ketentuan ini tidak
dapat dicabut. Lafal muhkam berada pada tingkat paling atas dari segi kejelasan artinya,
karena lafal ini menunjukkan makna yang dimaksud sesuai dengan kehendak dalam
ungkapan si pembicara. Tidak menerimanya lafaz muhkam itu akan pembatalan atau
nasakh, terkadang disebabkan oleh teks lafal itu sendiri yang menghendaki demikian.
Umpamanya firman Allah dalam surat al-Nur ayat 4 sebagaimana di atas. Kata ‫( أبدا‬selama-

13
Ibid, 10.
14
Ibid.
15
Diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota
badan.
16
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, 10.
lamanya) yang tersebut dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa tidak diterima
kesaksiannya itu berlaku untuk selamanya, dalam arti tidak dapat dicabut.
Dari uraian diatas jelas bahwa muhkam itu ada dua macam, yaitu:
1. Muhkam lizatihi (‫ )لذاته المحكم‬atau muhkam dengan sendirinya bila tidak ada
kemungkinan untuk pembatalan atau nasakh itu disebabkan oleh nasakh (teks) itu
sendiri. Tidak mungkin nasakh muncul dari lafalnya dan diikuti pula oleh penjelasan
bahwa hukum dalam lafalnya dan diikuti pula oleh penjelasan bahwa hukum lafaz itu
tidak mungkin dinasakhi.17
2. Muhkam ligharihi (‫)لغيره المحكم‬, atau muhkam karena faktor luar bila tidak dapatnya lafaz
itu dinasakh bukan karena naskh atau teksnya itu sendiri tetapi karena tidak ada naskh
yang menaskhnya. Lafaz dalam bentuk ini dalam istilah ushul disebut lafaz qath’i
penunjukkannya terhadap hukum.18
Ketentuan tentang lafaz muhkam bila menyangkut hukum, adalah wajib hukum itu
secara pasti dan tidak mungkin dipahami dari lafaz tersebut adanya alternatif lain, serta
tidak mungkin pula dinasakh oleh dalil lain. Penunjukan lafaz muhkam atas hukum lebih
kuat dibandingkan dengan tiga bentuk lafaz sebelumnya, sehingga bila benturan
pemahaman antara lafaz muhkam dengan lafaz yang lain, maka harus didahulukan yang
muhkam dalam pengamalannya.
B. Perbedaan Zahir, nash, mufassar dan muhkam.
1. Zhahir adalah lalafazh yang sudah dapat difahami atau di mengerti tanpa memerlukan
penjelasan dari lafazh- lafazh yang lain karena lafazh tersebut sudah cukup jelas dari
segi bahasanya.
2. Nash adalah lafazh yang menunujukkan maksud dari lafazh secara jelas, yang tiadk
mungkin mengandung makna atau maksud lain sendiri.
3. Mufassar adalah lafazh yang menunjukkan maksud atau makan lafazh itu sendiri secara
terperinci dan tidak dimungkinkan menerima ta’wil.
4. Muhkam adalah lafazh yang dapat menunujukkan maksud dan makna dengan tegas dan
jelas, serta tidak memungkinkan untuk di-takwil, di-takhsis, dan di-nsakh.

17
Ibid,.
18
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, 12.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Lafaz yang jelas artinya merupakan pembagian dari kaidah lughawiyah. Lafaz yang
jelas artinya terbagi kepada empat tingkat, yaitu jelas (zahir), lebih jelas (nash), sangat jelas
(mufassar), dan paling jelas (muhkam).
1. Zhahir adalah lafazh yang sudah dapat difahami atau di mengerti tanpa memerlukan
penjelasan dari lafazh- lafazh yang lain karena lafazh tersebut sudah cukup jelas dari
segi bahasanya.
2. Nash adalah lafazh yang menunujukkan maksud dari lafazh secara jelas, yang tiadk
mungkin mengandung makna atau maksud lain sendiri.
3. Mufassar adalah lafazh yang menunjukkan maksud atau makan lafazh itu sendiri secara
terperinci dan tidak dimungkinkan menerima ta’wil.
4. Muhkam adalah lafazh yang dapat menunujukkan maksud dan makna dengan tegas dan
jelas, serta tidak memungkinkan untuk di-takwil, di-takhsis, dan di-naskh.
2. Saran
Setelah kami mengetahui dan memahami sekilas tentang beberapa macam lafaz
yang jelas artinya, hendaknya kita bisa lebih memaknai tafsir ayat al-quran dan mengambil
pelajaran dari setiap ayat al-quran yang begitu luar biasa sehingga dapat menyadarkan
kita tentang kebenaran pedoman hidup kita yaitu Al-Qur’an. Meskipun penulis
menginginkan kesempurnaan namun masih banyak kekurangannya, maka dari itu saya
harapkan kritik dan saran dari teman-teman demi meningkatkan kualitas penyusunan
makalah saya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Khallaf, Syekh. 2005. Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Halimuddin. Cet. V.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Effendi, Satria. 2008. Ushul Fiqh.. Cet. II. Jakarta: Kencana.
Jumantoro, Totok, Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Ushul Fikih. Amzah.
Shidiq, Sapiudin. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Syafe’i, Rachmat. 1999. Ilmu Ushul Fiqih . Bandung: Pustaka Setia.
Syarifuddin, Amir. 2009. Ushul Fiqh Jilid 2. Ed. 1. Cet. V. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai