Disusun oleh :
NURLIA AZKA
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menurunkan Nabi Muhammad SAW. untuk
umatnya di dunia ini sebagai petunjuk untuk menggapai kehidupan di dunia ini menuju
kehidupan abadi. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. yang telah membimbing kita dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang, yakni
dengan tersiarnya agama Islam.
Dengan Hidayah, Rahmat dan Anugrah Allah SWT. Makalah Fiqh Ushul Fiqh ini
dapat diselesaikan. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung atas terselesaikannya makalah ini dan juga sangat mengharapkan kepada
semua pihak untuk memberi saran perbaikan makalah ini, karena makalah ini masih jauh
akan kesempurnaan. Adapun harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan
manfa’at kepada kita semua, Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari Ushul Fiqh
2.2 Sejarah ringkas perkembangan ilmu ushul fiqh
2.3 Aliran-Aliran dalam Penulisan Kitab Ilmu Ushul Fiqh
2.4 Metode Gabungan ( Thariqat al-Jam’i )
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa berarti :
Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti
sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.[4]
Memperhatikan pengertian ashl seperti di atas, dapat disimpulkan bahwa Ushul Fiqh
sebagai rangkaian dari dua kata ( idhafah ), secara sederhana berarti dalil-dalil bagi
fiqh atau dapat juga dikatakan ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh. Sementara Fiqh
itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu tahu secara mendalam.
Adapun secara istilah fiqh didefinisikan oleh para ahli ushul dengan “Ilmu
tentang hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang
terperinci.”[5] Dengan redaksi yang kurang lebih sama seperti dikatakan oleh
Abdul Wahab Khallaf, fiqih memiliki pengertian yakni:
“Kumpulan hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang
terperinci”.[6] Yang dimaksud dengan dalil-dalilnya yang terperinci, ialah bahwa satu
persatu dalil, baik dari al-Qur`an maupun al-Hadis menunjuk kepada suatu hukum
tertentu, seperti firman Allah menunjukkan kepada kewajiban shalat.[7]
Dengan penjelasan pengertian fiqh seperti tersebut di atas, maka pengertian Ushul
Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu dalil-dalil bagi hukum syara’
mengenai perbuatan dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi pengambilan
hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Ahli ushul fiqh dalam mendefinisikan pengertian ushul fiqh tidak jauh berbeda dari
pengertian bahasa di atas. Sebut saja misalnya pakar ushul fiqh kontemporer
Abdul Wahhab Khallaf memberi definisi atau pengertian Ilmu Ushul Fiqh
dengan:
“Ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pemhahasan yang dijadikan sarana
untuk memperoleh hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang
terperinci.[8]
Maksud dari kaidah-kaidah itu dapat dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-
hukum syara’ mengenai perbuatan, yakni bahwa kaidah-kaidah tersebut merupakan
cara-cara atau jalan-jalan ( masalik ) yang harus ditempuh oleh mustanbith untuk
memperoleh hukum-hukum syara’; sebagaimana dapat ditemukan dalam rumusan
pengertian Ilmu Ushul Fiqh yang dikemukakan oleh al-‘Allamah Muhammad Abu
Zahrah dalam kitab ushul fiqhnya sebagai berikut :
“Ilmu tentang kaidah-kaidah yang menggariskan jalan-jalan utuk memperoleh hukum-
hukum syara’ mengenai perbuatan dan dalil-dalilnya yang terperinci.”[9]
Lebih jauh Muhammad Abu Zahrah menjelaskan bahwa Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu
yang menjelaskan jalan-jalan yang ditempuh oleh imam-imam mujtahid dalam
mengambil hukum dari dalil-dalil yang berupa nash-nash syara’ dan dalil-dalil yang
didasarkan kepadanya, dengan menentukan ‘illat yang dijadikan dasar ditetapkannya
hukum serta kemaslahatan-kemaslahatan yang dikehendaki oleh syara’. Oleh karena
itu Ilmu Ushul Fiqh dapat juga dikatakan dengan redaksi lain :
“Kumpulan kaidah-kaidah yang menjelaskan kepada faqih (ahli hukum Islam) cara-
cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil syara’.”[10]
Dari berbagai sumber, penulis dapat menyimpulkan beberapa ciri dari metodologi
yang diterapkan ulama ushul versi Mutakallimin adalah sebagai berikut :
1. Aliran ini mengembangkan penulisan Ushul Fiqih dengan memasukkan beberapa
obyek pembahasan Ilmu Kalam, seperti yang kita dapati di dalam muqaddimah “
Al Mustashfa “ karya Al Ghazali.
2. Para penulis metodologi ini, kebanyakan di samping ahli ushul fiqh juga tokoh-
tokoh Ilmu Kalam, yang diwakili oleh ulama-ulama Asy ‘ariyah seperti Qodhi Al
Baqillani dengan kitabnya,” At Taqrib wal Irsyad “ , dan Imam al-Haramain
dengan kitabya “ Al Burhan “ dan diwakili juga oleh ulama-ulama Mu’tazilah
seperti : Qadhi Abdul Jabar dengan bukunya “ Al Ahdu “ , dan Abul Hasan Al
Bashri dengan bukunya “ Al Umdah“ .
3. Dalam penulisan Ilmu Ushul Fiqh, mereka terlalu berlebihan di dalam
menggunakan dalil-dalil akal serta banyak larut dalam perdebatan untuk
menunjukkan kelemahan argumen atau pendapat lawan-lawannya seperti dapat
dibaca dalam karya al-Amidi dengan al-Ihkamnya.
4. Terlalu banyak berkutat pada teori-teori belaka, dan sedikit mengaplikasikannya di
dalam masalah-masalah furu’ amaliyah.
Sebagai bahan perbandingan, rasanya perlu juga diungkapkan suatu analisis lain akan
ciri-ciri manhaj mutakallimin dalam penulisan ushul fiqh sebagai berikut :
1. Metode ini lebih memusatkan diri pada kajian teoritis murni untuk menciptakan
kaidah-kaidah ushul yang kokoh, walaupun kaidah yang dibuat itu boleh jadi tidak
mendukung madzhab fiqh penulisnya.
2. Dalam mengkaji dan menetapkan kaidah ushul, metode ini sangat menekankan
pada kajian bahasa Arab yang mendalam, menggunakan dalalah (indikator) yang
ditunjukkan oleh lafazh kata atau kalimat, logika akal, dan pembuktian dalil-
dalilnya.
3. Metode ini boleh dikata terlepas dari pembahasan cabang-cabang fiqh atau masalah
furu’iyyah dan fanatisme madzhab tertentu, jika masalah furu’ disebutkan tidak
lain hanyalah sebagai contoh penerapan saja.
4. Metode ini sering menggunakan gaya dialog atau perdebatan ilmiah. Ungkapan
yang sering kita jumpai misalnya ungkapan:
Tajuddin Muhammad bin Hasan Al Armawiy (w. 656 H ) dalam kitabnya yang
diberi nama Al–Hashil.
Mahmud bin Abu Bakar A1 Armawiy (w. 672 H ) dalam kitabnya yang berjudul
At-Tahshil. [26]
Berikutnya datang Al-Qadliy Abdullah bin Umar Al-Baidlawiy (w. pada tahun 675
H) menyusun kitab Minhajul Wushul ila ‘Ilmil Ushul yang isinya disarikan dari
kitab At-Tahshil. Akan tetapi karena terlalu ringkasnya isi kitab tersebut, maka sulit
untuk dicerna dan dipahami. Hal ini rupanya mendorong para ulama berikutnya
untuk menjelaskan atau membuat syarhnya. Di antara ulama tersebut adalah Abdur
Rahim bin Hasan Al-Isnawiy Asy Syafi’iy (w. pada tahun 772 Hjjriyah) dengan
menyusun sebuah kitab yang menjelaskan isi kitab MinhajuI WushuI ila ‘Ilmil
Ushul tersebut. [27]
Selain kitab Al–Mashul yang merupakan ringkasan dari kitab-kitab Al-Mu’tamad,
Al Burhan dan Al Mushtashfa, masih ada kitab yang juga merupakan ringkasan dari
tiga kitab tersebut, yaitu kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam. Penulisnya adalah Abul
Hasan Aliy yang terkenal dengan nama Saifuddin Al Amidiy Asy Syafi’iy (w. 631
H). Kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam yang cukup tebal ini kemudian diringkas
kembali oleh Abu Amr Utsman bin Umar yang terkenal dengan nama Ibnul Hajib
Al-Malikiy (w. 646 H ) dengan kitabnya yang diberi nama Muntahal Su’uli wal
Amal fi ‘Ilmil Ushul wal Jidal. Aktifitas ringkas meringkas tidak berhenti sampai di
sini, seterusnya kitab itu beliau ringkas lagi dalam sebuah kitab, dengan nama
Mukhtasharul Muntaha.[28] Kitab ini mirip dengan kitab Minhajul Wushul ila
‘Ilmil Ushul, sulit difahami saking ringkasnya. Tak aneh jika para ulama berikutnya
terpanggil buat membuat syarahnya. Sebut saja salah satunya ialah ‘ Alauddin
‘Abdur Rahman bin Ahmad Al Ajjiy (w. 756 H ) dengan menyusun sebuah kitab
yang menjelaskan kitab Mukhtasharul Muntaha tersebut.
Demikianlah sekelumit penjelasan mengenai thariqah al-Mutakallimin dalam
menuliskan kitab ushul fiqh beserta contoh kitab-kitab yang ditulis dengan metode
tersebut. Selanjutnya kita simak uraian thariqah yang ke dua yakni thariqah al-
Fuqaha` atau Hanafiyah.
Ketiga: Metode ini terlepas dari kajian teoritis dan lebih bersifat praktis, yakni
mengokohkan dan membela ketetapan fiqh yang dibuat imamnya.
Munculnya metode ini dapat dimengerti mengingat para imam madzhab Hanafi tidak
meninggalkan kaidah ushul yang terkumpul dan tertulis bagi murid-murid mereka
sebagaimana yang diperbuat oleh Imam asy-Syafi’i untuk murid-muridnya. Yang
ditemui dalam buku para imam madzhab Hanafi hanyalah masalah-masalah fiqh dan
beberapa kaidah yang terserak di sela-sela pembahasan fiqh tersebut. Akhirnya mereka
mengumpulkan masalah-masalah fiqh yang sejenis dan mengkajinya untuk dikeluarkan
darinya kaidah-kaidah ushul.[32]
Untuk lebih memudahkan ingatan, selanjutnya, secara ringkas dapat dikemukakan ciri-
ciri dari metode Hanafiyah dalam penulisan ushul fiqh adalah :
1. Terlalu mendetail di dalam membahas masalah-masalah furu ‘.
2. Mereka meletakkan kaidah-kaidah Ushul Fiqh dengan menyimpulkan dari
permasalahan-permasalah fiqih yang ada .
3. Di dalam merumuskan kaidah-kaidah Ushul Fiqh tersebut, mereka banyak
terpengaruh dengan kaidah-kaidah Madzhab Hanafi. [33]
Di antara kitab-kitab Ilmu Ushul Fiqh yang ditulis dengan menempuh metode
Hanafiyyah ini, dapat disebutkan di antaranya yaitu :
Kitab Ma`akhidz asy-Syara`i’ karya Abu Manshur al-Maturidi (w. 330)
Kitab fi al-Ushul karya Imam al-Karkhi ( w. 340)
Kitab yang disusun oleh Abu Bakar Ahmad bin’ Aliy yang terkenal dengan sebutan Al
Jashshash bernama ushul al-Jashash (w. 380 H)
Kitab yang disusun oleh Abu Zaid ‘ Ubaidillah bin ‘Umar Al Qadliy Ad Dabusiy (w.
430 H),
kitab Taqwim al-Adillah dan Ta`sis an-Nazhar yang disusun oleh Syamsul Aimmah
Muhammad bin Ahmad As Sarkhasiy (w. 483 H ).
Ushul al-Bazdawi karya Fakhr al-Islam al-Bazdawi ( w. 483)
Kitab yang disebut terakhir ini diberi penjelasan oleh Alauddin Abdul ‘Aziz bin
Ahmad Al Bukhariy (w. 730 H ) dalam kitabnya yang diberi nama Kasyful Asrar .
Ushul as-Sarakhsi karangan Imam Abi Bakar Muhammad bin Ahmad as-Sarkhasi ( w.
490)
Masuk juga kitab ushul fiqh dalam aliran ini ialah kitab yang disusun oleh
Hafidhuddin ‘Abdullah bin Ahmad An-Nasafiy (w. 790 H) yang diberi judul Al-
Manar, dan syarahnya yang terbaik yaitu Misykatul Anwar.[34]
Demikianlah sekelumit penjelasan corak aliran ushul fiqh kelompok Hanafiyah dengan
contoh kitab-kitab yang ditulis dengan mengikuti thariqah tersebut.
7. Al-Muwafaqat Fi Ushul Al-Ahkam karya Abu Ishaq Ibrahim bin Musa Asy-
Syathibi Al-Maliki (w. 790 H). Buku ini istimewa karena penulisnya menggabungkan
antara kaidah-kaidah ushul dengan maqashid (tujuan), asrar (rahasia), serta hikmah
syariat dengan bahasa yang mudah dan penjelasan yang gamblang.
Dalam perkembangan berikutnya, para sarjana kontemporer juga tak ketinggalan
menyusun kitab ushul fiqh yang pada dasarnya menggabungkan dua metode tersebut.
Beberapa buku Ushul Fiqh kontemporer yang cukup di kenal khususnya di lingkungan
perguruan tinggi Islam dapat disebutkan sebagian di antaranya :
Tahshil Al-Wushul Ila Ilmil-Ushul karya Muhammad Abdur Rahman Al-Mahlawi Al-
Hanafi (w. 1920 M).
Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Al-Khudhari (w. 1927 M).
Ushul Al-Fiqh karya Abdul Wahab Khalaf (w. 1955 M).
Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Abu Zahrah (w. 1974 M).
Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Zuhair Abun-Nur.
Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Syaikh Syakir Al Hambali.
Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Wahbah Zuhaili.
Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Zakiuddin Sya’ban.
Ushul At-Tasyri’ Al-Islami karya Ali Hasbullah dan lain-lain.[39]
Khatimah : Turats Ushul Fiqh
Sebagai khulashah dari uraian di atas, berikut kami paparkan ringkasannya sebagai
berikut :
Menyangkut Turast Ushul Fiqh, kita tidak bisa dilepaskan dari beberapa kenyataan
seperti di bawah ini : [40]
a. Semula Ilmu Ushul Fiqh disusun pertama kali oleh nashir as-sunnah Imam Syafi’I ,
sebagai alat untuk memahami nash-nash yang ada di dalam Al Qur’an dan As
Sunnah. Oleh karenanya, kita dapatkan pembahasan – pembahasan di dalam karya-nya
Ar-Risalah ,-walaupun ditulis dengan metodologi yang masih sangat sederhana dan
jauh dari sistimatis, namun isinya padat dan berbobot, serta tidak tercampur dengan
ilmu-ilmu lainnya, seperti lmu Kalam, dan pembahasan tentang bahasa yang sangat
melebar.
b. Selanjutnya pembahasan Ushul Fiqh yang sangat masih sangat sederhana ini
dikembangkan dan disempurnakan oleh para pengikut Imam Syafi’I dan para pihak
yang setuju dengannya dengan metodologi yang lebih luas, yang kemudian dikenal
sebagai metodologi Al- Mutakallimin “ .
c. Di sisi lain, ada sebagian ulama, terutama dari kalangan Madzab Hanafi, yang
cenderung menulis buku Ushul Fiqh, dengan menggunakan metodologi yang sering
dipakai oleh para ahli fiqh, yang kemudian terkenal dengan metodologi Al- Fuqaha`.
Perlu di catat di sini, bahwa sebagian kecil ulama Madzhab Syafi’i terdapat pula yang
cenderung menulis Ilmu Ushul Fiqh dengan metodologi Al Fuqaha di atas,
diantaranya adalah Al-Zinjani, di dalam bukunya Takhrij Al Furu’ ’ a la al Ushul
dan al-Isnawi di dalam bukunya Al Tamhid fi Takhrij al-Furu’ ‘ala al-Ushul.
d. Kemudian datanglah generasi berikutnya yang menginginkan perubahan di dalam
penulisan Ushul Fiqh. Menurut mereka, bahwa penggabungan dua metodologi di atas,
merupakan metodologi yang paling relevan, yang kemudian dikenal dengan
metodologi Al-Mutakhhirin . Di antara tokoh-tokohnya adalah : Al Qarafi dengan
bukunya Al Furuq , As Syatibi dengan bukunya Al Muwafaqat, Ibnu Qayyim dengan
bukunya I’lam Al Muwaqi’in . [41]
Di masa sekarang, metodologi seperti apa yang dapat ditawarkan?.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz Fi Ushul Al-Fiqh, Cet. IV, ( Bairut : Muassasah Ar-
Risalah, 1994)
Ahmad Hasan, The Early Development of Islamic Jurisprudence, ( Delhi : Adam Publisher
& Distributors, 1994 )
Ali Hasballah, Ushul At-Tasyri’ Al-Islami, Cet. IV, ( Kairo : Dar Al-Ma’arif, 1971)
Abdul Wahhab Khallaf, Mashadir At-Tasyri’ Fi Ma La Nashha Fih, ( Kuwait : Dar Al-
Qalam, 1972 )
Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu Ushul Al-Fiqh, Cet. XII, ( Ttp : Dar Al-Qalam, 1978)
Ibrahim Usman, Ushul Al-Fiqh; Al-Madkhal Wa Al-Hukm Asy-Syar’i, Cet. I, ( Ttp : Dar
Al-Quds, 1994)
Ignaz Goldzhiher, Introduction To Islamic Theology And Law, ( New Jersey : Princeton
University Press, 1981 )
Ja’far As-Subhani, Tarikh Al-Fiqh Al-Islami Wa Adwaruhu, ( Bairut : Dar Al-Adhwa`,
1999 )
Jamaluddin ‘Athiyyah, At- Tanzhir Al-Fiqhiy, Cet. I, ( T.T.P : T.N.P, 1987)
Joseph Schacht, An Introduction To Islamic Law, ( Oxford : Clarendon Press, 1964 )
Mukhtar Yahya & Fatchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Islam, Cet. X,
( Bandung : Al-Ma’arif, 1993)
Muh. Abu Zahrah, Ushul Al-Fiqh, ( Kairo : Dar Al-Fikr Al-‘Arabi, Tt.)
Muhammad Khudhary Bik, Ushul Al-Fiqh, ( Bairut : Dar Al-Fikr, 1988 )
Muhammad Musthafa Asy-Syalabi, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, ( Beirut : Dar An-Nahdhat
Al-‘Arabiyyat, 1986)Rut
Muhammad Jawad Mughniyyat, Ilmu Ushul Al-Fiqh Fi Tsaubihi Al-Jadid, ( Bairut : Dar
Dar Al-‘Ilmi Li Al-Malayin, 1977)
Musthafa Sa’id Al-Khin, Atsarul Ikhtilaf Fi Al-Qawa’id Al-Ushuliyyah Fi Ikhtilaf Al-
Fuqaha`, Cet. V, ( Bairut : Mu`Assasah Ar-Risalah, 1994 )
Thaha Jabir Al-‘Alwani, Ushul Al-Fiqh Al-Islami; Source Methodology In Islamic
Jurisprudence, (Virginia : The International Institute Of Islamic Thought, T.T )
Wael B. Hallaq, A History Of Islamic Legal Theories, ( United Kingdom : Cambridge
University Press, 1997 )
Wahbah Az-Zuhaily, Al-Wasith Fi Ushul Al-Fiqh, ( Damasjus : Mathba’ah Al-‘Ilm Iyyat,
1969)
Http://abdurrahman.org/aqeeda/usulalfiqhalawani.html
http://www.islamicity.com/forum/forum_posts.asp?tid=3306&pn=1
http://www.witness-pioneer.org/vil/books/ta_uaf/ch5.html
http://almanaar.wordpress.com/2007/11/07/metode-penulisan-ushul-fiqh/ .
http://ahmadzain.wordpress.com/2007/03/15/turast/ akses 4 maret 2008
[4] Abdul Karim Zaidan, al-Wajiz fi Ushul al-fiqh, Cet. IV, ( Bairut : Mu`assasah ar-
Risalah, 1994), hlm. 7-8.
[5] Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, hlm. 5. Lihat juga penjelasan yang lebih luas
pengertian fiqh dalam Hasyiyah al-‘Aththar Syarh al-Jalal al-Mahally ‘Ala Jam’ al-
Jawami’, hlm. 155, dalam al-Maktabah asy-Syamilah al-Ishdar ats-Tsani.
[6] Abdul Wahhab Khallaf, Mashadir at-Tasyri’ fi ma la nashha Fih, ( Kuwait : Dar al-
Qalam, 1972 ), hlm. 11.
[7] Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu Ushul al-Fiqh, Cet. XII, ( Ttp : Dar al-Qalam, 1978),
hlm. 12.
[8] Ibid.
[9] Muhamad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, ( Kairo : Dar al-‘Arabi, tt. ), hlm. 6.
[10] Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, hlm. 6. Periksa juga
http://bhell.multiply.com/reviews/item/80, diakses 10 Maret 2008.
[11] Sejarah perkembangan ilmu ushul fiqh agak lengkap dapat dibaca dalam karya
Jamaluddin ‘Athiyyah, at-Tanzhir al-Fiqhiy, Cet. I, ( ttp : tnp., 1987), hlm. 17 dst. Sebagai
bahan perbandingan baca juga , Abdul Karim Zaidan, hlm. 13 dst. Muhammad Abu
Zahrah, Ushul al-Fiqh, hlm. 8 dst. Muhammad Khudhary Bik, Ushul Fiqh, ( Bairut : Dar
al-Fikr, 1988 ), hlm. 3 dst.
[12] Mukhtar Yahya & Fatchurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam, hlm. 21.
[13] http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/8/1/pustaka-139.html diakses 24
Maret 2008.
[14] Ibid.
[15] Mukhtar Yahya & Fatchurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam, hlm. 21.
[16]Epistemologi Ushul Fiqh, Chozin Nasuha Guru Besar pada Fakultas Syari’ah Ketua
Konsentrasi Studi Al-Qur’an Pascasarjana UIN Bandung, dikutip dari situs
http://www.ditpertais.net/annualconference/ ancon06/makalah/Makalah%20Chozin
%20Nasuha.doc –. Akses 10 Maret 2008.
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Lihat Muhammad Abu Zahrah, hlm. 15. Ibrahim Usman, hlm. 14. Abdul Wahhab
Khallaf, hlm. 18. Ja’far as-Subhani, Tarikh al-Fiqh al-Islami wa Adwaruhu, ( Bairut : Dar
al-Adhwa`, 1999 ), hlm. 17.
[20] Taha Jabir al-‘Alwani, Source Methodology in Islamic Jurisprudence, Second
Edition, ( Virginia : IIIT, 1994), hlm. 71.
[21] Dikutip dari situs http://abdurrahman.org/aqeeda/usulAlFiqhAlAwani.html, diakses
19 maret 2008. Lihat dan bandingkan dengan pula di situs http://www.witness-
pioneer.org/vil/Books/TA_uaf/ch5.html diakses 19 Maret 2008 .
[22] Abdul Karim Zaidan, al-Wajiz fi Ushul al-fiqh, Cet. IV, ( Bairut : Muassasah ar-
Risalah, 1994), hlm. 17.
[23] Daftar kitab ushul fiqh yang menggunakan thariqah mutakallimin secara agak
lengkap dapat dibaca dalam tulisan Jamaluddin ‘Athiyyah, at-Tanzhir al-Fiqhiy, hlm. 29-
31. Ja’far as-Subhani, Tarikh al-Fiqh al-Islamiy…, hlm. 450 dst.
[24] Jamaluddin Athiyyah, at-Tanzhir al-Fiqhiy , hlm. 31. Muhammad Abu Zahrah, Ushul
al-Fiqh, hlm. 16.
[25] Muhammad Khudhary Bik, Ushul al-Fiqh, hlm. 6-7.
[26] Jamaluddin ‘Athiyyah, at-Tanzhir al-Fiqhiy, hlm. 32. Muhammad Khudhary Bik,
Ushul al-Fiqh, hlm. 7.
[27] Ibid.
[28] Jamaluddin ‘Athiyyah , at-Tanzhir al-Fiqhiy, hlm. 33.
[29] Ibrahim Usman, Ushul al-Fiqh; al-Madkhal wa al-Hukm asy-Syar’i, Cet. I, ( TTp :
Dar al-Quds, 1994), hlm. 15-16. Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, hlm. 16.
[30] http://www.witness-pioneer.org/vil/Books/TA_uaf/ch5.html akses 19 Maret 2008 .
[31] Contoh-contoh perbedaan kaidah ushul dan aplikasinya dapat dilihat tulisan dari
Musthafa Sa’id al-Khinn dalam Atsar al-Ikhtilaf fi Qawa’id al-Ushuliyyah fi Ikhtilaf al-
Fuqaha`, Cet. V, ( Bairut : Muassasah ar-Risalah, 1994 )
[32] http://www.dakwatuna.com/index.php/fiqh-islam/ushul-fiqh/2007/metode-penulisan-
ushul-fiqh/ akses 19 Maret 2008.
[33] Bandingkan juga dengan penjelasan Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh, hlm. 17-
18.
[34] Jamaluddin ‘Athiyyah, hlm. 37.
[35] Ibrahim Usman, hlm. 16-17.
[36] Abdul Karim Zaidan, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, hlm. 18.
[37] Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, hlm, 19.
[38] Abdul Karim Zaidan, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, hlm. 18-19.
[39] http://almanaar.wordpress.com/2007/11/07/metode-penulisan-ushul-fiqh/ . Akses 10
Maret 2008.
[40] http://ahmadzain.wordpress.com/2007/03/15/turast/ akse 10 maret 2008
[41] http://ahmadzain.wordpress.com/2007/03/15/turast/ akse 10 maret 2008