SYI’AH
Disusun Oleh:
2022
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
.
BAB II
PEMBAHASAN
1
KBBI
2
Nur Fahrizi dan Muhammad Zubir, Historitas dan Otentisitas Al-Qur’an (Studi Komparatif Antara
Arthur Jeffery dengan Manna’ Al-Qathan), (Bukit Tinggi : Journal of Quran and Tafseer Studies
Vol.1 No.2, 2022), hal. 191.
meminta para ahli Taurat membacakan kembali ayat-ayat kepadanya setelah
menuliskannya sehingga ia dapat mengoreksi dan memastikan tidak ada
kesalahan.3
Dengan demikian, dalam jenis masyarakat lisan ini, sebagian besar sahabat
mempelajari dan mencatat Al-Quran dengan menghafal. Selain kemampuan
alami mereka untuk menghafal, sifat ritmis dari Al-Quran membuat
hafalannya jauh lebih mudah.
3
Ulfiana, Otentisitas Al-Qur’an Perspektif John Wansbrough, (Jombong : USHULUNA : Jurnal Ilmu
Ushuluddin Vol.5 No.2, 2019), hal. 92.
4
Firas Alkhateeb, How Do We Know The Qur’an is Unchanged, (IslamiCity, 2018).
cepat menyebar selama kehidupan Nabi SAW ke seluruh penjuru
Semenanjung Arab. Mereka yang telah mendengar ayat-ayat dari Nabi SAW
akan pergi dan menyebarkannya ke suku-suku yang jauh, yang juga akan
menghafalnya. Dengan cara ini, Al-Quran mencapai status sastra yang dikenal
di kalangan orang Arab sebagai mutawatir. Mutawatir berarti disebarkan
secara luas kepada begitu banyak kelompok orang yang berbeda, yang
semuanya memiliki kata-kata yang persis sama, sehingga tidak dapat
dibayangkan bahwa satu orang atau kelompok mana pun dapat
memalsukannya. Beberapa perkataan Nabi SAW dikenal otentik karena
mutawatir, tetapi seluruh Quran sendiri diterima sebagai mutawatir, karena
penyebarannya yang luas selama kehidupan Nabi SAW melalui cara lisan.5
5
Achmad Zubairin, Upaya Pembuktian Otentisitas Al-Qur’an Melalui Pendekatan Sastra (Tafsir
Adabiy), (Tangerang : Jurnal Asy-Syukriyyah Vol. 21 No. 1, 2020), hal. 38.
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur‟an, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
Ketika ayat-ayat tersebar luas di seluruh dunia Islam, tidak mungkin ayat-
ayat itu diubah tanpa umat Islam di bagian lain dunia memperhatikan dan
memperbaikinya. Selama kehidupan Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril
akan membaca seluruh Al-Quran bersamanya setahun sekali, selama bulan
Ramadhan. Ketika Al-Qur‟an selesai diturunkan di dekat akhir kehidupan
Nabi SAW, ia memastikan bahwa banyak sahabat yang tahu seluruh isi Al-
Quran.
6
Firas Alkhateeb, How Do We Know The Qur’an is Unchanged, (IslamiCity, 2018).
Zaid sangat teliti tentang siapa dia yang menerima ayat-ayat. Karena
tanggung jawab yang sangat besar untuk secara tidak sengaja mengubah kata-
kata Al-Quran, ia hanya menerima potongan perkamen dengan Al-Quran yang
harus ditulis di hadapan Nabi SAW dan harus ada dua saksi yang dapat
membuktikan hal itu. Pecahan-pecahan Al-Quran yang ia kumpulkan ini
masing-masing dibandingkan dengan Al-Quran yang dihafalkan itu sendiri,
memastikan bahwa tidak ada perbedaan antara versi tertulis dan lisan.
Ketika tugas itu selesai, sebuah buku final dari semua ayat disusun dan
disajikan kepada Abu Bakar, yang mengamankannya di arsip negara Muslim
muda di Madinah. Dapat diasumsikan dengan pasti bahwa salinan ini persis
dengan kata-kata yang diucapkan Muhammad SAW karena banyaknya
penghafal Al-Quran yang hadir di Madinah, ditambah dengan potongan-
potongan perkamen yang disebarluaskan di mana ia dicatat. Jika ada
perbedaan, orang-orang Madinah akan mengangkat masalah ini. Namun, tidak
ada catatan tentang oposisi terhadap proyek Abu Bakar atau hasilnya.
Selama kekhalifahan Utsman, dari 644 hingga 656, masalah baru tentang
Alquran muncul di komunitas Muslim: pelafalan. Selama kehidupan Nabi
SAW, Al-Quran diturunkan dalam tujuh dialek yang berbeda – qira‟ah.
Dialek-dialek sedikit berbeda dalam pengucapan huruf dan kata-kata tertentu,
tetapi arti keseluruhannya tidak berubah. Ketujuh dialek ini bukanlah inovasi
yang dibawa oleh korupsi Al-Quran di tahun-tahun kemudian, seperti yang
disebutkan oleh Nabi SAW sendiri, dan ada banyak ucapannya yang
menggambarkan keaslian ketujuh dialek yang dicatat dalam kompilasi hadits
Bukhari dan Muslim. Alasan terkait adanya dialek yang berbeda untuk Al-
Quran adalah untuk memudahkan suku-suku yang berbeda di sekitar
Semenanjung Arab dalam belajar dan memahaminya.
Sistem isnad dengan demikian bekerja untuk menjaga kesucian Quran dan
juga hadits, karena mencegah orang dari membuat klaim yang salah yang
kemudian dapat diterima sebagai fakta. Melalui fokus pada keandalan sanad,
keandalan ayat-ayat atau hadis itu sendiri dapat dipastikan. Zaid bin Thabit
menggunakan sistem proto-isnad dalam karyanya menyusun Al-Quran selama
kekhalifahan Abu Bakar, dan pertumbuhan sistem isnad pada dekade-dekade
berikutnya membantu melindungi teks agar tidak diubah dengan cara apa pun.
7
Firas Alkhateeb, How Do We Know The Qur’an is Unchanged, (IslamiCity, 2018).
Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam menjadi surah per-surah. Surah yang
berjumlah 114 ini disusun menjadi satu yang kemudian dinamakan mushaf.
8
Zaqy Dafa, Keaslian Al-Qur’an Menurut Syi’ah, ANNAS: Artikel Syiah Indonesia, 2017.
Penyelewengan Al-Qur‟an merupakan suatu yang urgen dalam akidah
Syiah karena kebutuhan mereka dalam mendukung madzhabnya. Ada tiga
faktor mengapa Syiah beranggapan Al-Qur‟an yang berada di tangan umat
Islam telah mengalami tahrif.9
9
Zaqy Dafa, Keaslian Al-Qur’an Menurut Syi’ah, ANNAS: Artikel Syiah Indonesia, 2017.
supaya kedua jenis itu menjadi orang-orang yang hina.” (QS. Fushshilat:
29)
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami
wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)
yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)
Al-Kulaini dari Abu Ja‟far berkata tentang ayat diatas: Seperti inilah
diturunkan Jibril ayat ini, “Jika kamu dalam keraguan atas apa yang telah
Kami turunkan atas hamba Kami tentang Ali maka datangkanlah satu
surah semisalnya.” (Al-Kulaini, al-Kafi, juz 1 hlm. 412) Masih banyak lagi
contoh dalam Al-Qur‟an yang menurut mereka telah di-tahrif, baik di
dalam surah Al-Baqarah, An-Nisa, Al-Maidah, Al-An‟am, Al-A‟raf,
Bara‟ah, Ar-Ra‟d, Al-Kahfi, Thaha, Al-Furqan, Al-Qadr, dan lainnya.10
10
Ade Jamarudin, KONSTRUKSI EPISTEMOLOGI TAFSIR PERGERAKAN SYI’AH: Analisis Tafsir Min
Waḥy Al-Qur’ān Karya Muḥammad Ḥusain Faḍlullāh, (Riau : Jurnal Suhuf Vol. 13 No. 1, 2020), hal.
169.
mati kecuali mereka menginginkannya. (Al-Kulaini, Ushul al-Kafi, juz 1
hlm. 258)
Lalu siapa yang telah mengubah Al-Qur‟an versi Syiah? Dalam hal ini
yang paling tidak mereka sukai adalah Abu Bakr, Umar, dan Utsman karena
mereka yang paling berperan dalam mengumpulkan Al-Qur‟an. Ulama Syiah
Muhammad Taqi al-Kashani mengungkapkan bahwa ketika Utsman
mengumpulkan Al-Qur‟an, ia menghapus ayat-ayat manaqib (sifat-sifat baik)
Ahlul Bayt. Diriwayatkan Utsman telah menghapus tiga perkara: manaqib
Amirul Mukminin (Ali), manaqib Ahlul Bayt, dan keburukan suku Quraisy.
(Ihsan Ilahi Zahir, al-Syiah wa Al-Qur‟an… hlm. 94)
Syiah menjadikan mushaf ini untuk mengetahui sesuatu yang ghaib dan
yang akan terjadi. Ulama Syiah, Abu Abdillah berkata, “Nanti akan keluar
kafir zindik pada tahun 128 H, dan kabar itu aku melihatnya di Mushaf
Fatimah.” (al-Kafi, juz 1 hlm. 240) Faktanya, pada tahun 128 H tidak terjadi
peristiwa besar apa pun kecuali terbunuhnya Jahm bin Shafwan, pemimpin
orang-orang sesat.
Selain Mushaf Fatimah, juga ada kitab al-Jami‟ah. Al-Majlisi
meriwayatkan bahwa sesungguhnya ilmu syariah terdapat dalam kitab al-
Jami‟ah, bukan Mushaf Fatimah. Dikatakan juga sesungguhnya mereka
mempunyai shahifah yang di dalamnya menerangkan halal dan haram. (Bihar
al-Anwar, juz 26 hlm. 23)
Tetapi ada juga yang menyangkal Mushaf Fatimah sebagai kitab yang
berisi ilmu untuk mengetahui tentang sesuatu yang akan terjadi. Yang benar
adalah kitab al-Jafr yang dibuat oleh Jibril dan Mikail yang isinya sampai-
sampai mengetahui apa yang terjadi di udara. (Bihar al-Anwar, juz 26 hlm.
19)
Hal yang perlu menjadi catatan, bahwa dari pemaparan diatas, kitab-kitab
samawi Syiah tersebut tidak pernah muncul ke permukaan. Semuanya hanya
sekedar fiktif belaka. Orang Syiah beranggapan bahwa al-Quran tak lagi
orisinal, dan telah mengalami perubahan. Menurut mereka, al-Quran yang
benar adalah yang disimpan oleh Sayidina Ali. Mereka beranggapan bahwa,
Sayidina Ali pernah memperlihatkan al-Quran yang asli hanya sekali saja
setelah itu beliau menyembunyikannya. Sebalum wafat, beliau sempat
menyerahkan mushaf itu ke Sayidina Hasan. Oleh Sayidina Hasan kemudian
mushaf itu diberikan kepada Sayidina Husain, demikian seterusnya hingga
anak-cucu beliau dan sampai ke tangan Imam Mahdi yang kemudian
menghilang.
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Dafa, Zaqy. 2017. Keaslian Al-Qur‟an Menurut Syi‟ah. ANNAS: Artikel Syiah
Indonesia.
Fahrizi, Nur dan Zubir, Muhammad. 2022. Historitas dan Otentisitas Al-Qur‟an
(Studi Komparatif Antara Arthur Jeffery dengan Manna‟ Al-Qathan).
Bukit Tinggi : Journal of Quran and Tafseer Studies Vol.1 No.2. hal. 191.
KBBI