Anda di halaman 1dari 16

PEMBUKUAN AL-QURAN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP TAHFIDZUL QURAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS)
Matakuliah Studi Al-Quran dan Studi Al-Hadits.

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Damanhuri, MA.

Disusun Oleh:
Masluhah
NIM : 02041020008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAN IBTIDAIYAH


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan sekalian alam, atas
rahmat dan hidayah-Nya kami diberikan kesempatan dalam merampungkan
makalah sebagai tugas Ujian Tengah Semester pada mata kuliah Studi Al-Qur’an
dan Studi Al-Hadist dengan judul, “Pembukuan Al-Qur’an dan Pengaruhnya
Terhadap Tahfidzul Qur’an”.
Shalawat dan salam tak lupa kami haturkan kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW. Yang telah menjadi tauladan ummat, Nabi akhir zaman yang
membawa cahaya ilmu pengetahuan dan akhlaq kepada seluruh umat manusia dan
seluruh jagat raya. Semoga kita smeua mendapat syafa’at dari Beliau. Aamiin.
Selanjutnya, terimakasih kami sampaikan kepada Prof. Dr. Damanhuri, MA.
Selaku dosen pengampu mata kuliah STudi Al-Qur’an dan Studi Al-Hadist atas
segala bimbingan dan arahan beliau. Terimakasih pula kepada teman-teman
sekalian, khususnya kepada keluarga dan segala rekan yang membantu saya dalam
kehiatan pembelajaran. Semoga Allah selalu merahmati kita semua.

Surabaya, 25 November 2020

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Melalui malaikat Jibril dan apabila dibaca merupakan ibadah. Proses
turunnya al-Qur’an memakan waktu selama kurang lebih 23 tahun. Pada
mulanya al-qur’an hanya dihafalkan dan dituliskan oleh beberapa sahabat pada
benda-benda seperti pelepah kurma, lempengan batu, dan kulit binatang.
Kemudian pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, terjadi peperangan
Yaramah yang menewaskan banyak penghafal Qur’an sehngga khalifah Umar
bin Khattab mengusulkan untuk menuliskan dan membukukan al-Qur’an
menjadi mushaf yang utuh. Pada masa khalifah Utsman proses pembukuan al-
Qur’an berkembang pada pembakuan mushaf al-qur’an menjadi satu dialek
yang serupa di seluruh dunia. AL-Qur’an baku yang dikenal dengan al-Qur’an
utsmani itulah yang kita temukan hingga saat ini.
Sedangkan tahfidzul Qur’an berarti menghafal atau menjaga yakni suatu
upaya untuk menjaga al-Qur’an dnegan cara menghafalkan dan mengamaka isi
kandungan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Pembukuan al-Qur’an
memiliki pengaruh terhadap persatuan umat islam dan tentunya dalam
pelestarian al-Qur’an itu sendiri sehingga al-Qur’an tetap bisa dibaca oleh
generasi masa kini. Selain itu, pembukuan al-Qur’an juga berpengaruh
terhadap perkembangan Tahfidzul Qur’an hingga masa kini sehingga dapat
ditemui banyak penghafal al-qur’an dan mempermudah dalam
menghafalkannya berdasarkan surah maupun ayat yang disusun secara utuh
pada al-Qur’an utsmani.
Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud untuk mengkaji lebih dalam
perihal sejarah pembukuan al-Qur’an dan pengaruh pembukuan al-Qur’an
terhadap Tahfidzul Qur’an.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definsi Al-Quran ?
2. Bagaimana sejarah pembuuan al-Quran ?
3. Apa definisi Tahfidz Al-Qur’an?
4. Bangaimana pengaruh pembukuan al-Quran terhadap tahfidzul Quran?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian al-Quran
2. Untuk menjelaskan sejarah pembukuan al-Quran
3. Untuk mengetahui definisi Tahfidz Al-Qur’an.
4. Untuk menjelaskan pengaruh pembukuan al-Quran terhadap tahfidzul
Quran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Quran
Al-Quran merupakan kitab suci umat islam yang diwahyukan oleh Allah
SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. melalui malaikat Jibril. Proses turunnya
Al-Quran tidak sekaligus tetapisecara bengangsur-angsur hingga memakan
waktu kurang lebih selama 23 tahun, ada pula yang mengatakan lama waktu
pewahyuan Quran tersebut sekitar 22 tahun 2 bulan 22 hari. Sebagai kitab suci
yang wajib diimani dan menjadi rukun iman yang ketiga, sehingga barangsiapa
mengingkari keberadaan maupun kandungan Al-Quran termasuk pada
golongan yang inkar dan sesat dan disebut murtad atau keluar dari islam.
Hampir semua aspek dalam kehidupan manusia khususnya kehidupan
umat islam tercermin dalam Quran. Hal tersebut dikarenakan al-Quran memuat
hukum-hukum syariat, ilmu dan hikmah, serta akhlaq. Al-Quran menjelaskan
tentang halal-haram, baik-buruk, perintah dan larangan, sopan santun, budi
pekerti luhur, ilmu pengetahuan, alam semesta, serta hikmah-hikmah dan
pembelajaran yang dapat dipetik melalui kisah-kisah umat terdahulu.
Al-Quran berasal dari fi’il madhi qara’a yang berarti membaca, dimana
ayat Quran yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad ketika
menerima wahyu pertama kalinya di gua Hira’ adalah iqra’ yang berarti
bacalah. Kata iqra’ memiliki satu akar kata yang sama dengan Quran yakni
berasal dari fiil madhi qara’a (membaca). Para ulama mendefinisikan Quran
sebagai suatu kalam atau firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW dimana membacanya dinilai sebagai suatu ibadah1.
Ada pula yang mendefinisikan Quran sebagai kalam Allah SWT. yang
merupakan mukjizay yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.yang
ditulis menjadi suatu mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir dan
membacanya dinilai sebagai ibadah2. Periwayatan secara mutawatir itulah yang
menjadi alasan mengapa al-Quran tidak diragukan keotentikannya selain juga
1
Mudzakkir AS, Mabahis Fi Ulumil Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa. 2004. hlm, 15.
2
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. Surabaya: CV. Jaya Sakti. 1984. hlm. 16.

4
disebutkan dalam ayat Quran sendiri bahwasanya Allah sendirilah yang akan
menjaga kemurnian al-Quran. Hal tersebut tercantum dalam Quran surah Al-
Hijr ayat kesembilan.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa al-quran yang ada pada zaman
Nabi Muhammad SAW. sampai dengan zaman ini merupakan al-Quran yang
sama hanya saja pada perkembangannya al-Quran dilengkapi dengan noktah
dan harakat untuk mempermudah umat islam dalam membaca maupun
menghafal Quran sehingga siapapun umat islam meskipun bukan dari tanah
Arab dan tidak fasih berbahasa Arab dapat membaca Quran dengan baik dan
benar.

B. Sejarah Pembukuan Al-Quran


Penurunan al-Quran secara berangsur-angsur membawa hikmah tersendiri,
salah satunya yakni sebagaimana Allah telah mengumpulkan ayat Quran di
dada Rasulullah SAW. sehingga dengan pewahyuan al-Quran seacra berkali itu
membuat beliau beserta para sahabatnya mampu menghafal Quran dengan
lebih mudah secara bertahap sesuai ayat yang diturunkan pada saat itu. Selain
itu, seseorang yang memiliki ingatan kuat diniai sebagai orang yang cerdas
oleh bangsa Arab ketika itu dibandingkan dengan orang yang dapat menulis.
Sehingga pada permulaan islam, sedikitnya orang yang mampu baca-tulis dan
mengenal huruf, bahkan masyarakat Arab dahulu belum mengenal kertas
berbeda dengan peradaban Mesir kuno dan Cina yang sudah mengenal tinta
dan kertas untuk menulis. Bangsa Arab ketika itu masih mengenal daun (al-
waraq) , batu dan kulit sebagai alat untuk menulis3.
Hal itu sebagaimana penulisan al-Quran pertama kali pada masa Nabi
Muhammad SAW. dimana penulisan al-Quran secara ayat demi ayat terpisah
sesuai dengan wahyu diturunkannya hanya dituliskan menyebar pada pelepah
kurma, pohon, batu, dan kulit unta. Beberapa sahabat rasulullah yang dikenal
sebagai penulis wahyu ketika al-Quran diturunkan antara lain; Ali bin Abi
Thalib, Muawiyah, Ubai bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Katika suatu ayat al-
3
Manna Khalil AL-Qattan. Pentj. Mudzakkir AS. Studi Ilmu-Ilmu Quran. Surabaya: Halim Jaya.
2012. hlm, 179.

5
quran diturunkan, maka Rasulullah memerintahkan mereka untuk menuliskan
ayat tersebut dan menunjukkan peletakannya di dalam suarh Quran. Sehingga
hal tersebut juga dapat mempermudah umat islam menghafal quran. Selain dari
sahabat-sahabt yang dipilih untuk menulis wahyu tersebut, beberapa sahabat
lain secara sukarela atas dasar keinginannya sendiri menuliskan ayat-ayat al-
Quran pada benda-bendaseperti pada pelepah kurma, lempengan batu, daun
lontar, tulang-belulang, hingga kulit binatang4.
Sehingga dapat diketahui bahwa pada masa Rasululah SAW. penulisan al-
quran hanya ditulis secara sepotong demi sepotong ayat dan belum dibukukan
secara utuh melihat belum adanya faktor pendorong yang kuat sebagai alasan
untuk membukukan al-Quran, belum tersedianya perbekalan alat tulis-menulis,
serta belum rampungnya wahyu penurunan al-Quran.
Pada masa khalifah Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab mengajukan
usulan untuk membukukan al-Quran menjadi satu kesatuan dalam bentuk
mushaf sebagai bentuk kekhawatiran akan hilangnya al-Quran sehingga tidak
dapat diteruskan pada umat islam pada masa setelahnya sebagai dampak dari
terjadinya perang Yamamah pada tahun ke-12 Hijriyah yang menewaskan
banyak kaum muslimin dimana 70 orang diantaranya merupakan para
penghafal al-Qur’an5.
Usulan tersebut pada awalnya ditolak oleh khalifah Abu Bakar
dikarenakan hal itu tidak ada dan tidak dilakukan pada masa nabi Muhammad
SAW. sehingga karena kehati-hatiannya itu, Abu Bakar khawatir jika usulan
pembukuan al-Quran tersebut merupakan tindakan yang keliru dan tidak sesuai
dengan ajaran Nabi Muhammad. Namun, Umar tetap mengusulkan pembukuan
tersebut dengan menyampaikan berbagai alasan dan pertimbangan, sehingga
kemudian Abu Bakar meminta petunjuk melalui istikharah dan memperoleh
hasil sebagaimana usulan Umar bin Khattab untuk membukukan al-quran ke
dalam bentuk mushaf.
Setelah usulan tersebut disetujui oleh khalifah Abu BAkar Ash-Shiddiq,
beliau atas keputusan musyawarah dibentuklah tim yang akan menulis dan
4
Ibid. hlm, 165-186.
5
Muchotop Hamzah. Studi AL-Quran Komprehensif. Yogyakarta: Gema Media. 2003. Hlm, 125.

6
menyusun al-Quran dalam satu mushaf dimana khalifah memilih sahabat Zaid
bin Tsabit untuk memimpin tim tersebut melihat kedudukan dan kemampuan
Zaid bin Tsabit dalam qiraat, penulisan, pemahaman, kecerdasan, dan beliau
juga merupakan salah satu penulis wahyu Rasulullah SAW. semasa beliau
hidup6. Zaid bin Tsabit menerima tugas tersebut dengan penuh tanggungjawab
dan kehati-hatian di bawah pengawasan khalifah Abu Bakar dan Umar bin
Khattab dengan sumber utama penulisan adalah ayat-ayat Quran yang ditulis di
hadapan nabi Muhammad SAW. dan hafalan para sahabat, kepingan-kepingan
ayat Quran yanga ditulis di benda-benda seperti pelepah kurma, daun lontar,
tulang, lempengan batu, dan kulit binatang. Pengumpulan tersebut didasarkan
pada penghafal quran dengan catatan ayat tersebut harus benar-benar dari Nabi
Muhammad apabila disaksikan oleh setidaknya 2 orang saksi yang adil,
memiliki hafalan kuat, dan dapat dipercaya.
Pada masa khalifah Abu Bakar ini, al-Quran yang ada hanya dikumpulkan
ke dalam bentuk mushaf dan masih belum dibukukan. Karakteristik penulisan
Quran pada masa khalifah Abu Bakar Ash- Shiddiq adalah ; penisan seluruh
ayat al-Quran yang dikupulkan ke dalam satu mushaf, meniadakan ayat-ayat
yang telah mansukh, semua ayat yang ada sudah diakui kemutawatirannya, dan
dialek yang dipakai dala penulisan tersebut berjumlah 7 dialek (qir’aat).
Sejarah penulisan dan pembukuan al-Quran tersebut berlanjut pada masa
Khalifah Utsman bin Affan dimana pada masa beliau wilayah kekuasaan umat
islam semakin meluas sehingga para penghafal Quran-pun tersebar dan
akhirnya menimbulkan persoalan tentang adanya perbedaan pendapat di
kalangan kaum muslimin mengenai bacaan (qiraat) dalam al-Qur’an.
Perbedaan tersebut meskipun sama-sama disandarkan kepada Rasulullah, tetapi
juga memiliki dampak negative karena para penduduk dengan qiraa’at yang
berbeda itu saling membanggakan qira’atnya masing-masing. Sehingga dari
perselisihan tersebut, terjadilan musyawarah yang mencapai keputusan untuk
mengumpulkan kembali mushaf-mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar
Ash-Shiddiq untuk dibukukan menjadi al-Qur’an yang nantinya akan disebar

6
Manna Khalil AL-Qattan, Pentj. Mudzakkir AS. Studi Ilmu…………. hlm, 74.

7
ke beberapa daerah kaum muslimin agar menjadi sumber utama sehingga tidak
lagi terjadi perselisihan mengenai bacaan al-Qur’an7.
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said Ibnu Al-Ash, dan
Abdurrahman bin Harits bin Hisyam dipilih untuk menyalin mushaf yang
selama ini disimpan di kediaman Hafsah, istri khalifah Umar bin Khattab dan
membukukannya menjadi satu kesatuan al-Qur’an untuk kemudian di sebar ke
beberapa wilayah kaum muslimin seperti Syam, Yaman, Bahrain, Kufah,
Basrah, Makkah, dan satu lagi disimpan di Kota Madinah. Penulisan Quran
tersebut didasarkan pada 2 hal, yaitu berpedoman pada bacaan pada penghafal
Quran dan apabila terdapat perbedaan pada dialek maka yang ditulis adalah
menggunakan dialek suku Quraisy sebab al-Qur’an diturunkan berdasarkan
dialek suku Quraisy. Setelah dibukukan dan disebarkan ke beberapa wilayah,
mushaf-mushaf terdahulu yang berbeda dengan al-Quran yang ditulis oleh
keempat orang tersebut diperintahkan oleh khalifah Ustman untuk dibakar agar
tidak terjadi permasalahan yang serupa. Mushaf yang telah disepakati secara
baku tersebut dikenal dengan istilah mushaf utsmani.
Beberapa karakteristik mushaf al-Quran yang baku pada masa Ustman bin
Affan antara lain:
1. Ayat-ayat yang ditulis berdasarkan riwayat yang mutawatir
2. Tidak memuat ayat-ayat yang Mansukh
3. Surah dan ayat-ayatnya sudah disusun secara tertib sebagaimana al-Qur’an
yang kita kenal pada saat ini
4. Tidak memuat sesuatu yang tidak tergolong al-Quran (seperti tafsir atau
penjelasan suatu ayat)
5. Menggunakan dialek Quraisy8.
Pembukuan mushaf al-Qur’an yang dilakukan pada masa khalifah
Utsman bin Affan tersebut memiliki faedah untuk menyatukan kaum muslimin
pada satu bacaan dan tulisan al-Quran sebagai pedoman utama. Selain itu,

7
Asanuddin AF. Anatomi Al-Qur’an: Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath
Hukum dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Hlm, 56.
8
Said Agil Husin AL-Munawwar. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta:
Ciputat Press. 2002. Hlm, 12.

8
pembukuan tersebut telah menyatukan susunan tata tertib peletakan surah-
surah dan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana yang kita temukan pada al-Qur’an
pada masa kini sehingga tidak ada perdebatan seperti persoalan yang terjadi
pada masa dahulu, meskipun pada masa sekarang telah terjadi beberapa tpe
perbedaan dalam membaca al-qur’an yang dikenal dengan sebutan qira’ah
sab’ah.
Pada perkembangan selanjutnya, penulisan al-Quran terjadi pada masa
Abu Aswad Ad-Duali semakin kompleks dengan penambahan noktah titik dan
harakat pada al-qur’an. Beliau-lah yang terkenal sebagai pencetus ilmu Nahwu
pertama kali yang kemudian diterapkan pada penulisan al-Quran hingga masa
kini dengan maksud agar bagi mereka yang kurang fasih berbahasa arab dapat
membaca al-Qur’an dengan baik dan benar tanpa mengubah maksud dan
makna ayat-ayat al-Qur’an tersebut.

C. Pengertian Tahfidzz Al-Qur’an


Tahfidz al-Qur’an berasal dari dua suku kata Bahasa Arab yakni tahfidz
dan al-Qur’an. Kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda, tahfidz yang
berasal dari fi’il madhi hafidza yang berarti menghafal, ada pula yang
mengartikan menjaga9. Sedangkan al-qur’an merupakan kitab Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui malaikat Jibril yang
diriwayatkan secara mutawatir dan apabila membacanya merupakan suatu
ibadah. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tahfidz al-Qur’an berarti
menghafal atau menjaga al-Qur’an dengan cara menghafalkannya dan
mengamalkan kandungan al-quran dalam perilaku sehari-hari.
Abdul Aziz Abdul Rauf mendefinisikan menghafal (tahfidz) sebagai
proses mengulang sesuatu dengan cara membaca atau mendengar secara terus-
menerus sehingga menjadi hafal10. Seseorang yang telah menghafal al-Qur’an
biasanya disebut sebagai huffadzul qur’an atau hafidzul qur’an. Pada awal
penyiaran Islam, al-qur’an dikumpulkan dan dijaga dengan cara dihafalkan
9
Mahmud Yunus. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung. 1990. Hlm, 105.
10
Abdul Aziz Abdul Rauf. Kiat SUkses Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah. Bandung: PT. Syamil
Cipta Media. 2004. Cat/4, hlm, 49.

9
oleh Rasulullah dan para sahabat beliau, ada pula yang menuliskannya di
pelepah kurma, lempengan batu, maupun kulit binatang melihat masih belum
tersedianya alat tulis-menulis pada masa tersebut. Penurunan AL-Qur’an secara
berkala juga memberikan kemudahan bagi masyarakat Arab pada masa itu
untuk menghafalkannya sesuai waktu dan kondisi diturunkannya ayat tersebut.
Pelestarian al-Qur’an mealui metode hafalan ini sangat selaras dengan
kehidupan bangsa Arab pada masa itu yang memiliki daya hafal yang kuat
dengan sebagian besar orang pada saat itu umumnya buta huruf, dan mereka
menyampaikan berita, ilmu, ataupun syair-syair dengan cara menghafal dan
menjaganya dalam hati11. Akan tetapi hal tersebut memiliki dampak negatif
yakni tidak dapat disebarluaskan dan dikhawatirkan akan hilang secara
perlahan seiring dengan meninggalnya orang yang hafal Qur’an. Hal
tersebutlah yang mendasari gagasan khalifah Umar bin Khattab sebagai usulan
kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan dan menuliskan al-Qur’an
menjadi mushaf.

D. Pengaruh Pembukuan Al-Quran Terhadap Tahfidzul Quran


Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bahasan sebelumnya
bahwaasanya alasan dasar khalifah Umar bin Khattab mengusulkan untuk
menuliskan al-Quran menjadi musha-mushaf utuh pada masa Abu Bakar Ash-
Shiddiq lantaran terjadinya perang Yamamah yang menewaskan banyak
penghafal Quran sehingga menimbulkan kekhawatiran apabila para penghafal
Qur’an semakin berkurang dapat menyebabkan al-Quran juga akan semakin
hilang dan tidak dapat diteruskan pada generasi-generasi setelahnya. Maka dari
itu, dapat diketahui sejak penulisannya, pembukuan Al-Qur’an sudah memiliki
keterhubungan dengan penghafal Qur’an.
Menghafal dan membuuan al-Qur’an menjadi beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk melestarikan dan menjaga kemurnian al-Qur’an selain
memang Allah telah menjaga al-Qur’an secara langsung sebagaimana yang
telah diuraikan dalam Qur’an surah Al-Hijr ayat 9. Al-Qur’an juga merupakan

11
Manna Khalil AL-Qattan. Pentj. Mudzakkir AS. Studi Ilmu………..hlm, 179-180.

10
kitab yang paling banyak dibaca di seluruh dunia dan termasuk kitab yang
paling Mudah dihafalkan12. Turunnya al-Quran secara berangsur-angsur juga
memiliki hikmah sebagai bentuk isyarat kepada umat islam dalam membangun
semangat dan keinginan untuk menghafal.
Hukum menghafal Qur’an adalah fardhu kifayah yakni bukan kewajiban
setiap individu akan tetapi apabila tidak ada satupun orang di daerah tersebut
yang menghafal al-Qur’an maka semuanya mendapat dosa. Sedangkan hukum
melupakan bacaan al-Quran yang telah dihafal adalah dosa besar apabila
disebabkan oleh sifat malas dan lalai dalam mengulang hafaln tersebut. Karena
tidak pantas bagi penghafal al-Qur’an melupakan bacaan Qur’an akan tetapi
seharusnya mereka mengatur waktu untuk menjadikan al-Qur’an sebagai wirid
harian agar tidak lupa13.
Apabila dilihat pada konteks sekarang yakni setelah al-Qur’an dibukukan
secara baku oleh Khalifah Utsman bin Affan, peranan pembukuan al-Qur’an
tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan tahfidzul Qur’an hingga
saat ini. Dengan adanya al-Qur’an utsmani yang baku dan menjadi pedoman
umum seluruh umat muslim di dunia sehingga tidak menimbulkan perdebatan
atas perbedaan bacaan maupun tulisan al-Qur’an. Selain itu dengan adanya
pembukuan terhadap al-Qur’an memudahkan umat islam khususnya generasi
masa kini baik dari golongan bangsa Arab atau non-Arab untuk membaca,
mempelajari dan manghafal al-Qur’an.
Konsep pembukuan mushaf al-Qur’an telah mengalami perkembangan,
selain al-Qur’an Madinah, di Indonesia sendiri telah mengembangkan konsep
pembukuan al-Qur’an untuk memudahkan dalam menghafal al-Qur’an, salah
satunya adalah konsep al-Qur’an pojok pada mushaf Qur’an Kudus. Hal
tersebut dapat mempermudah para penghafal Qur’an untuk menghafal halaman
demi halaman tanpa memotong ayat. Dimana dalam setiap Juz al-Qur’an
biasanya terdiri dari 10 lembar atau 20 halaman bacaan al-Qur’an.

12
Ahmad Salim Badwilan. Panduan Cepat Menghafal Al-Qur’an. Jogjakarta: Diva Press. 2012.
Hlm, 27.
13
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz Rahimahullah. Keutamaan Menghafal Al-Qur’an. Pent: Muhammad
Iqbal A. Ghazali. Islam Ghost.com. 2010.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang diwahukan oeh Allah
SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui malaikat Jibril yang
diriwayatkan secara mutawatir dan apabila membacanya dinilai sebagai ibadah.

12
Sedangkan Tahfidz al-Qur’an merupakan proses atau upaya untuk menjaga al-
QUr’an yakni dengan cara menghafalkannya. Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur kurang lebih sekitar 23 tahun lamanya, hal tersebut memiliki
hikmah tersendiri salah satunya adalah kemudahan dan dorongan untuk
memiliki semangat dalam menghafak al-Qur’an.
Pada Masa Nabi, Al-Qur’an hanya dihafalkan dan ditulis oleh sahabat
pada beberapa lembaran, daun lontar, pelepah kurma, lempengan batu, maupun
kulit binatang lantaran terbatasnya alat tulis-menulis. Setelah Baginda Nabi
Muhammad SAW. Wafat dan terjadi peperangan Yamamah denan
menewaskan banyak kaum muslimin dimana 70 orang diantaranya adalah
penghafal Qur’an sehingga karenakekhawatiran akan hilangnya al-Qur’an
seiring dengan semakin sedikitnya para penghafalnya, Umar bin Khattab
mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk mengumpulkan
pecahan-pecahan al-Qur’an dan menuliskannya secara utuh.
Perkembangan penulisan dan pembukuan al-Qur’an selanjutnya pada masa
khalifah Utsman bin Affan didasari pada permasalahan perbedaan dialek dari
beberapa wilayah kaum muslimin dalam membaca al-Qur’an, sehingga untuk
mengatasi hal tersebut, khalifah Utsman mengutus tim untuk mengumpulkan
mushaf Quran dan menuliskannya dalam satu pedoman dengan menggunakan
dialek Quraisy, kemudian mushaf al-Qur’an yang telah dibukukan tersebut
disebar ke beberapa wilayah kaum muslimin seperti Syam, Yaman, Bahrain,
Basrah, Makkah, dan Madinah.
Pembukuan al-Qur’an tersebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan
terhadap perkembangan tahfidzul qur’an hingga masa sekarang. Hal tersebut
lantaran dengan dibukukannya al-Qur’an yang baku itu sehingga generasi masa
kini juga mampu membaca, mempelajari, dan menghafal al-Qur’an. Hal
tersebut dipermudah dengan penyempurnaan tanda noktah dan harakat al-
Qur’an oleh Abu Aswad Ad-Du’ali. Sehingga baik bangsa Arab khususnya
Non-Arab yang masih belum benar-benar fasih dalam berbahasa Arab tetap
bisa membaca dan menghafalkan al-Qur’an dengan baik dna benar utamanya
tidak merubah maksud dan kandungan ayat tersebut.

13
B. Saran
Kepada para pembaca diharapkan mampu memahami proses sejarah
pembukuan al-Qur’an dan kaitannya dengan perkembangan Tahfidzul Qur’an.
Sedangkan kepada penulis selanjutnya diharapkan mampu mengulas sisi lain
terkait dengan al-Qur’an semisal pada ayat nasikh-mansukh, metode menghafal
al-Qur’an, tafsir al-Qur’an, dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

AF., Asanuddin. 1995. Anatomi Al-Qur’an: Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya


Terhadap Istinbath Hukum dalam AL-Quran. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Al-Munawar, Said Agil Husin. 2002. Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki. Jakarta: Ciputat Press.

14
AS., Mudzakkir. 2004. Mabahis Fii Ulumil Qur’an. Bogor: PT. Pustaka Litera
Antar Nusa.
AL-Qattan, Manna Khalil. Penterjemah AS., Mudzakkir. 2012. Studi Ilmu-Ilmu
Qur’an. Surabaya: Halim Jaya.
Badwilan, Ahmad Salim. 2012. Panduan Cepat Menghafal Al-Qur’an. Jogjakarta:
Diva Press.
Departemen Agama RI. 1984. Al-Quran dan Terjemahannya. Surabaya: CV. Jaya
Sakti.
Hamzah, Muhotop. 2003. Studi Al-Qur’an Komprehensif. Yogyakarta: Gema
Media.
Rauf, Abdul Aziz A. 2004. Kiat Sukses Menjadi Hafidz qur’an Da’iyah: Cetakan
keempat. Bandung: PT. Syamil Cipta Media.
Yunus, Mahmud. 1990. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung.
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz Rahimahullah. 2010. Keutamaan Menghafal Al-
Qur’an. Pent: Muhammad Iqbal A. Ghazali. Islam Ghost.com.

15

Anda mungkin juga menyukai