Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SEJARAH PENGHIMPUNAN DAN PEMBUKUAN AL-QUR’AN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pengantar Studi Al-Qur’an dan Al-Hadist (PSQH)

Kelas : G

Semester : 1

Dosen Pengampu : Dr. Khairullah.S.Ag.,M.A

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Sri Wahyu Novianti (2141010221)


2. Tasya Regina Putri (2141010224)
3. Waliyati (2141010229)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dan Al-Hadist
(PSQH) dengan judul “Sejarah Penghimpunan Dan Pembukuan Al-Qur’an”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata
kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dan Al-Hadist (PSQH).

Kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu Dr.


Khairullah.S.Ag.,M.A yang telah memberikan motivasi dan dorongan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknik penulisan maupun materi, mengingatakan kemampuan yang kami
miliki. Kurang dan lebihnya kami meminta maaf sebesar-besarnya.
Harapan kami adalah semoga kritik dan saran dari pembaca tetap
tersalurkan kepada kami demi penyempurnaan makalah ini, dan Semoga makalah
ini bermanfaat untuk penulis khususnya para pembaca. Aamiin ya rabbal’alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, 01 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4

A. Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an ................................................................. 4

B. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an ................................................................... 7

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 14

A. Kesimpulan ................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada Zaman Rasulullah, Ayat Al-Qur’an tidak dikumpulkan atau


dibukunan seperti saat ini. Namun disebabkan beberapa faktor, maka ayat Al-
Qur’an mulai dikumpulkan atau dibukukan, yaitu dikumpulkan didalam satu
Mushaf.1 Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Nabi hanya dilakukan pada dua cara
yaitu dituliskan melalui benda-benda seperti yang terbuat dari kulit binatang, batu
yang tipis dan licin, pelapah kurma, tulang binatang dan lain-lain.2 Tulisan-tulisan
dari benda-benda tersebut dikumpulkan untuk Nabi dan beberapa diantaranya
menjadi koleksi pribadi sahabat yang pandai baca tulis. Tulisan-tulisan melalui
benda yang berbeda tersebut memang dimiliki oleh Rasulullah namun tidak
tersusun sebagaimana mushaf yang sekarang ini. Pemeliharaan ayat-ayat Al-
Qur’an juga dilakukan melalui hafalan baik oleh Rasulullah maupun oleh sahabat-
sahabat beliau.
Sepeninggalan Nabi pun hanya mewariskan dokument tulisan dari benda-
benda sebagaimana tersebut di atas yang kemudian dipindahkan kepada Khalifah
Abu Bakar As-Siddiq yang tidak lengkap. Berangkat dari bayaknya sahabat nabi
yang tewas dalam peperangan (dikenal dengan perang yamamah) sebagaimana
tercatat dalam sejarah bahwa jumlah penghafal Al-Qur’an yang tewas pada
peperangan tersebut mecapai 70 orang. Olehnya itu muncul inisiatif dari Umar bin
Khattab untuk membukukan Al-Qur’an, lalu disampaikanlah niatnya itu pada
Khalifah Abu Bakar. Meskipun tidak langsung disetujui oleh Khalifah Abu Bakar,
namun alasan Umar bin Khattab bisa diterima dan dimulailah pengumpulan Al-
Qur’an hingga rampung. Dengan demikian, disusunlah kepanitiaan atau Tim
penghimpun Al-Qur’an yang terdiri atas Zaid bin Tsabit sebagai ketua

1
Ensiklopedia Untuk Anak-anak Muslim, Grasindo h. 38
2
Ibid,. h.21

1
dibantuoleh Ubay bin Ka’ab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan para
Sahabat lainnya sebagai Anggota.3

Namun dengan rentan waktu yang panjang, mulai pada tanggal 12 Rabbiul
Awwal tahun 11 H/632 M yang ditandai dengan wafatnya Rasulullah, hingga 23-
35 H/644-656 M (masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan) atau sekitar 18
tahun setelah wafatnya Nabi barulah dibukukan Al-Qur’an yang dikenal dengan
Mushaf Utsmani. Antara rentan waktu yang cukup panjang hingga beragam suku
dan dialek apakah berpengaruh atas penyusunan kitab suci Al-Qur’an tentunya
masih menjadi tanda tanya.

Sementara pandangan seperti di atas, umat Islam di Seluruh Dunia


meyakini bahwa Al-Qur’an seperti yang ada pada kita sekarang ini adalah otentik
dari Allah swt. melalui Rasulullah saw, namun cukup menarik, semua riwayat
mengatakan bahwa pembukuan kitab suci itu tidak dimulai oleh Rasulullah saw,
melainkan oleh para sahabat beliau, dalam hal ini khususnya Abu Bakar, Umar
Bin Khattab dan Usman Bin Affan.4

Pesan komunikasi yang telah melewati perantara dari seorang tertahap


orang lain, terlebih melewati frekuensi jumlah orang yang banyak akan
meragukan keabshahan pesan alsi tersebut. Selain itu, rentan waktu yang cukup
lama juga amat berpengaruh terhadap nilai dari pesan. Yang menarik adalah
seperti apa membuktikan bahwa pesan Al-Qur’an adalah sesuatu yang telah
ditetapkan berdasarkan ketetapan Allah.

Al-Qur’an menjadi salah satu dari kitab suci yang Allah turunkan kepada
nabi dan rasul-Nya . Tidak ada yang meragukan lagi al-Qur’an sebagai pedoman
hidup umat muslim, diturunkan kepada manusia pilihan nabi Muhammad SAW
sebagai mukjizat yang diberikan Allah. Tentunya sejarah mengenai turunnya al-
Qur’an menjadi sesuatu yang sangat penting dipelajari oleh umat muslim. Al-
Qur’an merupakan wahyu Allah yang sangat luar biasa diturunkan untuk

3
Atang Abdul Hakim, Methodologi Study Islam, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000,
h. 76
4
NurCholish Majid, Islam Agama Peradaban (Membangun Makna dan Relevansi Doktrin
Islam dalam Sejarah), Cet. II; Paramadina, Jakarta. 2000. h. 4

2
dijadikan sebuah tuntunan dalam kehidupan. Malaikat jibril sebagai perantara
yang terpercaya menyampaikan wahyu-wahyu Allah ke dunia.

Secara bertahap al-Qur’an diturunkan, selama 22 tahun 6 bulan, 23 hari


merupakan waktu yang bukan sedikit. Sebutan nama-nama lain seperti al-Huda,
al-Furqan, al-Kitab, adz-Dzikru, as-Syifa, dan banyak yang lainnya, menambah
keistimewaan al-Qur’an. Wahyu yang diturunkan dalam bahasa arab telah ditulis
dengan sangat hati-hati agar terpelihara secara ketat serta mencegah kemungkinan
terjadinya manipulasi isi didasarkan pada isnad yang mutawatir.

Pada zaman Rasulullah SAW al-Qur’an belum menjadi satu kesatuan


dalam bentuk mushaf. Al-Hakim di dalam al-Mustadrak mengutip sebuah hadist
dengan isnad menurut Bukhori dan Muslim serta berasal dari Zaid bin Tsabit yang
mengatakan, “ Di kediaman Rasulullah kami dahulu menyusun ayat-ayat al-
Qur'an yang tercatat pada riqa’5 ”Kata riqa’ inilah yang diartikan sebagai
lembaran kulit, lembaran daun atau lembaran kain. Adapun perkembangan
selanjutnya mengenai bagaimana kodifikasi al-Quran diteruskan oleh para
sahabat.[2] Abu Bakar Ash-Shidiq dan Ustman bin Affan ialah sahabat yang
mashur mengenai perjalanan Al-Qur’an hingga menjadi sebuah mushaf.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah penghimpunan Al-Qur’an?
2. Bagaiamana sejarah pembukuan Al-Qur’an ?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini buat guna mengetahui:
1. Sejarah penghimpunan Al-Qur’an
2. Sejarah pembukuan Al-Qur’an

5
Al Itqan I. hal.99. dan Al Burhan. hal.237 dari : DR Subhi As Shalih. Ibid., hal.81.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an


Penghimpunan atau kodifikasi al-Qur’an mempunyai dua arti pengertian,
kedua-duanya disebut dalam nash Dalam QS. Al-Qiyamah (17) Allah telah
berfirman: artinya : Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penghimpunannya
(di dalam dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya
Dari ayat di atas kita mengetahui bahwa arti penghimpunan bermakna
“penghafalan”. Bahwa Allah SWT telah memberikan karunia-Nya kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai penghafal al-Qur’an yang pertama tertanam dalam
dada atau qalbu. Beliau dikenal sebagai Sayyidul Huffadz dan Awwalul-
Jumma’, manusia pertama penghafal al-Qur’an tak ada bandingannya.
Adapun arti lain dari penghimpunannya (jam’ahu) ialah “penulisan” yakni,
penulisan seluruh al-Qur’an yang memisahkan masing-masing ayat dan surah;
atau hanya mengatur susunan ayat-ayat al-Quran saja dan susunan tiap
surah shahifah tersendiri.
Menurut Al-Zarkani bahwa kodifikasi al-Qur’an ada dua media, pertama “
penghafalan dan penjagaan dalam dada” medianya ialah hati dan dada, kedua
“penulisan secara keseluruhan”, huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi
kalimat dalam shahifah-shahifah dan lembaran-lembaranya.6 Proses tersebut
dilakukan dengan cara penukilan bukan periwayatan dengan dua realitas yaitu
penghafalan di dalam dada dan penulisannya dalam lembaran. 7
Menurut Ahmad Von Denffer, istilah pengumpulan al-Qur’an (jam’u al-
Qur’an) dalam literatur klasik ini mempunyai berbagai makna, antara lain:
1. Al-Qur’an dicerna oleh hati.
2. Menulis kembali tiap perwahyuan.
3. Menghadirkan material al-Qur’an untuk ditulis.
4. Menghadirkan laporan (tulisan) para penulis wahyu yang telah
menghafal al-Qur’an.

6
Al Zarqani. Manahil fi Ulum Al Qur’an. 2002. hal.259.
7
Drs. Hafidz Abdurrahman. MA. Ulumul Qur’an Praktis. Bogor: Pustaka Utama.2003. hal.82

4
5. Menghadirkan seluruh sumber, baik lisan maupun tulisan.
Dengan demikian bahwa penghimunan atau kodifikasi al-Qur’an
merupakan suatu cara dimana al-Qur’an itu mejadi satu-kesatuan wahyu Allah
dalam sebuah mushaf. Adapun caranya yaitu melalui penghafalan dan penulisan.
Penukilannya berarti memindahkan materi yang sama dari sumber asli ke dalam
mushaf.

Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah mempunyai beberapa orang pencatat


wahyu. Diantarannya, empat orang sahabat yang kemudian menjadi para khalifah
rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) Mu’awiyah, zaid bin Tsabit, Khalid
bin al-Walid, Ubay bin Ka’ab dan Tsabit bin Qais. Beliau menyuruh mereka
mencatat setiap wahyu yang turun, sehingga al-Qur’an yang terhimpun di dalam
dada menjadi kenyataan tertulis.

Semasa Nabi Muhammad SAW pengumpulan al-Qur’an dilakukan dengan


dua cara, hafalan dan penulisan dalam lembaran (shuhuf). Al-Qur’an secara lisan
telah dinukil melalui hafalan dari nabi Muhammad SAW kepada para
sahabat. Dalam QS. Al-Qiyamah (18-19) Allah berfirman : Artinya: “Apabila
kami telah selesai memebacakannya maka ikutilah bacaan itu kemudian
sesungguhnya atas tanggungan kami penjelasannya”.

Ketika nabi Muhammad SAW menyampaikan wahyu disamping beliau


menginstruksikan agar dihafalkan, beliau juga meminta para penulis wahyu kuttab
al wahy untuk mendokumentasikannya. Adapun jumlah penulis wahyu telah di
laporkan Al Katani dari berbagai sumber; Usman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib adalah penulis wahyu Rasulullah SAW. Jika keduanya tidak ada maka
Ubay bin kaab dan Zaid bin Tsabit yang menulis. Ubay adalah salah satu penulis
rasul sebelum Zaid, sedangkan Zaid adalah orang yang menugaskan para sahabat
untuk menulis wahyu. Jika Ubay tidak hadir rasul akan memanggil Zaid bin
Tsabit. Jika salah seorang diantara mereka tidak hadir wahyu akan ditulis oleh
siapapun yang hadir diantara mereka, seperti Muawiyah, Jabir bin Said bin Al
Ash, Iban bin Said, Al ‘Ala Al Hadhrami, Handlalah bin Arrabi.

5
Namun ketika penulisan al-Qur’an ini dilakukan oleh para penulis wahyu
ketika itu orang arab belum mengenal kertas, Istilah waraq pada zaman itu
digunakan untuk menyebut daun kayu saja, sedang qirthas digunakan untuk
benda-benda untuk menulis, seperti kulit binatang, batu tipis, pelepah kurma,
tulang belulang, dan lain-lain. 8 Setelah itu materi yang ditulis tadi disimpan pada
rumah Rasulullah. Semua itu telah terkumpul dalam bentuk lembaran-lembaran.
Allah telah berfirman: Artinya: “Yaitu seorang Rasul dari Allah (Muhammad)
yang membacakan lembaran-lebaran yang disucikan ( Al Qur’an ) didalamnya
terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus. ( QS. AL Bayyinah 2-3)

Mengenai penulisan rasm dan susunan ayat-ayat dalam surat al-Qur’an


semuanya telah diatur oleh Allah SWT. Utsman menuturkan:

Artinya: “Suatu ketika sebuah surah yang panjang telah turun kepada Rasul SAW
jika telah turun sesuatu beliau memanggil sebagian orang yang biasa menulis
(wahyu) lalu beliau akan bersabda: letankkanlah ayat-ayat itu dalam surat yang
menyatakan begini dan begini jika satu ayat turun kepada beliau maka beliau
bersabda : letakkan ayat ini di tengah surat yang menyatakan begini-begini,’’

Zakarsyi berpendapat bahwa pada masa Rasulullah al-Qur’an tidak tertulis


pada Mushaf untuk mencegah kemungkinan terjadinya perubahan sewaktu-
waktu. karena itulah penulisannya ditangguhkan hingga al-Qur’an turun
selengkapnya pada saat Rasulullah berpulang ke rahmahtullah. 9

Dengan demikian pada zaman Rasulullah SAW penghimpunan atau


pengumpulan al-Qur’an telah dilaksanakan baik dihafalkan secara lisan maupun
dikumpulan dalam bentuk tulisan secara material, bahwa penyusunan al-Qur’an
tidak dihimpun dalam mushaf, karena ada nash dan manshuh dalam setiap ayat
yang turun, himpunan demikian itu memang belum dibutuhkan karena wahyu
belum secara tuntas diturunkan kepada Rasulullah sampai beliau wafat, serta para
sahabat menghafal al-Qur’an di dalam dada sesuai petunjuk Rasul.

8
Soenaryo. Muqaddimah Terjemah Al-Qur’an. Kerajaan Arab Saudi. t.t., hal.18.
9
Al Burhan I. Op.Cit. hal.262. dari DR Subhi As Shalih. Op.Cit.,

6
Sesungguhnya setiap ayat yang dicatat dan disimpan di rumah Rasulullah
SAW. Sedangkan para pencacat membawa salinannya untuk mereka sendiri,
sehingga terjadinya saling kontrol pada naskah yang berada ditangan para
pencatat wahyu itu dan suhuf yang berada dirumah Rasulullah. Di samping itu
ada kontrol lain dari para sahabat Rasul yang menghafal al-Qur’an baik yang buta
huruf maupun tidak.

Keadaan itulah yang menjamin al-Qur’an tetap terjaga dan terpelihara


keasliannya, sebagai mana ditegaskan oleh Allah dalam QS. Al Hijr (9) Artinya
“Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan kami juaglah yang menjaganya”

B. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an


Al-Qur`an merupakan kumpulan firman yang diberikan Allah sebagai satu
kesatuan kitab sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat muslim. Menurut syariat
Islam, kitab ini dinyatakan sebagai kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya,
selalu terjaga dari kesalahan, dan merupakan tuntunan membentuk ketaqwaan
manusia. Kumpulan firman (ayat-ayat Al-Qur’an) tersebut juga dikenal dengan
Istilah Mushaf atau kumpulan dari suhuf-suhuf atau lembaran-lembaran tertulis
yang disatukan.

Sejak awal pewahyuan Al-Qur’an hingga menjadi sebuah mushaf, telah


melalui proses panjang. Mulai dari Ayat yang pertama turun sampai ayat yang
terakhir turun, benar-benar terjaga kemurniaanya. Upaya untuk menjaga dan
memelihara ayat-ayat agar tidak terlupakan atau terhapus dari ingatan terus-
menerus dilakukan. Upaya-upaya tersebut dengan cara yang sederhana yaitu Nabi
Menghafal Ayat-ayat itu dan menyampaikannya kepada para sahabat yang
kemudian juga menghafalnya sesuai dengan yang disampaikan Nabi. Upaya
kedua yang dilakukan Umat Islam dalam upaya pemeliharaan Al-Qur’an adalah
mencatat atau menuliskannya dengan persetujuan Nabi.10

10
H.M. Rusdi Khalid, Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Cet I; Alauddin Universiti Press,
Makassar 2011. h. 55

7
Penguatan dokumen ayat-ayat Al-Qur’an pada masa Nabi dilakukan
dengan Naskah-naskah yang dituliskan untuk Nabi atas Perintah Nabi, Naskah-
naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka
masing-masing serta hafalan dari mereka yang hafal Al-Qur’an. 11

Untuk Nabi sendiri, juga menghafal Al-Qur’an dan dipandu langsung oleh
Jibril (repetisi) sekali setahun. Diwaktu ulangan itu, Rasulullah disuruh
mengulang memperdengarkan Al-Qur’an yag telah diturunkan. Nabi sendiri
sering mengadakan ulangan itu terhadap sahabat-sahabatnya, maka sahabat-
sahabat itu disuruh oleh beliau membaca Al- Qur’an dihadapan beliau dengan
tujuan membetulkan bacaan mereka jika ada yang salah.12

Tentang penulisan wahyu pada masa Rasulullah, ada informasi yang


cukup ekstensif mengenai bahan-bahan yang digunakan sebagai media untuk
menuliskan wahyu yang turun dari langit melalui Muhammad saw. Dalam suatu
cacatan, disebutkan bahwa sejumlah bahan yang ketika itu digunakan untuk
menyalin wahyu-wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad, yaitu: 13
1. Riqa, atau lembaran lontar atau perkamen;
2. Likhaf, atau batu tulis berwarna putih, terbuat dari kepingan batu
kapur yang terbelah secara horizontal lantaran panas;
3. ‘Asib, atau pelapah kurma, terbuat dari bagian ujung dahan pohon
kurma yang tipis;
4. Aktaf, atau tulang belikat, biasanya terbuat dari tulang belikat unta;
5. Adlla’ atau tulang rusuk, biasaya juga terbuat dari tulang rusuk unta;
6. Adim, atau lembaran kulit, terbuat dari kulit binatang asli yang
merupakan bahan utama untuk menulis ketika itu.
Melalui data tertulis pada media seperti di atas, salah satu sumber
mengatakan bahwa sebelum Mushaf seperti yang kita gunakan sekarang untuk
seluruh umat Islam ternyata banyak versi yang hampir susunannya berbeda
maupun kronologis turunnya ayat. Secara umum, Mushaf-mushaf tersebut dibagi

11
Departemen Agama Republik Indonesia, Muqaddimah Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT.
Karya Toha Putra; Semarang. 2002. h. 19
12
Ibid, h.20
13
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Cet. I; Penerbit Forum Kajian
Budaya dan Agama, Yogyakarta. 2001, h. 151

8
berdasarkan Mushaf-Mushaf Primer dan Mushaf-mushaf sekunder. Mushaf
primer adalah mushaf Independen yang dikumpulkan secara individual oleh
sejumlah sahabat nabi sedangkan mushaf sekunder adalah mushaf generasi
selanjutnya yang bergantung pada mushaf primer. Mushaf-mushaf tersebu adalah,
Mushaf-mushaf primer yang dimiliki oleh Mushaf Salim ibn Ma’qil, Mushaf
Umar bin Khattab, Mushaf Ubai bin Ka’ab, Mushaf Ibn Mas’ud, Mushaf Ali bin
Abi Thalib, Mushaf Abu Musa al-Asy’ari, Mushaf Hafsah binti Umar, Mushaf
Zayd bin Tsabit,

Mushaf Aisyah binti Abu Bakar, Mushaf Ummu Salamah, Mushaf Abd
Allah ibn Amr, Mushaf Ibnu Abbas, Mushab ibn Zubayr, Mushaf Ubayd ibn
‘Umair dan Mushaf Anas ibn Malik yang kesemuanya berjumlah 15 versi mushaf.
Sementara itu, juga terdapat 13 jumlah mushaf sekunder. Diantara mushaf-mushaf
tersebut adalah Mushaf Alqama bin Qais, Mushaf Al-Rabi’ Ibn Khutsaim, Mushaf
Al-Haris ibn Suwaid, Mushaf Al-Aswad ibn Yazid, Mushaf Hithan, Mushaf
Thalhah ibn Musharrif, Mushaf Al-A’masy, Mushaf Sa’id ibn Jubair, Mushaf
Mujahid, Mushaf Ikrimah, Mushaf Atha’ Ibn Abi Rabah, Mushaf Shalih Ibn
Kaisan dan Mushaf Ja’far al-Shadiq. 14

Data yang didapatkan adalah setiap sahabat yang memiliki mushaf


ternyata selalu ada perbedaan penempatan urutan surat, kaidah bacaan yang
berbeda begitupun catatan tentang kronologis turunnya ayat. Salah satu contoh
perbedaan mushaf tersebut adalah Ibn al-Nadim mendaftar jumlah seluruh surat
yang ada di mushaf Ibn Mas’ud 110, tetapi yang ditulis dalam al-Fihrist hanya
105 surat. Selain 3 surat di atas, surat al-Hijr, al-Kahfi, Toha, al-Naml, al-Syura,
al-Zalzalah tidak disebutkan. Tetapi keenam surat yang akhir ini ditemukan dalam
al-Itqan, justru yang tidak ada dalam daftar al-Suyuthi adalah surat Qaf, al-Hadid,
al-Haqqah, dan 3 surat yang disebutkan di atas, sehingga menurut daftar al-
Suyuthi berjumlah 108 surat. Diduga kuat perbedaan laporan ini kesalahan
penulisan belaka, karena keenam surat yang hilang dalam al-Fihrist ditemukan
dalam al-Itqan, begitu juga dengan 3 surat yang tidak ada dalam al-Itqan. Contoh
lain dapat dilihat pada Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an karya Taufik Adnan Amal

14
Taufik Adnan Amal, Op Cit, h. 158-159

9
yang secara rinci memperlihatkan data-data dalam bentuk tabel dan naratif
mengenai perbedaan mushaf tersebut. Pembahasan yang menampilakan uraian
tentang mushaf-mushaf yang ada sebelum Mushaf Utsman bin Affan tersebut
terletak pada halaman 157 sampai 195.

Lantaran keadaan yang berbeda berdasarkan latarbelakang masing-masing


sahabat, termasuk perbedaan suku yang menyebabkan dialeg juga berbeda
merupakan salah satu sebab adanya Penyatuan Mushaf. Ditambah faktor-faktor
eksternal, misalnya karena banyaknya sahabat-sahabat penghafal yang gugur
dalam medan perang. Berangkat dari persoalan tersebut, Umar bin Khattab
mengadukan persoalan ini pada Khalifah Abu Bakar. Meskipun pada awalnya
ditolak, namun karena usaha yang serius sehingga pada masa itu dibentuk
kepanitiaan dalam mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an yang telah
dikumpulkan tersebut baru dibukukan pada masa kepemimpinan Khalifah Utsman
bin Affan.

Sebagaimana telah dibahas di atas bahwa pengumpulan (dalam artian


usaha atau upaya pemeliharaan) Al-Qur’an telah dilakukan sejak Nabi
Muhammad saw. Media pengumpulan Al-Qur’an dilakukan melalui Tulisan pada
beberapa benda berupa batu licin, pelapa kurma, kulit kayu dan lain-lain yang
ditulis khusus untuk Nabi. Dokumen yang dikumpulkan tersebut diperkuat oleh
beberapa tulisan lain yang dikoleksi oleh sahabat-sahabat Nabi untuk diri mereka
sendiri. Disamping itu, hapalan sahabat-sahabat yang dipandu langsung oleh Nabi
juga menjadi penguat keabsahan dokumen Al-Qur’an sebagai suatu kitab yang
utuh.15

Pembukuan Al-Qur’an dilakukan secara tersusun berdasarkan Hadist Nabi


yang diriwayatkan oleh Ibn Ab bas dari Utsman bin Affan bahwa apabila
diturunkan kepada Nabi suatu wahyu, ia memanggil sekretaris untuk
menuliskannya, kemudian bersabda “letakkanlah ayat ini dalam surat yang
menyebutkan begini atau begitu”.16 Pembukuan Al-Qur’an tersebut tidak disusun
berdasarkan kronologis turunnya wahyu.

15
Departemen Agama Republik Indonesia, Op Cit h. 19
16
Taufik Adnan Amal, Op Cit, h. 132

10
Upaya pembukuan Al-Qur’an melalui satu versi bacaan untuk seluruh
umat Islam dilatar belakangi oleh karena di setiap wilayah terkenal qira’ah
sahabat yang mengajarkan Alquran kepada setiap penduduk di wilayah tersebut.
Penduduk Syam memakai qira’ah Ubay bin Ka‘b, yang lainnya lagi memakai
qira’ah Abu Musa al-Asy’ary. Maka tidak diragukan timbul perbedaan bentuk
qira’ah di kalangan mereka, sehingga membawa kepada pertentangan dan
perpecahan di antara mereka sendiri. Bahkan terjadi sebagian mereka
mengkafirkan sebagian yang lain, disebabkan perbedaan qira’ah tersebut.
Itulah sebabnya Khalifah ‘Utsman kemudian berpikir dan merencanakan
untuk mengambil langkah-langkah positif sebelum perbedaan-perbadaan bacaan
itu lebih meluas. Usaha awal yang dilakukannya adalah mengumpulkan para
sahabat yang alim dan jenius serta mereka yang terkenal pandai memadamkan dan
meredakan persengketaan itu. Mereka sepakat menerima instruksi ‘Utsman, yakni
membuat Mushaf yang banyak, lalu membagi-bagikannya ke setiap pelosok dan
kota, sekaligus memerintahkan pembakaran selain Mushaf itu, sehingga tidak ada
lagi celah yang menjerumuskan mereka ke persengketaan dalam bentuk-bentuk
qira’ah.
Karena itulah pulalah, ‘Utsman mengirim utusan kepada Hafshah guna
meminjam Mushaf yang terwariskan dari ‘Umar. Dari Mushhaf tersebut, lalu
dipilihnya tokoh andal dari kalangan senior sahabat untuk memulai rencananya.
Pilihannya jatuh kepada Zayd bin Stabit, ‘Abdullah bin Zubayr, Sai‘id bin ‘Ash
dan ‘Abdurrahman bin Hisyam mereka dari suku Quraisy, golongan Muhajirin,
kecuali Zayd bin Tsabit, ia golongan Anshar. Usaha yang mulia ini berlangsung
pada tahun 24 H. Sebelum memulai tugas ini, ‘Utsman berpesan kepada mereka :

َ ‫ فَإِنﱠهُ إِنﱠ َما ن ﱠَز َل بِ ِل‬،‫ِان قُ َري ٍْش‬


‫سانِ ِه ْم‬ ِ ‫ فَ ْكتُب ُْوهُ بِ ِلس‬،‫ْئ‬
ٍ ‫شي‬ ْ ِ‫إِذَا اِ ْختَلَ ْفت ُ ْم ا َ ْنت ُ ْم َوزَ ْيدٌ بِ ْن ثَاب‬
َ ‫ت فِى‬

Terjemahnya : Jika kalian berselisih pendapat dalam qira’ah dengan Zayd


bin Stabit, maka hendaklah kalian menuliskannya dengan lughat Quraisy, karena
sesungguhnya Alquran diturunkan dengan bahasa mereka. 17

17
Manna’ al-Qaththan Mabahits Fiy ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Mansyurat al-‘Asr al-Hadits,
t.th.), h. 128.

11
Setelah memahami pesan di atas, bekerjalah tim ini dengan ekstra hati-
hati, yang kemudian melahirkan satu Mushaf yang satu dan dianggap sempuna.
Mushhaf ini digandakan dan dikirim ke daerah-daerah untuk disosialsikan kepada
masyarakat demi meredam perbedaan bacaan di antara mereka. Sedangkan
Mushhaf yang lainnya dibakar, kecuali yang dimiliki Hafshah dikembalikan
kepadanya.
Mengenai sistematika surat dalam Al-Qur’an, apakah taqifi atau taufiqi
menjadi perdebatan sejak dahulu dan perdebatan tersebut belum berakhir pada
saat ini. Pendapat yang pertama, bahwa Al-Qur’an adalah hasil tauqif Nabi artinya
susunan atau ututan surat didapat melalui ajaran beliau. Pendapat yang pertama ini
berdasarkan ungkapan Ibnu Al-Hasshar yang dikutip dari buku karya Prof. Dr. H.
Nasaruddin Umar, MA. mengatakan “urutan surat dan letak ayat-ayat pada
tempatnya itu berdasarkan wahyu”. Rasulullah saw. Letakkan ayat ini pada tempat
ini.18
Pendapat yang kedua yaitu pandangan yang mengatakan bahwa urutan
surat Al-Qur’an adalah berdasarkan Ijtihad sahabat. Pendapat ini disandarkan
pada banyaknya mushaf yang dimiliki oleh sahabat yang berbeda, ada yang tertib
urutannya seperti mushaf yang dikenal saat sekarang ini, ada pula yang tertibnya
berdasarkan kronologis turunnya ayat. 19 Pendapat yang kedua ini juga diperkuat
oleh Teks Hadist Mutawatir mengemukakan mengenai turunnya Al-Qur’an
dengan tujuh huruf.
Sebagai rujukan, Ibnu Abbas Radiallahu Anhuma berkata, sebagaimana
dikutif dari karya Syaikh Manna’ Al-Qaththan dengan Judul Pengantar Study
Ilmu Al-Qur’an bahwa; Rasulullah saw. Bersabda.
“Jibril membacaka kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali
aku meminta agar huruf itu ditambah, iapun menambahkannya kepadaku hingga
tujuh huruf”

18
H. Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an (mengungkap makna-makna tersembunyi Al-Qur’an),
Jakarta, Al-Gazali Centre, Juli 2008. H. 152
19
Ibid. h. 153

12
Dalam riwayat lain, disebutkan Umar bin Al-Khattab , ia berkata, “Aku
mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat al-Furqan dimasa hidup rasulullah.
Aku perhatikan bacaannya. Tiba-tiba ia membacanya dengan banyak huruf yang
belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja saya
melabraknya saat ia sholat tetapi aku urungkan. Maka aku menunggunya hingga
ia selesai sholat. Begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan kepadanya,
“siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?” ia menjawab,
Rasulullah yang membacakannya kepadaku. Lalu aku katakan kepadanya kamu
dusta! Demi Allah, Rasulullah telah membacakannya juga kepadaku surat yang
sama, tetapi tidak seperti bacaanmu. Namun ketika masalah ini diperhadapkan
kepada Rasulullah saw. Rasulullah membenarkan apa yang dibacakan oleh
sahabat berdarakan qiraat yang paling mudah dipahami. Rasulullah saw. Berkata
“begitulah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan
tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu diantaranya”. 20
Dapatlah dipahami bahwa penulisan teks-teks Alquran pada masa Utsman
merupakan masa pembentukan naskah resmi, yang dimaksudkan untuk meredam
berbagai kevariasian dalam pembacaannya. Berkat usaha Utsman inilah, Alquran
yang terwariskan sampai saat ini biasa pula disebut dengan Mushaf Utsmani.

20
Syaikh Manna’ Al-Qathnhan, Pengantar Studi Ilu Al-Qur’an, Jakarta; Pustaka Al-Kautsar,
Pebruari 2012. H. 195

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penghimpunan dan penulisan Alquran pada masa Nabi saw terkumpul
dalam hapalan dan ingatan, serta catatan yang masih berserakan. Pada masa Abu
Bakar, di samping terkumpul dalam hapalan, juga dikumpulkan shahifah-shahifah
yang terpisah-pisah. Kemudian pada masa Umar, shahifah-shahifah tersebut
ditulis dalam satu mushhaf. Selanjutnya, pada masa ‘Utsman, semua hapalan
sahabat dan Mushhaf yang diwariskan oleh Umar, ditata ulang dan dicatat dalam
satu dialek qira’ah yang melahirkan suatu Mushhaf disebut dengan Mushhaf
Imam.
Dapatlah dipahami bahwa penulisan teks-teks Alquran pada masa Utsman
merupakan masa pembentukan naskah resmi, yang dimaksudkan untuk meredam
berbagai kevariasiaan dalam pembacaannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adnan Amal, Taufik, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Cet. I; Penerbit Forum


Kajian Budaya dan Agama, Yogyakarta. Tahun 2001

Al-Qathnhan, Syaikh Manna’. Pengantar Studi Ilu Al-Qur’an, Jakarta; Pustaka


Al-Kautsar, Pebruari 2012.

Atang, Abdul Hakim, Methodologi Study Islam, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2000

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT. Karya


Toha Putra; Semarang. 2002.

Ensiklopedia Untuk Anak-anak Muslim, Grasindo

Http://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Allah, Wikipedia –Ensiklopedia Bebas (Kitab


Allah),

Http://Ealah.Blogspot.Com/2008/04/Upaya-Sahabat-Dalam-Pengumpulan-
Mushaf.Html Upaya Sahabat Dalam Pengumpulan Mushaf Pribadi Pra-
Utsmani, oleh Nashif Ubadah;

Khalid, H.M. Rusdi, Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Cet I; Alauddin Universiti


Press, Makassar 2011

Majid, Nurcholish, Islam Agama Peradaban (Membangun Makna dan Relevansi


Doktrin Islam dalam Sejarah), Cet. II; Paramadina, Jakarta. 2000.

Manna’ al-Qaththan Mabahits Fiy ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Mansyurat al-‘Asr


al-Hadits, t.th.).

Umar, H. Nasaruddin .Ulumul Qur’an (mengungkap makna-makna tersembunyi


Al-Qur’an), Jakarta, Al-Gazali Centre, Juli 2008.

15

Anda mungkin juga menyukai