Kelas : G
Semester : 1
Disusun Oleh :
Kelompok 2
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dan Al-Hadist
(PSQH) dengan judul “Sejarah Penghimpunan Dan Pembukuan Al-Qur’an”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata
kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dan Al-Hadist (PSQH).
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknik penulisan maupun materi, mengingatakan kemampuan yang kami
miliki. Kurang dan lebihnya kami meminta maaf sebesar-besarnya.
Harapan kami adalah semoga kritik dan saran dari pembaca tetap
tersalurkan kepada kami demi penyempurnaan makalah ini, dan Semoga makalah
ini bermanfaat untuk penulis khususnya para pembaca. Aamiin ya rabbal’alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................ 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ensiklopedia Untuk Anak-anak Muslim, Grasindo h. 38
2
Ibid,. h.21
1
dibantuoleh Ubay bin Ka’ab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan para
Sahabat lainnya sebagai Anggota.3
Namun dengan rentan waktu yang panjang, mulai pada tanggal 12 Rabbiul
Awwal tahun 11 H/632 M yang ditandai dengan wafatnya Rasulullah, hingga 23-
35 H/644-656 M (masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan) atau sekitar 18
tahun setelah wafatnya Nabi barulah dibukukan Al-Qur’an yang dikenal dengan
Mushaf Utsmani. Antara rentan waktu yang cukup panjang hingga beragam suku
dan dialek apakah berpengaruh atas penyusunan kitab suci Al-Qur’an tentunya
masih menjadi tanda tanya.
Al-Qur’an menjadi salah satu dari kitab suci yang Allah turunkan kepada
nabi dan rasul-Nya . Tidak ada yang meragukan lagi al-Qur’an sebagai pedoman
hidup umat muslim, diturunkan kepada manusia pilihan nabi Muhammad SAW
sebagai mukjizat yang diberikan Allah. Tentunya sejarah mengenai turunnya al-
Qur’an menjadi sesuatu yang sangat penting dipelajari oleh umat muslim. Al-
Qur’an merupakan wahyu Allah yang sangat luar biasa diturunkan untuk
3
Atang Abdul Hakim, Methodologi Study Islam, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000,
h. 76
4
NurCholish Majid, Islam Agama Peradaban (Membangun Makna dan Relevansi Doktrin
Islam dalam Sejarah), Cet. II; Paramadina, Jakarta. 2000. h. 4
2
dijadikan sebuah tuntunan dalam kehidupan. Malaikat jibril sebagai perantara
yang terpercaya menyampaikan wahyu-wahyu Allah ke dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah penghimpunan Al-Qur’an?
2. Bagaiamana sejarah pembukuan Al-Qur’an ?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini buat guna mengetahui:
1. Sejarah penghimpunan Al-Qur’an
2. Sejarah pembukuan Al-Qur’an
5
Al Itqan I. hal.99. dan Al Burhan. hal.237 dari : DR Subhi As Shalih. Ibid., hal.81.
3
BAB II
PEMBAHASAN
6
Al Zarqani. Manahil fi Ulum Al Qur’an. 2002. hal.259.
7
Drs. Hafidz Abdurrahman. MA. Ulumul Qur’an Praktis. Bogor: Pustaka Utama.2003. hal.82
4
5. Menghadirkan seluruh sumber, baik lisan maupun tulisan.
Dengan demikian bahwa penghimunan atau kodifikasi al-Qur’an
merupakan suatu cara dimana al-Qur’an itu mejadi satu-kesatuan wahyu Allah
dalam sebuah mushaf. Adapun caranya yaitu melalui penghafalan dan penulisan.
Penukilannya berarti memindahkan materi yang sama dari sumber asli ke dalam
mushaf.
5
Namun ketika penulisan al-Qur’an ini dilakukan oleh para penulis wahyu
ketika itu orang arab belum mengenal kertas, Istilah waraq pada zaman itu
digunakan untuk menyebut daun kayu saja, sedang qirthas digunakan untuk
benda-benda untuk menulis, seperti kulit binatang, batu tipis, pelepah kurma,
tulang belulang, dan lain-lain. 8 Setelah itu materi yang ditulis tadi disimpan pada
rumah Rasulullah. Semua itu telah terkumpul dalam bentuk lembaran-lembaran.
Allah telah berfirman: Artinya: “Yaitu seorang Rasul dari Allah (Muhammad)
yang membacakan lembaran-lebaran yang disucikan ( Al Qur’an ) didalamnya
terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus. ( QS. AL Bayyinah 2-3)
Artinya: “Suatu ketika sebuah surah yang panjang telah turun kepada Rasul SAW
jika telah turun sesuatu beliau memanggil sebagian orang yang biasa menulis
(wahyu) lalu beliau akan bersabda: letankkanlah ayat-ayat itu dalam surat yang
menyatakan begini dan begini jika satu ayat turun kepada beliau maka beliau
bersabda : letakkan ayat ini di tengah surat yang menyatakan begini-begini,’’
8
Soenaryo. Muqaddimah Terjemah Al-Qur’an. Kerajaan Arab Saudi. t.t., hal.18.
9
Al Burhan I. Op.Cit. hal.262. dari DR Subhi As Shalih. Op.Cit.,
6
Sesungguhnya setiap ayat yang dicatat dan disimpan di rumah Rasulullah
SAW. Sedangkan para pencacat membawa salinannya untuk mereka sendiri,
sehingga terjadinya saling kontrol pada naskah yang berada ditangan para
pencatat wahyu itu dan suhuf yang berada dirumah Rasulullah. Di samping itu
ada kontrol lain dari para sahabat Rasul yang menghafal al-Qur’an baik yang buta
huruf maupun tidak.
10
H.M. Rusdi Khalid, Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Cet I; Alauddin Universiti Press,
Makassar 2011. h. 55
7
Penguatan dokumen ayat-ayat Al-Qur’an pada masa Nabi dilakukan
dengan Naskah-naskah yang dituliskan untuk Nabi atas Perintah Nabi, Naskah-
naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka
masing-masing serta hafalan dari mereka yang hafal Al-Qur’an. 11
Untuk Nabi sendiri, juga menghafal Al-Qur’an dan dipandu langsung oleh
Jibril (repetisi) sekali setahun. Diwaktu ulangan itu, Rasulullah disuruh
mengulang memperdengarkan Al-Qur’an yag telah diturunkan. Nabi sendiri
sering mengadakan ulangan itu terhadap sahabat-sahabatnya, maka sahabat-
sahabat itu disuruh oleh beliau membaca Al- Qur’an dihadapan beliau dengan
tujuan membetulkan bacaan mereka jika ada yang salah.12
11
Departemen Agama Republik Indonesia, Muqaddimah Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT.
Karya Toha Putra; Semarang. 2002. h. 19
12
Ibid, h.20
13
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Cet. I; Penerbit Forum Kajian
Budaya dan Agama, Yogyakarta. 2001, h. 151
8
berdasarkan Mushaf-Mushaf Primer dan Mushaf-mushaf sekunder. Mushaf
primer adalah mushaf Independen yang dikumpulkan secara individual oleh
sejumlah sahabat nabi sedangkan mushaf sekunder adalah mushaf generasi
selanjutnya yang bergantung pada mushaf primer. Mushaf-mushaf tersebu adalah,
Mushaf-mushaf primer yang dimiliki oleh Mushaf Salim ibn Ma’qil, Mushaf
Umar bin Khattab, Mushaf Ubai bin Ka’ab, Mushaf Ibn Mas’ud, Mushaf Ali bin
Abi Thalib, Mushaf Abu Musa al-Asy’ari, Mushaf Hafsah binti Umar, Mushaf
Zayd bin Tsabit,
Mushaf Aisyah binti Abu Bakar, Mushaf Ummu Salamah, Mushaf Abd
Allah ibn Amr, Mushaf Ibnu Abbas, Mushab ibn Zubayr, Mushaf Ubayd ibn
‘Umair dan Mushaf Anas ibn Malik yang kesemuanya berjumlah 15 versi mushaf.
Sementara itu, juga terdapat 13 jumlah mushaf sekunder. Diantara mushaf-mushaf
tersebut adalah Mushaf Alqama bin Qais, Mushaf Al-Rabi’ Ibn Khutsaim, Mushaf
Al-Haris ibn Suwaid, Mushaf Al-Aswad ibn Yazid, Mushaf Hithan, Mushaf
Thalhah ibn Musharrif, Mushaf Al-A’masy, Mushaf Sa’id ibn Jubair, Mushaf
Mujahid, Mushaf Ikrimah, Mushaf Atha’ Ibn Abi Rabah, Mushaf Shalih Ibn
Kaisan dan Mushaf Ja’far al-Shadiq. 14
14
Taufik Adnan Amal, Op Cit, h. 158-159
9
yang secara rinci memperlihatkan data-data dalam bentuk tabel dan naratif
mengenai perbedaan mushaf tersebut. Pembahasan yang menampilakan uraian
tentang mushaf-mushaf yang ada sebelum Mushaf Utsman bin Affan tersebut
terletak pada halaman 157 sampai 195.
15
Departemen Agama Republik Indonesia, Op Cit h. 19
16
Taufik Adnan Amal, Op Cit, h. 132
10
Upaya pembukuan Al-Qur’an melalui satu versi bacaan untuk seluruh
umat Islam dilatar belakangi oleh karena di setiap wilayah terkenal qira’ah
sahabat yang mengajarkan Alquran kepada setiap penduduk di wilayah tersebut.
Penduduk Syam memakai qira’ah Ubay bin Ka‘b, yang lainnya lagi memakai
qira’ah Abu Musa al-Asy’ary. Maka tidak diragukan timbul perbedaan bentuk
qira’ah di kalangan mereka, sehingga membawa kepada pertentangan dan
perpecahan di antara mereka sendiri. Bahkan terjadi sebagian mereka
mengkafirkan sebagian yang lain, disebabkan perbedaan qira’ah tersebut.
Itulah sebabnya Khalifah ‘Utsman kemudian berpikir dan merencanakan
untuk mengambil langkah-langkah positif sebelum perbedaan-perbadaan bacaan
itu lebih meluas. Usaha awal yang dilakukannya adalah mengumpulkan para
sahabat yang alim dan jenius serta mereka yang terkenal pandai memadamkan dan
meredakan persengketaan itu. Mereka sepakat menerima instruksi ‘Utsman, yakni
membuat Mushaf yang banyak, lalu membagi-bagikannya ke setiap pelosok dan
kota, sekaligus memerintahkan pembakaran selain Mushaf itu, sehingga tidak ada
lagi celah yang menjerumuskan mereka ke persengketaan dalam bentuk-bentuk
qira’ah.
Karena itulah pulalah, ‘Utsman mengirim utusan kepada Hafshah guna
meminjam Mushaf yang terwariskan dari ‘Umar. Dari Mushhaf tersebut, lalu
dipilihnya tokoh andal dari kalangan senior sahabat untuk memulai rencananya.
Pilihannya jatuh kepada Zayd bin Stabit, ‘Abdullah bin Zubayr, Sai‘id bin ‘Ash
dan ‘Abdurrahman bin Hisyam mereka dari suku Quraisy, golongan Muhajirin,
kecuali Zayd bin Tsabit, ia golongan Anshar. Usaha yang mulia ini berlangsung
pada tahun 24 H. Sebelum memulai tugas ini, ‘Utsman berpesan kepada mereka :
17
Manna’ al-Qaththan Mabahits Fiy ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Mansyurat al-‘Asr al-Hadits,
t.th.), h. 128.
11
Setelah memahami pesan di atas, bekerjalah tim ini dengan ekstra hati-
hati, yang kemudian melahirkan satu Mushaf yang satu dan dianggap sempuna.
Mushhaf ini digandakan dan dikirim ke daerah-daerah untuk disosialsikan kepada
masyarakat demi meredam perbedaan bacaan di antara mereka. Sedangkan
Mushhaf yang lainnya dibakar, kecuali yang dimiliki Hafshah dikembalikan
kepadanya.
Mengenai sistematika surat dalam Al-Qur’an, apakah taqifi atau taufiqi
menjadi perdebatan sejak dahulu dan perdebatan tersebut belum berakhir pada
saat ini. Pendapat yang pertama, bahwa Al-Qur’an adalah hasil tauqif Nabi artinya
susunan atau ututan surat didapat melalui ajaran beliau. Pendapat yang pertama ini
berdasarkan ungkapan Ibnu Al-Hasshar yang dikutip dari buku karya Prof. Dr. H.
Nasaruddin Umar, MA. mengatakan “urutan surat dan letak ayat-ayat pada
tempatnya itu berdasarkan wahyu”. Rasulullah saw. Letakkan ayat ini pada tempat
ini.18
Pendapat yang kedua yaitu pandangan yang mengatakan bahwa urutan
surat Al-Qur’an adalah berdasarkan Ijtihad sahabat. Pendapat ini disandarkan
pada banyaknya mushaf yang dimiliki oleh sahabat yang berbeda, ada yang tertib
urutannya seperti mushaf yang dikenal saat sekarang ini, ada pula yang tertibnya
berdasarkan kronologis turunnya ayat. 19 Pendapat yang kedua ini juga diperkuat
oleh Teks Hadist Mutawatir mengemukakan mengenai turunnya Al-Qur’an
dengan tujuh huruf.
Sebagai rujukan, Ibnu Abbas Radiallahu Anhuma berkata, sebagaimana
dikutif dari karya Syaikh Manna’ Al-Qaththan dengan Judul Pengantar Study
Ilmu Al-Qur’an bahwa; Rasulullah saw. Bersabda.
“Jibril membacaka kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali
aku meminta agar huruf itu ditambah, iapun menambahkannya kepadaku hingga
tujuh huruf”
18
H. Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an (mengungkap makna-makna tersembunyi Al-Qur’an),
Jakarta, Al-Gazali Centre, Juli 2008. H. 152
19
Ibid. h. 153
12
Dalam riwayat lain, disebutkan Umar bin Al-Khattab , ia berkata, “Aku
mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat al-Furqan dimasa hidup rasulullah.
Aku perhatikan bacaannya. Tiba-tiba ia membacanya dengan banyak huruf yang
belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja saya
melabraknya saat ia sholat tetapi aku urungkan. Maka aku menunggunya hingga
ia selesai sholat. Begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan kepadanya,
“siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?” ia menjawab,
Rasulullah yang membacakannya kepadaku. Lalu aku katakan kepadanya kamu
dusta! Demi Allah, Rasulullah telah membacakannya juga kepadaku surat yang
sama, tetapi tidak seperti bacaanmu. Namun ketika masalah ini diperhadapkan
kepada Rasulullah saw. Rasulullah membenarkan apa yang dibacakan oleh
sahabat berdarakan qiraat yang paling mudah dipahami. Rasulullah saw. Berkata
“begitulah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan
tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu diantaranya”. 20
Dapatlah dipahami bahwa penulisan teks-teks Alquran pada masa Utsman
merupakan masa pembentukan naskah resmi, yang dimaksudkan untuk meredam
berbagai kevariasian dalam pembacaannya. Berkat usaha Utsman inilah, Alquran
yang terwariskan sampai saat ini biasa pula disebut dengan Mushaf Utsmani.
20
Syaikh Manna’ Al-Qathnhan, Pengantar Studi Ilu Al-Qur’an, Jakarta; Pustaka Al-Kautsar,
Pebruari 2012. H. 195
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penghimpunan dan penulisan Alquran pada masa Nabi saw terkumpul
dalam hapalan dan ingatan, serta catatan yang masih berserakan. Pada masa Abu
Bakar, di samping terkumpul dalam hapalan, juga dikumpulkan shahifah-shahifah
yang terpisah-pisah. Kemudian pada masa Umar, shahifah-shahifah tersebut
ditulis dalam satu mushhaf. Selanjutnya, pada masa ‘Utsman, semua hapalan
sahabat dan Mushhaf yang diwariskan oleh Umar, ditata ulang dan dicatat dalam
satu dialek qira’ah yang melahirkan suatu Mushhaf disebut dengan Mushhaf
Imam.
Dapatlah dipahami bahwa penulisan teks-teks Alquran pada masa Utsman
merupakan masa pembentukan naskah resmi, yang dimaksudkan untuk meredam
berbagai kevariasiaan dalam pembacaannya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Atang, Abdul Hakim, Methodologi Study Islam, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2000
Http://Ealah.Blogspot.Com/2008/04/Upaya-Sahabat-Dalam-Pengumpulan-
Mushaf.Html Upaya Sahabat Dalam Pengumpulan Mushaf Pribadi Pra-
Utsmani, oleh Nashif Ubadah;
15