Anda di halaman 1dari 15

MENGENAL SELUK-BELUK

SUKU BUTON

Disusun Oleh :
Nama : Intan Nur Aini
Absen : 18
Kelas : X-MIPA 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada saya untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya
lah saya dapat menyelesaikan makalah berjudul MENGENAL SELUK-BELUK
SUKU BUTON tepat waktu.
Makalah MENGENAL SELUK-BELUK SUKU BUTON disusun guna
memenuhi tugas Ibu Sulihati S.Pd pada mata pelajaran Sejarah Indonesia di SMA
Negeri 1 Genteng. Selain itu, saya juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang Suku Buton.
Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Sulihati S.Pd
selaku guru mata pelajaran Sejarah Indonesia. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait sejarah suku-suku bangsa Indonesia.
Saya juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan makalah ini.

Banyuwangi, 21-Oktober-2020

Intan Nur Aini

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
BAB 2. PEMBAHASAN ............................................................................................. 5
2.1 Pengertian ..................................................................................................... 5
2.2 Sejarah ........................................................................................................... 6
2.3 Adat-Istiadat ................................................................................................. 9
2.4 Pakaian Adat............................................................................................... 10
2.5 Rumah Adat ................................................................................................ 11
2.6 Peninggalan ................................................................................................. 12
2.7 Bermata Biru .............................................................................................. 13
BAB 3. PENUTUP..................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 14
3.2 Saran ............................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 15

3
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah suku bangsa terbnayak di
dunia. Dan diantara banyaknya suku bangsa tersebut, terdapat salah satu suku bangsa
yang memiliki banyak keistimewaan, yaitu Suku Buton. Suku Buton sendiri adalah
salah satu suku bangsa yang menempati wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di
Kepulauan Buton. Selain dikenal karena keindahan adat istiadat dan budayanya,
masyarakat Suku Buton sendiri memiliki daya tarik yang tersendiri. Sebagian kecil
Suku Buton memeiliki mata berwarna biru terang karena sebuah sindrom langka yaitu
sindrom Waardenburg. Oleh karena itu, banyak orang yang dikagetkan karena fakta
tersebut.
Suku Buton sendiri memiliki latar belakang yang cukup mengagumkan, jika
ditilik lebih jauh lagi, Suku Buton memiliki nenek moyang yang berasal dari Cina.
Yang selanjutnya dalam buku silsilah bangsawan Buton dikatakan asal “fari” atau asal
“peri”. Menurut beberapa ahli sejarah di daerah sana, dikatakan orangnya amat putih,
sama halnya dengan putihnya isi kelapa yang dimakan fari (binatang semaca serangga).
Oleh karena banyaknya keistimewaan Suku Buton inilah, sudah selayaknya kita
sebagai warga negara Indonesia harus mau mempelajari beberapa keistimewaan suku
ini. Suku Buton adalah salah satu suku bangsa yang menunjukkan keragaman yang ada
di Indonesia ini. Keragaman kearifan lokal serta masyarakatnya yang masih
mempertahankan adat istiadatnya juga merupakan hal yang menjadikan Suku Buton
ini layak diperkenalkan lebih luas sehingga lebih diketahui masyarakat luar.

4
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Suku Buton adalah suku bangsa yang menempati wilayah Sulawesi Tenggara
tepatnya di Kepulauan Buton. Suku Buton juga dapat di temui dengan Jumlah yang
Signifikan di Luar Sulawesi Tenggara Seperti di Maluku Utara, Kalimantan Timur,
Maluku, dan Papua.
Seperti suku-suku di Sulawesi kebanyakan, suku Buton juga merupakan suku
pelaut. Orang-orang Buton sejak lama merantau ke seluruh pelosok Nusantara dengan
menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung lima orang,
hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150 ton.
Secara umum, orang Buton adalah masyarakat yang mendiami wilayah
kekuasaan Kesultanan Buton. Daerah-daerah itu kini telah menjadi beberapa kabupaten
dan kota di Sulawesi Tenggara diantaranya Kota Baubau, Kabupaten Buton,
Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton Utara,
Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Muna
Barat.
Selain merupakan masyarakat pelaut, masyarakat Buton juga sejak zaman dulu
sudah mengenal pertanian. Komoditas yang ditanam antara lain padi ladang, jagung,
singkong, ubi jalar, kapas, kelapa, sirih, nanas, pisang, dan segala kebutuhan hidup
mereka sehari-hari.
Orang Buton terkenal pula dengan peradabannya yang tinggi dan hingga saat
ini peninggalannya masih dapat dilihat di wilayah-wilayah Kesultanan Buton,
diantaranya Benteng Keraton Buton yang merupakan benteng terbesar di dunia, Istana
Malige yang merupakan rumah adat tradisional Buton yang berdiri kokoh setinggi
empat tingkat tanpa menggunakan sebatang paku pun, mata uang Kesultanan Buton
yang bernama Kampua, dan banyak lagi

5
2.2 Sejarah
Jika melihat dari Sejarah Suku Buton dan asal usulnya dapat diketahui dengan
mengungkapkan lebih dahulu sejarah kedatangan Sipanjonga dan kawan-kawannya,
yang dikenal dalam sejarah wolio dengan nama Kesatuannya “Mia Pata Mianan” yang
artinya “empat orang” lebih jelasnya dimaksudkan dengan empat pemuka yaitu
Sipanjonga, Simalui, Sijawangkati dan Siuamanajo. Dan dengan berpegang pada buku
silsilah dari Raja-raja di Wolio, keempat orang tersebut konon menurut riwayat berasal
dari tanah Semenanjung Johor (Malaysia) pulau Liya Melayu, di mana tibanya di Buton
dapat diperkirakan berkisar akhir abad ke 13 atau setidaknya pada awal abad ke 14.
Perkiraan tibanya Sipanjonga dan kawan-kawannya.
Dalam Riwayat H. J. Van Den Berg, ia menuliskan antara lain: Dalam tahun
1275 bertolaklah satu tentara kertanagara dari pelabuhan Tuban. Tentara itu mendarat
di daerah muara sungai Jambi dan: rebut daerah itu, yang lalu dijadikan daerah takluk
bagi kerajaan Singosari. Dalam waktu 10 tahun saja, jajahan kerajaan Jawa itu telah
dapat diluaskan sampai kedaerah hulu sungai jambi. Didirikanlah kembali kerjaan
Melayu lama didaerah itu, tetapi sebagai negara bagian pada kerajaan Singosari. Raja
Melayu dijadikan Raja takluk kepada Baginda Kertanagara. Kerajaan Melayu menjadi
penting kedudukannya, sehingga dalam abad ke 14 seluruh Sumatra kerapkali disebut
juga melayu.
Suatu kumpulan karya, yang di dapat orang di daerah jambi, atas perintah
Kertanagara diangkut ke melayu dalam tahun 1286. Maksud kertanagara telah jelas,
yaitu mendirikan satu kerajaan Jawa di Sumatra tengah, yang akan menjadi pusat
kebudayaan Jawa dipulau itu. Kerajaan Jawa yang di Sumatra itu merupakan suatu
bahaya yang besar sekali bagi Sriwijaya. Akan tetapi Sriwijaya terlalu lemah untuk
mencegah maksud Kertanagara itu.
Kekuasaan Sriwijaya telah runtuh pada segenap pihak. Dibagian Utara
Semenanjung Malaka. Sebagian dari daerah Sriwijaya telah direbut kerajaan Siam yang
baru saja berdiri. Di Aceh pun telah mulai pula timbul kerajaan baru, umpamanya

6
kerajaan Perlak dan Kesultanan Samudra Pasai. Kerajaan baru itu telah menjadi
kerajaan islam (yang pertama di Indonesia). Perhubungannya dengan Sriwijaya hampir
tidak ada lagi. Kerajaan Pahang pun yang terletak di Semenanjung Malaka, rupanya
telah menjadi daerah takluk juga pada kerajaan Singosari, yang telah sejak lama
mengakui kekuasaan tertinggi dari Sriwijaya, rupanya terlepas pula dalam zaman itu
dan telah menjadi bagian kerjaan Singosari.
Sipanjonga dan teman-temannya serta pengikut-pengikutnya, sebagai seorang
raja di negerinya, yang termasuk di dalam kerjaan Sriwijaya, mengetahui kedudukan
Sriwijaya sudah demikian lemahnya, Ia mengambil kesempatan untuk meninggalkan
kerajannya mencari daerah lain untuk tempat tinggalnya dan Untuk dapat menetap
sebagai seorang raja yang berkuasa dan tibalah mereka di Pulau Buton.
Tibanya Sipanjonga dengan kawan-kawan tidak bersama-sama dan tidak pula
pada suatu tempat yang sama dan rombongannya terdiri dalam dua kelompok, dengan
tumpangan mereka yang disebut dalam zaman “palulang”.
Kelompok pertama Sipanjonga dengan Sijawangkati sebagai kepala
rombongan mengadakan pendaratan yang pertama di Kalaupa, suatu daerah pantai dari
raja tobo-Tobo, sedangkan Simalui dan Sitamanajo mendarat di Walalogusi (kira-kira
kampung Boneatiro atau di sekitar kampung tersebut Kecamatan Kapontori sekarang).
Pada waktu pendaratan pertama itu Sipanjonga mengibarkan bendera kerajaannya pada
suatu tempat tidak jauh dari Kalampa, pertanda kebesarannya. Bendera Sipanjonga
inilah yang menjadi bendera kerajaan buton yang disebut “tombi pagi” yang berwarna
warni, “longa-longa” bahasa wolionya.
Di kemudian tempat di mana pengibaran bendera tersebut dikenal dengan nama
“sula” yang sampai sekarang masih dikenal, terdapat di dalam desa Katobengke
Kecamatan Wolio, tidak jauh lapangan udara Betoambari.
Kemudian maka keempat pemuka tersebut di atas yang membuat dan
meninggalkan sejarah dan kebudayaan wolio, sedangkan kerajaan yang pada zamannya
pernah menjadi kerajaan yang berarti, dan merekalah pula yang mengawali
pembentukan kampung-kampung, yang kemudian sesuai dengan perkembangannya

7
menjadi kerajaan dan inilah yang dimaksudkan dengan kerajaan Buton, yang sebagai
Rajanya yang pertama Ratu I Wa Kaa Kaa.
Di tempat pendaratannya tersebut Sipanjonga dan kawan-kawannya
membangun tempat kediamannya yang lambat laun menjadi sebuah kampung yang
besar, yang tidak lama setelah pendaratannya itu Rombongan Simalui dan Sitamanajo
bersatu kembali dengan Sipanjonga di Kalampa.
Oleh karena letak tempat tinggal dari Sipanjonga dekat pantai bukanlah suatu
hal yang tidak mungkin terjadinya gangguan-gangguan keamanan, terutama sekali dari
bajak laut yang berasal dari Tobelo Maluku – masyuurnya gangguan keamanan dari
apa yang dikenal dengan tobelo, demikian di takuti sehingga menjadi akta menakuti
anak-anak dari kalangan orang tua dengan “jaga otobelo yitu” artinya “awas tobelo
itu”.
Untuk mengindarkan diri dari gangguan keamanan Sipanjonga dan rakyatnya
meninggalkan Kalampa menuju arah gunung yang tidak jauh dari tempatnya itu kira-
kira 5 km dari tepi pantai di tempat yang baru inilah Sipanjonga dan rakyatnya
bermukim.
Karena di tempat yang baru itu masih penuh dengan hutan belukar maka untuk
membangun tempat kediaman mereka ditebasnya belukar-belukar itu, yang pekerjaan
menebas itu dalam bahasa wolionya dikatakan “Welia”. Inilah asal nama “Wolio” dan
tempat inilah pula yang menjadi tempat pusat kebudayaan Wolio ibu kota kerajaan.
Diriwayatkan lebih jauh bahwa pada waktu Sipanjonga dan teman-teman
menebas hutan belukar di tempat itu didapati banyak pohon enau. Terlebih di atas
sebuah bukit bernama “Lelemangura” Rahantulu – Di tempat ini diketemukan putri
Raja Wa Kaa Kaa. Lelemangura bahasa Wolio terdiri dari anak kata “lele” dan
“mangura”. Lele berarti tetap dan mangura mudah. Ini mengandung makna kiasan
terhadap putri Wa Kaa Kaa yang karena ditemukan dan dianggap sebagai bayi dalam
arti “diberi baru menerima, disuap lalu menganga dan hanya menangis dan tertawa
yang dikenalnya”. Tujuan hakekatnya supaya tetap diingat bahwa Raja adalah “anak”

8
dari Betoambari Bontona Peropa dan Sangariarana Bontona Baluwu Siolimbona pada
keseluruhannya
Bukit inilah yang kemudian masyur dengan sebutan Lelemangura. Salah
seorang teman dari Sipanjonga yang bernama Sijawangkati mendapatkan enau dan
dengan diam-diam ia menyadap enau itu. Ketika yang empunya enau yang bernama
Dungkungeangia datang menyadap enaunya, didapatinya enaunya sudah di sedap
orang yang tidak diketahuninya. Timbullah marahnya. Dipotongnya sebatang kayu
yang cukup besar. Melihat potongan batang kayu itu, timbul dalam pemikirannya
betapa besar dan kuat orang yang memotong kayu itu namun tidak menimbulkan rasa
takut pada diri Sijawangkati. Untuk mengimbangi potongan kayu itu, dipotongnya
rotan yang panjangnya satu jengkal yang cukup besar juga, kemudian batang rotan itu
disimpulnya. Karena kekuatan simpulan pada batang rotan itu, hampir tidak kelihatan,
kemudian diletakkannya di atas bekas potongan batang kayu itu. Tentu orang yang
menyadap enau saya ini adalah orang yang sakti dan mungkin bukan manusia biasa.
Suatu waktu secara kebetulan keduanya bertemu di tempat itu. Maka terjadilah
perkelahian yang sengit, yang sama-sama kuat. Masing-masing tidak ada yang kalah.
Pada akhirnya keduanya karena sudah kepayahan berdamai. Mufakatlah keduanya
untuk hidup damai dan saling membantu dan bagi anak cucu mereka dikemudian akan
hidup di dalam alam kesatuan dan persatuan. Dengan adanya perdamaian sijawangkai
Dungkusangia tersebut maka negeri tobe-tobe masuk dan bersatu dengan Wolio. Letak
negeri tobe-Tobe itu dari tempat tinggal Sipanjonga +7 KM.
Dapat dijelaskan disini bahwa Dungkusangia dimaksudkan menurut keterangan
leluhur adalah berasal dari Cina yang selanjutnya dalam buku silsilah bangsawan Buton
dikatakan asal “fari” asal “peri”. Menurut Pak La Hude (Sejarawan) dikatakan
orangnya amat putih, sama halnya dengan putihnya isi kelapa yang dimakan fari
(binatang semacam serangga).
2.3 Adat-Istiadat
Adat suku Buton ada beberapa macam salah satu diantaranya ialah Tandaki atau
Posusu, yaitu upacara yang berkaitan dengan penyunatan (tandaki bagi anak laki-laki)

9
dan posusu(bagi anak perempuan). Upacara tandaki di peruntukan bagi anak laki-laki
yang telah masuk aqil baliq, yang melambangkan bahwa anak laki-laki tersebut
berkewajiban untuk melaksanakan segala perintah dan larangan yang diajarkan dalam
Agama Islam. Posusu adalah upacara khitanan bagi anak perempuan sebagaimana
tandaki bagi anak laki-laki. Pada posusu biasanya di barengi dengan mentindik
(melubangi daun telinga) sebagai tempat pemasangan anting-anting. Tandaki dan
Posusu biasanya di lakukan 1 hari sebelum pelaksanaan Idul fitri maupun idul adha.

2.4 Pakaian Adat

Pakaian Balahadada merupakan pakaian kebesaran yang dikenakan oleh kaum


laki-laki Buton baik bagi seorang bangsawan maupun bukan bangsawan. Pakaian
dengan warna dasar hitam ini dijadikan sebagai perlambang keterbukaan pejabat atau
sultan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan masyarakat demi
pencapaian kesejahteraan dan kebenaran hukum yang diputuskan dengan jalan
musyawarah untuk mufakat. Kelengkapan pakaian Balahada terdiri atas destar, baju,
celana, sarung, ikat pinggang, keris, dan bio ogena atau sarung besar yang dihiasi
dengan pasamani diseluruh pinggirannya. Bukan hanya Balahadada saja yang
diketahui sebagai pakaian adat Suku Buton dan diketahui juga ada beberapa macam
pakaian adat Suku Buton misalnya pakaian Ajo Bantea, Ajo Tandaki, Pakeana Syara,
Kambowa, Kaboroko, dan Kombo.

10
2.5 Rumah Adat

Banua tada merupakan rumah tempat tinggal suku Buton di Pulau Buton. Kata
banua dalam bahasa setempat berarti rumah sedangkan kata tada berarti siku. Jadi,
banua tada dapat diartikan sebagai rumah siku. Berdasarkan status sosial penghuninya,
struktur bangunan rumah ini dibedakan menjadi tiga yaitu kamali, banua tada tare pata
pale, dan banua tada tare talu pale. Kamali atau yang lebih dikenal dengan nama malige
berarti mahligai atau istana, yaitu tempat tinggal raja atau sultan dan keluarganya.

11
2.6 Peninggalan

Benteng Keraton Buton adalah bekas peninggalan Kesultanan Wolio/Buton dan


biasa disebut dengan Benteng Keraton Wolio. Benteng buton berada di Pulau Buton
(Kota Bau-Bau) secara geografis merupakan kawasan timur jazirah tenggara pulau
Celebes/Sulawesi. Benteng Keraton Buton yang aslinya disebut Keraton Wolio
dibangun pada masa pemerintahan Sultan Buton VI (1632-1645), bernama Gafurul
Wadudu. Benteng yang berbentuk lingkaran ini panjang kelilingnya sekitar 2.740
meter. Benteng Keraton Buton mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia
(MURI) dan Guiness Book Record yang dikeluarkan bulan september 2006 sebagai
benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23,375 hektare. Benteng Keraton Buton
ini menjadi salah satu objek wisata bersejarah di Bau-bau, Sulawesi Tenggara. Benteng
ini merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton.

12
2.7 Bermata Biru

Beberapa orang di Suku Buton memiliki warna mata biru terang layaknya orang
eropa. Kondisi langka ini dikenal sebagai Sindrom Waardenburg, yang memengaruhi
pigmentasi. Sindrom Waardenburg ini membuat mereka bermata biru elektrik, sesuatu
yang sangat langka di Indonesia, di mana orangnya kebanyakan berambut hitam dan
bermata gelap. Sindrom Waardenburg adalah mutasi genetik turun-temurun yang
diperkirakan hadir dalam beberapa bentuk pada 1 dari 42.000 orang. Selain efeknya
yang terkadang mengejutkan pada pigmentasi mata, termasuk menyebabkan warna
mata yang berbeda, hal itu juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran.

13
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Suku Buton adalah salah satu suku yang menyimpan
keberagaman yang sangat menakjubkan. Mulai dari kearifan lokal hingga keunikan
beberapa anggota masyarakatnya yang memiliki mata berwarna biru terang. Mereka
merupakan salah satu suku di Indonesia yang mengagumkan. Suku Buton mempunyai
nenek moyang orang Cina, mereka lalau berbaur dengan masyarakat sekitar melalui
ikatan pernikahan dengan masyarakat setempat dan lain-lain. suku Buton juga
merupakan salah satu suku yang hingga saat ini masih memegang teguh tradisi
leluhurnya, yang terbukti dengan masih banyaknya masyarakat Suku Buton yang masih
mengimplementasikan adat-istiadatnya dalam kehidupan sehari;hari mereka.

3.2 Saran
Indonesia memiliki berbagai macam suku bangsa dan salah satu diantaranya
adalah Suku Buton. Dari kurun waktu ke waktu secara tidak sadar masyarakat mulai
melupakan Suku Buton. Hal ini dikarenakan faktor kurangnya informasi yang
membahas Suku Buton. Oleh sebab itu, Marilah kita bersama-sama mempelajari Suku
Buton, sehingga kedepannya Suku Buton dikenal oleh masyarakat yang lebih luas.
Makalah ini tentunya tidak luput dari kesalahan dan kekurangan oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perkembangan penyusunan
makalah yang lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

 http://suku-dunia.blogspot.com/2015/09/kebudayaan-suku-buton.html
 https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Buton
 https://wartakota.tribunnews.com/2020/10/03/foto-foto-keunikan-mata-suku-asli-
buton-sultra-seperti-bercahaya-jadi-sorotan-media-internasional?page=2
 https://travel.detik.com/travel-news/d-5201256/tentang-foto-kilau-mata-biru-
suku-buton-dan-muna-yang-viral-itu

15

Anda mungkin juga menyukai