Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Pernikahan adalah suatu ritual manusia tertua yang sifatnya


universal, dan paling unik dalam sejarah institusi manusia. Sampai saat ini,
tidak ada hasil temuan yang mengatakan bahwa ada sebuah masyarakat yang
tidak mengenal sistem perkawinan sebagai salah satu kunci penting dalam
struktur sosial masyarakatnya. Perkawinan dapat diartikan sebagai
hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, ditandai dengan
adanya pengasuhan anak serta pembagian peran antara suami dan istri.
Perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang dapat memberikan intimasi
(kedekatan), pertemanan, pemenuhan kebutuhan seksual, kebersamaan, dan
perkembangan emosional. Makna perkawinan tersebut juga dianut oleh
seluruh masyarakat Indonesia yang multikultural.
Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa,
kondisi ini kaya akan aneka ragam budaya yang unik. Keragaman budaya
itu terjadi salah satunya disebabkan adanya perbedaan penafsiran terhadap
unsur-unsur kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, maka perkawinan,
khususnya di Indonesia merupakan peristiwa yang dipahami secara
universal, meskipun bentuk dan tata caranya berbeda-beda. Bentuk dan tata
cara pelaksanaan yang berbeda-beda itu, dapat dipahami sebagai suatu
kekayaan budaya Indonesia yang heterogen (beragam), di mana disetiap
daerah yang berbeda, memiliki beragam aktivitas budaya yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Beragam aktivitas budaya ini ditunjang
dengan adanya berbagai masyarakat adat yang memiliki hukum kekerabatan
dan bentuk adat istiadat yang berbeda.
Salah satu daerah yang kaya akan ragam budaya adat adalah Provinsi
Lampung. Bila ditinjau secara kulturalistik, masyarakat pribumi Lampung
mempunyai berbagai macam bentuk kebudayaan daerah yang unik. Budaya

1
lokal ini dicerminkan dari kebiasaan yang berkembang di lingkungan
warganya. Keanekaragaman budaya yang unik itu nampak jelas terlihat
misalnya pada saat penyelenggaraan upacara adat perkawinan.
Upacara-upacara adat yang paling banyak dilakukan terlihat saat
penyelenggaraan acara perkawinan atau pernikahan. Di mana perkawinan
atau pernikahan itu dilakukan menurut tata cara adat tradisional Lampung,
karena suatu perkawinan dalam adat akan menjadi pusat perhatian dari
masyarakat itu sendiri. Upacara perkawinan adat Lampung, dalam
pelaksanaannya dilakukan dengan cara Ngibal Serbou, Bumbang Aji, Itar
Wawai, dan Sebambangan (kawin lari). Sedangkan bentuk perkawinan yang
pantang dilakukan serta melanggar norma aturan hingga dianggap tabu
dikalangan masyarakat adalah perkawinan antara seseorang dengan anak
kandung, antara seseorang dengan saudara sekandung dan seseorang yang
menikahi anak dari saudara laki-laki maupun perempuannya (keponakan).
Pada umumnya, lelaki maupun wanita Lampung memilih jodoh berdasarkan
pilihan sendiri. Seorang individu Lampung berhak menentukan pendamping
hidupnya tapi asal jangan berasal dari sedarahnya.
Masyarakat Lampung sendiri mengenal adanya sistem perkawinan
yang menjadikannya berbeda dari masyarakat suku lain yang berada di
nusantara. Secara demografis, masyarakat Lampung terbagi dua macam;
Lampung Pepadun dan Lampung Saibatin. Orang Lampung Pepadun pada
umumnya bermukim di sepanjang aliran sungai yang bermuara ke laut Jawa.
Orang Pepadun terdiri dari masyarakat yang berada di daerah Abung, Tulang
Bawang, dan Pubian Telusuku. Sementara orang Lampung Saibatin
bermukim di pesisir pantai dan di sepanjang aliran sungai yang bermuara ke
Samudra Indonesia. Dua tipologi masyarakat ini mempunyai perbedaan
yang cukup menarik. Salah satu di antaranya terkait dengan model
perkawinan adatnya. Baik Lampung Pepadun maupun Saibatin memiliki
keunikan masing-masing dari segi adat istiadat, busana, juga tata cara
melangsungkan pernikahan. Dari berbagai macam sistem perkawinan adat
Lampung yang ada, pada saat ini dapat dikelompokkan menjadi dua;

2
Pertama, perkawinan yang melalui proses lamaran yang dapat dilakukan
dalam bentuk upacara adat besar (gawei besar) atau upacara adat yang
sederhana (gawei kecil); Kedua, perkawinan yang dilakukan tanpa melalui
proses lamaran atau disebut dengan kawin larian yang dalam istilah adat
Lampung disebut dengan kawin sebambangan.
Dalam kesempatan ini, saya akan membahas mengenai “ Adat
Pernikahan Lampung Pepadun”. Adat istiadat Pepadun dipakai oleh orang
Lampung yang tinggal di kawasan Abung, Way kanan atau Sungkai, Tulang
bawang dan Pubian bagian pedalaman. Masyarakat Lampung Pepadun
mengenal adanya hukum adat yang dilandaskan pada bagian adat Lampung
siwo migo yang berisi beragam peraturan dan larangan yang harus ditaati
oleh pemimpin dan masyarakatnya. Ada beberapa tradisi adat perkawinan
Lampung Pepadun yang tidak dijumpai dalam perkawinan adat daerah lain.

3
BAB II
PERMASALAHAN

Adapun permasalahan yang dapat yang akan dicari jawabannya adalah


sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem perkawinan adat Lampung Pepadun ?
2. Bagaimana prosesi perkawinan adat Lampung Pepadun ?
3. Bagaimana penjelasan mengenai makna-makna simbolik yang ada
dalam prosesi pernikahan adat Lampung pepadun ?
4. Bagaimana pakaian adat Lampung Pepadun yang digunakan pada saat
pernikahan?

4
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sistem Perkawinan Adat Lampung Pepadun

Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan


ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan yang dianut,
berbeda sukunya maka berbeda pula sistem kekerabatannya. Masyarakat
Lampung sebagai salah satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di
ujung selatan Pulau Sumatera.
Masyarakat Lampung dibedakan dalam dua golongan masyarakat
adat yaitu golongan masyarakat Lampung Saibatin dan masyarakat
Lampung Pepadun. Masyarakat yang beradat Saibatin memakai dialek (A
api/apa) dan masyarakat Pepadun memakai dialek (O nyow/apa).
Masyarakat Lampung yang beradat Pepadun umumnya mendiami daerah-
daerah pedalaman seperti Abung, Way Kanan, Sungkai, Tulang Bawang
serta Pubian. Masyarakat Lampung yang beradat Saibatin, umumnya
menempati daerah sepanjang Teluk Betung, Teluk Semangka, Krui, Belalau,
Liwa, Pesisir Raja Basa, Melinting dan Kalianda. Pada susunan masyarakat
hukum, bentuk perkawinan adat dapat dibedakan, yaitu bentuk perkawinan
adat masyarakat patrilineal, matrilineal dan parental/ bilateral Pada
masyarakat Lampung, terdapat dua macam perkawinan yaitu perkawinan
Semanda dan Bejujogh. Pada masyarat Lampung Saibatin mengenal bentuk
perkawinan Semanda dan Bejujogh sedangkan pada masyarakat Lampung
Pepadun hanya mengenal bentuk perkawinan bejujogh.
Tata cara perkawinan pada masyarakat adat Lampung Pepadun pada
umumnya berbentuk perkawinan dengan cara lamaran (rasan tuha) dengan
Sebambangan (Larian). Perkawinan dengan cara lamaran (rasan tuha) adalah
dengan memakai jujur, yang ditandai dengan pemberian sejumlah uang

5
kepada pihak perempuan. Uang tersebut digunakan untuk menyiapkan alat-
alat kebutuhan rumah tangga (sesan), dan diserahkan kepada mempelai laki-
laki pada saat upacara perkawinan berlangsung. Sedangkan, perkawinan
Sebambangan (tanpa acara lamaran) merupakan perkawinan dengan cara
melarikan gadis yang akan di nikahi oleh bujang dengan persetujuan si
gadis, untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang dianggap dapat
menghambat pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat yang
memakan biaya cukup banyak.
Upacara perkawinan adat Lampung, dalam pelaksanaannya
dilakukan dengan cara Ngibal Serbou, Bumbang Aji, Itar Wawai, dan
Sebambangan (kawin lari). Sedangkan bentuk perkawinan yang pantang
dilakukan serta melanggar norma aturan hingga dianggap tabu dikalangan
masyarakat adalah perkawinan antara seseorang dengan anak kandung,
antara seseorang dengan saudara sekandung dan seseorang yang menikahi
anak dari saudara laki-laki maupun perempuannya (keponakan). Pada
umumnya, lelaki maupun wanita Lampung memilih jodoh berdasarkan
pilihan sendiri. Seorang individu Lampung berhak menentukan pendamping
hidupnya tapi asal jangan berasal dari sedarahnya.

3.2 Prosesi Pernikahan Adat Lampung Pepadun

Sebelum melangsungkan pernikahan, biasanya ada berbagai rangkaian


prosesi yang dijalani calon pengantin baik sebelum pernikahan, pada saat
pernikahan dan setelah pernikahan. Berikut ini berbagai urutan rangkain
prosesi pernikahan secara adat Lampung Pepadun:

 Sebelum Pernikahan

1. Nindai / Nyubuk
Prosesi ini merupakan proses awal yang dilangsungkan dimana pihak
keluarga calon pengantin pria akan meneliti atau menilai apakah calon

6
istri untuk anaknya layak atau tidak. Bebrapa hal yang dinilai adalah dari
segi fisik dan perilaku sang gadis. Pada Zaman dahulu, saat upacara
begawei (cacak pepaduan) akan dilakukan acara cangget pilangan yaitu
sang gadis diwajibkan mengenakan pakaian adat dan keluarga calon
pengantin pria akan melakuakn nyubuk / nindai yang diadakan di balai
adat.

2. Be Ulih – ulihan (bertanya)


Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria
berkenan terhadap sang gadis, maka calon pengantin pria akan
mengajukan pertanyaan apakah gadis tersebut sudah ada yang punya
atau belum, termasuk bagaimana dengan bebet, bobot, bibit-nya. Jika
dirasakan sudah cocok, maka keduanya akan melakukan proses
pendekatan lebih lanjut. Dilihat dari maknanya, maka tradisi nindai dan
Be Ulih-ulihan ini sesuai dengan apa yang diutarakan dalam hadits
Nabi: “Wanita itu dinikahi karena 4 hal : karena hartanya, keturunan
(nasab)nya, kecantikan dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang
beragama niscaya kamu akan beruntung” (HR. Bukhari, Muslim, Abu
Daud dan Ibnu Majah).

3. Bekado
Bekado adalah proses dimana keluarga calon pengantin pria pada hari
yang telah disepakati mendatangi kediaman calon pengantin wanita
sambil membawa berbagai jenis makanan dan minuman untuk
mengutarakan isi hati dan keinginan pihak keluarga pengantin pria.
Tradisi bekado ini dilakukan dalam rangka memberikan dan menjadikan
dua insan yang saling mencintai tersebut jauh dari prilaku-prilaku yang
dapat melanggar aturan agama (berzina) dan adat. Dengan dilakukan
pertemuan antara dua keluarga (pihak laki-laki dan pihak perempuan)
memberikan sinyal bahwa keduanya telah memberikan restu untuk si
calon dalam melangsungkan ke akad pernikahan.

7
4. Nunang (melamar)
Pada hari yang disepakati, kedua belah pihak, calon pengantin pria
datang melamar dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat
berupa makanan, aneka macam kue, dodol, alat untuk merokok,
peralatan nyireh ugay cambia (sirih pinang). Jumlah dalam satu macam
barang bawaan akan disesuaikan dengan status calon pengantin pria
berdasarkan tingkatan marga (bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan suku
(bernilai 6). Dalam kunjungan ini, akan disampaikan maksud keluarga
untuk meminang anak gadis tersebut.

Upacara perkawinan adat Lampung Pepadun dengan Hibal Batin


dimulai dengan acara meminang yang disebut Pineng atau Nunang.
Upacara ini dilakukan di tempat mempelai laki-laki maupun perempuan
disertai Nyamban Dudul (pemberian dodol). Dengan pakaian dan
perlengkapan adat lengkap, mempelai yang akan menikah melakukan
upacara cakak pepadun guna menentukan kedudukan martabat
mempelai dan anggota kerabat lain dalam melaksanakan hukum adat
selanjutnya.

5. Nyirok (ngikat)
Pada acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara
lamaran. Biasanya calon pengantin pria akan memberikan tanda
pengikat atau hadiah istimewa kepada gadis yang ditujunya berupa
barang perhiasan, kain jung sarat atau barang lainnya. Hal ini sebagai
simbol ikatan batin yang nantinya akan terjalin di antara dua insan
tersebut. Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon
pengantin pria mengikat pinggang sang gadis dengan benang lutan
(benang yang terbuat dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu)
sepanjang satu meter. Hal ini dimaksudkan agar perjodohan kedua insan
ini dijauhkan dari segala penghalang.

8
6. Manjau (Berunding)
Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang tua calon
pengantin wanita untuk berunding mencari kesepakatan bersama
mengenai hal yang berhubungan denagn besarnya uang jujur, mas
kawin, adat yang nantinya akan digunakan, sekaligus menentukan
tempat acara akad nikah dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung,
akad nikah biasanya dilaksanakan di kediaman pengantin pria. Akan
tetapi saat ini banyak prosesi tersebut dilakukan di gedung-gedung
sewaan dengan beragam alasan. Manjau merupakan kunjungan atau
berkunjungnya seorang calon pengantin, dalam hal ini adalah calon
pengantin pria atau laki-laki ke rumah orang tua dari calon pengantin
wanita, dimana kunjungan calon pengantin laki-laki ini dapat
dilaksanakan jika antara kedua belah pihak, baik dari pihak calon
pengantin wanita maupun calon pengantin pria telah mempunyai kata
sepakat bahwa waktu dari pelaksanaan pernikahan kedua belah pihak,
yakni calon pengantin wanita dan pria sudah ada ketentuan akan
dilaksanakannya acara pernikahan baik, mengenai waktu maupun
persyaratan-persyaratan yang lain.
Manjau atau kedatangan atau berkunjungnya calon pengantin pria, ke
rumah orang tua dari calon pengantin wanita, dapat dilakukan kapan
saja, tapi dengan ketentuan seperti :
a. Manjau Terang
Manjau terang boleh dilakukan pada pagi hari, dan boleh dilakukan
pada malam hari, namun biasanya banyak yang melakukannya pada
malam hari.
b. Manjau Selop
Manjau selop adalah manjau yang juga dilakukan oleh calon
pengantin pria ke rumah orang tua dari calon pengantin wanita, tapi
tidak dapat dilaksanakan pada pagi atau siang hari, khusus harus
dilaksanakan pada malam hari. Manjau nya juga, tidak boleh
banyak-banyak, paling banyak sekitar sepuluh (10) orang saja, yang

9
mungkin terdiri dari: paman-paman (kemaman), bibi-bibi
(keminan) ada satu dan dua orang bujang gadis serta dua atau tiga
orang keluarga lainnya, bawaan nya juga cukup sederhana, boleh
hanya sebatas minum saja, tapi juga boleh sampai pada tingkat
untuk acara makan-makan bersama.
Dalam proses Manjau, ada tiga tahapan, yakni :
a. Persiapan Manjau
b. Pelaksanaa Manjau
c. Penyelesaian Manjau.
Dalam persiapan manjau, tentunya terlebih dahulu diawali dengan
Pemandai (pemberitahuan) oleh pihak keluarga calon mempelai laki-laki
kepada keluarga calon mempelai perempuan.

7. Sesimburan (Dimandikan)
Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan arak-arakan dimana calon
pengantin wanita akan di payungi dengan payung gober dan diiringi
dengan tabuh-tabuhan dan talo lunik. Calon pengantin wanita bersama
gadis-gadis lainnya termasuk para ibu, mandi bersama sambil saling
menyimbur (memercikkan) air yang disebut sesimburan sebagai tanda
permainan terakhirnya, sekaligus menolak bala karena besok dia akan
melaksanakan akad nikah.

8. Betanges (Mandi Uap)


Betanges yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun
sampai mendidih lalu diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon
pengantin wanita. Dia akan dilingkari atau ditutupi dengan tikar pandan
selama 15-25 menit, lalu bagian atasnya ditutup dengan tampah atau
kain. Dengan demikian, uap dari aroma tersebut akan menyebar
keseluruh tubuh sang gadis agar pada saat menjadi pengantin akan
berbau harum dan tidak mengeluarkan banyak keringat.

10
9. Berparas (Cukuran)
Setelah betanges selesai, selanjutnya dilakukan acara berparas yaitu
menghilangkan bulu-bulu halus dan membentuk alis agar sang gadis
terlihat cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias
untuk membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita.
Pada malam harinya, dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-
kukunya agar penampilan calon pengantin semakin menarik pada
keesokan harinya.

10. Acara Perpisahan Bujang Gadis


Sebelum kedua mempelai disatukan dalam pernikahan, masing-masing
mempelai mengadakan acara Muli-Manganai untuk melepas sang
mempelai menuju kehidupan baru dan meninggalkan masa lajang. Acara
ini khusus dilakukan muda-mudi setempat yang dipimpin kepala gadis
dan kepala bujang. Acara dilakukan pada malam hari, dimulai sejak sore
sampai pagi yang disebut dengan cas muas. Kegiatan ini biasanya diisi
tari-tarian dan acara kesenian tempat pemuda pemudi lain saling
berkenalan.

 Pada Hari Pernikahan

1. Upacara Adat
Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai
perundingan akan dilaksanakan dengan cara tertentu. Ditempat keluarga
gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam, yaitu :
1. Maro nanggep
2. Cangget pilangan
3. Temu di pecah aji
2. Upacara akad nikah atau ijab kabul.
Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah
calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan

11
kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon
mempelai wanita atau digedung-gedung sewaan. Rombongan calon
mempelai pria diatur sebagai berikut :
a. Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru
bicara)
b. Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon
mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak
calon mempelai wanita
c. Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita
disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai
yang harus dilalui). Setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara
pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan
alat terapang. Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan
masuk dengan membawa seserahan berupa: dodol, urai cambai (sirih
pinang), juadah balak (lapis legit), kue kering dan uang adat.
Kemudian calon engantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah,
didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang
sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud
kepada para tetua yang hadir.

 Sesudah Pernikahan

1. Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk


Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato,
sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria
memegang tombak bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian
ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh
dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi
labayan putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut
seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak,
kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai

12
akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun
rumah tangga yang sakinah dan mawadah. Pengantin berjalan perlahan
diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.

2. Tabuhan Talo Balak


Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak
irama girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga
dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras
kunyit campur uang logam. Berikutnya pengantin wanita mencelupkan
kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam
kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor
bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan
berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan,
pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan
diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen,
yaitu kamat tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi
lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita. Maknanya
agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya. Selanjutnya siger
mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro
(selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:
1. Ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai dilanjutkan nenek
serta tante.
2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti
sesepuh lain.
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
4. Istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan
telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian,
sambil berkata :
sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7),
adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai
wanita adekmu Ratu Rujungan.

13
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai
mempelai wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik,
setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan
di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat
jodoh.
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula
kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam
panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna
agar segera mendapat keturunan.

3.3 Makna-Makna Simbolik yang Ada dalam Prosesi Pernikahan Adat


Lampung Pepadun

Kehidupan masyarakat Lampung sangat bersifat seremonial dan


simbolik, mereka selalu ingin meresmikan suatu keadaan melalui upacara
simbolik. Kerena setiap prosesi perkawinan adat Lampung Pepadun syarat
akan nilai-nilai makna simbolik yang saling terkait satu sama lainnya.
Upacara-upacara yang dilakukan masyarakat Lampung berkaitan dengan
siklus kehidupan manusia. Upacara-upacara ini dilakukan dalam rangka
membereskan suatu keadaan untuk mencapai tujuan. Upacara-upacara ini
termasuk adat istiadat yang sifatnya sakral baik mengenai niat, tujuan,
bentuk upacara, perlengkapan upacara maupun tata laku pelaksanannya.
Sehingga ketika akan melaksanakan upacara maka membutuhkan persiapan
yang benar-benar matang. Salah satu upacara yang dianggap sakral dalam
kebudayaan adat Lampung adalah upaya prosesi perkawinan. Proses
adaptatif makna simbol suatu komunitas lokal tidak saja dengan alam dan
dengan komunitas lokal yang lain. Tetapi lebih dari itu, komunitas lokal
mesti adaptif dan akomodatif dengan kebudayaan global dan ajaran-ajaran
baru. Selama ini sudah lazim dipahami bahwa persentuhan antara budaya

14
lokal dengan budaya global menjadi tak terelakkan lagi. Persentuhan antara
yang global dan yang lokal di satu pihak mempersempit ruang-ruang
komunikatif dan tentu saja menguntungkan kedua belah pihak. Namun di
sisi lain, globalisasi seringkali melakukan penyeragaman dan pemaksaan
idiom atau wacana-wacana global yang membuat pergeseran makna-makna
simbol (berinteraksi simbolik) dengan dunia baru.
Dunia global di satu sisi ingin merayakaan kebersamaan namun di
sisi lain ada kolonisasi baru. Sistem perkawinan di semua kebudayaan
termasuk perkawinan adat Lampung Pepadun memiliki corak dan tujuan
yang universal yakni dalam rangka mempertahankan keturunan dan ikatan-
ikatan sosial. Demikian halnya dalam kebudayaan Lampung, di mana
perkawinan merupakan variabel kebudayaan yang cukup signifikan dalam
pembacaan terhadap kebudayaan Lampung.

3.4 Pakaian Adat Lampung Pepadun yang Digunakan pada saat Pernikahan

Dalam melangsungkan pernikahan, tidak hanya prosesi adat yang


perlu diperhatikan. Namun, pakaian adat pun merupakan faktor utama
berlangsungnya acara. Disamping memiliki filosofi dan makna tersendiri di
mata masyarakat pakain adat ini juga dapat mencerminkan betapa kayanya
atau betapa menariknya suatu suku tersebut. Begitupun halnya dengan
masyarakat suku lampung. Seperti yang telah kita ketahui bahwa suku
lampung memiliki penduduk dari suku yang beragam, kebudayaan
masyarakat asli Lampung sendiri hingga kini masih tetap lestari. Salah satu
peninggalan budaya tersebut yang saat ini masih dapat sering kita lihat
adalah pakaian adat Lampung. Pakaian adat Lampung adalah peninggalan
budaya Lampung yang sangat khas dan memiliki nilai seni yang tinggi.
Pakaian adat ini sering digunakan para pengantin sebagai simbol kebesaran
budaya Lampung. Pakaian ini juga kadang digunakan dalam pertunjukan

15
seni tari daerah Lampung, seperti tari sembah, tari bedana, dan lain
sebagainya.
Adapun ketentuan dari pakaian adat Lampung yang dikenakan pada
penganntin laki-laki:
1. Baju lengan panjang berwarna putih
2. Celana panjang hitam
3. Sarung tumpal
Sarung tumpal adalah kain sarung khas Lampung yang ditenun
menggunakan benang emas. Sarung ini digunakan di luar celana, mulai
lutut hingga pinggang.
4. Sesapuran
Setelah sarung, sesapuran atau sehelai kain putih dengan rumbai ringgit
diikatkan di luar sarung, sementara khikat akhir atau selendang bujur
sangkar dilingkarkan ke pundak menutupi bahu.
5. Khikat akhir

Baju adat pengantin laki-laki suku Lampung dilengkapi dengan beragam


pernik perhiasan. Sedikitnya ada delapan perhiasan yang biasanya
dikenakan oleh laki-laki, di antaranya:
1. Kopiah emas beruji
2. Perhiasan leher berupa kalung
a. Kalung papan jajar adalah kalung dengan gantungan berupa tiga
lempengan siger kecil atau perahu yang tersusun dengan ukuran
berbeda. Filosofi dari kalung ini adalah simbol kehidupan baru yang
akan mereka arungi dan dilanjutkan secara turun temurun.
b. Kalung buah jukum adalah kalung dengan gantungan berupa
rangkaian miniatur buah jukum sebagai perlambang doa agar
mereka segera mendapatkan keturunan.
c. Selempeng pinang adalah kalung panjang berupa gantungan
menyerupai buah atau bunga.
3. Perhiasan dada

16
4. Perhiasan pinggang
- Ikat pinggang yang bernama bulu serti dilengkapi dengan sebuah
terapang (keris) yang menjadi senjata tradisional khas Lampung.
5. Perhiasan lengan.
a. Gelang burung adalah gelang pipih dengan aksesoris bentuk burung
garuda terbang. Gelang yang dikenakan di lengan tangan kanan dan
kiri ini melambangkan kehidupan panjang dan kekerabatan yang
terjalin setelah menikah.
b. Gelang kano adalah gelang menyerupai bentuk ban. Gelang yang
dikenakan pada lengan kiri dan kanan di bawah gelang burung ini
melambangkan pembatasan atas semua perbuatan buruk setelah
menikah.
c. Gelang bibit adalah gelang yang dikenakan di bawah gelang kano.
Gelang ini melambangkan doa agar segera mendapatkan keturunan.

Pakaian pengantin wanita adat Lampung tidak begitu berbeda


dengan pakaian laki-lakinya. Sesapuran, khikat akhir, sarung rumpai (tapis)
juga terdapat pada pakaian pengantin wanita ini.
Adapun ketentuan pakaian adat Lampung pengantin wanita :
1. Sesapuran
2. Khikat akhir
3. Sarung tapis
4. Selappai
Selappai adalah baju tanpa lengan dengan tepi bagian bawah berhias
rumbai ringgit
5. Bebe
Bebe adalah sulaman benang satin berbentuk bunga teratai yang
mengambang
6. Katu tapis dewa sano
Katu tapis dewa sano adalah rumpai ringit dari kain tapis jung sarat.

17
Meski pakaian adat Lampung untuk wanita terkesan sederhana, akan tetapi
ada cukup banyak aksesoris yang harus dikenakan. Di antaranya:

1. Siger
Siger adalah mahkota emas khas yang dikenakan di kepala pengantin
wanita. Mahkota ini melambangkan keagungan adat budaya Lampung.
Siger memiliki 9 ruji, menandakan bahwa ada 9 sungai besar yang
terdapat di Lampung, yaitu Way Semangka, Way Sekampung, Way
Seputih, Way Sunkai, Way Abung Pareng, Way Tulang Bawang, Way
Kanan, dan Way Mesuji.
2. Seraja bulan
Seraja Bulan Seraja bulan adalah mahkota kecil beruji 3 yang terletak di
atas siger dengan jumlah sebanyak 5 buah. Aksesoris pakaian adat
Lampung ini memiliki filosofi sebagai pengingat bahwa dahulu ada 5
kerajaan yang sempat berkuasa di Lampung, yaitu kerajaan ratu
dibelalau, ratu dipuncak, ratu dipunggung, ratu dipemangilan, dan ratu
darah putih. Selain itu, seraja bulan juga bisa melambangkan 5 falsafah
hidup masyarakat adat Lampung, di antaranya piil pesengiri (rasa harga
diri), nemui nyimah (terbuka tangan), nengah nyappur (hidup
bermasyarakat), juluk adek (bernama bergelar), dan sakai sembayan
(gotong royong).
3. Subang Subang
Subang Subang adalah perhiasan yang digantungkan di ujung daun
telinga. Subang biasanya berbentuk menyerupai buah kenari dan terbuat
dari bahan emas. Pada subang terdapat beberapa kawat kuning bulat
lonjong yang berfungsi sebagai sangkuatan umbai-umbai.
4. Perhiasan Leher dan Dada
Perhiasan leher dan dada yang terdapat dalam pakaian adat Lampung
antara lain:
a. Kalung buah jukum

18
Kalung buah jukum adalah kalung berbentuk menyerupai buah
jukum yang dirangkai sebagai simbolis agar mereka segera
mendapat keturunan.
b. Kalung ringit
Kalung ringit adalah kalung dengan aksesoris sembilan buah uang
ringit dan kalung papan jajar.
c. Kalung papanjajar
Kalung papan jajar adalah kalung dengan gantungan 3 lempengan
siger kecil atau perahu yang menjadi simbol kehidupan baru bagi
para pengantin.
5. Perhiasan Pinggang dan Lengan
Perhiasan pinggang berupa selempang pinang yang digantungkan
melintang dari bahu ke pinggang menyerupai bunga serta bulu seperti
sebuah ikat pinggang yang terbuat dari kain beludru berwarna merah
berhias kelopak bunga dari kuningan. Perhiasan lengan berupa beragam
jenis gelang, seperti gelang burung, gelang kano, gelang bibit, dan
gelang duri. Makna filosofis dari gelang-gelang yang dikenakan wanita
sama dengan gelang yang dikenakan pria.

Telah diketahui bahwa pakaian adat yang dikenakan tersebut memiliki


banyak filosofi. Oleh karena itu, dalam sebuah pernikahan sangatlah
penting mengenakan pakaian adat tersebut. Dalam adat lampung
Pepadun pakaian adat dan prosesi pernikahan secara adat tidaklah begitu
rumit dan mudah. Namun, begitulah adat yang ada.

3.5 Hubungan Adat Pernikahan Lampung Pepadun dengan Kearifan Lokal

Seperti yang kita ketahui bahwa di setiap suku daerah memiliki adat
istiadat uahng berbeda. Hal ini disebabkan karena keberagaman suku yang
ada di Indonesia. Setiap daerah memiliki ciri khas masing-masing dalam
melestarikan adat budayanya. Seperti halnya adat Lampung, di dalam suku

19
Lampung sendiri kita telah mengetahui bahwasanya adat lampung terbagi
menjadi dua suku, yaitu adat Lampung Saibatin dan adat Lampung Pepadun.
Kedua adat ini memiliki nama yang berbeda, tetapi tidak halnya dengan adat
yang dilakukan. Kearifan lokal, dalam studi kebudayaan local inkulturasi
mengandaikan sebuah proses internalisasi sebuah ajaran baru ke dalam konteks
kebudayaan lokal dalam konteks akomodasi atau adaptasi. Inkulturasi dilakukan
dalam rangka mempertahankan identitas. Mempertahankan identitas disini berarti
mempertahankan kebudayaan dan melestarikannya agar dikenal oleh generasi
penerus, yaitu para keturunan.
Dalam mempertahankan itu semua, maka diperlukannya suatu hubungan
yang baik antara perkembangan zaman yang telah berkembang pesat dengan adat
yang inin dilestarikan. Di era modern ini, masih banyak masyarakat yang tidak
mengetahui betapa pentingnya adat dalam kehidupan. Adat sendiri diartikan sebagai
suatu hal pokok yang berisi aturan-aturan sesuai dengan kearifan lokal setempat.
Seperti halnya adat pernikahan Lampung Pepadun ini, yang seharusnya dilestarikan
dan diperkenalkan kepada generasi penerus di era modern ini jangan sampai mereka
lupa atau bahkan tidak mengetahuinya. Masih banyak di antara mereka yang tidak
ingin repot-repot dalam melaksanakan prosesi pernikahan sehingga menggunakan
prosesi pernikahan secara modern yang telah banyak dilakukan oleh masyarat saat
ini.
Setiap orang wajib menghargai budaya suku adat masing-masing individu,
walaupun mereka bukan orang asli suku tersebut. Walaupun kita bukan orang asli
suku tersebut tetapi kita haruslah menghargai, menghormatinya, atau bahkan mau
mempelajarinya karena pepatah mengatakan “dimana bumi dipijak disitulah langit
dijunjung” pepatah tersebut sangatlah familiar di telinga kita karena setiap individu
yang mendiami suatu daerah belum tentu individu tersebut merupakan individu asli
suku tersebut. Setiap suku adat pastinya sangatlah berkaitan dengan kearifan lokal
wilayah tersebut.
Hubungan pernikahan adat Lampung dengan kearifan lokal merupakan
suatu relasi yang sangat erat. Dimana seperti yang telah kita ketahui bahwa adat dari
suatu daerah merupakan cerminan dari kearifan lokal daerah tersebut. Dalam adat
pernikahan Lampung Pepadun memiliki banyak makna yang tersirat. Di setiap
prosesi pernikahan tersebut memiliki banyak tujuan, dan tujuan tersebut sesuai

20
dengan kearifan lokal daerah tersebut. Seperti contohnya, sebelum pernikahan
adanya prosesi dimana pihak keluarga mempelai pria melihat atau dalam bahasa
lampungnya “nyubuk”. Disini, pihak keluarga mempelai pria melakukan penelitian
atau penilaian terhadap mempelai wanita apakah cocok untuk anaknya atau tidak.
Pada contoh ini, adanya kearifan lokal yang tercermin dimana untuk menemui
mempelai wanita haruslah didampingi oleh kerabat. Kearifan lokal disini tercermin
dari etikat baik yang dilakukan, yaitu dengan berani menyatakan atau melihat
langsung calon pengantin bersama keluarganya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hubungan adat pernikahan Lampung
Pepadun dengan kearifan lokal sangatlah erat karena hal tersebut merupakan
cerminan yang baik dari daerah itu.

21
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:


1. Sistem pernikahan pada masyarakat adat Lampung Pepadun
diantaranya, bentuk perkawinan jujur; bentuk perkawinan semanda; dan
perkawinan pineng ngerabung sanggar.
2. Rangkaian prosesi pernikahan adat lampung Pepadun dibagi menjadi
tiga tahapan. Tahapan yang pertama yaitu, prosesi sebelum
pernikahan, tahapan yang kedua yaitu prosesi pada saat pernikahan
dan tahapan terakhir (tahap ketiga) yaitu prosesi setelah pernikahan.
3. Kehidupan masyarakat Lampung sangat bersifat seremonial dan
simbolik, mereka selalu ingin meresmikan suatu keadaan melalui
upacara simbolik. Upacara-upacara ini termasuk adat istiadat yang
sifatnya sakral baik mengenai niat, tujuan, bentuk upacara,
perlengkapan upacara maupun tata laku pelaksanannya.
4. Dalam prosesi adat pernikahan tidak lengkap jika tidak
menggunakan pakain adatnya juga. Begitupun yang terjadi pada
pernikahan adat Lampung Pepadun ini. Dalam pakaian adat ada
sedikit perbedaan pakaian yang dikenakan oleh pengantin laki-laki
dan pengantin wanita. Namu, diantara perbedaan itu makna atau
filosofi dari pakaian tersebut tetaplah sama.
5. Hubungan adat pernikahan Lampung Pepadun dengan kearifan lokal
sangatlah erat. Dimana, adat pernikahan Lampung sendiri memiliki
makna yang tersirat yang sesuai dengan kearifan lokal setempat dan
merupakan cerminan atau pun ciri khas dari suatu daerah tersebut.

22
5.2 Saran

Dewasa ini, prosesi pernikahan telah menggunakan prosesi pernikahan


yang modern. Dimana, saat ini adat istiadat tidak lagi diperhatikan
dalam prosesi pernikahan. Bila menggunakan adat memang suatu hal
yang sangat rumit dan membutuhkan banyak proses. Namun, disamping
itu semua adat memiliki makna yang tersirat dan salah satu momentum
yang tidak dapat dilupakan kelak. Seperti halnya adat pernikahan
Lampung Pepadun yang kita ketahui bersama bahwa prosesi pernikahan
menurut adat istiadat memiliki proses yang cukup panjang. Dimana,
prosesi yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahap yaitu, sebelum
pernikahan, pada saat pernikahan dan setelah pernikahan. Sehingga,
membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Pernikahan hanya terjadi satu
kali dalam hidup kita, jadi seharusnya jadikan hal tersebut merupakan
suatu hal yang tidak dapat terlupakan sampai kapan pun. Selain sebagai
suatu hal yang bermakna, menggunakan adat lampung Pepadun pada
prosesi pernikahan juga bertujuan untuk melestarikan budaya adat
lampung Pepadun agar para keturunan dapat mengenal bahkan dapat
melestarikannya juga.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar, Kartini. Buku Adat Istiadat, Tata Busana dan Rias Pengantin
Lampung Pepadun.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Kekerabatan Adat, Jakarta: Fajar


Agung, 1987.

24

Anda mungkin juga menyukai