A. Judul
Tradisi Adat Sebambangan (Larian) dalam Budaya Perkawinan Masyarakat
Lampung Pepadun.
B. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang Bhineka Tunggal Ika, yang
berbeda suku, agama, ras, dan antar golongan.1 Beragam suku bangsa ada dari
sabang sampai merauke, keberagaman tersebut salah satunya dimiliki suku
lampung. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai
Saibatin dan Lampung Jurai Pepadun. Dapat dikatakan Jurai Saibatin
dikarenakan
orang
yang
tetap
menjaga
kemurnian
darah
dalam
Hadikusuma Hilman, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandar lampung, CV.
Mondar Maju, hal 105.
2
http://coret-kehidupan.blogspot.com/2015/04/sistem-perkawinan-adat-lampung.html, dikases
pada 5 April 2016 pukul 20:13 WIB.
Berdasarkan latar belakang inilah penulis tertarik untuk membahas masalah yang
menyangkut tentang adat kebudayaan masyarakat lampung yang dirasa masih
kurangnya infomasi terhadap perkembangan budaya di Indonesia. Adanya rasa
keingintahuan yang besar dari diri penulis untuk mengkaji adat kebudayaan
masyarakat lampung tentang Sembabangan (Larian), maka penulis tertarik untuk
menyusun penelitian dengan judul:
Tradisi
Adat
Sebambangan
(Larian)
dalam
Budaya
Perkawinan
C. Tinjauan Pustaka
1. Kerangka Konsep
Kata dan istilah yang digunakan dikonsepkan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. Tradisi adalah suatu kebiasaan, dalam penegertian yang paling sederhana
adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari
kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara,
kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.
b. Sebambangan (Larian) adalah adat lampung yang mengatur pelarian gadis
oleh bujang ke rumah kepala adat untuk meminta persetujuan dari orang tua
si gadis, melalui musyawarah adat anatara kepala adat kedua orang tua bujang
dan gadis, sehingga diambil kesepakatan dan persetujuan antara kedua orang
tua tersebut.
c. Perkawinan adalah Iktan lahir batin antara seorang Pria dan seorang wanita
sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa.
merupakan
perkawinan dengan cara melarikan gadis yang akan dinikahi dengan persetujuan
4
gadis tersebut untuk menghindarkan diri dari tata cara adat yang dianggap terlalu
berlarut-larut dan memakan biaya terlalu mahal.5 Sebambangan adalah suatu
kegiatan yang dilakukan antara seorang bujang (mekhanai) dengan seorang gadis
(muli) baik pada siang atau malam hari, untuk menentukan hidup bersama dengan
cara bekeluarga, dengan cara larian atau pergi dari rumah orang tua muli ke
rumah orang tua mekhanai, dengan meninggalkan surat tengepik, uang tengepik
yang sudah disepakati oleh keluarga dengan cara kekeluargaan.
c. Budaya Hukum
Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu Budhayah yang merupakan
bentuk jamak dari kata budhi, yang berarti budi atau akal. Sehingga kebudayaan
dapat diartikan sebagai hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. 6 Dan
mengenai budaya hukum atau kultur hukum Lawrence Meir Friedman merupakan
sikap manusia terhdap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta
harapannya. Budaya hukum adalah suasanan pemikiran sosial dan ketentuan sosial
yang menetukan bagaimana hukm di masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesadaran
hukum di masyarkat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat
merubah pola pikir masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator
akan berfungsinya hukum.7
Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu
terhadap gejala-gejal hukum. Tanggpan itu merupakan kesatuan pandangan terhadap
nilai-nilai dan perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan
5
Ibid
Kamus Besar Bahasa Indonesia
7
http://rechtslaw.blogspot.com/2012/06/teori-hukum-lwrance-meir-friedman.html, diakses pada 5
April 2016 pukul 21:33 WIB.
6
Hilman Hadikusuma, 1986, Antropologi Hukum Indonesia, Bandung, Penerbit PT. Alumni,
hlm.51.
sebagai kepala agama. Ia bertindak sebagai kepala polisi dan jaksa penuntut serta
sebagai hakim dan memutus perselisihan warga adat.
Sedangkan dalam
masyarakat budaya partisan (berperan serta) cara berpikir dan berprilaku para
anggota masyarakatnya berbeda-beda, ada yang masih berbudaya takluk, namun
sudah banyak yang merasa berhak dan berkewajiban berperan serta, karena ia
merasa sebagai bagian dari kehidupan hukum yang umum.
Sebagaimana dikemukakan dalam permulaan uraian di atas budaya hukum
tersebut dapat berjalan bergandengan antara yang satu dengan yang lain, sehingga
dalam kenyataan akan nampak budaya hukum yang campuran di antara ketiganya
dalam masyarakat, apalagi jika hal itu dilihat dari segi yang lebih luas, yaitu dari
sudut nasional, maka akan nampak budaya hukum nasional yang merupakan
budaya kewarganegaraan (civic culture). Budaya hukum sebagaimana diuraikan di
atas hanya merupakan sebagian dari sikap dan perilaku yang mempengaruhi
sistem dan konsep hukum dalam masyarakat setempat. Masih ada faktor-faktor
lain yang juga tidak kecil pengaruhnya terhadap budaya hukum, seperti sistem dan
susunan kemasyarakatan, kekerabatan, keagamaan, ekonomi dan politik serta
letak tempat kediaman, lingkungan hidup dan cara hidup (ecologi), di samping
sifat dan watak pribadi seseorang yang kesemuanya saling bertatutan.10
e. Pengertian Perkawinan
Perkawinan adalah lahir bathin antara seorang Pria dan seorang wanita sebagai
Suami-Isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.11 Sedangkan dalam Adat
Perkawinan dimaknai sebagai aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang
9
Ibid
Ibid, hlm. 59.
11
UU No. 1 Tahun 1997 tentang Perkawinan
10
pimpinan adat yang posisinya paling tinggi.13Tradisi tersebut biasa disebut dan
dikenal secara luas yakni upacara adat naik tahta. Pada masyarakat Lampung
Jurai Pepadun menggunakan dialek bahasa Nyo atau berlogat O dan
sebagian masyarakatnya menggunakan dialek bahasa Api atau berlogat A.
D. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisisnya. Untuk itu, diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap
fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan.14
Menurut Soejono Soekanto, penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan
dengan analisa, dilakukan secara metodologis, sitematis dan konsisten berarti
berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti berdasarkan tidak adanya
hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Berdasarkan segi fokus
kajiannya, penelitian hukum dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu penelitian
hukum normatif, penelitian hukum normatif-empiris atau normatif-terapan, dan
penelitian hukum empiris.15
13
Bambang Sunggono, 1997, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 39.
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bnadung, PT. Citra Abadi, hlm.
52.
15
10
Dilihat dari sifatnya, penelitian yang dilakukan bersifat penelitian hukum empiris
karena meneliti dan mengkaji mengenai pemberlakuan atau implementasi
ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang) secara in-action pada
setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam tradisi adat sebambangan
(larian) dalam budaya perkawinan masyarakat Lampung Pepadun.
Menurut Abdulkadir Muhammad, penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan
dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan
hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam
masyarakat16 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara jelas
dan rinci dalam memaparkan dan menggambarkan mengenai tradisi adat
sebambangan (larian) dalam budaya perkawinan masyarakat Lampung Pepadun.
2. Jenis dan Tipe Penelitian
Pendekatan maslah yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat normatifterapan
yaitu menggunakan pendekatan normatif analitis subtansi hukum (approach of
legal content analysis). Substansi hukum dalam hal ini substansi mengenai tradisi
adat sebambangan (larian) dalam budaya perkawinan masyarakat Lampung
Pepadun.
3. Data dan Sumber Data
Dara yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari lokasi penelitian,
responden yang terkait dengan tradisi adat sebambangan (larian) dalam
16
11
17
H.Zainuddin Ali, 2011. Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 175.
Ibid
19
Ibid
18
12
membaca, menelaah dan mengutip peraturan perundang-undangan, bukubuku dan literatur yang berkaitan dengan tradisi adat sebambangan (larian)
dalam budaya perkawinan masyarakat Lampung Pepadun.
20
Ibid
13
6.
Analisis Data
Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis
kualitatif, yaitu dengan cara menafsirkan atau menginterpretasikan data dalam
bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis sehingga diberikan penafsiran
dan gambaran yang jelas sesuai dengan rumusan masalah untuk kemudian
ditarik kesimpulan-kesimpulan.
E. Daftar Pustaka
1. Buku- buku
Ali, H. Zainuddin, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.
Hadikusuma Hilman, 2003, Pengantar Ilmu hukum Adat Indonesia, Bandar
Lampung, CV. Mondar Maju.
Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT.
Citra Abadi.
Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas
Indonesia.
Sunggono, Bambang, 1997, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo
Persada.
3. Website
http://bloghukumumum.blogspot.com. Perkawinan menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1997 tentang Perkawinan.
http://coret-kehidupan.blogspot.com. Sistem Perkawinan Adat Lampung.
14
"Kawin
Sebambangan"
Dalam