Anda di halaman 1dari 183

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adanya Semboyan Bhineka Tunggal Ika di negara Indonesia adalah salah

satu cirri bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman.

Hal ini terlihat dari masyarakat majemuk yang terdiri dari beberapa suku, agama

dan etnis serta budaya yang berbeda-beda dan tersebar dari Sabang sampai

Merauke. Dimana kebudayaan ini harus tetap dijaga sebagai salah satu cara untuk

menghargai leluhur kita yang telah membesarkan dan menjalankan budaya sampai

bisa dinikmati saat ini dan menjadi kewajiban bagi kita untuk tetap menjaga agar

terus lestari bagi generasi selanjutnya. Karena budaya akan menjadi cirri khas dan

menjadi karakter tersendiri bagi masyarakat pemiliknya.

Budaya adalah keseluruhan upaya dan pemikiran manusia yang dibiasakan

melalui proses belajar, termasuk di dalamnya hasil-hasil dari upaya dan pemikiran

tersebut. “budaya” atau “kebudayaan” dapat digambarkan seperti sebuah piramida

berlapis tiga. Lapisan teratas adalah hal-hal yang dapat dilihat dengan kasat mata

seperti bentuk bangunan, pakaian, tarian, musik, teknologi, dan barang-barang

lain. Lapisan tengah adalah perilaku, gerik gerik dan adat istiadat yang juga

seringkali dapat dilihat sedangkan bagian bawah adalah kepercayaan-

kepercayaan, asusmsi dan nilai-nilai yang mendasari lapisan-lapisan yang di

atasnya”. Kuntjaraningrat 1997 dalam Achmad S. Ruky ( 2017).


2

Dalam budaya juga tersimpan banyak keragaman suku dengan adat

istiadat berbeda antara suku satu dan suku lainnya baik dari penamaan atau

perlakuannya. Yang kemudian memberii warna bagi Indoneesia dalam

keanekaragamannya yang tidak dimiliki oleh Negara lain. Adat-istiadat

merupakan tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi kegenerasi

lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku

masyarakat. Kamus besar bahasa Indonesia 1988 d a l a m Mira Santika ( 2017:1).

Adapun salah satu adat istiadat yang menjadi salah satu warisan dan

kebiasaan itu adalah adat perkawinan yang unik yang dimiliki oleh masing-

masing etnik masyarakat daerah di Indonesia. Proses perkawinan yang unik

terdapat di salah satu kabupaten dari Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu kabupaten

Muna. Kabupaten Muna merupakan salah satu daerah kecil di ujung tenggara

pulau Sulawesi dengan keajaiban alam, keindahan dan sumber-sumber alam yang

menakjubkan. Ditambah dengan budaya dan sejarah didaerah ini yang sangat

banyak. Dewasa ini Muna adalah tempat yang menarik. Muna adalah suku yang

jumlahnya paling besar diantara orang-orang Buton, dengan jumlah jiwa 300.000.

Orang Muna yang tinggal dalam Kabupaten Muna merasa bangga menjadi orang

muna dan mengidentifikasi diri dengan kota Raha, khususnya mereka yang tinggal

di utara pulau ini (Coppenger, 2012 dalam muhamad arzan 2013:1). Masyarakat

muna memiliki falsafah daerah yang bermakna sangat mendalam. falsafah ini

menggambarkan strukturisasi nilai yang menjadi prioritas dalam memilih

landasan hidup. Bunyi falsafah tersebut adalah “Hansuru-hansuru mbadha kono

hansuru liwu. Hansuru-hansuru liwu kono hansuru adhati. Hansuru-hansuru


3

adhati kono hansuru (tangka) agama”. (Muharto 2012 dalam muhamad arzan

2013:1). Falsafah hidup orang Muna tersebut memiliki arti “Biar hancur badan

asalkan daerah/kampung terjaga, Biar hancur daerah/kampung asalkan adat

istiadat terjaga, Biar hancur adat istiadat asalkan agama (Islam) tetap

tegak”.(Ramadan, La Ode Muhammad 2017). Falsafah ini mengandung arti

bahwa masyarakat muna masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat setelah

penghargaannya terhadap agama yang di anut. Dengan kata lain menomor satukan

agama kemudian mengutamakan adat yang diwariskan oleh nenek moyang yang

sudah menjadi kebiasaan dan di lakukan secara turun temurun dan menjadi tradisi

sampai saat ini.

Masyarakat muna memiliki banyak simpanan kekayaan budaya unik dan

adat istiadat yang sudah menjadi tradisi dan ciri khas daerah Kabupaten Muna.

Salah satunya adalah polambu yaitu berumah tangga. Polambu berdasarkan arti

kata terdiri atas dua suku kata yaitu PO artinya saling,tetapi dalam pembentukan

kata menjadi awalan ber, sedangkan lambu artinya rumah, sehingga di artikan

secara keseluruhan mengandung pengertian keluarga atau membentuk rumah

tangga dan perkawinan.(septian 2015:2). Terjadinya suatu perkawinan dalam

masyarakat Muna pada dasarnya mempunyai suatu proses dan upacara tertentu

yang harus dan mutlak untuk dilaksanakan sebab telah menjadi ketentuan hukum

adat perkawinan dan telah menjadi tradisi masyarakat Muna. ( La Oba 2005:24).

Prosesi polambu pada etnik muna memiliki cara yang khas dan berbeda dengan

pelaksanaan upacara perkawinan oleh masyarakat daerah lain.


4

Dalam bukunya yang berjudul Muna Dalam Lintas Sejarah tahun 2005, La

Oba menjelaskan bahwa proses perkawinan dalam etnik muna ada 4 (empat)

yaitu 1.) proses perkawinan Angka Mata, yaitu Dalam proses pelaksanaannya

terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut: dekamata, dofofenaggho tungguno

karete, dofofeena, kantaburi,paniwi, dan sara-sara (mahar). 2.)proses perkawinan

angka wekundo, yaitu adalah bentuk perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan

persetujuan orang tua kedua belah pihak untuk mengawinkan anak-anaknya, dan

atas restu keluarga kedua belah pihak akan tetapi mengaturnya tidak seperti

peraturan bentuk perkawinan angka mata. 3.)Proses perkawinan Ghombuni, yaitu

suatu pbentuk perkawinan yang terjadi dengan cara pemaksaan terhadap pihak

sang gadis. 4.) proses perkawinan pofileigho, yaitu suatu perkawinan yang terjadi

atas kesepakatan pria dan wanita tanpa sepengetahuan orang tua kedua belah

pihak.

Dalam adat Polambu terdapat beberapa proses tahap adat yang dilakukan

sebelum perkawinan. Yaitu tahapan-tahapan adat yang wajib dilaksanakan oleh

etnik muna sebelum mengucapkan ijab kabul. perkawinan pada masyarakat muna

terdapat falsafah hidup yang berbunyi “nomuda dogaa, maka nohali; nohali,

maka nomuda”. Yang artinya kalau kawin asal kawin memang tidak ada

kesulitan. Akan tetapi kalau kawin sebagai manusia yang harus dapat

menampakan atau dapat membuktikan perbedaan dengan perkawinan makhluk-

makhluk yang lain, jelas adalah sulit karena harus mengikuti tata cara manusia itu

sendiri dalam kawin mawin atau berumah tangga. Dan selanjutnya ada falsafah

setelah kawin yang berbunyi “dorudua maka semie, semia maka dorudua”. Yang
5

artinya dua, tapi satu; satu,tapi dua”. Sebab kalau sudah kawin berarti segala

sesuatunya (lahir dan bathin khusus dalam urusan rumah tangga) telah

dipersatukan. Yang berartian bahwa dua berarti suami dan istri, satu berarti suami

dan istri telah menjadi satu, yaitu satu keluarga, satu rumah tangga, (La ode

sabora 1984:4-5).

Perkawinan atau proses berumah tangga bagi masyarakat muna sangat

komplit dalam artian bahwa proses pelaksanaannya telah di atur dari akhir sampai

awal, mulai dari pembukaan adat, isi adat, dan penutupan adat. Yang semuanya

itu memiliki maksud dan nilai-nilai yang sudah menjadi buah pikiran nenek

moyang masyarakat muna dan petuah-petuah adat yang hari ini masih

mengingatkan generasi muda atas tradisi yang sudah dijalankan sejak dulu ini.

Seperti salah satu tahap perkawinan pada proses perkawinan angka mata yang

telah dijelaskan di atas yaitu dekamata. Dekamata adalah merupakan tahap

penyelidikan pihak pria terhadap gadis sebagai calon istri yang bertujuan untuk

melakukan pendekatan social terhadap wanita. (la oba 2005:25). jangan melihat

harta dan nama, tetapi perangai yang elok menjadi utama, seperti bulan sedang

purnama begitulah kata setengah ulama, perempuan cantik tiada berguna jika

kelakuan tidak sempurna, menjadi ejekan orang disana sini pada akhirnya

mendapat hina. La ode sabora (1985:22) dalam la oba (2005:25). Ungkapan

tersebut mengandung makna dan nilai-nilai tersendiri pada tahap dekamata oleh

masyarakat muna. Dimana mengadakan kamata ini merupakan salah satu cara

pihak laki-laki untuk menilai dan mengenal sosok wanita idaman yang di

kehendaki untuk dijadikan istri. Adapun yang dijadikan bahan penilaian dalam
6

kamata atau pengamatan ini adalah sifat, tutur kata, tingkah laku, gerak-gerik, dan

bukan kecantikan paras dan kekayaan yang si gadis miliki. Karena menurut

masyarakat muna jika hanya menilai atau memilih pasangan hanya memandang

fisik dan kekayaan semata hanya akan membawa pada lembah kehinaan atau

kehancuran.

Kata nilai adalah kata benda abstrak yang berarti keberhargaan (worth).

Nilai adalah kemampuan yang dipercaya ada pada suatu obyek, Untuk

memuaskan suatu keinginan manusia. (irawan, at all 1985:11). Nilai-nilai

budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu

masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada

suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik

tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan

tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi (Fransiska Aprilia 2014).

Dewasa ini nilai-nilai budaya sudah banyak terkikis oleh perkembangan

zaman dan kemajuan teknologi. Masuknya budaya asing menjadikan masyarakat

local mulai acuh tak acuh terhadap budaya lokalnya. Khususnya masyarakat suku

muna yang mulai menyerap budaya asing masuk kedalam kebiasaan hidup sehari-

hari. Contohnya yaitu dalam proses polambu pada suku muna di kota raha yang

sudah tidak mampu memahami nilai-nilai dalam setiap tahap pelaksanannya,

sangat padahal didalam nilai budaya tersebut mengandung nilai-nilai pendidikan

yang sangat berharga bagi dirinya dalam hidup bermasyarakat dan harus

dipahami sebagai generasi baru supaya mampu melestarikannya pada generasi


7

selanjutnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya itu antara lain adalah nilai

religius, social,moral,dan budaya.

Dengan memahami nilai-nilai yang diajarkan dalam suatu kebudayaan

maka seseorang akan lebih mampu memaknai arti dari kebudayaan itu sendiri

bagi dirinya sendiri dalam mengimplementasikan proses-proses yang ada dalam

kebudayaan itu sendiri. Minimnya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai

yang terkandung dalam budaya polambu oleh masyarakat Muna menjadikan

masyarakat kurang maksimal dalam memaknai setiap proses dalam polambu

tersebut.

Proses polambu terdiri dari tiga yaitu melalui proses angka mata,

pofeleigho atau angka wekundo, dan ghombuni. Namun disini penulis hanya akan

focus melakukan penelitian pada satu proses saja yaitu proses perkawinan angka

mata atau kawin pinang. Maka berdasarkan dari latar belakang di atas, penulis

berkainginan untuk melakukan penelitian dengan judul “Nilai-Nilai Dalam

Polambu Pada Etnik Muna Studi Kasus Masyarakat Kota Raha Kabupaten

Muna”. Karena budaya merupakan salah satu asset yang mampu memberii warna

bagi negara kita Indonesia sebagai kebanggaan yang diperlihatkan pada dunia,

namun jika kita tidak mampu memahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya

maka akan terasa hampa kebudayaan itu. Oleh karena itu, penulis sebagai salah

satu etnik Muna merasa terpanggil untuk melakukan penelitian ini, untuk

menambah pengetahuan bagi penulis sendiri dan menggali informasi-informasi

yang masi ada dalam masyarakat supaya bisa dibaca oleh generasi berikutnya.
8

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini yaitu:

1. Bagaimana proses pelaksanaan polambu pada etnik Muna?

2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter dalam polambu pada etnik

Muna?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan diatas, maka tujuan dari

penelitian ini yaitu:

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana proses pelaksanaan

polambu pada etnik Muna

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana nilai-nilai

pendidikan karakter dalam polambu bagi etnik Muna?

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi dalam

menambah pengetahuan dan memperkaya konsep yang terkait

subjek penelitian Polambu pada etnik Muna secara kualitatif,

utamanya pada masyarakat Muna secara umum.

b. Penelitian ini bisa menjadi referensi tambahan bagi peneliti

selanjutnya yang berkaitan dengan Polambu pada etnik Muna

2. Manfaat Praktis
9

a. Penelitian ini akan menambah wawasan bagi masyarakat muna secara

khusus tentang salah satu budaya muna yaitu polambu. Dimana

diharapkan dengan memahami budaya masyarakat mampu mengelola

dan menggali potensi budaya yang bisa dijadikan daya tarik dan

menammbah preferensi bagi wisatawan untuk berkunjung untuk

mempelejari nilai-nilai yang ada didalamnnya.

b. Kemudian diharapkan penelitian ini juga membantu masyarakat dalam

memahami nilai-nilai polambu supaya mampu menjaga keutuhan

rumah tangga dan lebih mampu memaknai arti dari polambu oleh etnik

muna untuk menjaga kelestarian budaya.

c. Terakhir untuk peneliti, bahwa penelitian ini dapat menambah

wawasan terkait dengan polambu pada saat melakukan penelitian

langsung di masyarakat.
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Konsep Adat istiadat

Kata adat berasal dari bahasa Arab yaitu ‫عادات‬, yang merupakan bentuk

jamak dari ‫( عادَة‬adah), yang berarti cara atau kebiasaan. Dalam Wikipedia bahasa

Indonesia di jelaskan bahwa Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari

nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang

lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi

kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat

terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.

Kemudian di jelaskan lagi lebih rinci tentang Adat-istiadat mengandung

empat unsure yaitu nilai-nilai budaya, system norma, system hukum, dan aturan-

aturan khusus. Nilai-nilai budaya merupakan gagasan mengenai hal-hal yang

dipandang paling bernilai oleh suatu masyarakat. (agus siswoyo 2014).

Dapat dikatakan bahwa adat-istiadat merupakan kebiasaan masyarakat

yang bersifat abstrak didalamnya terkandung nilai-nilai kebudayaan, dan norma

yang bersifat mengikat karena akan terjadi masalah jika tidak dipatuhi atau

dilaksanakan karena nilai-nilai ini di anggap sebagai aturan yang sangat penting

dalam sebuah etnik atau masyarakat setempat yang disebut dengan hukum adat.

Seperti hukum adat yang terjadi dalam proses polambu atau perkawinan pada

etnik Muna yang selalu dilaksanakan pada saat upacara adat perkawinan.
11

Yaitu pada penetapan mahar berdasarka golongan yang disandang

menurut adat muna yaitu kaomu, walaka, maradika ,dan anangkolaki yang

masing-masing memiliki nilai mahar dengan jumlah berbeda-beda pada proses

perkawinan angkamata atau kawin pinang. Hukum adat dalam proses perkawinan

oleh etnik Muna di anggap sacral dan hal yang wajib di laksanakan pada saat

pelaksanaan upacara adat. Karena sudah dilakukan secara turun-temurun oleh

nenek moyang terdahulu yang didalamnya mengandung nilai yang akan

bermanfaat oleh masyarakat muna jika mampu memahami dan

mengimpelemntasikan nilai-nilai itu dalam membangun rumah tangga atau

polambu

2. Konsep Nilai Dalam Budaya.

Kata kebudayaan berasal dari buddhayah (Sansekerta), sebagai bentuk

jamak dari buddhi yang berarti akal. Ratna (2005:5) dalam Anton (2015). Jadi,

kebudayaan berarti akal, yang kemudian menjadi buddhi (tunggal) atau budhaya

(majemuk). Sehingga kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil pemikiran dari

manusia. Selanjutnya di jelaskan juga bahwa Kebudayaan adalah hasil dari

pemikiran atau akal manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan dalam

masyarakat, termasuk pengetahuan, moral, adat istiadat, dan kebiasaan lainnya

yang diperoleh dengan cara belajar. (Anton 2015). Kemudian dipertegas lagi oleh

pendapat yang mengatakan bahwa “kebudayaan itu merupakan satuan dari

gagasan-gagasan, simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

perilaku manusia yang diwariskan secara turun – temurun dari satu generasi

kepada generasi berikutnya”. (aswal 2017: 3).


12

Sementara itu, Ujud, at all 2009 dalam aswal (2017: 3) juga menjelaskan

bahwa ada 7 unsur dasar yang ada dalam kebudayaan yaitu: (1) bahasa, (2)

kepercayaan, (3) norma dan sanksi, (4) kesenian, (5) pengetahuan dan teknologi,

(6) nilai dan (7) symbol.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat di katakana bahwa

kebudayaan adalah suatu kebiasaan yang lahir dari ide dan pikiran manusia dan

mencakup seluruh kehidupan dalam masyarakat berupa pengetahuan dan adat-

istiadat yang di lakukan secara terus menerus dari generasi-kegenerasi,

didalamnya terkandung symbol dan nilai-nilai yang harus selalu di pelihara sebaik

mungkin untuk asset yang akan di wariskan kepada generasi selanjutnya.

Jika dikaitkan dengan etnik Muna, disana juga terdapat banyak budaya

seperti katoba, karia, kampua, dan polambu atau perkawinan. Polambu adalah

Salah satu kebudayaan yang masih di jaga dan dilaksanakan sampai saat ini oleh

masyarakat Muna. Polambu pada etnik muna memiliki proses yang berbeda

dengan masyarakat lain baik dari penamaan maupun perlakuannya. Didalamnya

terkandung unsure-unsur budaya seperti kepercayaan, symbol, dan nilai-nilai

yang wajib di jaga dan di laksanakan pada saat melangsungkan upacara adat

perkawinan.

Salah satu unsure penting yang ada dalam budaya adalah nilai-nilai yang

terkandung didalam budaya itu sendiri. Menurut Koentjaraningrat (1987:85)

dalam Djola. Menjelaskan bahwa nilai budaya terdiri dari konsepsi – konsepsi

yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai

hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu
13

masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai

budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif,

cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan pembuatan yang tersedia. Sehubungan

dengan pengelompokan nilai kehidupan, Zahafudin 1996 dalam aswal ( 2017: 4).

menjelaskan bahwa “secara garis besarnya, nilai-nilai kehidupan yang ada dalam

karya sastra terdiri atas tiga golongan besar, yaitu (1) nilai keagamaan. (2) nilai

sosial dan(3) nilai moral. Selain itu masi banyak lagi nilai-nilai kehidupan, nilai

seni, nilai budaya, dan nilai pendidikan”.

Jika di hubungkan dalam kehidupan masyarakat Muna terkait kebiasaan-

kebiasaan yang menjadi budaya dan adat-istiadat dalam upacara adat perkawinan

atau polambu terdapat nilai-nilai kehidupan seperti nilai agama, nilai social, nilai

moral, dan nilai ekonomi. Nilai agama terlihat pada proses akad nikah yang

berdasarkan hukum agama, kemudian nilai social terlihat pada adanya lapisan

social atau stratifikasi social pada masyarakat muna yang di pakai untuk

penentuan mahar dalam proses perkawinan angka mata, kemudian nilai ekonomi

yang tercermin pada proses penyerahan mahar dan pembayaran adat berupa

kafeena, paniwi, adhati balano, kalolini ghawi, kaokanuha, dan kafoatoha. Dan

uang nefumano ifi yang digunakan untuk membiayai proses pelaksanaan

perkawinan.

3. Konsep Nilai Pendidikan

Nilai dalam bahasa Inggris disebut value yaitu berasal dari bahasa latin

“valere” berarti berguna, mampu, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah sifat-

sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan Kamus besar
14

bahasa Indonesia 2008 dalam La Ode Gusal (2015: 3). Pendapat lain menjelaskan

bahwa “Nilai merupakan sesuatu yang abstrak tetapi secara fungsional

mempunyai ciri yang dapat membedakan satu dengan yang lainnya. Dalam

pengertian abstrak, bahwa nilai itu tidak dapat ditangkap oleh panca indra, yang

dapat dilihat adalah objek yang mempunyai nilai atau tingkah laku yang

mengandung nilai”. (La Ode Gusal 2015:3). Selanjutnya penjelasan tentang nilai

juga disampaikan oleh Zuriah, (2011:19) dalam Nila Susanti (2013) bahwa Nilai

adalah tentang hal baik buruk serta pengaturan perilaku. Nilai-nilai tertentu

digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan untuk berperilaku secara

konsisten dan menjadi kebiasaan dalam hidup bermasyarakat.

Kemudian lebih dalam lagi di jelaskan bahwa Nilai adalah seperangkat

keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang

memberiikan corak khusus kepada pola pemikiran, perasaan keterikatan, maupun

perilaku dan segala sesuatu tentang yang baik dan buruk. Nilai juga berarti segala

sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek. Manusia yang berbudaya

adalah manusia yang responsif terhadap hal-hal yang luhur dalam hidup ini.

(Lidya Ikhsanniah,at all:3).

Dari beberapa pendapat yang di uraikan di atas, dapat dikatakan bahwa

nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak yang terkandung dalam suatu objek

atau tingkah laku yang di percaya memiliki nilai yang kemudian mampu

membentuk prilaku dan pola pikir dalam kehidupan masyarakat terkait kebiasaan

atau budaya, dan bisa digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan dalam

hidup bermasyarakat.
15

Pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu usaha manusia

untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan

kebudayaan. (Lidya Ikhsanniah,dkk:3). Lebih lanjut di jelaskan bahwa pendidikan

dapat didefenisikan sebagai usaha sadar yang ditunjukan bagi pengembangan diri

manusia secara utuh, melalui berbagai macam dimensi yang dimilikinya

(religious, moral, personal, social, cultural, temporal, institusional, relasional)

demi proses penyempurnaan dirinya secaara terus menerus dalam memaknai

hidup dan sejarahnya di dunia ini dalam kebersamaan dengan orang lain.(La Ode

Gusal 2015:4). Dan pengertian pendidikan di pertegas lagi oleh Erawati, (2010)

Dalam Priska Tias Deswari (2012: 64). Bahwa Pendidikan adalah daya upaya

untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran

(intelek), dan pertumbuhan anak. Dalam memajukan kesempurnaan hidup, yakni

kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.

Dengan penjelasan dari teori pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk

mngembangkan dirinya secara utuh untuk menjalankan kehidupannya sehari-hari

dalam masyarakat melalui beberapa di mensi di antaranya yaitu agama, moral,

pribadi, social, dan budaya.

Jadi nilai pendidikan merupakan sesuatu yang berguna bagi seseoarang

atau kelompok masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang didapatkan dari

orang lain, usahanya sendiri maupun dari sebuah objek yang mengandung nilai

abstrak. Dimana dengan memahami nilai pada sebuah objek maka seseorang akan

lebih mampu memahami dan menyesuaikan dirinya pada objek tersebut.


16

Jika dikaitkan dengan budaya, maka nilai pendidikan merupakan suatu

unsure yang sangat penting dan erat kaitannya dengan kebudayaan itu sendiri,

karena nilai-nilai pendidikan hidup didalam pikiran manusia dan akan menjadi

acuan dalam pelaksanaan kebudayaan tersebut. Nilai-nilai pendidikan dalam

kebudayaan dapat di kelompokan menjadi beberapa macam, di antaranya yaitu

nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan social, dan nilai

pendidikan budaya. Termasuk nilai pendidikan karakter seperti nilai-nilai

pendidikan karakter yang tertuang dalam kurikulum yaitu sebagai berikut:

Adapun 18 pendidikan karakter menurut Diknas yang ada dalam

kurikulum 2013 yaitu sebagai berikut:

1. Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,

dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan.

3. Toleransi, yaitu Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari

dirinya.

4. Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan.


17

6. Kreatif berpikir, yaitu melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau

hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri, yaitu Sikap perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang

lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis Cara berfikir, yaitu bersikap dan bertindak yang menilai sama

hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,

dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan, yaitu Cara berpikir, bertindak dan berwawasan

yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan

diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air, yaitu Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompoknya.

12. Menghargai Prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/Komunikatif, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong

dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.


18

14. Cinta Damai, yaitu Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta

menghormati keberhasilan orang lain.

15. Gemar Membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberiikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang

sudah terjadi.

17. Peduli Sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberii

bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung Jawab, yaitu Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri

sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan

Tuhan Yang Maha Esa

4. Konsep Perkawinan Dan Polambu Pada Etnik Muna

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 1 tentang konsep perkawinan. Dalam Aris Nur

Qadar Ar Razak (2015: 1).

Perkawinan dalam arti perikatan adat adalah perkawinan yang mempunyai

akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan.
19

Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia perkawinan bukan saja sebagai

perikatan perdata, tetapi juga merupaka perikatan kekerabatan dan ketetanggan.

Sedangkan dalam hukum islam perkawinan dapat di artikan sebagai akad nikah

antara calon suami istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang telah di atur

oleh syariat agama islam”. (samni 2017:13).

Jadi, dapat dikatakan perkawinan adalah suatu perwujudan atas keinginan

yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan untuk membentuk rumah tangga dan

pemenuhan ibadah sebagai penyempurna agama dalam syariat islam berdasarkan

sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, serta terjadi beberapa hukum adat

didalamnya yang melibatkan adat masyarakat setempat.

Polambu adalah bahasa Muna yang artinya berumah tangga. “O moghane

bhe robine itu dopomasighoo, netaanemo polambu, artinya suami istri hendaknya

saling menyayangi agar rumah tangga tetap tenteram”. ( rene van den berg dan la

ode sidu maradaf 2000:362). Sebelum masuk dan berkembangnya ajaran islam,

perkawinan pada masyarakat Muna dilakukan melalui musyawarah orang tua

kedua bela pihak (pihak orang tua laki-laki dan perempuan) dan melakukan

perjodohan antara orang tua masing-masing tanpa pengenalan seperti sekarang.

(supriyanto 2009: 177). Kemudian seiring perkembangan zaman dan kemajuan

perkawinan di Muna ikut mengalami kemajuan yaitu dimana dari melalui

musyawarah sekarang melalui sebuah proses upacara adat. Seperti yang di

jelaskan oleh La Oba (2005: 24) bahwa “Terjadinya suatu perkawinan dalam

masyarakat muna pada dasarnya mempunyai suatu proses dan upacara tertentu
20

yang harus dan mutlak untuk dilaksanakan sebab telah menjadi ketentuan hukum

adat perkawinan dan telah menjadi tradisi masyarakat Muna”.

Masyarakat Muna mengenal beberapa bentuk perkawinan/perkawinan,

yaitu perkawinan angka nemata (kawin pinang), bentuk perkawinan dopofeleigho

(kawin lari inisiatif bersama), bentuk perkawinan dofeliane ( kawin dibawa lari),

dan bentuk perkawinan ghombuni ( kawin paksa)”. (wa kuasa 2011:63).

Kemudian La ode Sabora menjelaskan dalam bukunya yang berjudul

“Pembentukan rumah tangga bahagia pada masyarakat Muna” (1984: 21-40).

Tentang jalan yang di tempuh untuk menemukan jodoh atau ingin berumah tangga

oleh masyarakat Muna melalui proses angka mata yaitu Angka Neemata atau

foninto Balano (Jalan dimuka/pintu besar)

Pada proses pelaksanaannya terdiri dari beberapa tahap,yaitu:

1. Nekamata (pengamatan/menilai), yaitu pihak laki-laki melakukan

pengamatan pada gadis idaman untuk mengetahui sifatn, tingkah laku,

sifat keibuan dan keturunannya karna di anggap akan mempengaruhi masa

depan dalam rumah tangga yang akan dibangun.

2. Dofenagho tungguno karete (menanyakan penunggu halaman), yaitu

tindak lanjut dari kamata apabila sudah menemukan satu orang gadis

idaman yang memikat hati, selanjutnya adalah dofenagho tungguno karete

untuk menanyakan apakah sigadis sudah ada yang punya atau belum,

sudah ada laki-laki lain yang ingin melamar atau belum. Jika belum ada

maka akan di adakan tindakan selanjutnya yaitu pelaksanaan pinangan

yang terdiri dari:


21

a. Kafeena (mahar), yaitu berupa uang tunai yang banyaknya menurut

kata sepakat dari kedua belah pihak dengan berpedoman pada

ketentuan adat bersama-sama dengan sebuah cincin emas yang di

kemas dalam sebuah baki yang tertutup.

b. Kantaburi (penindis), sama halnya dengan kafeena yaitu sejumlah

uang yang dibayarkan kepada pihak perempuan dengan jumlah

menurut kata sepakat kedua bela pihak dan menurut adat.

c. Paniwi (seserahan laki-laki untuk perempuan), adalah susulan dari

kantaburi di atas, yang pada umumnya terdiri dari pikulan-pikulan

berupa bahan makanan, yang berjumlah 40 pikulan terdiri dari beras,

telur, ayam, gula, umbi-umbian dan lain-lain. Atau bisa juga diganti

dengan uang tunai dengan jumlah berdasarkan kata sepakat kedua bela

pihak.

Kemudian proses pinangan selesai atau sering disebut dengan adhati

balano (maskawin/mahar) disusuk lagi dengan pembayaran:

a. Lolino ghawi (pengganti pangkuan/gendongan), yaitu sejumlah uang

yang diberikan secara adat kepada ibu sang gadis karena sudah

merawat dan membesarkannya dan akan dilamar, menikah dan

berpisah.

b. Kaokanuha ( yang mengenakan pakayan), sejumlah uang yang akan di

bayarkan untuk seorang tua yang mengenakakn pakayan kepada

pengantin wanita.
22

c. Kafoatoha (pengantar), yaitu sejumlah uang yang dibayarkan untuk

yang mengantar adat dalam pelaksanaan perkawinan.

Setelah itu di susul lagi dengan proses terakhir yaitu kafelesau dan

kafosulino katulu yang didalamnya ada fewanui (cuci kaki) dan kafosukogho beta

(pake sarung)

3. Akad nikah

Akad nikah merupakan syarat nikah secara hukum agama. Dengan melalui

berbagai macam proses yang telah dijelaskan padatahapan perkawinan adat etnik

Muna melalui proses angka mata yang paling ditunggu-tunggu adalah proses akad

nikah yaitu pengucapan ijab Kabul. Dan biasanya setelah akad nikah diadakan

pesta pada malam hari sekarang biasanya siang juga.

Kemudian pendapat senada mengenai tahapan adat dalam proses

perkawinan etnik Muna juga dijelaskan oleh Wa Kuasa (2011: 64-66). Tentang

perkawinan di Muna dan proses pelaksanaannya. Beliau mengatakan bahwa

perkawinan pada etnik Muna yaitu salah satunya “doangka nemata (kawin

pinang), yaitu pelaksanaan upacara adat pada masyarakat muna dengan proses: 1.

Kakamata (mengamati), 2. dempali-mpali (jalan-jalan), 3. Fenagho tungguno

karete (menyelidiki pelindung/penjaga halaman), 4. Fofeena (pelamaran) dan

kagaa (akad nikah).

Dalam masyarakat muna ada pembagian golongan untuk mengetahui

kedudukannya masing-masing, yaitu:

1. yang memiliki keahlian dalam pemerintahan masuk dalam golongan

Kaomu (pemimpin).
23

2. Yang memiliki keahlian dalam bidang hukum dan kemasyarakatan

digolongkan sebagai Walaka untuk mengatur dan menata masalah hukum

dan budaya.

3. Yang mempunyai kemampuan tani, ternak, dan perburuan digolongkan

sebagai Maradika. Yang bertugas menjadi pelaksana lapangan. (la oba

2005: 22-23).

Lebih lanjut dijelaskan oleh Aris Nur Qadar Ar Razak (2015: viii) tentang

mahar pada masyarakat muna yaitu “praktek mahar perkawinan adat Muna

berdasarkan stratifikasi sosial, yaitu: golongan kaomu (bangsawan) dengan 20

boka, golongan walaka (adat) dengan 10 boka 10 suku, golongan anangkolaki

(pertanian) dengan 7 boka dan 2 suku dan golongan maradika dengan mahar 3

boka dan 2 suku”. Kemudian lebih rinci di jelaskan lagi oleh La Ode Abdul Rauf

dalam La oba (2005: 29). Tentang penentuan mahar atau sara-sara sesuai dengan

kedudukan strata sosialnya, yaitu “ banyaknya mahar untuk tiap golongan

berbeda-beda untuk tiap golongan berbeda-beda. Mahar untuk sesame golongan

kaomu sebanyak 20 boka ( 1 boka = 2 rupiah 40 sen uang perak), mahar sesame

golongan walaka sebanyak 10 boka 10 suku (1 suku = 60 sen uang perak), mahar

untuk sesame anangkolaki sebanyak 7 boka 2 suku-suku”

Pada umumnya perkawinan adat pada masyarakat Muna yang masih sering

terjadi adalah proses perkawinan angkamata, atau proses nikah pinang. Hal ini

karena proses perkawinan lain di anggap kurang sopan karena biasanya pada

proses perkawinan seperti angka wekundo atau pofeleigho dan ghombuni adalah

perkawinan yang di awalnya sudah terjadi konflik atau ketidak cocokam antara
24

keluarga pihak laki-laki dan perempuan. Namun tetap saja ketika proses

perkawinan angka wekundo atau pofeleigho Ini terjadi akan di selesaikan pula

berdasarkan adat Muna namun tidak akan sama seperti penyelesaian adat seperti

pada proses perkawinan angkamata.

System adat istiadat pada masyarakat Muna yang masi kental di pelihara

baik sampai hari ini adalah proses perkawinan terutama pada penentuan mahar

yang dilakukan sejak nenek moyang kita sampai hari ini masih memberilakukan

penetapan mahar berdasarkan stratifikasi sosialnya yang dibagi dalam beberapa

golongan yaitu kaomu (bangsawan atau La ode), walaka, maradika dan

anangkolaki. Golongan kaomu lebih tinggi karena di anggap keturunan

bangsawan atau darah biru oleh masyarakat umum, kemudian ada golongan

walaka yang setingkat di bawah kaomu dan di atas golongan maradika dan

anagkolaki.

Dalam system penetapan mahar, masyarakat muna juga mempunyai cara

tersendiri yaitu mahar yang berlaku dalam perkawinan sesame golongan akan

berbeda lagi jika perkawinan yang terjadi antara calon suami istri yang berbeda

golongan. Bisa lebih tinggi atau lebih rendah tergantung dari golongan yang

melangsungkan sekarang. Ada pandangan yang menyatakan penentuan mahar di

Muna menyimpang dari ajaran islam, namun sampai hari ini aturan itu masih

dipake dan wajib dalam hukum adat bagi masyarakat Muna, apalagi perkawinan

yang terjadi pada seorang laki-laki atau perempuan yang menyandang nama La

ode.
25

Biasanya pada proses pelaksanaan perkawinan, dalam tahap katandugho

atau penentuan mahar, keturunan sang gadis yang akan dilamar akan di usut

keturunan nenek moyangnya mulai dari ayah sang gadis, kakek dari bapak sang

gadis, atau bapa dari bapaknya sang gadis, sampai seterusnya. Begitupun pada

laki-laki di lakukan hal yang sama untuk dapat menentukan mahar perkawinan

sebaik-baiknya tanpa melukai atau mengecewakan perasaan masing-masing pihak

karena sudah menjadi ketentuan adat pada masyarakat Muna.

B. Penelitian Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Maizar Karim, Warni dan Irma Suryanti

yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Seloko Adat Perkawinan

Masyarakat Mersam Kabupaten Batanghari, dengan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang ditemukan dalam seloko

adat perkawinan masyarakat Mersam Kabupaten Batanghari adalah

pertama, nilai pendidikan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa yaitu melaksanakan perintah Tuhan Yang Maha Esa, berdo’a

dan bersyukur. Kedua, nilai pendidikan berakhlak mulia yaitu sabar,

menepati janji. Ketiga, nilai pendidikan berilmu yaitu memanfaatkan

ilmunya. Keempat, nilai pendidikan demokratis yaitu memiliki hormat

terhadap sesama dan menyelesaikan masalah dengan musyawarah.

Kelima, nilai pendidikan bertanggung jawab yaitu tanggung jawab suami

terhadap keluarganya. Jadi nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada

seloko adat perkawinan masyarakat Mersam Kabupaten Batanghari adalah


26

lima nilai pendididikan yang meliputi dua belas kutipan seloko adat

perkawinan.

Penelitian diatas memiliki kesamaan dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis, yaitu sama-sama membahas mengenai adat

perkawinan. Serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya Dan yang

menjadikan penelitian ini berbeda yaitu judul pembahasan dan lokasi

penelitian. Dimana penelitian ini membahas tentang perkawinan

masyarakat mersam kabupaten batangharri sedangkan penulis melakukan

penelitian pada perkawinan etnik muna di kota raha kabupaten muna.

2. Penelitian yang dilakukan oleh SURTINA dengan judul Nilai Budaya Dan

Nilai Agama Pada Upacara Perkawinan Adat Melayu Desa Benan

Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau.

penelitian ini dilakukan Dengan teknik analisis isi, Analisis ini bisa juga di

sebut analisis documenter dari data observasi dilapangan serta peneliti juga

melakukan wawancara kepada informan yang berkaitan dengan masalah

penelitian. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa gambaran perkawinan

Melayu di desa Benan dalam adat perkawinan yaitu sangat kental sampai

saat sekarang dan adat perkawinan desa benan ditandai secara khas dengan

melaksanakan syariat Islam, jadi adat perkawinan ini dapat kita contoh

masa-masa saat sekarang dan masa depan. Adat perkawinan ini patut kita

lestarikan jangan sampai adat perkawinan ini punah atau hilang di makan

zaman.
27

Penelitian diatas juga memiiki kesamaan dengan penelitian yang

penulis lakukan, yaitu sama-sama membahas nilai-nilai dalam perkawinan.

Namun terjadi perbedaan dimana penelitian ini membahas perkawinan

melayu di desa benan sedangkan penulis membahas tentang perkawinan

perkawinan etnik muna di kota raha kabupaten muna. Kemudian penelitian

ini membahas tentang nilai budaya dan nilai agama dalam perkawinan

sementara penulis tiddak melakukan spesifikasi judul hanya pada agama

dan budaya saja.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Idrus Sere dengan judul Kontribusi Nilai-

Nilai Pendidikan Islam Dalam Perkawinan Menurut Adat Istiadat

Komunitas Wabula Buton. Hasil penelitian ini yaitu Ditemukan fakta

bahwa pelaksanaan perkawinan menurut adat istiadat komunitas Wabula

Buton terdiri atas empat jalur, yaitu jalur pohinada, jalur kapinunu, jalur

hende hulu alo, dan jalur lemba dolango. Proses pelaksanaan perkawinan

menurut adat istiadat komunitas Wabula Buton terdiri dari lima tahap,

yaitu tahap kabeka-beka, tahap bawaano ringgi atau tauano pulu, tahap

langgoa, tahap kawia, dan tahap pokembaa. Wujud nilai-nilai pendidikan

Islam dalam perkawinan menurut adat istiadat komunitas Wabula Buton,

terdiri dari tiga wujud nilai yaitu nilai akidah, nilai syariat, dan nilai

akhlak. Adapun kontribusi nilai-nilai pendidikan Islam dalam perkawinan

menurut adat istiadat komunitas Wabula Buton adalah apabila komunitas

Wabula Buton melaksanakan perkawinan sesuai dengan prosedur menurut


28

adat istiadat maka akan semakin mantap nilai-nilai pendidikan Islam hidup

dan kehedupan keseharian mereka.

Penelitian ini juga masih sama dengan penelitian yang dilakukan

oleh penulis, karena sama-sama membahas tentang nilai yang terkandung

dalam proses perkawinan adat. Namun terdapat perbedaan, selain dari

judul dan lokasi penelitia, penelitian ini juga hanya membahas tentang

nilai pendidikan agama dalam proses perkawinan, sementara penulis tidak

melakukan penelitian pada nilai pendidikan agama saja.


29

C. Kerangka pikir

Perkawinan Adat Angka Mata


(Kawin Pinang) Pada Etnik Muna

Tahapan Proses
Perkawinan

1. Sebelum hari H perkawinan:


2. pada saat hari H perkawinan yaitu
a. Dekamata (tahap perkenalan)
1. Pembayaran mahar:
b. Deowa too/ defoepe (membawa
a. Kafeena (mahar)
janji untuk datang melamar)
b. Kantaburi (penindis)
c. Defenagho tungguno karete
c. Paniwi (seserahan laki-laki)
(pelamaran)
d. Kaokanuha (yang memakaikan)
d. Katandugho (penentuan uang
e. Kafoatoha (yang mengantar)
adat)
f. Kalolino ghawi (pengganti
e. Nefumano ifi (yang dimakan api)
gendongan)
f. Delentu gholeo (menghituang
g. Adhati balano (adat besar)
hari bae)
h. Matano kenta (mata ikan)
i. Ijab kabul
j. Kafelesao (pengantin pergi kerumah
laki-laki)
k. Kafosulino katulu (pengantin
kembali kerumah perempuan)

Implikasi Adat Polambu Dalam Pembelajaran


Sebagai Pendidikan Karakter

Hermeneutika & Narative Therm


30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokus Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di kota Raha Kecamatan Katobu Kab.Muna.

lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan alasan bahwa

masyarakat Kota Raha memiliki relevansi spesifik bagi kepentingan penelitian.

Adapun waktu untuk melakukan penelitian yaitu selama kurang lebih 3 bulan

yang dimulai dari bulan Juli 2018 hingga bulan Oktober 2018.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan

etnografi. Di maksudkan untuk mengungkapkan pelaksanaan tahapan polambu

melalui proses perkawinan adat angka mata oleh perkawinan etnik Muna dan

bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam polambu pada

proses perkawinan angka mata oleh etnik Muna.

C. Fokus Dan Deskripsi Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah:

1. Tahapan polambu melalui proses perkawinan angka mata dalam perkawinan

etnik Muna:

a) Dekamata

Dekamata artinya melakukan pengamatan, yaitu pihak laki-laki

melakukan pengamatan kepada seorang gadis atau beberapa orang

gadis yang menjadi idaman untuk mengetahui sifat, tutur kata, tingkah

laku, dan sifat keibuan karena akan mempengaruhi masa depan dalam
31

hubungan perkawinan. Dengan cara mengajak sigadis ketempat

rekreasi dan mengajak sanak saudara untuk menemani, jika sudah

mendapatkan satu orang gadis yang memikat hati sang lelaki maka

sang laki-laki akan sering-sering bertamu kerumah perempuan dan

setelah itu di adakan musyawarah untuk mekakukan tindakan

selanjutnya.

b) Dofenagho Tungguno Karete

Dofenagho tungguno karete adalah tindak lanjut dari tahapan

dekamata yaitu pihak laki-laki mengutus beberapa orang tua untuk

menemui orang tua sang gadis yang 3 atau 4 hari sebelum

kedatangan sudah di sampaikan kepada keluarga sang gadis dengan

maksud agar kedatangan mereka ditunggu dirumah sang gadis.

Karena pada tahap ini adalah tahap pelamaran sang gadis melalui

musyawarah antara pihak laki-laki dan perempuan dengan bahasa

adat muna yang sopan dan santun.

c) Defoampe nefumaano ifi

Defoampe nefumano ifi maksudnya adalah membawa yang

menjadi tanggungan pihak laki-laki terkait biaya yang akan

digunakan dalam perkawinan. Yang biasanya dilakukan 4 hari

setelah dofenagho tungguno karete, tapi sekarang pelaksanaannya

sudah berbeda yaitu dilaksanakan setelah mendapat kesimpulan dari

tahapan defenagho tungguno karete.


32

d) Kafeena

Kafeena jika di artikan dalam bahasa indosenesia artinya adalah

pertanyaan. Tapi dalam makna ini artinya adalah mahar berupa uang

tunai yang jumlahnya menurut kata sepakat kedua bela pihak (pihak

laki-laki dan perempuan) yang berpedoman pada ketentuan adat

setempat yang dilengkapi dengan sebuah cincin emas yang di kemas

dalam sebuah tempat yang tertutup yang sudah di bentuk dan dihias

dengan baik dalam baki.

e) Kantaburi

Kantaburi atau penindis adalah tambahan dari uang mahar atau

kafeena tadi dengan maksud pihak laki-laki memberiikan uang

sebagai bentuk penghargaan kepada pihak perempuan yang

biasanya dengan nilai dua kali lipat dari uang kafeena. Proses ini di

laksanakan bersamaan dengan proses kafeena, namun berbeda

dengan proses kafeena.

f) Paniwi

Paniwi merupakan seserahan laki-laki kepada perempuan, yaitu

berupa pikulan atau kasughu di mana untuk golongan Kaomu

berjumlah 44 pikulan dan Walaka berjumlah 20 pikulan. Yang

terdiri dari bahan makanan berupa beras, ayam, telur, umbi-umbian

dan lain-lain. Dan ketika dibawah kerumah sang gadis di atur sesuai

aturan adat yaitu pikulan berupa manisan seperti gula dan lain-lain

berada pada depan dan belakang sedangkan bahan makanan beras


33

dan buah-buahan di simpan di barisan tenga .Namun kasughu atau

pikulan ini bisa diganti dalam bentuk uang yang jumlahnya sesuai

kata sepakat kedua belapihak dan berdasarkan ketentuan adat.

g) Adhati Bhalano

Adhati bhalano atau adat besar merupakan mahar yang diberikan

pihak laki-laki kepada keluarga perempuan dalam bentuk uang yang

dilaksanakan sebelum ijab kabul. Adhati balano tersebut dibayar

berdasarkan pembagian status sosial seperti yang ditentukan dalam

kafeena (kaomu/walaka) dengan menggunakan boka maupun suku.

Kemudian 10% dari adhati balano ini di kembalikan kepada pihak

laki-laki yang disebut sebagai matano kenta (mata ikan).

h) Kalolino Ghawi

Kalolino ghawi merupakan bentuk penghargaan pihak laki-laki

kepada ibu dari gadis yang akan dinikahi karena sudah merawat,

dan membesarkan sang anak. Penghargaan diberikan dalam bentuk

uang berdasarkan golongan yang disandang oleh Bapak maupun

Ibunya yaitu golongan kaomu sebesar 5 boka sedangkan golongan

walaka sebesar 10 suku yang di hitung berdasarkan mata uang boka

dan suku dalam adat muna. Pelaksanaannya dilakukan oleh delegasi

adat perempuan dari pihak laki-laki kemudian diberikan kepada

delegasi adat perempuan pihak perempuan dan akan di berikan

kepada ibu sang gadis.


34

i) Kaokanuha

Kaokanuha yaitu proses penyerahan sejumlah uang yang diberikan

oleh pihak laki-laki untuk keperluan wanita mengenakan pakayan

adat yang biasanya dilakukan oleh seorang tua dan mekap wajah

seperti salon. Hitungan uang ini sama dengan kataburi, kafeena,

kalolino ghawi yaitu dengan aturan boka Muna.

j) Kafoatoha

Kafoataho atau pengantar yaitu uang dari pihak laki-laki kepada

orang-orang yang mengantar sang gadis kerumah laki-laki atau

kafelesao. Yang dibayar melalui delegasi pihak wanita yang nanti

akan diserahkan kepada yang bersangkutan.

k) Kafosowono Matano Kenta

Kafosowono matano kenta atau mata ikan merupakan proses

pengembalian uang yang dilakukan oleh pihak perempuan dari uang

adhatai balano sejumlah 10% setelah pihak laki-laki membayar

syarat-syarat kepada pihak perempuan. Dinamakan matano kenta

karena ikan dalam keadaan hidup maupun mati matanya selalu

terbuka serta walaupun ia hidup di air asin tidak ikut asin dan hidup

di air tawar tidak ikut tawar yang berarti isyarat penyatuan antara dua

delegasi dari pihak perempuan dan laki-laki yang bisa di artikan

sudah menjadi keluarga.

l) Ijab Kabul
35

Ijab Kabul adalah proses yang paling di tunggu-tunggu dan di

laksanakan setelah semua urusan penyerahan mahar kepada pihak

perempuan selesai, mulai dari kafeena,paniwi,lolino ghawi,adhati

balano, kaokanuha, dan matano kenta. Ijab Kabul biasanya di sebut

desalo katangka atau kagaa, yaitu pihak laki-laki memohon izin

kepada pihak perempuan supaya mengikhlaskan anak gadisnya

untuk dinikahkan dan menjadi pasangan suami istri yang sah di

mata agama, dan masyarakat. dan yang menikahkan keduanya

adalah pihak dari KUA.

m) Bhasano Doa Bhe Posambu

Bhasano doa dilaksanakan setelah akad nikah selesai. Yang di

lengkapi dengan haroa kemudian didoakan oleh pegawai sara atau

tokoh adat dan disaksikan oleh orang tua peserta adat dan seluruh

keluarga yang hadir dan di pandu oleh modhi atau imam kampung.

Setelah bhasano dhoa dilanjutkan posambu, yaitu suap menyuap

antara mempelai laki-laki dan perempuan sebagai simbol kasih dan

sayang.Pada proses ini sekaligus dilakukan pembatalan wudhu

sebagai bentuk tanda halal untuk saling menyentuh dan mulai

membina rumah tangga yang sakina mawadah warahma.

n) Kafelesao

kafelesao dilaksanakan setelah penerimaan tamu atau perjamuan

yang di adakan dirumah perempuan selesai. pelaksanaannya telah

ditentukan sebelumnya sesuai kesepakatan. Pada proses ini 2 orang


36

delegasi dari pihak laki-laki ditugaskan untuk menjemput mempelai

wanita dan dibawa ke kediaman pihak laki-laki untuk dilaksankan

kafelesao.

o) Kafosulino Katulu

Proses kafosulino katulu biasanya dilaksanakan sekaligus dengan

kafelesao atau ada juga dengan perantara waktu. Prosesnya yaitu

setelah mempelai wanita telah tiba di rumah mempelai pria,

pasangan suami istri dimandikan oleh modhi (imam) serta dilakukan

pencucian kai (Kaghomeno Ghaghe) atau fewanui. Pada proses

pencucian kaki ini mempelai wanita dicuci kakinya di dalam piring

putih dimana pada piring putih tersebut diletakkan uang perak muna

namun seiring berjalannya waktu uang perak ini jarang ditemukan

sehingga sekarang terkadang diganti dengan uang pecahan 50 ribu

atau 100 ribu tetapi dalam adat sebaiknya menggunakan uang perak

tersebut. Setelah proses ini mempelai perempuan diganti pakaiannya

dengan 2 lapis sarung kabhantapi yang disebut kalamba sebagai

bentuk penghargaan pihak laki-laki. Makna dari kabhantapi tersebut

menandakan bahwa mempelai perempuan ini telah menjadi orang

tua. Kemudian proses ini diakhiri dengan pembacaan doa untuk

kedua mempelai.

2. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam polambu pada etnik Muna

Polambu merupakan salah satu adat yang dibudayakan dimuna pada saat

melangsungkan perkawinan. Dimana didalam prosesnyanya terdapat tahapan-


37

tahapan yang dipercaya memiliki nilai bermakna dan penting. Tidak, terkecuali

penddikan karakter yang tertuang dalam kurikulum, yaitu:

1. Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,

dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan.

3. Toleransi, yaitu Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari

dirinya.

4. Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan.

6. Kreatif berpikir, yaitu melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau

hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri, yaitu Sikap perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang

lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis Cara berfikir, yaitu bersikap dan bertindak yang menilai sama

hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.


38

9. Rasa Ingin Tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,

dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan, yaitu Cara berpikir, bertindak dan berwawasan

yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan

diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air, yaitu Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompoknya.

12. Menghargai Prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/Komunikatif, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong

dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

14. Cinta Damai, yaitu Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta

menghormati keberhasilan orang lain.

15. Gemar Membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberiikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan


39

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang

sudah terjadi.

17. Peduli Sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberii

bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung Jawab, yaitu Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri

sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan

Tuhan Yang Maha Esa.

D. Informan Penelitian

Informan dan subyek penelitian pada penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan Teknik Purposive sampling (sampling bertujuan). Dimana peneliti

memilih responden secara variatif berdasarkan alasan. Namun responden yang

dipilih dapat menunjuk responden lain yang lebih tahu, maka pilihan responden

dapat berkembang sesuai kebutuhan penelitian dalam pengambilan data

penelitian. Informan penelitian ini yaitu

1. Tokoh adat (tetua)

2. Tokoh agama

3. Dan masyarakat kota raha yang berkompeten untuk memberii

informasi yang dibutuhkan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Wawancara
40

yaitu melakukan tanya jawab dan diskusi langsung pada tokoh masyarakat

yang menjadi informan dalam penelitian ini. Peneliti membuat pertanyaan-

pertanyaan yang alternatif jawabannya sudah dipersiapkan, tetapi bersifat lebih

bebas sehingga informan dapat mengungkapkan pendapatnya. Acuan mengenai

pokok-pokok wawancara adalah Proses perkawinan angka mata yang terdiri dari

Dekamata, Dofenagho Tungguno Karete, Defoampe Nefumano Ifi, Kafeena,

Kataburi, Paniwi, Kalolino Ghawi, Kaokanuha, Kafoatoha, Kafosowono Matano

Kenta, Ijab Kabul, Bhasano Doa Bhe Posambu, Kafelesao, Kafosulino

Katulu.Perlu di adakan wawancara mendalam dengan maksud untuk mengetahui

proses tahapan adat dalam perkawinan angka mata oleh masyarakat muna dan

nilai-nilai yang terkandung dalam proses pelaksanaan perkawinan atau polambu

pada etnik Muna.

2. Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan

pengamatan langsung sendiri terhadap obyek penelitian di lapangan secara

sistematis terkait focus penelitian sampai data penelitian terpenuhi semua. Adapun

focus penelitian yang akan di observasi yaitu tentang proses pelaksanaan polambu

pada etnik Muna. Yaitu Proses perkawinan angka mata yang terdiri dari

Defenagho Tungguno Karete, Defoampe Nefumano Ifi, Kafeena, Kataburi,

Paniwi, Kalolino Ghawi, Kaokanuha, Kafoatoha, Kafosowono Matano Kenta,

Ijab Kabul, Bhasano Doa Bhe Posambu, Kafelesao, Kafosulino Katulu. Observasi

diperlukan untuk melihat langsung bagaimana pelaksanaan tahapan adat polambu


41

melalui proses perkawinan angka mata pada etnik Muna melalui upacara

perkawinan yang ada di masyarakat.

3. Studi dokumen

Yaitu pengumpulan data menggunakan dokumen-dokumen yang diperoleh

dan berhubungan dengan penelitian yang diperlukan. Adapun yang memerlukan

dokumen dalam pelaksanaan polambu yaitu Proses perkawinan angka mata yang

terdiri dari Dofenagho Tungguno Karete, Defoampe Nefumano Ifi, Kafeena,

Kataburi, Paniwi, Kalolino Ghawi, Kaokanuha, Kafoatoha, Kafosowono Matano

Kenta, Ijab Kabul, Bhasano Doa Bhe Posambu, Kafelesao, Kafosulino Katulu.

F. Teknik Analisis Data

Tekhnik analisis data yang digunakan adalah analisis hermeneutika yaitu

menafsirkan makna dari setiap tahapan adat dalam tahapan polambu melalui

proses perkawinan angka mata dan naratif therem yaitu menceritakan proses

perkawinan angka mata dan bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter dalam

adat polambu oleh etnik Muna.

Hermeneutik adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang

interprestasi makna. Kata hermeneutika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani dari

kata kerja hermeneuin, yang berarti “menafsirkan”, dan kata benda hermenia,

“interpretasi”. Sedangkan pengertian hermeneutik secara istilah adalah sebuah

teori tentang operasi-operasi pemahaman dalam hubungannya dengan teks secara

sederhana. “Hermenetika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu teori

atau filsafat tentang interpretasi makna”. Elmahdi, (2007: 21).


42

hermeneutika diartikan sebagai seni dan ilmu untuk menafsirkan teks-teks

yang punya otoritas, khususnya teks suci. Namun, dalam perjalanan sejarahnya,

hermeneutika ternyata tidak hanya digunakan untuk memahami teks suci

melainkan meluas untuk semua bentuk teks, baik sastra, karya seni maupun tradisi

masyarakat. (lathevha: 2017).

Jadi dapat disumpulkan bahwa hermeneutika adalah sebuah teori yang

menafsirkan dan memaknai sesuatu, baik dalam bentuk sastra,karya seni, maupun

tradisi masyarakat. Sehingga dapat digunakan dalam memaknai dan menafsirkan

nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi polambu pada etnik Muna.

Setelah diketahui makna dari setiap tahapan adat dalam polambu melalui

proses perkawinan angka mata dari analisis hermenetika (penafsiran), maka

selanjutnya data yang telah diperoleh akan diolah kedalam naratif therem agar

dapat menghasilkan karya ilmiah dalam bentuk deskripsi data atau cerita. seperti

yang dikemukakan oleh Assjari dan Permanarian (2010: 172), menyatakan bahwa

istilah naratif berasal dari kata kerja "menceritakan" atau "mengatakan" (sebagai

cerita) dalam detail atau rinci. Dalam desain penelitian naratif, peneliti

mendeskripsikan kehidupan dan individu, mengumpulkan dan menceritakan cerita

mengenai kehidupan orang, dan menulis naratif dari pengalaman individu.

Sebagai bentuk yang jelas dari penelitian kualitatif, sebuah naratif biasanya fokus

pada penelitian satu orang, mendapatkan data dari pengumpulan cerita,

melaporkan pengalaman individu, dan mendiskusikan makna dari pengalaman-

pengalaman tersebut untuk individu.


43

G. Teknik Pengecekan Keabsahan Data

Teknik pengecekan keabsahan data yang digunakan adalah Triangulasi.

triangulasi adalah mengecek kebenaran data yang telah dikumpulkan dengan

menggunakan beberapa teknik yang berbeda, yang meliputi: sumber, pengamat,

teori, dan waktu yang berbeda, (1) pengecekan keterpercayaan data hasil

penelitian melalui beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat

keterpercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. (2) peneliti

menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, wawancara, pengamatan;

(3) adanya pengamat diluar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan

data; (4) peneliti menggunakan berbagai teori untuk memastikan bahwa data

yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat; (5) mengumpulkan data pada waktu

yang berbeda untuk mengecek kebenaran data tersebut.


44

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Dan Lokasi Penelitian

Kota Raha adalah kota yang terletak di pesisir Selat Buton yang

merupakan ibu kota Kabupa ten Muna. Pulau Muna merupakan sebuah pulau

yang terletak di jazirah ujung pulau Sulawesi bagian Tenggara atau biasa di sebut

Sulawesi Tenggara. Luas daratan Kabupaten Muna seluas 2.057,69 km² atau

205.769 ha. Pulau ini terletak pada selatan garis Khatulistiwa pada garis lintang

4º06 - 5.15° LS dan garis Bujur 120.00° – 123.24° BT. Daratan pulau umumnya

merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata kurang dari 100 meter di

atas permukaan laut. pada umumnya pulau Muna beriklim tropis dengan suhu

rata-rata antara 25 °C – 27 °C. Dimana musim hujan terjadi antara bulan

November dan awal Maret, sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan Mei

dan bulan Oktober.

1. Keadaan Fisik/Geografis Kota Raha

Untuk total area dari kota Raha sendiri adalah 47,11 km2 yang terdiri dari

12 kelurahan, dan 7 Desa, dengan jumlah penduduk 53.246 jiwa, dengan

kepadatan 1130,24/km2. Kemudian kota raha juga berbatasan dengan beberapa

desa, yaitu sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Parida, Kecamatan Lasalepa;

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Banggai, Kecamatan Duruka;

 Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Buton;


45

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Wali, Kecamatan Watopute

Berikut adalah gambar peta lokasi penelitian:

gambar 1. Lokasi penelitian pada peta

(sumber: google map.com)

2.Keadaan Demografis

Penduduk Kabupaten Muna sebanyak 218 680 jiwa yang terdiri atas 105

202 jiwa penduduk laki-laki dan 113 478 jiwa penduduk perempuan dengan

jumlah rumah tangga sebanyak 47.534 rumah tangga. Sementara itu besarnya

angka rasio jenis kelamin penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan

sebesar 92,62. Kepadatan penduduk di Kabupaten Muna mencapai 105 jiwa/km2

dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga adalah 5 orang. Kepadatan
46

Penduduk di 22 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi

terletak di Kecamatan Katobu dengan kepadatan sebesar 2.413 jiwa/km2 dan

terendah di Kecamatan Tongkuno dan Batukara masing-masing sebesar 36

jiwa/km2.

Jumlah Pencari Kerja Terdaftar di Kabupaten Muna Pada Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Muna sebesar 1.899 pekerja yang terdiri dari

874 laki-laki dan 1.027 perempuan. Proporsi terbesar pencari kerja yang

mendaftar pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi berpendidikan terakhir S1

yaitu sebesar 32,23 persen (612 pekerja)

Berikut adalah tabel jumlah penduduk dan rasio jenis kelamin menurut

Kecamatan Di Kabupaten Muna, 2017:

Tabel 1. Data jumlah penduduk

Rasio
Laki-
No Kecamatan Perempuan Jumlah Jenis
Laki
Kelamin

1 Tongkuno 7 683 8 336 16 019 92,17


2 tongkuno selatan 2 737 3 137 5 874 87,25
3 Parigi 5 801 6 377 12 178 90,97
4 Bone 2 725 2 997 5 722 90,92
5 Marobo 3 295 3 470 6 765 94,96
6 Kabawo 6 400 7 098 13 498 90,17
7 Kabangka 5 046 5 171 10 217 97,58
8 kontu kowuna 1 948 2 194 4 142 88,79
9 kontu naga 4 073 4 380 8 453 92,99
10 Watopute 6 330 6 651 12 981 95,17
11 Katobu 15 072 16 472 31 544 91,50
12 Lohia 6 912 7 850 14 762 88,05
13 Duruka 6 039 6 373 12 412 94,76
14 Batalaiworu 6 777 7 286 14 063 93,01
15 Napabalano 5 892 6 079 11 971 96,92
47

16 Lasalepa 5 421 5 697 11 118 95,16


17 Towea 2 588 2 658 5 246 97,37
18 wakorumba selatan 2 264 2 405 4 669 94,14
19 pasir putih 2 147 2 392 4 539 89,76
20 pasi kolaga 2 030 2 272 4 302 89,35
21 Maligano 2 821 2 881 5 702 97,92
22 Batukara 1 201 1 302 2 503 92,24
218
Muna 105 202 113 478 680 92,71
( sumber : BPN Prov.Sulawesi Tenggara)

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subyek Yang Diteliti

Perkawinan adat Muna adalah perkawinan yang dilakukan berdasarkan

aturan adat yang disepakati oleh lembaga adat di Muna. Terkhusus untuk

perkawinan adat yang di lakukan melalui proses angka mata (kawin pinang)

memiliki tahapan adat dan penentuan uang mahar yang hanya dimiliki oleh etnik

Muna. Penentuan uang mahar pada etnik Muna juga berdasarkan aturan adat tapi

berpedoman pada stratifikasi sosial yang berlaku pada etnik Muna, yaitu golongan

kaomu, walaka, anangkolaki, dan maradika.

Dimana golongan kaomu adalah golongan yang menguasai pemerintahan

dan berhak untuk menjadi raja, misalnya kapitalau (semacam Adipati di Jawa)

dan jabatan lainnya yang menyangkut eksekutif. Uang adat perkawinannya

berjumlah 20 boka Muna. Selanjutnya golongan walaka yaitu golongan yang yang

berhak menjadi Perdana menteri, mengatur adat, menetapkan hukum bersama

raja, memilih dan mengangkat raja bahkan berhak mencopot raja dari jabatannya

jika dianggap melanggar hukum negara dan adat serta agama. Jumlah uang adat

perkawinannya 15 boka Muna. Kemudian golongan anangkolaki yaitu golongan


48

yang menguasai perdagangan, untuk uang adat perkawinannya adalah 7 boka

Muna. Dan golongan yang keempat adalah golongan maradika dengan status

sosial paling rendah. Dan uang adat perkawinannya berjumlah 3 boka Muna.

Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah masyarakat etnik

Muna yang melaksanakan perkawinan di Kota Raha pada tanggal 22 Juli 2018.

Perkawinan ini dilaksanakan melalui proses perkawinan angka mata (kawin

pinang) dengan tahapan adat dan penentuan uang mahar sesuai aturan adat dan

stratifikasi sosial yang berlaku pada etnik Muna. Yang melangsungkan

perkawinan adalah LD.Ali S.pi usia 26 tahun dengan Sarbina S.pd usia 24 tahun.

Tahapan awal pada perkawinan ini tidak menggunakan proses dekamata

karena hubungan ini diawalai dengan proses pacara yaitu sejak tahun 2016 dan

menikah pada tahun 2018. Kurang lebih menjalin hubungan pacaran selama 2

tahun. Namun tahapan selanjutnya setelah dekamata tetap dilaksanakan yaitu

melalui proses defoepe, defenagho tungguno karete, katandugho, nefumano ifi

delentu gholeo, kafeena, kantaburi, paniwi, kaokanuha, kafoatoha, kalolino ghawi,

adhati balano, matano kenta, kampanaha, ijab kabul, kafeleao dan kafosulino

katulu.

Dengan menggunakan aturan uang adat kaomu yaitu: uang adat kafeena 5

boka = 5 x 120.000 = Rp. 600.000, uang adat kataburi 10 boka = 10 x 120.000 =

Rp 1.200.000, uang adat paniwi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000, uang adat

besar 20 boka = 20 x 120.000 = Rp 2.400.000, uang adat lolino ghawi 5 boka = 5

x 120.000 = Rp 600.000, uang adat kaokanuha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp

600.000, uang adat kafoatoha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000 sehingga


49

semua uang adat berjumlah Rp.6.600.000 yang diserahkan pada hari H

perkawinan. jumlah boka Muna dikali 120 karena jumlah 1 boka muna saat ini

adala Rp.120.000. kemudian uang nefumano ifi (uang yang dimakan api) pada

perkawinan ini yang diserahkan oleh mempelai laki-laki sebelum hari H

perkawinan untuk membiayai pesta adalah sebesar Rp.15.000.000 yang disepakati

oleh kedua belah pihak mempelai pada proses defenagho tungguno karete.

Sehingga biaya yang dikeluarkan oleh LD. Ali S.pi pada perkawinan ini adalah

sejumlah Rp.21.600.000

Pada perkawinan ini menggunakan aturan adat kaomu dalam penetapan

mahar, karena mempelai laki-laki adalah kaomu dan menyandang La Ode, yang

bisa dilihat pada namanya yaitu LD. Ali S.pi yang diwarisi dari bapaknya yaitu

LD. Safa dan kakeknya yaitu LD. Pangara. Sementara gadis yang dilamar adalah

golongan walaka, dan kenapa tidak menggunakan adat walaka, itu karena di

anggap ia akan merendahkan adatnya sendiri jika ia dari golongan kaomu dan

menggunakan adat walaka.

Karena pada zaman dulu golongan yang menyandang La Ode sangatlah

tinggi dan terpandang. Merekalah yang disebut golongan kaomu. Walaupun

sekarang diMuna sudah tidak ada sistem kerajaan seperti zaman nenek moyang

terdahulu, namun aturan-aturan adat tersebut masi diberlaukan samapi sekarang.

Walaupun telah banyak nilai-nilai yang bergeser dan tak dipahami oleh

masyarakat Muna sendiri, tapi yang terpenting adalah bagaimana adat ini masi

bisa sampai pada generasi selanjutnya.

Hal ini berdasarkan observasi dan gambar dokumentasi sebagai berikut:


50

Gambar 2. Pasangan pengantin yang menjadi objek penelitian

(sumber: dokumen salmiati 2018)

2. Proses Pelaksanaan Polambu (Berumah Tangga) Melalui

Perkawinan Angka Mata (Kawin Pinang)

Polambu adalah salah satu budaya Muna yang masih dijaga dan

dilestarikan sampai saat ini. Polambu merupakan berumah tangga yang dimana

sebelum terbentuk sebuah rumah tangga atau terjadi perkawinan, ada yang

namanya proses perkawinan adat yang didalamnya ada beberapa tahapan dan

harus dilakukan dan di awali dengan musyawarah dalam keluarga. Hal ini seperti

yang disampaikan oleh informan dimana ia menungkapkan bahwa:

“Jadi polambu itu kan berumah tangga bahasa indonesianya. Lambu


itukan rumah, po itu kata imbuhan artinya ber, jadi kalau digabungkan jadi
berumah tangga. Dan sebelum berumah tangga ini ada dulu proses adatnya
kalau kita di Muna ini. apalagi kalau nikahnya melalui proses angka mata,
itu tahapannya banyak”. (kadir, wawancara 15 Agustus 2018).
Dari pernyataan informan di atas bisa diketahui bahwa polambu adalah

berumah tangga. Dan sebelum berumah tangga atau melangsungkan perkawinan,

orang Muna harus melakukann beberapa tahapan adat dan dibicarakan melalui
51

musyawarah. Karena proses perkawinan di Muna itu ada beberapa macam yaitu

angka mata, pofeleigho, dan ghombuni. Seperti yang dikatakan oleh informan

dalam wawancara, sebagai berikut:

“polambu itu bercampur dengan ajaran agama. Zaman dahullu, polambu


ini susah tapi sekarang sudah mudah. Dalam polambu harus ada kasih
sayang timbal balik antara laki-laki dan perempuan. Selalu musyawarah
tentang tata cara dalam berumah tangga. Jadi polambu itu ada yang
dibilang angka nemata atau kawin pinang angka wekundo atau kawin
lari,ghombuni. Atau kawin paksa. Cuman sekarang ghombuni sudah
jarang dilakukan. Yang masih banyak dilakukan hanya pofeleigho dan
angka nemata”. ( LD.fara, wawancara 2 Agustus 2018).
Dari hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa ada beberapa tahapan

adat yang harus dilakukan oleh masyarakat Muna sebelum melangsungkan

perkawinan dan menjadi sebuah rumah tangga. Adapun tahapan-tahapan yang

harus dilakukan pada saat upacara ada perkawinan adalah sebagai berikut:

a. Pelaksanaan polambu melalui proses angka mata

Pelaksanaan perkawinan melalui proses angka mata atau kawin pinang

merupakan proses perkawinan yang paling baik diantara proses perkawinan yang

lain oleh etnik Muna. Karena proses ini dilangsungkan dengan beberapa tahapan

adat yang diawali dengan musyawarah keluarga dengan baik dan sopan dengan

bahasa yang santun, kemudian tahapan adat yang dilakukan juga lengkap mulai

dari pelamaran sampe ijab Kabul. Beda dengan proses perkawinan pofeleigho atau

ghombuni yang terkesan tidak sopan. Adapun tahapan-tahapan adat dalam

perkawinan melalui proses angka mata oleh etnik Muna yaitu:

1. Pelaksanaan tahapan sebelum hari H perkawinan

1) Dekamata (melihat/menilai)
52

Jadi, tahapan adat dalam perkawinan ada yang dilakukan sebelum hari H

perkawinan dan ada yang dilakukan pada saat hari H perkawinan. Tahapan

pertama sebelum terjadi perkawinan oleh etnik Muna, masyarakat mengenal yang

namanya proses dekamata. Biasanya proses ini dilaksanakan pada saat musim

menanam, panen, kupas ubi atau baca-baca nisif saban atau orang Muna

menyebutnya Isifu

Dekamata adalah tahapan mencari pasangan, menilai dan meneliti sang

gadis yang akan di lamar. Yang dilihat dalam pengamatan ini adalah sifat dan

tingkah laku yang dimiliki sang gadis bukan hanya pada kecantikannya. Hal ini

bisa dilihat pada gambar dan penjelasan oleh informan berikut bahwa:

Gambar 3. proses dekamata pada saat menanam

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018)

“dekamata itu melihat atau mencari atau perkenalan, baku tau-tau, seperti
makan langsat, atau buahan sesuai musimnya atau pada saat menanam.
Biasanya kalau zaman dulu ada musim panen, mudamudi dikumpul di
kebun dibikinkan acara-acara untuk melakukan kamata tapi ada orang tua
yang awasi. Ini kamata bukan mau diliat cantiknya ini perempuan, tapi
mau diliat bagaimana sifatnya, tingkahlakunya, karna zaman dulu,
perempuan diliat saja cara jalannya, cara bicaranya sudah ditaumi
bagaimana sifatnya. Kalau ada yang di suka sama laki-laki perempuan itu
53

selanjutnya di tanyakan apakah sudah ada yang jaga atau belum”.(


wawancara WD Raona, 3 Agustus 2018).
Ungkapan informan di atas menjelaskan bahwa tahap dekamata dilakukan

untuk melakukan perkenalan sambil mencari tau sifat dan karakter yang dimiliki

oleh sang gadis. Proses ini dilakukan pada saat musim panen atau pada saat

menanam atau pertemuan-pertemuan lainnya yang sengaja diadakan dan

pertemuan ini masi dalam pengawasan orang tua, beda dengan sekarang dizaman

yang modern ini anak-anak banyak yang dihubungkan lewat handphone atau

telepon genggam dan melakukan pacaran jadi susah untuk diawasi oleh otang tua.

Dimana hal senada juga dikemukakan oleh informan lain yaitu La Hamidu

wawancara 20 Agustus 2018, Kadir wawancara 15 Agustus, LD.Fara wawancara

2 Agustus 2018, dan WD.Raona wawancara 3 Agustus 2018.

2) Defoepe/ de owa too (membawa janji)

Tahapan Defoepe/ de owa too (membawa janji) ini adalah tindak lanjut

dari dekamata di atas. Dimana apabila sang laki-laki menemukan seorang gadis

yang ia sukai, maka selanjutnya akan dilakukan tahapan Defoepe/ de owa too ini

untuk menuju ketahapan yang lebih serius. Tahapan ini dilakukan oleh 2 orang

yang terdiri dari kaomu dan walaka untuk membawa janji atau menyampaikan

kabar bahwa beberapa hari kedepan atau biasanya 4 hari yang akan datang dari

hari ini pada saat Defoepe/ de owa too, akan datang rombongan adat dari pihak

laki-laki dengan tujuan untuk melakukan fenagho tungguno karete agar keluarga

dari pihak perempuan bersiap dan menunggu kehadiran keluarga dari pihak laki-

laki ini. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh informan sebagai berikut:
54

“Ane bhe nemasighoono pada, dokalamo defoepe, dokalamo dorudua


kamokula okaomu bhe walaka doforato kamokulano robine damai
kamokula ini welambu bahi na fato gholeohi ini”.
Artinya: “kalau ada yang disuka, pergilah memberii kabar, dua orang tua
yaitu kaomu dan walaka pergi memberii kabar kepada orang tua
perempuan bahwa akan ada orang tua yang akan datang dirumahnya
sekitar 4 hari ini”. (wawancara WD.Raona 3 Agustus 2018).
Pernyataan di atas juga senada dengan apa yang diungkapkan oleh

informan lain yaitu La Hamidu wawancara 20 Agustus 2018, Kadir wawancara 15

Agustus 2018, LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018. WD.Raona wawancara 3

Agustus 2018.

3) Defenagho tungguno karete (menanyakan penjaga halaman)

Gambar 4. Proses Defenagho tungguno karete (menanyakan penjaga

halaman)

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018)

Berdasarkan hasil observasi lapangan yang diadakan pada tanggal 9 Juli

2018 dan gambar di atas bahwa setelah melakukan tahapan Defoepe/ de owa too
55

(membawa janji) tindakan yang dilakukan selanjutnya adalah melaksanakan

tahapan yang disebut dengan defenagho tungguno karete (menanyakan penjaga

halaman). Kegiata ini dilangsungkan setelah 4 hari dari tahapan Defoepe/ de owa

too (membawa janji), yaitu sesuai janji yang mereka ucapkan pada saat defoepe.

Kegiatan ini dilakukan oleh beberapa orang tua yang di utus oleh pihak laki-laki,

terdiri dari kaomu dan walaka, dan beberapa orang lainnya. Keluarga laki-laki

disambut dengan ramah oleh pihak perempuan yang juga terdiri dari beberapa

orang yang disiapkan oleh orang tua perempuan untuk menunggu kedatangan

pihak keluarga laki-laki seperti yang dibicarakan pada saat defoepe. Saling

mengucapkan salam sambil berjabatangan dan kelurga dari pihak laki-laki

dipersilahkan duduk. Melakukan perbincangan ringan saling menanyakan kabar,

dan tertawa kecil, sampai pada akhirnya melakukan musyawarah tentang tujuan

dari kedatangan keluarga dari pihak laki-laki kerumah perempuan ini. jadi 2 orang

tua maju menghadap orang tua dari pihak perempuan dan menanyakan apakah

masi ada yang ditunggu dalam pertemuan ini, dan dijawab oleh pihak perempuan

bahwa sudah tidak ada yang ditunggu karna semua yang pihak perrempuan

undang untuk menunggu kedatangan keluarga dari pihak laki-laki hari itu sudah

hadir semua ditempat. Kemudian dimulailah proses defenagho tungguno karete.

Tahapan defenagho tungguno karete dilakukan untuk menanyakan

penunggu halaman. Maksudnya adalah apakah sang gadis sudah ada yang jaga

atau belum. Dalam proses menanyakan apakah sang gadis sudah ada yang jaga

atau belum, sang gadis di simbolkan dengan bunga yang ada dihalaman, makanya
56

tahap ini disebut fenagho tungguno karete. Jadi pada saat bertanya kepada

keluarga pihak perempuan, pihak laki-laki mengatakan sebagai berikut:

“tamai naini tawura bunga-bunga wekarete watu. Bara bunga-bunga ini


nandomo dhumaganie atau minaho ane minaho ingka ane naembali
tadhumaganiemo insaidi”.

Artinya : “kedatangan kami disini karna kami melihat bunga-bunga


dihalaman. Kira-kira bunga ini sudah ada yang jaga atau belum. Kalau
belum ada jika kami diizinkan biar kami yang menjaga”.

Kemudian dijawab oleh pihak perempuan dengan ungkapan sebagai

berikut:

“wekarete itu nobari bunga-bunga, bara bunga-bunga medano hae, bara


melangkeno bara mepandano itu?”.

Artinya : dihalaman itu banyak bunga-bunga, kira-kira bunga mana yang


dimaksud. Apakah yang tinggi atau yang pendek?”.

Setelah itu dijawab lagi oleh pihak laki-laki dengan menggunakan bahasa

Muna yang sopan dan santun, sebagai berikut:

“bunga-bunga melangkeno itu warna kapute”.

Artinya : “Bunga-bunga yang tinggi yang berwarna putih”.

Jadi percakapan yang terjadi antara pihak laki-laki dan perempuan ini

membahas bunga dan cirinya seperti warna dan tinggi atau pendek, karena

didalam rumah yang akan dilakukan fenagho tungguno karete terdapat banyak

gadis. Dan supaya tidak terjadi kesalahan makanya ditanya untuk diperjelas gadis

mana yang menjadi tujuan. Dari ungkapan diatas, pihak laki-laki menyebutkan

bahwa yang dimaksud adalah bunga-bunga yang tinggi berwarna putih.

Maksudnya adalah gadis yang akan dipinang bercirikan bertubuh tinggi

dan berkulit putih. Kemudian, setelah itu pihak perempuan mengatakan untuk
57

menanyakan kembali hal ini kepada sang gadis yang dimaksud karena jangan

sampai sang gadis mempunyai teman laki-laki yang lain atau tidak berkenan untuk

dipinang oleh laki-laki yang mengutus keluarganya pada hari itu. Maka masuklah

2 orang dari pihak perempuan untuk menemui sang gadis yang dimaksud, dan

menanyakan kesediaannya untuk dilamar oleh laki-laki yang mengutus

keluarganya hari itu. Setelah mendapatkan jawaban dari sang gadis, maka pihak

perempuan kembali dan menyampaikan bahwa sang gadis bersedia untuk

dipinang oleh laki-laki yang mengutus keluarganya hari itu, dan pihak laki-laki

secara tidak langsung sudah mengikat sang gadis yang sudah mengatakan

kesediaanya itu, dan selesailah tahapan fenagho tungguno karete. Hal ini juga

didukung dengan hasil wawancara pada informan La Hamidu, wawancara 20

Agustus 2018 yang mengatakan bahwa:

“Lapasimo aitu dopogaumo tora anggano ruduano, dofetapamo tora. “


aitu inia tafetapamo tora, tahumendemo tora tewise. (dohendea tora
tewise dorudua tora). Angha dofenagho tora tungguno karete. Sadorato
anggano tewiseno pohakno robinehi “aitu inia ahende tewise inia
ahendegho anggano karatoha mani welambu ini befaraluu mani. Ahende
tewise ntoomu ini ahendegho anggano nokosilo mata mani wekarete watu
tawura bunga-bunga. Bahi minaho anggano bedhunaganie, bahi anggano
minaho be siramue. “Lapasi anagha, aini inia kosiloghono mata inia,
ainihae (dokona neano, nea kamokulano, be kasikolahano ane
nokosikola). So dgumaganie bunga-bunga wekarete. Ghuluhano dofetapa
angha. Minaho nalumansu.Lapasi anagha, nobalamo dua pihak robine
“aini tapandehanemo nagha, insoba tametapa deki anahi. Intaidi
kamokulahi mina tamandehaane, fesurihae benipandehaono. Intaidi
kamokula itu ingka mahinggamo tapandehaane mopohalatino beniwura
mani bhe patudhuno pandehano aituhaemo gara anoa soano. Pada
anagha, nando tora pihak keluargano robine, dofenae.. ambano
“tamenako keda inia, rampano nando ini kamokula rumatono nefointo
nagha rampano nokosilo matando, bunga-bunga wekarete inia, neano ini
ainihae, kamokulano ainihae, kasikolano ainihae. Bahi anggano ihintu ini
anggano opandehane dua atau osetujuanemo ini rumatono ini. “ Pada
angha, nobaloemo tora orobine, “ umbe” bahi anau notarimae pada
notarimaemo, bahi mina ingka nopogaugho mina”.
58

Artinya: “setelah itu orang tua dua orang ini minta izin kepada yang
dituakan dipihak laki-laki. “sekarang ini kami mau bertanya lagi. Kami
mau maju lagi kedepan untuk menanyakan penunggu halaman. Setelah
sampai didepan pihaknya perempuan, mereka berbicara lagi, sekarang
saya maju kedepan ini untuk menyampaikan maksud dan tujuan kami
datang disini. Kami mau menyampaikan bahwa kami datang disini karena
ada yang menyilaukan mata kami. Kami melihat ada bunga-bunga
dihalaman.siapatau bunga-bunga itu belum ada yang jaga, belum ada yang
siram. Adapun yang siap menjaga ini adalah si A ( disebut nama lengkap,
title kalau ada). Setelah itu dijawab juga oleh pihak perempuan, “itu kami
sudah tau, tapi kami akan bertanya juga sama anak perempuan kami.
Karna kami orang tua tidak tau apa-apa, jangan sampai kami orang tua
mengiyakan ternyata dia tidak setuju karena sudah ada orang lain selain
yang datang ini. setelah itu ada satu orang dari pihak perempuan bertanya
kepada sang gadis “ kami mau bertanya padamu nak, karena ada ini orang
tua yang datang di depan itu, mereka datang karena ada yang menyilaukan
matanya mereka, yang silau matanya itu namanya (disebut nama lengkap
dan titelnya kalau ada). Disebut juga nama orang tuanya. Apakah kamu
juga tau dan setuju dengan kedatangannya mereka ini?. setelah itu sang
gadis menjawab iyah jika ia terima dan tidak jika ia menolak”.

Ungkapan yang sama juga disampaikan oleh informan lain yaitu Kadir

wawancara 15 Agustus 2018, LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018, dan

WD.Raona wawancara 3 Agustus 2018.

4) Katandugho (penentuan uang adat)

Tahapan katandugho (penentuan uang adat) adalah kegiatan yang

dilakukan pada hari yang sama dengan tahapan fenagho tungguno karete. Tahapan

ini dilaksanakan setelah proses defenagho tungguno karete selesai dan mendapat

hasil musyawarah bahwa sang gadis bersedia untuk dipinang oleh laki-laki yang

mengutus keluarganya pada saat itu. Dalam kegiatan ini, yang menjadi bahasan

pokok dalam musyawarah adalah penentuan uang adat. Berdasarkan observasi

lapangan yang dilakukan pada tanggal 9 Juli 2018, dalam kegiatan ini kedua belah

pihak membahas tentang uang adat yang harus dibayar oleh pihak laki-laki kepada
59

perempuan. Yaitu uang adat kafeena (mahar), kantaburi (penindis/pengikut),

paniwi (seserahan laki-laki untuk perempuan), kaokanuha (yang memakaikan

pakayan), kafoatoha (yang mengantar), kalolino ghawi (pengganti gendongan),

adhati balano (adat besar), dan matano kenta (mata ikan). Tapi yang dibahas

secara mendalam pada saat itu adalah kafeena dan adhati balano, karna poin yang

lain akan mengikut dari jumlah kafeena dan adhati balano. Ada diskusi yang

terjadi antara pihak laki-laki dan perempuan untuk membahas uang adat yaitu adat

besar dan kafeena ini. sempat terjadi penelusuran silsilah keluarga antara laki-laki

yang melamar dan perempuan yang dilamar.apakah yang dilamar masi turunan

kaomu atau walaka begitupun sebaliknya. Kemudian setelah melakukan

penelusuran silsilah maka dibuatlah satu kesepakatan tentang jumlah uang adat

besar dan kafeena. Terjadi diskusi yang sangat panjang antara kedua pihak ini

namun tetap menggunakan bahasa muna yang sopan dan santun. Setelah

semuanya sudah sekata dan sepakat maka berakhirlah pembahasan untuk

katandugho. Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh informan LD. Fara pada

wawancara 2 Agustus 2018, ia mengatakan bahwa:

“kemudian setelah itu di bicarakan lagi uang adatnya. Berapa yang harus
mau dibayarkan nanti. Uang kafeenanya berapa, adhati balano berapa. Itu
semua ada aturan adatnya, kalau kaomu melamar walaka, beda jumlahnya
dengan kaomu melamar kaomu. Makanya dalam katandugho itu
dimusyawarahkan lagi bagaimana turunannya ini yang dilamar dan yang
melamar. Ditanyakan silsilah keluarganya, apakah dia menyandang WA
ODE, atau yang melamar ini apakah menyandang LA ODE atau tidak,
sampe ditemukan satu kesepakatan”.
Ungkapan di atas juga sama dengan apa yang disampaikan oleh informan

La Hamidu wawancara 20 Agustus 2018. Kemudian berdasarkan dari studi

dokumen yang dilakukan, penulis menemukan informasi tentang penentuan uang


60

mahar berdasarkan dasar nilai boka di Kabupaten Muna terbaru yang di atur pada

tahun 2016 dan akan berlaku hingga 2021 nanti dimana nilai 1 boka adalah Rp.

120.000. hal ini di atur dalam adat Muna dan disepakati oleh lembaga adat

Kabupaten Muna. Adapun penentuannya adalah sebagai berikut:

1. golongan kaomu sama-sama kaomu


a. Kafeena 5 boka = 5 x 120.000 = Rp. 600.000
b. Kataburi 10 boka = 10 x 120.000 = Rp 1.200.000
c. Paniwi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
d. Adat besar 20 boka = 20 x 120.000 = Rp 2.400.000
e. lolino ghawi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
f. kaokanuha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
g. kafoatoha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
2. golongan walaka sama-sama walaka
a. Kafeena 2 boka = 2 x 120.000 = Rp. 240.000
b. Kataburi 4 boka = 4x 120.000 = Rp 480.000
c. Paniwi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
d. Adat besar 15 boka = 15 x 120.000 = Rp 1.800.000
e. lolino ghawi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 2400.000
f. kaokanuha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
g. kafoatoha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
3. Bangsawan tulen sama-sama mereka
a. Kafeena 2 boka = 2 x 120.000 = Rp. 240.000
b. Kataburi 4 boka = 4x 120.000 = Rp 480.000
c. Paniwi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
d. Adat besar 10,10 suku = 10,10 x 120.000 = Rp 1.800.000
e. lolino ghawi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 2400.000
f. kaokanuha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
g. kafoatoha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
4. golongan anangkolaki sama-sama anangkolaki
a. Kafeena 1 boka = 1 x 120.000 = Rp. 120.000
b. Kataburi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
c. Paniwi 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000
d. Adat besar 7,2 boka = 7,2 x 120.000 = Rp 900.000
e. lolino ghawi 1 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
f. kaokanuha 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000
g. kafoatoha 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000
5. golongan walaka menuju kaomu
a. Kafeena 5 boka = 5 x 120.000 = Rp. 600.000
b. Kataburi 10 boka = 10 x 120.000 = Rp 1.200.000
c. Paniwi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
d. Adat besar 35 boka = 35 x 120.000 = Rp 4.200.000
e. lolino ghawi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
61

f. kaokanuha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000


g. kafoatoha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
6. golongan anangkolaki menuju kaomu
a. Kafeena 5 boka = 5 x 120.000 = Rp. 600.000
b. Kataburi 10 boka = 10 x 120.000 = Rp 1.200.000
c. Paniwi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
d. Adat besar 75 boka = 75 x 120.000 = Rp 9.000.000
e. lolino ghawi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
f. kaokanuha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
g. kafoatoha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
7. golongan anangkolaki menuju walaka
a. Kafeena 2 boka = 2 x 120.000 = Rp. 240.000
b. Kataburi 4 boka = 4 x 120.000 = Rp 480.000
c. Paniwi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
d. Adat besar 35 boka = 35 x 120.000 = Rp 4.200.000
e. lolino ghawi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
f. kaokanuha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
g. kafoatoha 2 boka = 2x 120.000 = Rp 240.000
8. Rampe menuju Kaomu
a. Kafeena 5 boka = 5 x 120.000 = Rp. 600.000
b. Kataburi 10 boka = 10 x 120.000 = Rp 1.200.000
c. Paniwi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
d. Adat besar 110 boka = 110 x 120.000 = Rp 13.200.000
e. lolino ghawi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
f. kaokanuha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
g. kafoatoha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000
9. Rampe menuju walaka
a. Kafeena 2 boka = 2 x 120.000 = Rp. 240.000
b. Kataburi 4 boka = 4 x 120.000 = Rp 480.000
c. Paniwi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
d. Adat besar 80 boka = 80 x 120.000 = Rp 9.600.000
e. lolino ghawi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
f. kaokanuha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000
g. kafoatoha 2 boka = 2x 120.000 = Rp 240.000
10. Rampe menuju anangkolaki
a. Kafeena 1 boka = 1 x 120.000 = Rp. 120.000
b. Kataburi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 480.000
c. Paniwi 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000
d. Adat besar 40 boka = 40 x 120.000 = Rp 4.800.000
e. lolino ghawi 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000
f. kaokanuha 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000
g. kafoatoha 1 boka = 1x 120.000 = Rp 120.000

5) Defoampe nefumano ifi (membawa yang dimakan api)


62

Defoampe nefumano ifi (membawa yang dimakan api) adalah tahapan

yang juga dilakukan pada hari yang sama pada saat fenagho tungguno karete.

Berdasarkan observasi yang dilakukan, Nefumano ifi ini adalah sejumlah uang

yang diminta oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki yang akan digunakan

untuk membiayai pesta perkawinan seperti membayar dekor, dan kebutuhan

makanan yang akan dihidangkan pada saat hari H. ada musyawarah antara pihak

perempuan dan laki-laki untuk membicarakan jumlah yang harus pihak laki-laki

serahkan. Sempat ada tawar menawar antara pihak laki-laki dan perempuan,

terkait jumlah dari nefumano ifi ini. sampai pada akhirnya ketemu kata sepakat

mengenai jumlah dari nefumano ifi antara pihak laki-laki dan perempuan.

Kemudian setelah ada kata sepakat tentang jumlahnya maka pihak perempuan

menanyakan kapan nefumano ifi ini akan diserahkan atau dibawa. Dan pihak laki-

laki memutuskan untuk dibawa sebelum hari perkawinan tepatnya 5 hari atau

paling lama satu minggu setelah hari musyawarah itu berlangsung. Hal ini juga

sama seperti apa yang disampaikan oleh informan, yaitu sebagai berikut:

“Okaghosa nagha angganoa, nepulugho kaghosa nagha nefumano ifi,


anggano so rengu-renguno so hari H no anggano okakawi ghuluhano
okaghosa.Dhadi humendeni ini nepihakno moghanea, nepihakno robinea,
amadoa, “aini tahumendegho kaghosa ini. Dgadi aokaghosa maitu, ane
dosetujuimo pada doseisemo, ane mina dosetuju pada dosowomo deki,
rampano kaghoda, ibarano moghane doino 5 juta bahi 10 juta, gara
pihakno robine, tabeano 30 juta. Dhadhi anggano dengkora, dosowo
dofekiri deki. Jadi minaho nando kesimpulan waktu aitua. Maka ane kotu-
kotughu doseisemo ambado doiku ambano 10 juta,. Gara nopagau anano
robine, damafaane pada pihakno, ane andoa ini dopomasighomo. Ane odi
itu ingka dakumira-kira aitua . ane darurimaemo pihak robine bahi, 10 jta
maitua, dopotarimamo, maka dosowomo nekaengkoraha, “aitu inia,
kaghosa mani, dotarimaemo. Aitu, ane intaidi koanaghono robine. Nando
tora so kafenagha mani, peda ini, ghuluhano kaghosa dotarimaemo,
tapigaugho tora okatangka. Ghuluhano, dhandhino tora kakawi. Nolapai
anagha anggano delentumo gholeo, raweta maitu deklentumo gholeo so
63

kakawi gholeo mokesano. Bahi seminggu, bahi raminggu. Nolapasimo


tora neangha, noapasimo tora, raminggu ambano sokakawino. Doseisegho
nenagha, bahi raminggu ambado kakawido. Lapasi aitu pada nagha
doataromo o kakawi, mina nando kakawi doataro deki”.
Artinya: “kekuatan ini maksudnya nefumano ifi atau kemampuan laki-laki
yang harus dibayar untuk membiayai perkawinan. Jadi yang maju dari
pihak laki-laki bertanya kepada pihak perempuan. “ ini kami mau
menyampaikan kemampuan kami, kalau misalnya sudah disetujui dari
jumlah yang disebutkan berarti disepakati bersama, kalau belum maka
pihak laki-laki akan saling berdiskusi lagi, karna misalnya kemampuan
pihak laki-laki 5 atau 10 juta, sedangkan permintaan pihak perempuan 30
juta. Jadi didiskusikan lagi sampe ada kata sepakat antara pihak laki-laki
dan perempuan. Kalau sudah diterima, pihak perempuan membuka bahasa
“sekarang ini kemampuan laki-laki kami sudah terima. Kami dari pihak
perempuan masi mempertanyakan tentang janji hari H perkawinan. Setelah
itu menghitung hari bae untuk menikah mungkin satu minggu atau dua
minggu. Maka diaturlah hari perkawinan”.(La Hamidu, wawancara 20
Agustus 2018).
Hal senada dengan uangkapan di atas juga disampaikan oleh informan lain

yaitu LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018 dan WD.Raona wawancara 3 agustus.

Ungkapan informan di atas menjelaskan bahwa setelah semua tahapan

selesai, yaitu fenagho tungguno karete, katandugho, dan nefumano ifi, maka

selanjutnya adalah penentuan hari bae untuk perkawinan. Penentuan hari bae juga

harus berdasarkan hitungan orang pande kutika (yang pandai dalam menghitung

hari baik). Hal ini seperti yang diuangkapkan oleh informan sebagai berikut:

“kalau untuk penentuan hari H, itu di tentukan berdasarkan keputusan


kedua belah pihak yang di hitung berdasarkan penentuan hari bae yang
dipecayai oleh orang muna”. (WD.Raona, wawancara 3 Agustus 2018).
Dimana hal yang sama juga disampaikan oleh La Hamidu wawancaea 20

Agustus 2018 dan LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018. Adapun tujuan dari

perhitungan hari bae untuk hari H perkawinan ini adalah untuk menghindari hari

NAAS dan hal buruk lainnya seperti yang di ungkapkan oleh informan berikut:
64

“iyah hari bae itu tujuannya untuk supaya perkawinan yang akan
dilaksanakan nanti bisa berjalan baik-baik saja seperti yang diharapkan.
Tidak ada gangguan, tidak ada halangan, pokonya semua lancar-lancar
saja. Kalau penentuan hari baenya, itu dibicarakan juga pada saat
musyawarah itu, yang tentukan ditanya sama orang yang punya
kemampuan untuk menghitung hari bae. Cara hitungnya juga ada yang
berdasarkan kalender islam, ada yang hitung berapa bulan
dilangit,pokonya macam-macam tergantung kemampuan dari yang hitung
hari bae, yang penting hindari hari NAAS”. ( LD.Fara, wawancara 2
Agustus 2018).
Hal ini juga didukung dengan gambar berikut, yaitu tentang bagaimana

cara masyarakat Muna menentuka waktu dan hari Bae untuk melakukan

aktivitasnya baik hendak keluar daerah maupun upacara adat seperti perkawinan.

Gambar 5. Penentuan hari dan waktu yang baik oleh masyarakat Muna

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018)

2. Pelaksanaan tahapan adat pada saat hari H perkawinan

Gambar 6. Rombongan adat pada saat hari H perkawinan

(sumber: koleksi dokumen salmiati 2018)


65

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018, yaitu

hari H perkawinan. Hari H perkawinan adalah keadaan yang sangat ramai dari

semua proses yang ada karena hari inilah pengucapan ijab Kabul akan

dilaksanakan. dan hampir semua orang berpakaian rapi dan berdandan cantik.

Para tokoh adat mulai berdatangan lengkap dengan pakayan adat masing-masing

yaitu sarung muna atau kabantapi dan baju khas muna untuk ibu-ibu dan bapak-

apak menggunakan sarung muna dan jas, ada yang memakai baju batik dan

kokoh. Tokoh adat laki-laki berkumpul sesame laki-laki sedangkan ibu-ibu adat

juga berkumpul sesame ibu-ibu adat juga. Ibu-ibu didalam dan laki-laki didepan.

Setelah membagi tugas, untuk para tokoh adat, berikutnya pemegang pinangan

atau puro-puro. Dibagi kepada anak-anak gadis yang sudah didandan dengan

cantik berbusana adat muna untuk membawa pinangan kerumah perempuan.

Ketika semua sudah siap, dan pukul 9.10 keluarga besar dari pihak laki-

laki berangkat kerumah pengantin perempuan menggunakan mobil. Sampai disana

tidak kalah ramai dan meriah. Terdengar suara music yang kemudian berhenti saat

rombongan pihak laki-laki sampai, karna MC dari acara perkawinan mengambil

alih acara dan memandu kegiatan acara. MC mengucapkan selamat datang kepada

rombongan dari pihak laki-laki. Barisan rombongan adat dari pihak laki-laki

disusun, yaitu tokoh adat laki-laki didepan, kemudian tokoh adat ibu-ibu, dan

setelah itu baru yang memegang pinangan.

Dibarisan pemegang pinangan yang paling depan adalah yang memegang

baki kafeena yaitu sebuah cincin atau kabentano pongke dan amplop berisikan

mahar didalamnya. Tokoh adat dari pihak laki-laki dan perempuan saling
66

berjabattangan, dan kemudian dipersilahkan duduk. Dibelakang barisan yang

memegang pinangan atau puro-puro adalah barisan pengantar yang memakai

kebaya,gaun,atau gamis untuk pesta.

Pada saat hari H perkawinan adalah hari penyerahan semua uang adat

yaitu kafeena ,kantaburi, paniwi, kaokanuha, kafoatoha, kalolino ghawi, adhati

balano, dan matano kenta. Jadi setelah proses penyerahan kafeena selesai, dan

cincin emas sudah dipakaikan kejari manis pengantin perempuan maka diruang

adat laki-laki yang terdiri dari delegasi laki-laki dan perempuan akan

menyelesaikan tugasnya masing-masing dan menyerahkan uang adat kepada

pihak perempuan oleh pihak laki-laki. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaika

oleh informan berikut:

“iyah begitu. Setelah tokoh adat laki-laki dari kedua belah pihak
melakukan kafeena, mulaimi lagi hendegho kantaburi, paniwi, kaokanuha,
kafoatoha, matano kenta, adhati balano, sampe ijab Kabul. Jadi diruang
adat laki-laki jalankan tugas, diruang adat perempuan juga jalankan
tugas”.(Kadir, wawancara 15 Agustus 2018)
Dimana ungakapan yang sama juga disampaikan oleh informan lain yaitu

Wa Heto, wawancara 19 Agustus 2018 dan La Hamidu wawancaea 20 Agustus

2018.

Jadi semua uang adat yang berjumlah 7 amplop ini akan disimpan didalam

piring dan ditumpuk. Paling bawah adalah matano kenta, kemudian adhati balano,

kalolino ghawi, kafoatoha, kaokanuhaa, paniwi dan paling atas adalah kantaburi.

Masing-masing amplop ditulis namanya sesuai,, yaitu amplopnya paniwi ditulis

paniwi dan begitu seterusnya. Amplop ini ditumpuk pada satu piring yang sama

namun tidak diberikan satu kali begitu saja. Tapi diberikan satu-satu.
67

Jadi tokoh adat dari pihak laki-laki maju kedepan satu memegang piring

dan satunya yang akan menyampaikan bahasanya. Didepan tokoh adat perempuan

yang juga bertugas untuk menerima uang adat ini ditemani oleh seorang tokoh

adat dari pihak perempuan.

Jadi dari pihak laki-laki dua orang, pihak perempuan dua orang. Setelah

bercakap-cakap sebentar dengan menggunakan bahasa muna khas adat muna,

amplop-amplop mulai diberiakn oleh pihak laki-laki kepada perempuan. Pada

saat memberii amplop kantaburi, tokoh adat dari pihak laki-laki berkata“aitu ini

ahumendegho o kantaburi”, sambil menyerahkan amplop. Jadi yang memegang

piring berisikan amplop ini akan memberiikan amplop kepada yang berbahasa dan

yang berbahasa akan memberiikan amplop kepada pihak perempuan dan tokoh

adat dari pihak perempuan ini akan memberiikan amplop ini kepada seseorang

yang duduk disampingnya juga.

Setelah itu menyerahkan amplop paniwi, tokoh adat dari pihak laki-laki

berkata “aitu ini ahumendegho opaniwi”, (ini kami maju untuk menyerahkan

paniwi). Kemudian memberiikan amplop kaokanuha, tokoh adat bertakata “aitu

ini ahumendeghomo kaokanuha”. (ini kami maju untuk menyerahkan kaokanuha).

Setelah itu memberiikan amplop kafoatoha, tokoh adat bertakata “aitu ini

ahumendeghomo kafoatoha”. (ini kami maju untuk menyerahkan kafoatoha).

Selanjutnya memberiikan amplop kalolino ghawi, tokoh adat bertakata “aitu ini

ahumendeghomo kalolino ghawi”. (ini kami maju untuk menyerahkan kalolino

ghawi). Dan kemudian memberiikan amplop adhati balano, tokoh adat bertakata

“aitu ini ahumendeghomo adhati balano”. (ini kami maju untuk menyerahkan
68

afhati balao). Selanjutnya terakhir memberiikan amplop matano kenta, tokoh adat

bertakata “aitu ini ahumendeghomo matano kenta”. (ini kami maju untuk

menyerahkan matano kenta).

Setelah semua amplop dalam piring habis, maka kembalilah para tokoh

adat dari pihak laki-laki ketempat duduknya semula. Namun saling berjabat

tangan dan berucap salam terlebih dahulu. Penjelasan diatas adalah berdasarkan

observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018, juga didukung dengan hasil

wawancara dengan informan yang mengatakan sebagai berikut:

“iyah, semua uang adat dikasi di hari H, uang kafeena dikasi dengan
kabentano pongke, kantaburi, paniwi,kafoatoha,kaokanuha,adhati balano,
itu semua dikasi pada saat hari H di isi dalam amplop, tapi dikasi satu-
satu. Namanya itu langku-langkuno adhati, maksudnya langkah-langkah
adat. Itu dikasi dengan tatacara adat disampaikan dengan bahasa adat yang
sopan”. (LD.Fara, wawancara 2 Agustus 2018).
Juga berdasarkan wawancara dengan informan La Hamidu, wawancara 20

Agustus 2018, yang mengatakan bahwa:

“dia itu disimpan dalam amplop. Masing masing beneano, ane kaokanuha
doburie kaokanuha, kafoatoha doburie kafoatoha, doteia sepaku nepiri
tamaka dofoampee seseise. Kalau mau sera’hkan kaokanuha, bilang,
amoampemo kaokanuha ini, kalau kasi naik kafoatoha, amoampemo
kafoatoha ini. Begitu seterusnya. Satu-satu supaya ditau namanya yang
maudikasi naik uang adat apa, supaya ditau juga jumlahnya benar atau
tidak. Karna kalau dikasi naik satu kali bagaimana mau ditau jumlahnya,
jangan sampe salah.
Artinya: dia itu disimpan dalam amplop. Masing masing ada namanya,
kalau kaokanuha ditulis kaokanuha, kafoatoha ditulis kafoatoha, disimpan
satukali dalam piring. Tapi dikasi satu persatu. Kalau mau serahkan
kaokanuha, bilang, mau kasi naik kaokanuha ini, kalau kasi naik
kafoatoha, mau kasi naik kafoatoha ini. Begitu seterusnya. Satu-satu
supaya ditau namanya yang mau dikasi naik uang adat apa, supaya ditau
juga jumlahnya benar atau tidak. Karna kalau dikasi naik satu kali
bagaimana mau ditau jumlahnya, jangan sampe salah”.
Penjelasan berikutnya tentang hal yang sama masi dijelaskan oleh La

Hamidu yaitu sebagai berikut:


69

“semua itukan ada kafeena, kantaburi, paniwi, kaokanuha, kafoatoha,


kalolinohgawi, adhati balano, bhe matano kenta. Ada 8 semua, tapi laki-
laki hanya 7 yang dia kasi naik. Rampahano okafeena maitu nointarae
mengkorano adhati orobinehi. Rampahano andoa mesuano welo songi
fopesuano siangkaru maitu. Okafeena maitu anoa osingkaru, taaka
wepandano singkaru doteiane tora ampopno kafeena itu. Jadi kan pada
defofeena, dentaburimo, pada aitu depaniwi, lapasi anagha kaokanuha,
kafoatoha, bhe kalolino ghawi. Manano ini anoa, padamo dokanu,
dakumalamo, defeatomo, dakumalamo, dololiemmo ghawino. Peda
nagha”.
Artinya: “semua itukan ada mahar, penindis, seserahan laki-laki, yang kasi
pakayan adat, yang mengantar, pengganti gendongan, adat besar, dengan
matanya ikan. Ada 8 semua, tapi laki-laki hanya 7 yang dia kasi naik.
Karna mahar itu dipegang sama yang duduk adat ibu-ibu. Karena mereka
yang masuk dalam ruangan utama untuk kasi masuk cincin dijarinya
pengantin perempuan. Mahar itu dia cicncin, tapi dibawahnya cincin ada
lagi amplop mahar itu. Jadi setelah memberi mahar, ditindis kemudian
memberii seserahan.setelah itu dikasi pake baju adat, kemudian diantar.
Mau diantar berarti mau pergi, diganti gendongan ibunya, begitu
maksudnya kenapa begitu urutannya”.
Dan lebih jelas lagi dijelaskan sebagai berikut masi oleh informan La

Hamidu, yaitu:

“iyah bukan 1 orang. Satu pasang, o walaka be kaomu tora monino


meampeno. Satu orang yang pegang piring, satu orang yang kasi amplop.
Jadi itu yang terima juga orang tua adat dari pihak perempuan, juga dua
orang satu yang terima, satu yang ambil dari tokoh adat pihak laki-laki.
Yang pegang amplop duduk diseblah kanan. Pedanagha sampe noselesai.
Noselesai kaawu dosulimo wekangkoraha. Oterakhir matano kenta.
Matano kenta maitu anoa, katikonahano matano kenta saksino anggano
adhatino dotarimaemo inia newiseno mataku. O bukti, sudah inimi ini
adatnya. Katikonahano matano kenta. Anoa Nando tora monino defoampe
defowoso, pihakno robine monino 10% mo nagha. Andoa padamo
dealamo matano kenta, meintagino matano kenta neano, ane fotandugho
ini anoa neano kafosowo rampahano saksino”.
Artinya: iyah bukan 1 orang. Satu pasang, walaka dan kaomu yang bawa.
Satu orang yang pegang piring, satu orang yang kasi amplop. Jadi itu yang
terima juga orang tua adat dari pihak perempuan, juga dua orang satu yang
terima, satu yang ambil dari tokoh adat pihak laki-laki. Yang pegang
amplop duduk diseblah kanan. Begitu sampai selesai. Setelah selesai
kembali ketempat duduknya. Terakhir matanya ikan”.
Gambar 7. Pemberian uang adat (kantaburi, paniwi, kaokanuha,kafoatoha,

kalolino ghawi, adhati balano, matano kenta)


70

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018).


Mereka yang mengantar pengantin akan duduk di bangsal atau tenda yang

sudah disediakan kursi yang sudah tersusun rapi, bersama dengan 11 orang

pemegang pinangan lainnya. Sementara pemegang pinangan yang berisikan

cincin, akan mengikut kepada tokoh adat didalam rumah untuk melakukan

tugasnya yaitu defoampe kafeena.

1) Kafeena dan kabentano pongke (mahar) dan (pelubang telinga)

Gambar 8. Pemegang puro-puro atau pinangan

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018)

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018, Kafeena

adalah tahapan pertama yang dilakukan dan diserahkan pihak laki-laki kepada
71

perempuan pada saat hari H perkawinan sebelum ijab Kabul. Jadi sesampainya

rombogan laki-laki dikediaman perempuan, maka tokoh adat akan dipersilahkan

masuk kedalam rumah dimana didalam rumah sudah ditunggu oleh tokoh adat

yang sudah disiapkan dari pihak perempuan. Dalam duduk adat ini terdiri dari

walaka dan kaomu dan beberapa orang lainnya. Jadi, dalam setiap proses atau

tahapan perkawinan, dalam pelaksanaannya akan dilakukan oleh tokoh adat yang

melibatkan golongan kaomu dan walaka. Hal ini karena merupakan ketentuan adat

dan kaomu walaka ini memang harus saling memberii masukan satu sama lain.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan berikut:

“ Terdiri dari walaka dan kaomu. Kenapa harus walaka dan kaomu?
Karena walaka dan kaomu ini harus sama-sama, orang muna menyebut
dengan menuakan dan menganakan ( kaomu menganggap walaka anak,
walaka menggap kaomu orang tua). Mereka ini harus saling memberii
masukan”. (LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018).
Dimana ungkpan diatas juga disampaikan oleh informan lain yaitu La

Hamidu wawancara 20 Agustus 2018, Kadir wawancara 15 Agustus 2018, Wa

heto 19 Agustus 2018, dan WD.Raona wawancara 3 Agustus 2018.

Kafeena ini adalah uang mahar yang merupakan uang adat dari

perempuan yang dilamar. Jumlahnya sudah ditentukan pada musyawarah

sebelumnya jauh sebelum hari perkawinan yaitu pada saat defenagho tungguno

karete. Setelah semua sudah siap, sudah lengkap, tidak ada yang ditunggu lagi,

maka mulailah delegasi adat dari pihak laki-laki melakukan tugasnya, meminta

izin dan meminta kafeena yang dipegang oleh gadis pemegang pinangan untuk

disaksikan terlebih dahulu sebelum dibawah keruang utama. Maka baki kafeena di

berikan kepada delegasi adat pihak perempuan untuk diperiksa oleh semua tokoh
72

adat yang duduk diruangan itu. Setelah semua mendaapat giliran untuk melihat

maka baki kafeena itu dikembalikan lagi dan selanjutnya diantar keruangan adat

ibu-ibu. Di ruangan adat ibu-ibu, ada 2 orang ibu-ibu adat dari pihak laki-laki

untuk meminta izin dan minta disaksikan dahulu baki kafeena yang dibawa ini

sebelum dimasukan didalam ruangan utama atau welo songi. Maka hal yang sama

seperti yang terjadi diruangan adat laki-laki kembali saya amati bahwa semua

yang duduk disitu memeriksa isi dari baki kafeena. Setelah itu baki dikembalikan

lagi dan kemudian di antar kedalam ruangan utama oleh seorang dari tokoh adat

perempuan dari pihak perempuan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan

sebagai berikut:

“iyah kalau sudah selesai yang dua itu selanjutnya adalah kasi naik
kafeena. Ini mau bawa cincin di dalam songi atau ruang utama tempatnya
pengantin perempuan duduk”. ( Wa Heto, wawancara 19 Agustus 2018).
Kemudian sampe didalam ruangan utama tokoh adat dan pemegang

pinangan kafeena ini, masi harus melewati ibu-ibu adat yang ada didalam kamar

yang mendampingi pengantin perempuan. Maka memeriksa dan menyaksikan

baki kafeena kembali terulang. Kemudian semuanya selesai akhirnya naik di atas

tempat tidur, ibu adat yang berada didepan gadis pemegang kafeena, bersalam

kepada tokoh adat ibu-ibu dari pihak perempuan yang duduk disamping kiri dan

kanan pengantin peerempuan. Bersalam kepada mereka dan meminta izin untuk

memberii kafeena (uang mahar) dan kabentano pongke yaitu sebuah cincin emas.

Setelah diberi izin, maka pemegang pinangan atau kafeena menyerahkan baki

kafeena kepada ibu adat. Kemudian ibu adat dari pihak laki-laki membuka cincin

dan meminta tangan pengantin perempuan untuk dipakaikan cincin. Namun sang

pengantin terlihat belum ikhlas memberii tangannya untuk dimasukan cincin dan
73

melihat lihat diluar dekat pintu. Maka ibu adat memberiitahu bahwa anak ini

belum ikhlas mungkin mau disaksikan oleh orang tuanya dan semua saudara-

saudaranya. Maka dikumpulkanlah semua saudaranya serta orangtuanya

kemudian dengan cepat cincin emas itu dimasukan kedalam jari manis sang

pengantin perempuan.

Gambar 9. Gambar pemberian kabentano pongke (cincin emas) kepada pengantin

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018)

Kemudian tentang penyerahan kafeena dan kabentano pongke juga sama

disampaikan oleh informan sebagai berikut:

“iyah jadi,Tumugasino humendeghoono kafeena memberi kode pada


pasangannya, kemudian berdiri sambil berjalan lalu duduk didepan
kampanaha yang dituakan dipihak laki-laki dan bersalam, kemudian
Humendeghoono kafeena mengatakan “tabea newise ntoomu ,
tadhumalaghimo tugasi mani tahumendegho kafeena bhe kabhenta–
bhentano pongke. Kemudian, Yang dituakan laki-laki menjawab “ umbe.
Setelah itu humendeghono kafeena Berdiri sambil berjalan menuju
didepan kampanaha dipihak perempuan yang dituakan, duduk kemudian
memberi salam, setelah itu humendeghoono kafeena mengatakan “tabea
newise ntoomu, ane pahumala tandai, hadaeno dopadamo dopolele
kaetaamu dan Yang dituakan dipihak perempuan menjawab “umbe.
74

Setelah itu humendeghoono kafeena bilang lagi “tabea newise ntoomu,


insaidi ini tahumendeghoomo kafeena bhe kabhenta bhentano pongkeno
anahi, bhara nehamai soka fewiseha mani? Dan yang dituakan dipihak
perrempuan menjawab “naini. Setelah itu Maju sedikit lalu memberi
salam dan humendeghoono kafeena mengatkan lagi bahwa “tabea
newisento, insaidi ini tahendeghoomo kafeena bhe kabhenta-bhentano
pongke anahi. Kemudian yang dituakan dipihak perempuan menjawab “
umbe. Setelah itu humendeghoono kafeena bertanya lagi “ane
sanaembaligho, tae salo dasumakusi kasami kafeena bhe kbhenta-
kabhentano pongkeno nehendegho mani ini dan yang dituakan di pihak
perempuan menjawab “umbe.. kemudian bacakan salawat lalu serahkan
kepada mereka yang dituakan dipihak perempuan menerima pinangan
lalu bertanya kepada teman-teman nya. Yang dituakan dari pihak
perempuan berkata“dahaeinia ingka dohendeghoomo kafeena inia,
atumarimaemo kafeena nehendoghoono ini? Dan serentak teman-teman
dari pihak perempua manjawab “umbe. Lalu yang dituakan dipihak
perempuan mengambil pinangan. Seluruh peserta duduk adat dari pihak
perempuan secara bergiliran melihat pinangan, kemudian
menyerahkannya kembali kepada pihak lki-laki”.
Artinya : iyah jadi, yang bertugas menaikan kafeena memberii kode pada
pasangannya, kemudian berdiri sambil berjalan lalu duduk didepan kapu
siri yang disimpan didekat tempat duduknya yang dituakan dipihak laki-
laki dan bersalam, kemudian yang menaikan mahar mengatakan “tabe,
didepan kita semua, kami akan menjalankan tugas kami mau memberiikan
mahar dan pelubang telinganya anak (pengantin perempuan) Kemudian,
Yang dituakan laki-laki menjawab “iyah. Setelah itu yang membawa
mahar Berdiri sambil berjalan menuju didepan tetua adat dipihak
perempuan yang dituakan, duduk kemudian memberii salam, setelah itu
yang membawa mahar mengatakan “ tabe untuk kita semua, kalau saya
tidak salah tandai sepertinya sudah minta petunjuk dan Yang dituakan
dipihak perempuan menjawab “iyah.Setelah itu humendeghoono kafeena
bilang lagi “ tabe untuk kita semua, kami ini membawa kafeena dan
pelubang telinganya anak ( pengantin perempuan). Kira-kira dimana kami
harus menghadap? Dan yang dituakan dipihak perrempuan menjawab
“disini. Setelah itu Maju sedikit lalu memberii salam dan yang membawa
mahar mengatkan lagi “tabe, didepannya kita ini, kami ini membawa
kafeena dan pelubang telinganya anak (pengantin perempuan) Kemudian
yang dituakan dipihak perempuan menjawab “ iyah. Setelah itu yang
membawa mahar bertanya lagi “ kalau bisa, kami minta supaya mahar
dan pelubang telinganya anak yang kami bawa ini disaksikan dan yang
dituakan di pihak perempuan menjawab “iyah.. kemudian bacakan salawat
lalu serahkan kepada mereka yang dituakan dipihak perempuan menerima
pinangan lalu bertanya kepada teman-teman nya. Yang dituakan dari pihak
perempuan berkata“ bagaimana ini? Mereka sudah membawa mahar, saya
terimami ini mahar yang mereka bawa? Dan serentak teman-teman dari
pihak perempua manjawab “iyah. Lalu yang dituakan dipihak perempuan
75

mengambil pinangan. Seluruh peserta duduk adat dari pihak perempuan


secara bergiliran melihat pinangan, kemudian menyerahkannya kembali
kepada pihak lki-laki. ( WA Heto, wawancara 19 Agustus 2018).
Kabentano pongke anahi atau pelubang telinga (anak gadis yang dipinang)

adalah sebuah cincin. Kenapa disebut pelubang telinga dan yang dikasi adalah

sebuah cincin, itu karena anak gadis yang dipinang ini adalah pertama kalinya ia

akan mendengar bahasa perkawinan atau ijab Kabul untuk dirinya sendiri bukan

ijab Kabul orang lain yang ia dengarkan. Dan pemberian cincin sebagai tanda

bahwa dia sudah menikah dan tidak boleh diganggu orang. Hal ini seperti apa

yang disampaikan oleh informan sebagai berikut:

“kanandohano tikonahano kabentano pongke, rampahano selamano


umuruno, waktuuno dadino naho nofetingke pogauno anggano bahasano
kakawi ini. kabentano pongke artino ndoho aitu ofetingke. Berarti
dabentaemo. Anaghae artino. Selama hidupmu tidak dengar perkawinan
ini, barusan aitu. Karena pertama dengar hari ini”.
Artinya: kenapa disebut pelubang telinga, karena selama umurnya, seumur
hidupnya ini, belum pernah mendengar bahasa kawin. Ini pelubang
telinga maksudnya dilubangmi telinganya karna selama ini dia belum
pernah dengar dan pertama dengar hari ini” (La Hamidu wawancara 20
Agustus 2018).
Ungkapan informan diatas juga sama dengan apa yang disampaikan oleh

informan lain yaitu LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018 dan WD.Raona

wawancara 3 Agustus 2018.

Setelah memasukan cincin di tambah lagi dengan pemberian amplop dan

tahap pemberian kafeena selesai. Selanjutnya ibu adat dari pihak laki-laki dan

pemegang kafeena pamit, saling berjabattangan dan kembali untuk duduk

ditempat duduk semuala, dan pemegang cincin diamanahkan untuk memberii tau

teman-temannya yang memegang pinangan untuk masuk membawa pegangannya

masing-masing dengan barisan seperti semula, tertib, rapi dan tidak rebut.
76

Pinangan ini atau biasa disebut dengan puro-puro adalah perlengkapan

perempuan mulai dari keperluan untuk mandi sampai selesai mandi, ada sabun,

odol, sampo, handuk, handbody, parfum, pakayan, mekap, dan perlengkapan alat

sholat. Jumlahnya 12 dan dikemas didalam sebuah baki yang sama dengan baki

kafeena dan dipegang oleh anak-anak perempuan atau gadis yang didandan cantik

dengan menggunakan baju adat Muna, dan satu orang memegang satu baki. Hal

ini seperti yang disampaikan oleh informan La Hamidu wawancara 20 Agustus

2018, sebagai berikut:

“ane kagaa angka nemata, deowa kafeena be kaangkafino opuro-puro


maitu Ompulu rudua kabarino. puro-purono osandali, osuawi, opayasa,
osala kafelaloha, sajada, okurani, o bura, orenso, okuta. Maka pada
defoampe kafeena defoampemo tora kantaburi, opaniwi, kaokanuha,
kafoatoha, kalolinoghawi, adhati balano, defosowomo matano kenta,
maka dogaa”.
Artinya: “kalau perkawinan lamaran, membawa mahar dan diikuti dengan
pinangan yang jumlahnya 12. Pinangan ini isinya sandal, sisir, cermin,
celanadalam, sejadah, Al-Qur’an, bedak, lipstick, bh, dan perlengkapan
perempuan lainnya. Setelah memberii mahar dan pinangan, memberi lagi
penindis, kemudian seerahan dari laki-laki untuk perempuan, untuk yang
memakaikan pemakaian adat, untuk yang mengantar, pengganti
gendongan, adat besar, mata ikan, ijabkabul”.
Dan pernyataan senada juga disampaikan oleh informan lainnya yaitu

WD.Raona wawancara 3 Agustus 2018 dan LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018.

Dimana mereka juga mengungkapkan bahwa pada perkawinan yang dilakukan

melalui proses angka mata atau kawin pinang, maka pihak laki-laki harus

membawa pinangan yang jumlahnya 12 dan berisikan tentang semua keperluan

perempuan dalam kehidupan sehari-hari yang dimana setiap benda pinangan ini

memiliki arti dan makna masing-masing.


77

Gambar 10. Penyerahan puro-puro kepada pengantin

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018)

Dan pinangan atau puro-puro ini dikemas dengan baik, ditutup rapat-rapat

karena bertujuan agar supaya besok-besok ketika sudah menjadi sebuah rumah

tangga, dan terjadi masalah dalam rumah tangga, supaya tidak keluar dan

terdengar orang lain. Cukup orang dalam rumah saja yang tau, masalahnya ditutup

rapat-rapat. Hal ini seperti apa yang di ungkapkan oleh informan sebagai berikut:

“itu ada mananya juga, maksudnya nanti setelah sudah jadi sepasang
suami istri, kalau ada masalah cukup mereka yang tau, semua
kekurangannya ditutup rapat-rapat supaya tidak sampe turun ditetangga
atau diluar”. (LD.Fara, wawancara 2 Agustus 2018).

2) Kantaburi (penindis)

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018 seperti

penjelasan diatas bahwa kantaburi adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari

H perkawinan tepatnya setelah tahap penyerahan kafeena dan kabentano pongke

selesai. Pemberian atau penyerahan kantaburi ini menggunakan bahasa adat Muna

yang dilakukan oleh 2 orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-laki dan diterima

oleh 2 orang tua dari delegasi adat perempuan yang masing-masing terdiri dari

kaomu dan walaka, dimana kaomu akan duduk disebelah kanan, dan walaka akan

duduk disebelah kiri. Jadi pada saat penyerahan amplop kantaburi, delegasi adat
78

dari pihak perempuan mengatakan “tabea, aini inia tamoampemo okantaburi”.

Artinya:”tabe, sekarang kami hendak menyerahkan kantaburi”. Dan dijawab

“umbe”. artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa jumlahnya oleh delegasi

adat dari pihak perempuan.

Kantaburi ini adalah penindis atau pengikut dari kafeena yang

sebelumnya sudah diserahkan terlebih dahulu kepada pengantin perempuan.

Adapun jumlah dari kantaburi itu sendiri adalah 2 x lipat dari jumlah uang

kafeena. Jadi kalau yang menikah adalah kaomu, dan kafeenanya adalah 5 boka

Muna, maka kantaburinya adalah 10 boka Muna. Hal ini dijelaskan oleh informan

sebagai berikut:

“umbe noselesaimo ane nopesuamo osingkaru nelimano robine berarti


noselesaimo. Pada itu dotaburiemo, dotaburiemo singkarua.. Kantaburi
maitu anoa tersera golongano, ane okaomu dofofeena 5 boka kantaburino
10”.
Artinya: “iyah sudah selesaimi kalau sudah masuk cincin dijarinya
pengantin perempuan. Setelah itu dikasi penindis, ditindis lagi itu cincin
dengan jumlah tergantung golongan yang dilamar. Kalau golongan kaomu
maharnya 5 boka muna berarti penindisnya 10 boka muna”. (La Hamidu
wawancara 20 Agustus 2018)
Pernyataan di atas senada dengan apa yang diuangkapkan oleh informan

lain, yaitu LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018 dan WD.Raona wawancara 3

Agustus 2018. Kemudian penjelasan tentang kantaburi lebih dalam dijelaskan

oleh informan lain sebagai berikut:

“iyah, selanjutnya Kataburi, jadi ada lagi tokoh adat yang bertugas, bilang
Amoampemo kataburi dan sampai selesai. Jadi kantaburi itu sebenarnya
ikatan kasih sayang kepada kedua orang tua, paman dan bibi dari
pengantin perempuan. Jadi filosofi dari kantaburi ini adalah pinangan
kepada kedua orang tua, paman dan bibi dan saudara dari pengantin
perempuan. Maksudnya bahwa kalau ini kantaburi sudah diterima berarti
79

sinyal adanya restu dari wali nasab atas perkawinan ini”. (Kadir,
wawancara 15 Agustus 2018).

3) Paniwi (seserahan laki-laki untuk perempuan)

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018 bahwa

paniwi adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H perkawinan tepatnya

setelah tahap penyerahan kantaburi selesai. Pemberian atau penyerahan paniwi ini

juga menggunakan bahasa adat Muna yang dilakukan oleh 2 orang tua laki-laki

dari delegasi adat laki-laki dan diterima oleh 2 orang tua dari delegasi adat

perempuan yang masing-masing terdiri dari kaomu dan walaka, dimana kaomu

akan duduk disebelah kanan, dan walaka akan duduk disebelah kiri. Jadi pada saat

penyerahan amplop paniwi, delegasi adat dari pihak perempuan mengatakan

“tabea, aini inia tamoampemo tora opaniwi”. Artinya:”tabe, sekarang kami

hendak menyerahkan lagi paniwi”. Dan dijawab “umbe”. artinya: “iyah”. sambil

diterima dan diperiksa jumlahnya oleh delegasi adat dari pihak perempuan.

Paniwi adalah tahapan ketiga setelah kafeena lebih tepatnya tahapan

setelah kantaburi selesai. Tahapan ini juga dilakukan pada saat hari H, dan

jumlahnya adalah 5 boka Muna untuk golongan kaomu dan 2 boka Muna untuk

golongan walaka. Pada zaman dulu, paniwi ini diberikan dalam bentuk pikulan

berupa bahan pangan yang ada dikebun, seperti tebu beras, pisang dan lain-lain.

Cara penyerahan pikulan ini dibaris seperti pemegan puro-puro atau pinangan, dan

dimulai dari yang manis, yang tidak berasa atau hambar dab diakhiri dengan yang

manis lagi. Hal ini seperti apa yang di ungkapkan oleh informan sebagai berikut:

“paniwi itu dia uang adat yang gantikan kasughu atau pikulan yang
jumlahnya 44 pikulan itu. Karna zaman dulu itu sebenarnya paniwi dikasi
dalam bentuk pikulan dengan jumlah 44 pikulan. Yang dibawakan
80

dirumahnya perempuan, pikulannya itu berupa isi yang ada dalam kebun,
pisang, ubi, kelapa, buah-buahan, tebu, pokoya semua ada 44 pikulan, dari
yang manis, yang hambar, atau yang pahit juga ada. Jadi itu dikasi ada
urutannya, mulai dari yang manis, yang hambar, kalo yang pahit ada yang
pahit juga, kemudian ditutup dengan yang manis. Maksudnya supaya
niatnya ini rumah tangga yang mau dibangun manis diawal, manis juga di
akhir. (WD. Raona, wawancara 3 Agustus 2018).
Ungkapan senada juga disampaikan oleh informan lain yaitu La Hamidu,

wawancara 20 Agustus 2018. Kemudian penjelasan lebih dalam diungkapkan oleh

narasumber berikut:

“iyah Kemudian Paniwi, dahulu paniwi ada 44 pikulan kalau yang


mampu tapi sekarang paniwi dapat diuangkan. Paniwi pada hakekatnya
berupa barang atau uang untuk dinikmati oleh seluruh keluarga sekalipun
hanya sedikit mahingkamo dua taoeno nosampemo itua maksudnya biar
airnya saja. Jadi paniwi ini sebenarnya perayu atau rayuan kepada kerabat
serta handai taulan dari gadis yang akan dipinang. Filosofi dari paniwi ini
sebenarnya penghormatan sepatutnya pada kerabat serta handai taulan
yang sudah mengampu sigadis sejak ia dilahirkan sampai ia berusia 44
hari usia kampua atau aqikah. Makanya kenapa 44 pikulan.dan kalau
memang tidak sanggup, dan zaman sekarang sudah modern, serba praktis,
digantilah paniwi itu dengan sejumlah uang dan disepakati oleh hukum
adat Muna.( Kadir, wawancara 15 Agustus 2018).

4) Kaokanuha (yang memakaikan pakayan)

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018 bahwa

kaokanuha adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H perkawinan tepatnya

setelah tahap penyerahan paniwi selesai. Pemberian atau penyerahan kaokanuha

ini juga masih menggunakan bahasa adat Muna yang dilakukan oleh 2 orang tua

laki-laki dari delegasi adat laki-laki dan diterima oleh 2 orang tua dari delegasi

adat perempuan yang masing-masing terdiri dari kaomu dan walaka, dimana

kaomu akan duduk disebelah kanan, dan walaka akan duduk disebelah kiri. Jadi

pada saat penyerahan amplop kaokanuha, delegasi adat dari pihak perempuan

mengatakan “tabea, aini inia tamoampemo tora okaokanuha”. Artinya:”tabe,


81

sekarang kami hendak menyerahkan lagi kaokanuha”. Dan dijawab “umbe”.

artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa jumlahnya oleh delegasi adat dari

pihak perempuan.

Jadi kaokanuha adalah uang adat yang harus dibayarkan oleh laki-laki

kepada pihak perempuan yang diperuntukan untuk tokoh adat yang mengenakan

atau memakaikan pakayan adat Muna kepada pengantin perempuan untuk dipakai

pada saat ijab Kabul nanti. Karena baju yang dikenakan pada saat perjamuan akan

dipakikan oleh pihak salon termasuk dengan mekap pengntin juga dilakukan oleh

salon. Kaokanuha ini jumlahnya 5 boka Muna untuk golongan kaomu dan 2 boka

Muna untuk yang bukan kaomu. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh

informan sebagai berikut:

“kaokanuha itu yang memakaikan. Artinya bahwa itu uang yang dikasi
sama orang tua adat laki-laki akan diberikan sama orang tua yang
memakaikan baju adat sama pengantin. Memang ada salon yang kasi pake
tapi ada khusus yang kasi pake juga dari orang tua adat. ( WD.Raona,
wawancara 3 agustus 2018).
Ungkapan senada juga disampaikan oleh informan lain yaitu La Hamidu

wawancara 20 Agustus dan LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018. Selanjutnya

dijelaskan lagi oleh informan lain mengenai kaokanuha ini yaitu sebagai berikut:

“ini kaokanuha diperuntukan kepada orang tua yang memakaikan /


fopakeno bagi pengantin perempuan. Jadi sebenarnya ini adalah tugasnya
salon. Tapi ada khusu dari tokoh adat, biasanya keluarga dekat ini
perempuan juga, pada saat dipakaikan baju adat ini biasanya dinasehati
oleh tokoh adat yang memakaikan ia baju. Diajarkan tentang hak dan
kewajiban anatara suami istri dalam rumah tangga, dan diajarkan
bagaimana menjadi seorang ibu. Nanti diperjelas lagi pada saat khotbah
nikah. (Kadir, wawancara 15 Agustus 2018).

5) Kafoatoha (yang mengantar)


82

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018 bahwa

kafoatoha adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H perkawinan tepatnya

setelah tahap penyerahan kaokanuha selesai. Pemberian atau penyerahan

kafoatoha ini juga masih menggunakan bahasa adat Muna yang dilakukan oleh 2

orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-laki dan diterima oleh 2 orang tua dari

delegasi adat perempuan yang masing-masing terdiri dari kaomu dan walaka,

dimana kaomu akan duduk disebelah kanan, dan walaka akan duduk disebelah

kiri. Jadi pada saat penyerahan amplop kafoatoha, delegasi adat dari pihak

perempuan mengatakan “tabea, aini inia tamoampemo tora okafoatoha”.

Artinya:”tabe, sekarang kami hendak menyerahkan lagi kafoatoha”. Dan dijawab

“umbe”. artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa jumlahnya oleh delegasi

adat dari pihak perempuan.

Kafoatoha ini merupakan uang adat yang diberikan laki-laki kepada pihak

perempuan yang akan diperuntukan oleh orang tua adat yang melakukan

kafoatoha, yaitu mengantar pengantin pada saat melaksanakan tahapan adat

kafelesao dan kafosulino katulu setelah ijab Kabul nanti yang dilaksanakan pada

sore hari setelah pengantin selesai menerima undangan atau perjamuan. Adapun

jumlahnya yaitu masi sama seperti yang lain yaitu 5 boka Muna untuk kaomu dan

2 boka muna yang bukan kaomu atau walaka. Hal ini seperti apa yang

disampaikan oleh informan sebagai berikut:

“oh tidak untuk orang tua bawa adat pada saat hari H sebelum ijab itu
kafoatoha, tapi untuk yang antar pada saat kafelesao, berapa orang saja,
terserah yang diutus oleh pihak perempuan. Yang penting bukan orang tua
kandungnya. Kemudian jumlahnya dia ada aturan adatnya juga. Kalau
kaomu yah 5 boka, selain kaomu yah 2 boka.( La Hamidu, wawancara 20
Agustus 2018).
83

Ungkapan senada juga disampaikan oleh informan lain yaitu Kadir

wawancara 15 Agustus 2018, LD.Fara wawancara 2 agustus, dan WD Raona

wawancara 3 Agustus 2018. Dan kenapa pada saat kafoatoha tidak boleh

dilakukan oleh orang tua kandungnya dijelaskan kembali oleh informan La

Hamidu wawancara 20 Agustus 2018 sebagai berikut:

“aitu anoa rampahano mbali dhumaganino kaodohano noere. Rampno


ane nakumala ahae sodhumaganino kaodoha? Manano ane nakumala
kamokulno ahae sodumaganie kaodoha. ghuluhano ointara, ointarano
kamokulahi lahae soghumondofaane miehi welolambu? Kumaradhano?.
Ane noere nofoeree, noatoe sampe newubano fointo. nokala kaawu
nokalamo wekaodohano anano maka noniatiane sio-sionomo anaku ini
naposintiwu, pedahae gara hintu kamokulahi notolagho anano.
Artinya: itu karena ibunya yang jaga tempat tidurnya. Karena kalau ibunya
yang pergi, siapa yang mau jaga tempat tidurnya? Artinya kalau orang
tuanya yang pergi siapa yang mau jaga rumah? Sudah jadi kepercayaan.
Siapa yang mau perhatikan orang dirumah, yang kerja?, hanya pada saat
dia pergi, dia antar sampe di depan pintu, kalau sudah jalan dia kembalimi
lagi ditempat tidurnya anaknya dan niatkan anaknya semoga baik-baik,
layaknya orang tua yang mendoakan anaknya untuk kebaikannya.
6) Kalolino ghawi (pengganti gendongan)

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018 bahwa

kalolino ghawi adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H perkawinan

tepatnya setelah tahap penyerahan kafoatoha selesai. Pemberian atau penyerahan

kalolino ghawi ini juga masih menggunakan bahasa adat Muna yang dilakukan

oleh 2 orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-laki dan diterima oleh 2 orang tua

dari delegasi adat perempuan yang masing-masing terdiri dari kaomu dan walaka,

dimana kaomu akan duduk disebelah kanan, dan walaka akan duduk disebelah

kiri. Jadi pada saat penyerahan amplop kalolino ghawi, delegasi adat dari pihak

perempuan mengatakan “tabea, aini inia tamoampemo tora okalolino ghawi”.


84

Artinya:”tabe, sekarang kami hendak menyerahkan lagi kalolino ghawi”. Dan

dijawab “umbe”. artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa jumlahnya oleh

delegasi adat dari pihak perempuan.

Kalolino ghawi juga merupakan uang adat yang harus dibayarkan oleh

laki-laki kepada pihak perempuan yang dipinang. Kalilino ghawi ini adalah

symbol dari pengganti gendongan ibu sang gadis yang sudah merawat sang gadis

sejak ia lahir sampai ia dewasa. Jumlahnya juga sama yaitu 5 boka Muna untuk

kaomu dan 2 boka Muna untuk walaka. Hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh

informan yaitu sebagai berikut:

“kaolinoghawi, itu uang yang dibayarkan untuk ibunya perempuan karena


sewaktu kecil, ibunya ini merawat anak perempuannya ini, basah pahanya
selama 40 hari karena kencingnya anak perempuan ini waktu masih bayi.
(WD.Raona wawancara 3 Agustus 2018).
Ungkapan yang sama seperti apa yang disampaikan oleh informan diatas

juga senada dengan yang disampaikan oleh informan lain yaitu La Hamidu

wawancara 20 Agustus 2018 dan LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018. Kemudian

penjelasan tentang kalolino ghawi lebih lanjut dijelaskan oleh informan lain, yaitu

sebagai berikut:

“iyah. Lolino ghawi yang diperuntukkan kepada orang tua perempuan/ibu


kandung pengantin perempuan,tentu mengandung maksud sebagai
penghargaan atas jasa-jasanya sejak ia mengandung,melahirka
mendidik,mengasuh mulai sejak dalam kandungan sampai detik-detik
terakhir ia akan menikah hari ini. Lolino ghawi juga ini sebenarnya etika
berbesan dan bermantu. Jadi maksudnya adalah kedua orang tua pengantin
laki-laki yang meminang akan memperlakukan pengantin perempuan atau
gadis yang dipinang seperti anaknya sendiri setelah menukarnya dengan
uang adat kalolino ghawi yaitu 5 boka Muna untuk kaomu dan 2 boka
Muna untuk golongan lain. Kemudian hal yang sama juga berlaku pada
orang tua perempuan yang dipinang akan memperlakukan laki-laki yang
meminang sebagai anak sendiri.( Kadir, wawancara 15 Agustus 2018).
85

7) Adhati balano (adat besar)

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018 bahwa

adhati balano adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H perkawinan

tepatnya setelah tahap penyerahan kalolino ghawi selesai. Pemberian atau

penyerahan adhati balano ini juga masih menggunakan bahasa adat Muna yang

dilakukan oleh 2 orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-laki dan diterima oleh 2

orang tua dari delegasi adat perempuan yang masing-masing terdiri dari kaomu

dan walaka, dimana kaomu akan duduk disebelah kanan, dan walaka akan duduk

disebelah kiri. Jadi pada saat penyerahan amplop adhati balano, delegasi adat dari

pihak perempuan mengatakan “tabea, aini inia tamoampemo tora oadhati balano”.

Artinya:”tabe, sekarang kami hendak menyerahkan lagi adhati balano”. Dan

dijawab “umbe”. artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa jumlahnya oleh

delegasi adat dari pihak perempuan.

Adhati balano adalah uang adat yang juga harus dibayarkan laki-laki

peminang kepada pihak perempuan yang dipinang. Dengan jumlah sesuai aturan

adat Muna dan disesuaikan dengan golongan yang disandang oleh yang

meminang dan dipinang. Apakah dari golongan kaomu atau walaka. Adhati

balano ini diperuntukan kepada keluarga besar gadis yang dipinang sesuai

namanya yaitu adhati balano artinya adat besar. Hal ini seperti apa yang

disampaikan oleh informan sebagai berikut:

“kalau adhati balano ini itu untuk orang tua sendiri itu. Dia ini jumlahnya
berdasarkan aturan adat. Jadi ini dia bentuk penghargaan pihak laki-laki
kepada orang tua sang gadis yang dipinang. ( La Hamidu, wawancara 20
Agustus 2018).
86

Ungkapan yang sama juga disampaikan oleh informan lain yaitu LD.Fara

wawancara 2 Agustus 2018, WD.Raona wawancara 3 Agustus 2018, dan Kadir

wawancara 15 Agustus 2018.

8) Kafosowono matano kenta (pengembalian mata ikan)

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018 bahwa

kafosowono matano kenta adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H

perkawinan tepatnya setelah semua tahapan adat yang lain selesai. Pemberian atau

penyerahan kafosowono matano kenta ini juga masih menggunakan bahasa adat

Muna yang dilakukan oleh 2 orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-laki dan

diterima oleh 2 orang tua dari delegasi adat perempuan yang masing-masing

terdiri dari kaomu dan walaka, dimana kaomu akan duduk disebelah kanan, dan

walaka akan duduk disebelah kiri. Jadi pada saat penyerahan amplop kafosowono

matano kenta, delegasi adat dari pihak perempuan mengatakan “tabea, aini inia

tamoampemo tora okafosowono matano kenta”. Artinya:”tabe, sekarang kami

hendak menyerahkan lagi kafosowono matano kenta”. Dan dijawab “umbe”.

artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa jumlahnya oleh delegasi adat dari

pihak perempuan.

Matano kenta adalah uang adat yang diperuntukan untuk bapak-bapak

duduk adat pada saat hari sebelum ijab Kabul. Yang datang membawa uang adat.

Yang menyaksikan tahapan adat, dan penerimaan adat antara pihak laki-laki dan

perempuan. Disebut matano kenta atau mata ikan karena mata ikan itu sebagai

symbol bahwa ikan walaupun sudah mati tetap terbuka matanya. Maksudnya

adalah yang menjadi saksi perkawinan hari ini, akan tetap tertulis namanya
87

menjadi saksi walaupun sudah tiada didunia dan menjadi tanggung jawab dunia

akhirat. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh informan sebagai berikut:

“iyah terbuka matanya. Anuno anggano dowuraemo matano kenta. Kan


artino anoa, kanandohano dokonae matano kenta, okenta maitu anoa
artino mahingka nomate nembula-mbula. Tidak ada itu okenta anoa
nomate namiru to. Jadi disaksikan matano kenta. Ane o adhati maitu
matano kenta, mahingka domatemo mie, rampahano do alae nematano
kenta. Kan inia mahinga hari kiama ini sadhia dolentuko. saksi itu hintu.
Aini saksimu hintua pedamo matano kenta. Katikonahano matano kenta
rampahano mahingka nomate, nembula-mbula. Rampano saksi maitu,
mahingka nomatemo mie doghondohie, sadhia dikasi hidup”.
Artinya: “iyah terbuka matanya. Disebut mata ikan karena ikan itu dia
biar sudah mati, matanya tetap terbuka. Tidak ada itu ikan mati matanya
tertutup. Jadi saksi yang menyaksikan adat itu, yang terima uang mata ikan
itu biar sudah mati akan disebut bahwa pernah menjadi saksi dan menjadi
pertanggung jawabannya kita biar sudah mati. Itumi disebut matanya ikan,
karna biar sudah mati matanya masi terbuka”.(La Hamidu, wawancara 20
Agustus 2018).
Kemudian pendapat yang hampir sama diuangkapkan oleh informan

WD.Raona wawancara 3 Agustus 2018, dimana beliau mengatakan sebagai

berikut:

“itu sebenarnya bentuk penghargaan, bentuk terimakasih, kepada delegasi


adat karena sudah mau datang meluangkan waktunya. Juga arti lainnya
bahwa mereka ini kan jadi saksi dalam perkawinan. Kenapa disebut
matano kenta, itu matanya kenta atau matanya ikan kan dia biar sudah mati
masi terus terbuka terus. Jadi kesaksiannya mereka ini pada saat hari
perkawinan ini akan di bawah sampai mati. Jadi ini para saksi samape
mereka mati masi tetap dipertanggung jawabkan kesaksiannya mereka ini.
kalau selesaimi itu mereka fosowogho matano kenta lagi. Jadi orang tua
adat yang menjadi saksi dikasi uang adat senilai 10% dari uang adat besar
yang dikasi pihak laki-laki sama pihak perempuan. Kalo sudahmi semua
itu, selesaimi semua urusan adat, barumi ijab Kabul. Dikasi nikahmi itu”.
Ungkapan informan diatas juga senada dengan apa yang diungkapkan oleh

informan lain yaitu La Hamidu wawancara 20 Agustus 2018, Kadir wawancara 15

Agustus 2018, dan LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018.


88

9) Hendegho kampanaha (majukan kapur sirih)

Hendegho kampanaha adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H

perkawinan tepatnya setelah semua tahapan adat yang lain selesai termasuk

tahapan adhati balano. Kampanaha ini di lakukan sebagai penutup adat yang

dilaksanakan oleh ibu-ibu adat dari delegasi adat laki-laki sebelum ijab Kabul

dilakukan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh informan sebagai berikut:

“Ane kampanaha maitu anoa, katikonahano kampanaha, dokonae gambi.


Gambi maitu kan fatosikua, dhadi ihino fato sikua maitu, nowolomo
norampo anggano welo lateno ngkora aini. Walaka, kaomu, fatosikuagha
wite nagha katikonahano kampanaha ini. okampanaha itu anoa, berarti
hama-hamai kangkorahano kampanaha berarti amaitemo itu
sokafetapaha nikonanomo kampanaha. Dhadhi okampanaha maitu anoa,
tabea nowolomo adhati, nowolomo dopotarima adhati bhe kabentano
pongke. Rampano anoa, nokesa be pogauno anoa, aitu ini ahendeghomo
tompano adhati,naokaramo naomekomo, lapasi anagha anggano aitua,
rampano anoa dokonae tompano adhati. taaka anoa ini karadhano ibu-
ibuhi anoa, pada nopesua singkaru okampanaha maitu. Andoa dofoampe
kampanaha, insaidi tafoampe adhati balano”.
Artinya:”yang disebut kampanaha dia empat sudut. Jadi maksudnya empat
sudut itu, dalam duduk adatnya kita ini sudah lengkap semua sudah ada
kaomu, walaka. Kampanaha ini dia, dimana kampanaha disimpan, berarti
disitumi sebentar untuk bertanya. Jadi kampanaha itu dia dibawa kecuali
sudah selesai semua adat. Mahar dan cincin, baku terimami Adat besar.
Dia bagus, ada bahasanya “ ini saya maju untuk membawa penutup adat.
Rasa asin, rasa manis”, setelah itu dia kerjakan tugasnya dann selesai.
iyah, tapi ini kerjanya ibu-ibu bawa kampanaha. Setelah masuk cincin,
dibawalah kampanaha. Jadi ibu-ibu yang urus kampanaha, kita bapa-bapa
urus adat”. (La Hamidu, wawancara 20 Agustus 2018).
Ungkpaan informan diatas menjelaskan bahwa yang disebut kampanaha

adalah empat sudut. Memang kampanaha ini berbentuk segi empat semacam baki

untuk tempatnya kafeena dan puro-puro. Namun pengemasannya beda, karena

kampanaha dibungkus dengan kain putih. Kemudian rasa manis dan asin yang

dimaksud adalah isi dari kampanaha itu sendiri yaitu kapur sirih, rokok, pinang,

sirih, gula-gula, rook Muna, dan piso untuk memotong pinang atau sirih. Adapun
89

kenapa empat sudut karena di Muna terdapat strata social atau golongan yang

terdiri dari empat yaitu kaomu,walaka,anangkolaki dan maradika.

Dan cara pelaksanaannya lebih lanjut dijelaskan oleh informan Wa Heto,

wawancara 19 Agustus 2018 sebagai berikut:

“Jadi kalau kafeena sudah selesai, yang bertugas humendeghoono


kampanaha, berdiri sambil berjalan depan kampanaha yang dituakan dari
pihak laki-laki lalu duduk kemudian memberii salam “assalamualaikum
dan yang dituakan dari pihak laki-laki menjawab “alaikum salam. Setelah
itu humendeghoono kampanaha buka bicara lagi “Tabea newisentoomu,
inodi ini adhumalangimo tugasiku ahumendeghomo kampanaha dan
diyahkan oleh yang dituakan dipihak laki-laki. Setelah itu humendeghono
kampanaha, berdiri sambil berjalan didepan kampanaha yang dituakan
dipihak perempuan lalu duduk dan memberii salam dan dijawab oleh
yang dituakan dipihak perempuan “alaikum salam. Kemudian
humendeghono kampanaha membuka bahasa “tabea newise ntoomu, aini
okakara okamekomo rara watae, inodi ini ahendheghoom kampanaha
taka paehodeki tae panaa intaidimua, aepanaghoodeki wutoku.
Selanjjutnya di jawab lagi oleh yang dituakan dari pihak perempuan
“Umbe. Setelah itu, Humendeghoono kampanaha mengambil isi
kampanaha yaitu sirih kemudian makan sirih(nempana). Kemudian
memberii (kampanaha) kepada kaomu yang dituakan dipihak perempuan
seluruh peserta duduk adat perempuan makan sirih (kampanaha). Setelah
itu, humendeghoono kampanaha meminta untuk diantar dikamar
pengentin perempuan disuruh dari ibu yang bertugas dari pihak
perempuan sebagai pengantar ikamar.
Artinya : jadi kalau mahar sudah selesai, yang bertugas membawa kapur
siri, berdiri sambil berjalan depan tokoh adat yang dituakan dari pihak
laki-laki lalu duduk kemudian memberii salam “assalamualaikum dan
yang dituakan dari pihak laki-laki menjawab “alaikum salam.Setelah itu
yang membawa kapur sirih buka bicara lagi “Tabe dihadapan kita semua,
saya ini mau jalankan tugasku mau membawa kapur sirih. dan diyahkan
oleh yang dituakan dipihak laki-laki. Setelah itu yang membawa
kampanaha, berdiri sambil berjalan didepan tokoh adat yang dituakan
dipihak perempuan lalu duduk dan memberii salam dan dijawab oleh yang
dituakan dipihak perempuan “alaikum salam. Kemudian yang membawa
kapur siri membuka bahasa “tabe didepannya kita semua, ini ada rasa
asin, ada rasa manis. Saya ini membawa kapur sirih tapi saya belum
persilahkan ibu-ibu untuk memakai kapur sirih ini, karna diri saya sendiri
dulu yang akan memakai kapur sirih ini. Selanjjutnya di jawab lagi oleh
yang dituakan dari pihak perempuan “iyah. Setelah itu, yang membawa
90

kapur sirih mengambil sirih kemudian makan sirih, setelah itu barulah
memberii kapur sirih kepada kaomu yang dituakan dipihak perempuan dan
akhirnya seluruh peserta duduk adat perempuan makan sirih. Setelah itu,
yang mengantar kapur sirih meminta untuk diantar dikamar pengentin
perempuan dan meminta ibu yang bertugas dari pihak perempuan sebagai
pengantar untuk mengantarnya dikamar utama”.
Setelah sampai dikamar utama lebih lanjut lagi dijelaskan oleh informan

Wa Heto sebagai berikut:

“iyah, jadi ini yang bawa kampanaha di antar di dalam ruang utama lagi,
di ruang pengantin, sama kaya waktu bawa kafeena tadi. Jadi pas tiba
dipintu kamar memberii salam ini ibu yang antar dan dijawab oleh pihak
perempuan “alaikum salam. Kemudian ibu pengantar mulai mengatakan
“inodi ini afoato, koanaghoono moghane rampano mina
damandehaoghoo kangkaha, kemudian dijawab oleh pihak perempuan
“umbe. Kemudian lanjut lagi ibu pengantar bilang Aitu idia asumowomo
te kaengkorahaku, dan dijawab lagi umbe oleh Pihak perempuan. Setelah
itu humendeghoono kampanaha maju lalu memberii salam ke depan
kamar tidur yang dituakan yaitu walaka bhe kaomu. Dan humendeghoono
kampanaha mulai bersalam “assalamualaikum dan pihak perempuan
menjawab “alaikum salam. Setelah itu, humendeghoono kampanaha
melanjutkan lagi bahasanya “Tabea newisentoomu,aini okakara
okamekomo rara watae,inodi ini ahendheghoomo kampanaha taaka
paehodeki tae panaa intaidimua, aepanaghoodeki wutoku dan di iyahkan
oleh pihak perempuan. Kemudian humendeghoono kampanaha mengambil
isi kampanha yaitu sirih laalu makan sirih (kampana), kemudian memberii
kampanaha kepeda kaomu yang dituakan dari pihak perimpuan. Seluruh
peserta duduk adat perempuan makan sirih (depana). Humendegono
kampanaha mengambil sirih lalu makan sirih (nepana), kemudian
memberiikan kampanaha kepada kaomu yang dituakan dipihak
perempuan. Kaomu dari pihak perempuan mengambil isi kampanaha,
kemudian walaka dan seluruh peserta dudu adat dari pihak perempuan
yang duduk didepan tempat tidur mengambil isi kampanaha.. setelah itu
humendeghono kampanaha meminta izin untuk naik di atas tempat tidur “
amopansurumo deki tugasiku tewawono kaodoha. Dan diiyahkan oleh
pihak perempuan. Kemudian humendeghono kampanaha naik di atas
tempat tidur pengantin perempuan, disitu ada pendamping pengantin
perempuan yaitu kaomu dan walaka. Humendeghoono kampanaha
memberi salam “assalamualaikum dan Kaomu dari pihak perempuan
menjawab ”alaikum salam. Setelah itu humendeghono kampanaha
meminta izin lagi “ tabe newisentoomu, aini okakara okamekomo
rarawetae, inodi ini ahendeghoomo kampanaha maka paeho deki tae
panaa intaidimua, aepanaghoodeki wutoku. Dan dijawan umbe oleh
kaomu dari pihak perempuan setelah itu humendeghoono kampanaha
91

mengambil isi kampana yaitu sirih lalau makan serih (depana) kemudian
memberiiakan kampana kepada kaomu yang dituakan dari pihak
perempuan. Kaomu dari pihak perempuan mengambil isi kampanaha,
kemudian walaka dan seluruh peserta adat dari pihak perempuan yang
duduk diatas tempat tidur mangambil isi kampanaha. Humendeghoono
kampanaha meminta izin dan berjabatangan dengan seluruh peserta adat
yang bereada dalam kamar pengantin perempuan kemudian kembali
ketempat semula untuk melapor kepada yang dituakan dari pihak laki-laki
bahwa tugasnya telah selesai. Petama,humendeghoono kampanaha
bersalam dan dijawab salamnya oleh yang dituakan dipihak laki-laki,
kemudian humendeghoono kampanaha melapor “tugasi okampanaha
nehendeghooku no selesaimo.. dan yang dituakan dari pihak laki-laki
menjawab “Umbe. Kemudian humendeghoono kampanaha minta izin
kembali ketempat duduknya. “Aitu idia asumowomo te kangkorahaku dan
di iyahkan oleh yang dituakan dari pihak laki-laki. Terakhir
humendeghoono kampanaha dan yang di tuakan dari pihak laki-laki
saling berjabatangan.
Artinya : iyah, jadi ini yang bawa kapur sirih di antar di dalam ruang
utama lagi, di ruang pengantin, sama kaya waktu bawa mahar tadi. Jadi
pas tiba dipintu kamar memberii salam ini ibu yang antar dan dijawab oleh
pihak perempuan “alaikum salam. Kemudian ibu pengantar mulai
mengatakan “saya ini mengantar orang tua dari pihak laki-laki karena
tidak tau jalanan. kemudian dijawab oleh pihak perempuan “iyah.
Kemudian lanjut lagi ibu pengantar bilang sekarang saya mau kembali
ketempat dudukku, dan dijawab lagi “iyah oleh pihak perempuan. Setelah
itu yang membawa kapur siri mulai bersalam “assalamualaikum dan pihak
perempuan menjawab “alaikum salam. Setelah itu, yang membawa kapur
sirih melanjutkan lagi bahasanya “Tabe didepanya kita semua, ada yang
asin dan manis. Saya ini membawa kapur sirih, tapi saya belum
persilahkan ibu-ibu untuk memakai kapur sirih, karena saya sendri dulu
yang akan memakai kapur sirih ini. dan di iyahkan oleh pihak perempuan.
Kemudian yang membawa kapur sirih mengambil sirih laalu makan sirih,
kemudian memberii kapur sirih kepada kaomu yang dituakan dari pihak
perempuan dan seluruh peserta duduk adat perempuan makan sirih.
Kaomu dari pihak perempuan mengambil isi kampanaha, kemudian
walaka dan seluruh peserta dudu adat dari pihak perempuan yang duduk
didepan tempat tidur mengambil kapur sirih. setelah itu yang membawa
kapur sirih meminta izin untuk naik di atas tempat tidur “ saya mau
lanjutkan tugasky di atas tempat tidur. Dan diiyahkan oleh pihak
perempuan. Kemudian yang membawa kampanaha naik di atas tempat
tidur pengantin perempuan, disitu ada pendamping pengantin perempuan
yaitu kaomu dan walaka. Yang membawa kapur sirih memberii salam
“assalamualaikum dan Kaomu dari pihak perempuan menjawab ”alaikum
salam. Setelah itu yang membawa kapur sirih meminta izin lagi “tabe,
didepannya kita semua, ini ada rasa asin dan manis, saya ini membawa
kapur sirih tetapi saya belum mempersilahkan ibu-ibu untuk memakai
92

kapur sirih karena diri saya sendiri dulu yang akan memakai kapur sirih
ini. Dan dijawab iyah oleh kaomu dari pihak perempuan setelah itu yang
membawa kapur sirih mengambil sirih lalau makan serih kemudian setelah
itu memberiiakan kapur sirih kepada kaomu yang dituakan dari pihak
perempuan. Kaomu dari pihak perempuan mengambil isi kampanaha,
kemudian walaka dan seluruh peserta adat dari pihak perempuan yang
duduk diatas tempat tidur mangambil isi kapur sirih. Yamg membawa
kapur sirih meminta izin dan berjabatangan dengan seluruh peserta adat
yang bereada dalam kamar pengantin perempuan kemudian kembali
ketempat semula untuk melapor kepada yang dituakan dari pihak laki-laki
bahwa tugasnya telah selesai. Petama, yang membawa kapur sirih
bersalam dan dijawab salamnya oleh yang dituakan dipihak laki-laki,
kemudian yang membawa kapur sirih melapor “tugas kapur sirih yang
saya bawa sudah selesai. dan yang dituakan dari pihak laki-laki menjawab
“iyah. Kemudian yang membawa kapur sirih minta izin kembali ketempat
duduknya. “ sekarang saya mau pamit duduk kembali ditempat duduku.
dan di iyahkan oleh yang dituakan dari pihak laki-laki. Terakhir yang
membawa kapur sirih dan yang di tuakan dari pihak laki-laki saling
berjabatangan.
Gambar 11. Membawa kampanaha atau kapur sirih

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018).

Isi dari kampanaha adalah kapur sirih, pinang, rokok muna, dan gula-gula

karena pada zaman dulu orang tua di Muna suka memakan kapur sirih. Makanya

sebagai rasa sukur dan gembiranya sudah saling terima maka adalah kampanaha.

Seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut:


93

“kampanaha itu hanya bentuk saling menghargai antara kedua belah pihak
tokoh adat masing-masing. Simbolnya sudah baku terima-terima,
maksudnya yang tadi orang lain skarang sudah jadi keluarga. kampanaha
itu isinya kapur, sirih, pinang, roko, dan gula-gula, itu karna orang tua
zaman dulu kan suka makan sirih, jadi itumi yang dibawah. Sekarang
gula-gulami yang banyak diisi karna itu yang banyak dimakan”. (Wa Heto,
wawancara 19 Agustus 2018).
Ungkapan senada juga disampaikan oleh informan lain yaitu La Hamidu

wawancara 20 Agustus 2018. Kemudian terakhir penjelasan tentang kampanaha

disampaikan oleh informan terkait kenapa pada saat penyerahannya harus diawali

terlebih dahulu oleh yang bawa kampanaha itu sendiri. Berikut penjelasannya:

“itu kampanaha dia pake dulu sendiri ini ibu yang bertugas bawa
kampanaha karena untuk menghindari prasangka buruk dari pihak
perempuan. Zaman dulu itu kalo orang duduk adat, baku tes-tes ilmu.
Jangan samapai di kampanaha ini ada isinya, ada coba-cobaanya. Siapa
yang tau kalau ada racunnya? Kalau sudah yang punya yang makan
deluan kan, berarti itu bagus. Tidak ada apa-apanya, karna tidak mungkin
kamu mau makan racun. Kamu yang punya, kamu yang mau makan, tidak
mungkin kamu makan yang tidak bae. Begitu maksudnya”. (WD.Raona,
wawancara 3 Agustus 2018).
Dari paparan informan di atas dapat diketahui bahwa alasan mengapa

sebelum isi dari kampanaha ini disuguhkan kepada keluarga mempelai wanita,

adalah karena pada zaman dulu banyak orang yang saling tes ilmu gaib yang bisa

merugikan orang lain misalnya sakit perut dan lain-lain. Makanya dilakukan hal

tersebut untuk menjamin bahwa apa yang disuguhkan akan aman jika dikonsumsi

oleh siapa saja dan tidak ada niat jahat didalamnya.


94

10) Ijab Kabul

Gambar 12. Ijab kabul

(sumber : koleksi dokumen Salmiati 2018).

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018, Tahapan

yang paling ditunggu-tungu adalah acara terakhir yaitu ijab kabul. Dimana dalam

pengantin laki-laki yang sebelumnya masih duduk diluar yaitu dibangsal bersama

rombongan pengantar dan pemegang puro-puro, kini dipersilahkan masuk dan

dijemput oleh tokoh adat dibawa kedalam rumah dan duduk dalam ruangan tokoh

adat laki-laki, duduk ditenga dan menghadap pak imam yang akan menikahkan.

dan kemudian pengantin dipersilahkan untuk mengisi Blangko nikah. Setelah itu

Pembacaan ayat-ayat suci Alquran oleh qoriah yang sengaja dipanggil untuk

mengisi pembacaan ayat suci Al-Qur’an, dan seketika suasana menjadi hening dan
95

sejuk dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an dari Qoriah itu. Setelah itu langkah

selanjutnya adalah Pernyataan wali untuk perkawinan. kemudian kursus kilat

kepada pengantin laki-laki sebelum mengucapkan ijab Kabul. kemudian

pengucapan sahadat, dan pengucapan ijab kabul dimulai. Dengan fasih pengantin

laki-laki mengucapkan ijabnya dengan satu kali ucap saja dan serentak saksi dan

para rombongan serta keluarga besar yang ada pada saat itu berteriak SAH…..,

kemudian pengantin laki-laki di antar kedalam kamar atau welo songi (ruang

utama) untuk menjemput pengantin perempuan yang sudah sah menjadi istrinya.

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh informan sebagai berikut:

“iyah… dikasi nikah, ijab Kabul. Dikasi ketemu perempuan dengan laki-
laki. Laki-laki di suru jemput istrinya di songi, pembatalan wudhu, isi
blanko surat nikah, habis itu baca-baca baru doposambu itu pengantinnya.
Di suap juga sama orang tua dulu”. ( WD.Raona, wawancara 3 Agustus
2018).
Dimana ungkapan diatas senada dengan apa yang disampaikan oleh

informan lain yaitu La Hamidu wawancara 20 Agustus 2018 dan LD.Fara

wawancara 2 Agustus 2018.

Setelah itu kembali keruang tengah untuk melanjutkan tahapan selanjutnya

yaitu pembacaan Sighaq Taliq dan pemberian nasehat perkawinan tentang

berumah tangga nanti kepada pengantin oleh salah satu orang tua yang pada saat

itu duduk adat juga. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan sebagai

berikut:

“iyah. Setelah itu ijab Kabul. Tapi sebelumnya ada dulu pengisian blangko
nikah pembacaan ayat-ayat suci Alquran, permintaan restu,permintaan
restu akan menikahkan,kursus kilat,pengucapansahadat,pengucapanijab
kabul, penjemputan, jadi setelah ijab Kabul, ini pengantin laki-laki dia
pergi jemput istrinya di ruang utama, kemudian pembatalan wudhu.
96

Setelah itu dia bawa istrinya di ruangan adat laki-laki dan duduk
berdampingan. Setelah itu pembacaan sighat ta’liq, pembacaan
doa,nasehat perkawinan, penyerahan buku nikah, setelah itu istrahat, tokoh
adat dipersilahkan makan, pengantin juga makan, setelah itu ganti baju dan
siap-siap untuk tunggu tamu atau perjamuan”. ( Kadir, wawancara 15
Agustus 2018).

Dari pernyataan diatas setelah proses ijab Kabul pengantin laki-laki

dipersilahkan untuk menjemput istrinya didalam ruang utama, kemudia kembali

keruang delegasi adat laki-laki untuk mendengarkan nasehat perkawinan. Nasehat

kawin ini lebih jelas dipaparkan lagi oleh informan Kadir wawancara 15 Juli 2018

sebagai berikut:

“Nasehat perkawinan biasanya dibuka dengan apa itu pengertian


perkawinan, kemudian di bacakan riwayat singkat kedua pengantin,
setelah itu dijelaskan ikatan/perkawinan antara kedua pengantin, lalu
perkawinan kedua keluarga besar. Maksudnya bahwa perkawinan ini
bukan hanya terjadi antara pengantin perempuan dan pengantin laki-laki
tapi juga terjadi kepada 2 keluarga besar.. setelah itu di jelaskan sumber-
sumber perpecahan yang biasa terjadi dalam rumah tangga seperti adanya
ketidak cocokan prinsip,perbedaan tempat tinggal dan tempat tugas
kerja,keduanya tertutup/tidak ada keterbukaan, dan komunikasi yang
kurang. Kemudian dikasikan lagi solusinya yaitu dalam rumah tangga
harus sabar,ibadah, buka komunikasi, ada pendirian tapi fleksibel tidak
kaku, dan saling menghargai diantara keduanya dan kedua keluarga besar.
Karna keluarga itu tempat kembali,internalisasi nilai-nilai agama dan
pendidikan yang pertama dan utama, dan untuk membina keturunan”.

11) Basano dhoa bhe posambu (baca doa dan saling suap)

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018, tahapan

setelah ijab Kabul adalah Basano dhoa bhe posambu (baca doa dan saling suap).

Karena Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Muna bahwa setiap ada

pelaksanaan upacara adat, maka wajib ada yang namanya debasa atau baca-baca.

maka setelah semua tahapan dan prosesi adat selesai maka yang dilakukan

terakhir adalah basano dhoa bhe posambu. Semua yang ada didalam rumah duduk
97

dan suara mulai kurang karna mulai focus pada pak imam yang sedang membbaca

doa untuk perkawinan hari ini. tak lupa ada dulang atau haroa yang ditutup

dengan bosara didalam tersusun rapi makanan khas muna yang selalu wajib ada

dalam dulang pada saat baca-baca yaitu waje,cucur,pisang raja, ayam kampuang,

onde-onde dan makanan pelengkap lainnya. Hal ini juga disampaikan oleh

informan melalui wawancara, beliau mengungkapkan bahwa:

“Persiapan baca-baca isinya cucur, waje, dodol, srikaya, ayam goreng,


kaowei, telur goreng , pisang , lapa-lapa, onde-onde, nasi putih dan telur
dadar. Jumlahnya harus ganjil tidak genap. Harus ganjil kalau mangkano
we suana ( hidup ) ini sudah menjadi tradisi, maksudnya dari isinya talang
itu adalah lansaringi yaitu ada di dalam tubuh kita semua. begitu memang
budayanya kita. Kalo acara hidup jumlahnya harus ganjil, kalo acara mati,
jumlahnya harus genap. Itu dia maksudnya kenapa ganjil karna inikan
acara hidup, ganjil itu berarti mau tambah lagi. Masi mau ada kasi
cukupnya. Sedagkan kenapa genap untuk acara mati Karena itu acara mati,
cukupmi sampai disitu. Genapmi, tidak tambah-tambah lagi.( WD.Raona,
wawancara 3 Agustus 2018).
Ungkapan ini juga senada dengan apa yang disampaikan oleh informan

lain yaitu La Hamidu wawancara 20 Agustus 2018. Namun tidak sampai disitu,

beliau juga menjelaskan lebih jauh tentang haroa ini yaitu sebagai berikut:

“pedaini, katikonahano dulang maitu anoa tabea begolano rampahano


gola maitu nomeko. Kesa anoa. Derabu anggano susuru maitu, dorabue
anoa ane anu maitu anoa, rea ngkadeano. O wadhe maitu anoa
sakotughuhano kamokula wawawono dofofoangkano. Okalei maitua
kaengkorahano kaleia rampaano sandino. Sandino haroa. Rampahano
welo patudhuno welo niatino anuno ini anggano anoa nakokaengkoraha
nakoangkaha. Kan wawawao itu mina sabara mie koharoano dengkora
nekalei. Kosandino. Kan kalei maitu osandi neano. Berate anoa pada
nengkoraie pangkati beano. Ane mie anu tanoteimo piri biasa mina
naengkora nekalei. Taaka ampahi aitu, nakosandimo be paise rampahano
kalei maitu nokesa sepaliha bekaleino. Ampaitu inia dointarae dasara
wawawo. Rampano anggano mie neangka-angka neghoghondo. Merabuno
haroa, anggano nekoangkahano. Nekopangkatino. Deteimo kalei anggano
dosandiemo. Nosuli welambuno ingka besandino haroa, maka sabutu itua
mina sabara mie meanuno itu. Kosandino beano”.
98

Artinya: “begini, itu isinya dulang kecuali ada gulanya. Karna gula itu dia
manis. Bagus. Itu bikin cucur dia berarti darah merahnya. Itu waje dia
sebenarnya orang tua zaman dulu sebagai pelengkap. Itu dikasi duduk
pisang karna pangkatnya. Pangkatnya haroa. Karna dalam niat dan tujuan
supaya punya kedudukan, punya pangkat. Kan zaman dulu tidak
sembarang orang yang baca-baca ada pisangnya kecuali yang punya
pangkat karna pisang itu maksudnya jabatan. Jadi kecuali dia sudah punya
jabatan, baru pake pisang baca-baca haroanya. Kalau orang biasa, dia
simpan saja dipiring biasa. Tidak ada pisang. Tapi sekarang mau ada
pangkat atau tidak, tetap pake karena pisang itu bagus. Tidak bae juga
kalau baca-baca tidak ada pisangnya. Sekarang yang baca-baca hanya ikut-
ikut saja. Dia pergi baca-baca dirumahnya yang ada pangkatnya, apa yang
dia lihat, dia pulang baca-baca dirumahnya itu juga yang dia bikin. Sampe
seterusnya begitu sekarang. Padahal sebenarnya yang pake pisang itu
kecuali yang berpangkat”.
Dan lebih lanjut lagi La Hamidu menjelaskan tentang haroa

sebagai berikut:

umbe. ane osarjana mina natilentu. nembalimo kebudayaan muna inia. Be


foangka-foangkano sio-sionomo intarano ini panaanu. Sampe turun
menuru anggano nako pangkati kansuru. Woramaitu ane kamokulahi
wawawono ane miehi mepanda pada dodandae, ane mie mebawo do
sangkee. Dokiido dapototo bemie wepanda andoa ane kamokulahi
wawawo tadogule-guledamo o ghunteli itu itua mina sabara mie
mesongkowino oghunteli itu tewawo. Wawawoa mesongkono ghunteli
tabeano kosurbanino. Ampaitu tadosongkowimo rampahano dowurae
kakesa taaka soano intarano itu sakotughuno. Soano kalatehano. Ane
pandehaoku idi nagha mina mandehane ane kafeenamu sigahano.
Artinya: iyah, kalau sarjana tidak dihitung. Ini sudah menjadi kebudayaan.
Ada niatnya, mudah-mudahan ini tidak putus akan dilakukan secara turun-
temurun maksudnya berpangkat terus. Karna zaman dulu kalau orang
dibawah, di inja-inja. Kalau orang yang berada di junjung-junjung. Mereka
tidak mau menyamakan dirinya dengan orang biasa. Itu telur juga kan
sebenarnya tidak sembarang yang taru telur diatas nasi. Itu nasi ditutupkan
telur diatasnya. Zaman dulu yang tutup pake telur kecuali yang pakai
surban.sekarang tinggal tutup-tutup saja karena mereka lihat bagus padahal
sebenarnya bukan untuk semua orang itu yang saya tau, tidak tau
bagaimana orang lain
Jadi, dalam baca-baca haroa oleh masyarakat muna memang menggunakan

pisang, dan harus pisang raja. Tidak bisa digantikan oleh pisang lain. Seperti yang

di uatarakan oleh informan berikut:


99

“iyah memang harus pake pisang raja. Jadi asal namanya mau baca-baca,
pasti itu yang dipake pisang raja. Mau acara hidup, atau acara mati itu
memang pasti dipake pisang raja. Cuman peletakannya beda, kalau acara
hidup pisangnya dikasi baring atau menengadah, sedangkan kalau acara
mati dikasi telungkup. Kalau penggunaan pisang raja karna dari namanya
dia pisang raja, juga rasanya manis. Makanya itu yang dipake”. (Wa Heto
wawancara 19 Agustus 2018).
Ungkapan senada juga disampaikan oleh informan lain yaitu La Hamidu

wawancara 20 Agustus 2018. Dan beliau menjelaskan lebih lanjut tentang

pembacaan haroa pada saat perkawinan atau upacara adat dimuna bukan tanpa

makna, tapi semua apa yang ada dalam haroa itu sendiri memiliki makna yang

diyakini oleh Muna, seperti yang dipaparkan oleh informan berikut:

“ane haroa maitu anoa dokonae haroano rasulullah. Orasulullah itu


anoa, oghunteli itu tewawo anoa dokonae kakawasa. Ghotino itu o umati.
Omoli omeapi ghonuno itu, aitumo kabarino umati. Artino haroaharasulu,
rasulullah. Kadapono itu itu,koingke mina nakoghuluha gara itu
haroaharasulullah itu. Haroaharasulu neano. Noafa itua, tewawo
oghunteli, wepanda oghoti. Wepanda ummati, tewawo kakawasa. Allah
ta’ala. Anggano anoakan nengkora tewawo, dofongkora-ngkorae”.
Artinya: kalau haroharasulullah itu dia disebut haroanya rasulullah. Itu
telur yang disimpan diatas maksudnya tuhan maha kuasa, sedangkan nasi
itu umatnya. Kalau kamu bisa menghitung jumlah butir nasi itu maka
kamu sudah bisa menghitung jumlah umat. Dikira tidak ada artinya itu,
ternyata ada. Haroaharasulullah namanya. Ada itu yang diatas telur
dibawah nasi. Diatas Allah SWT. Maksudnya makanya disimpan diatas,
dan dibawahnya umat”. ( La Hamidu, wawancara 20 Agustus 2018).
Dari ungkapan para informan diatas menjelaskan bahwa isinya dulang

baca-baca haroa pada saat pembacaan doa adalah cucur, waje, ngkea-ngkea,

srikaya, pisang goreng utuh satu buah pisang tanpa tepung, nasi satu piring ditutup

telur dadar diatasnya, dan pisang raja 1 sisir. Sedangkan yang lain hanya sebagai

pelengkap saja.

Kemudian makna yang terkandung dalam cucur, waje, ngkea-ngkea,

srikaya,dan pisang goring adalah karena ini merupakan makanan khas Muna dan
100

berbahan dasar gula, dimana gula itu manis dan bagus. Penggunaan nasi satu

piring dan ditutup oleh telur dadar, maknanya adalah butiran nasi adalah umat

manusia dan telur itu adalah Allah SWT, yang diletakan diatas karna dia yang

menguasai segalanya. Kemudian pisang sebenarnya tidak dipake oleh semua

orang pada zaman dulu kecuali orang yang punya jabatan atau kedudukan atau

disebut dengan sandi. Sesuai dengan pisang yang dipake yaitu pisang raja. Namun

sekarang semua orang sudah menggunakan karena apa yang dilihat dari oarng tua

mereka itulah yang dilakukan sampai saat ini tanpa mengetahui arti dan

maknanya.

Gambar 13. Bhasano dhoa (Pembacaan doa)

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018)

Pembacaan doa hanya berlangsung beberapa menit saja. Kemudian

pengantin secara bergantian menjabatangan pak imam kemudian keliling

menjabatangani semua yang hadir dan duduk dalam ruangan itu. Setelah itu saling

suap atau doposambu, jadi pengantin akan disuap oleh beberapa orang tua yang

sebelumnya diniatkan dulu sebelum makanan itu disuapkan, setelah itu sang
101

pengantin saling suap, dan acara selesai.Hal ini seperti yang disampaikan oleh

informan berikut:

“iyah, diniatkan dulu. tidak bisa dimakan biasa itu. Karena ada niatnya
itu dari orang tua. neatino somokesahano. Sio-siomo dako umuru, dako
radhaki, datumuru, ghuluhano bari-barihae anggano dowolo doneatiane.
Nasukses anggano welo rumah tanggano, dako rahasia, pokono
dopadae”.
Artinya: “iyah, diniatkan dulu. tidak bisa dimakan biasa itu. Karena ada
niatnya itu dari orang tua. Niatnya yang baik-baik, semoga perkawinannya
mereka umur panjang, berrezeki, bae-bae tanpa masalah, artinya semua
yang bae-bae diniatkan. Akan sukses rumah tangganya, rahasianya terjaga,
pokonya semuanya”. (La Hamidu, wawancara 20 Juli 2018).
Kemudian informan lain menjelaskan tentang posambu ini yaitu tentang

maksud dari polambu ini yaitu sebagai berikut:

“baku suap disitu maksudnya diliatmi cintanya pasangan suami istri yang
menikah, kemudian yang suap juga dari orang-orang tua terdekat dari
mereka, di doakan juga yang bagus-bagus supaya jadi keluarga yang
bahagia, sakina mawadah warahmah”. (LD.Fara wawancara 2 Agustus
2018).
Ungkapan informan diatas menjelaskan bahwa arti dari posambu ini

adalah sebagai tanda cinta dan kasih sayang antara pengantin laki-laki dan

perempuan. Selain itu juga untuk meniatkan yang baik-baik pada rumah tangga

yang akan mereka jalani kelak. Hal ini diniatkan pada makanan yang disuapkan

oleh orang tua yang dipercayakan untuk menyuap pengantin. Dimana hal ini juga

disampaikan oleh informan lain yaitu WD.Raona wawancara 3 Agustus 2018 dan

La Hamidu wawancara 20 Juli 2018).


102

Gambar 14. Posambu atau saling suap


103

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018).

12) Perjamuan

Gambar 15. Perjamuan dan menunggu tamu undangan


104

(sumber: koleksi dokumen Salmiati 2018).

Perjamuan adalah proses untuk menunggu tamu undangan yaitu kerabat

dari pengantin. Proses ini bukan merupakan tahapan adat, hanya sebagai

pelengkap dalam kemeriahan dan rasa sukur atas terjadinya perkawinan ini juga

untuk menjalin silaturahim antara keluarga. Jadi setelah tahapan bhasano dhoa

bhe posambu selesai, maka pengantin akan makan terlebih dahulu, dan mengganti

pakayan yang disediakan oleh salon. Perjamuan ini berlangsung hingga sore hari

biasanya pukul 5 sore atau sebelum jam 6 sore. Kemudian selanjutnya akan

melaksanakan tahapan adat selanjutnya yaitu kafelesao dan kafosulino katulu.

Hal ini berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2018, juga

didukung oleh pernyataan informan yaitu sebagai berikut:

“iyah,, perjamuan. Tapi ganti baju dulu pengantinnya baru turun di


bangsal. Tunggu tamu itu sampe jam 5 sore baru kafelesaomi, habis itu
kafosulino katulu lagi”. (WD.Raona wawancara 3 Agustus 2018).
Dan ungkapan yang sama juga disampaikan oleh informan lain yaitu La

Hamidu wawancara 20 Agustus 2018.


105

13) Kafelesao (berangkatnya pengantin kerumah pengantin laki-laki)

Kafelesao adalah tahap berangkatnya pengantin kerumah pengantin laki-

laki yang diantar oleh beberapa took adat. Tahapan ini dilaksanakan pada saat sore

hari ketika perjamuan selesai. Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan

berikut:

“kalo kafelesao itu tahapan adat yang dilakukan pada saat setelah
permikahan atau perjamuan. Jadi kalo sudah selesaimi mereka tunggu
tamu, di antarmi ini pengantin dirumahnya pengantin laki-laki. Di antar
sama 2 pasang, yaitu dari golongan kaomu dan walaka”. (WD.Raona
wawancara 3 Agustus 2018).
Kemudian pendapat yang hampir sama tentang kafelesao ini disampaikan

oleh informan lain sebagai berikut:

“kafelesao itu ini pasangan pengantin, di antar sama tokoh adat untuk
pergi dirumahnya pengantin laki-laki. Di antar sama 2 pasang tokoh adat
yang terdiri dari walaka dan kaomu. Kenapa harus walaka dan kaomu?
Karena walaka dan kaomu ini harus sama-sama, orang muna menyebut
dengan menuakan dan menganakan ( kaomu menganggap walaka anak,
walaka menggap kaomu orang tua). Mereka ini harus saling memberii
masukan” (LD.Fara wawancara 2 Agustus 2018).
Pada saat kafelesao, pengantin perempuan di cuci kakinya dan dipakekan

sarung oleh keluarga pengantin laki-laki, hal ini bermakud bahwa cuci kaki untuk

mensucikan dan pake sarung sebagai symbol dia buka seorang anak gadis tapi

sudah menjadi orang tua dan istri orang. Setelah itu duduk baca-baca haroa

bersama keluarga besar dari keluarga laki-laki. Hal ini dipaparkan oleh informan

berikut ini:

“kalo sudah sampe dirumahnya pengantin laki-laki, disana baca-baca lagi.


Pengantin perempuan dicuci kakinya supaya bersih, belum diangggap
bersih kalo belum dicuci kakinya. baru dikasi pake sarung muna. itu
maksudnya adalah supaya ini perempuan dia ditandakan bukan cewe lagi.
Bukan gadis lagi. Bukan sendiri lagi, tapi sudah jadimi orang tua, adami
suaminya, tidak sendiri lagi. Dikasi pake sarung karna orang tua dimuna
106

itu identik dengan sarung muna. Atau namanya kabantapi. Dia dua lembar
sarungnya. Satu untuk dalaman satu untuk diluar”. (WD.Raona wawancara
3 Agustus 2018).
Ungkapan yang sama disampaikan oleh infoman lain yaitu LD.Fara

wawancara 2 Agustus 2018 dan La Hamidu wawancara 20 Agustus 2018.

Kemudian penjelasan lebih lanjut disampaikan lagi oleh informan lain tentang

kafelesao ini terkait pelaksanaan kafelesao ini yaitu pengantin di antar kerumah

pengantin laki-laki, dan diantar oleh tokoh adat dan bukan oleh orang tua

kandungnya sendiri. Berikut penjelasannya:

“aitu anoa rampahano mbali dhumaganino kaodohano noere. Rampno


ane nakumala ahae sodhumaganino kaodoha? Manano ane nakumala
kamokulno ahae sodumaganie kaodoha. ghuluhano ointara, ointarano
kamokulahi lahae soghumondofaane miehi welolambu? Kumaradhano?.
Ane noere nofoeree, noatoe sampe newubano fointo. nokala kaawu
nokalamo wekaodohano anano maka noniatiane sio-sionomo anaku ini
naposintiwu, pedahae gara hintu kamokulahi notolagho anano. Mina..
sapada kawu nokala, minamo natiwora nembalimo nakeluara. Seghuluha
dua noafa mina namotogho wutono kamokulano anano ini rampahano
ingka tabea namalaemo wutono okafoatoha. Sementara adoi kafoatoha ini
noterbatas anggano sodidawuno. Rampano mahingka seriwu yang penting
dapat semua ini yang mengantar”.
Artinya: “itu karena ibunya yang jaga tempat tidurnya. Karena kalau
ibunya yang pergi, siapa yang mau jaga tempat tidurnya? Artinya kalau
orang tuanya yang pergi siapa yang mau jaga rumah? Sudah jadi
kepercayaan. Siapa yang mau perhatikan orang dirumah, yang kerja?,
hanya pada saat dia pergi, dia antar sampe di depan pintu, kalau sudah
jalan dia kembalimi lagi ditempat tidurnya anaknya dan niatkan anaknya
semoga baik-baik, layaknya orang tua yang mendoakan
anaknya untuk kebaikannya. tidak, setelah jauh jalan kalau sudah tidak
kelihatan lagi, bisami keluar. Satu maksud juga kenapa tidak bisa orang
tuanya yang antar karna kecuali dia mau ambil sendirimi ini uang untuk
yang mengantar. Sementara jumlah yang mau dibagi-bagi tidak banyak.
Karna biar seribu yang penting harus dapat semua ini yang mengantar”.
(La Hamidu, wawancara 20 Agustus 2018).
107

14) Kafosulino katulu (kembalinya pengantin dari rumah laki-laki

kerumahnya perempuan)

Kafosulino katulu adalah proses paling terakhir dalam upcara adat

perkawinan oleh etnik Muna. Kafosulino katulu adalah proses dimana pengantin

kembali lagi dirumahnya pengantin perempuan dan melakukan baca-baca dan

kafosukogho beta untuk pengantin laki-laki oleh keluarga perempuan. Yang

konon katanya hal ini bertujuan untuk mempertemukan kembali jejak kaki kedua

pengan tin jalanan agar seimbang kiri kanan, dan menghindar hal-hal buruk.

Karena terbukti pada zaman dulu, ada pengantin yang tidak melangsungkan

tahapan Kafosulino katulu ini dan pengantin mendapat penyakit gatal-gatal dikulit

dan menurut informan hal ini karena memang pada saat itu masih sangat diyakini.

Beda dengan saat ini, kalaupun tidak dilaksanakan mungkin tidak akan dikenai

penyakit namun karena merupakan tradisi bagi orang Muna, makanya harus tetap

dilakukan. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh iinforman berikut:

“setelah itu kembali lagi dirumahnya perempuan, namanya kafosulino


katulu. Maksudnya adalah untuk kasi ketemu jejak kaki dijalan. Orang tua
dulu kalo tidak kasi kafosulino katulu akan terjadi hal buruk sama
pengantin. iyah, nanti pengantin laki-laki dikasi pake juga sarung. Jadi
pengantin perempuan dikasi sarung dirumahnya orang tua pengantin laki-
laki, kalau laki-laki dikasi pake sarung dirumahnya pengantin perempuan.
Nanti kakinya juga dicuci”.(Ld Fara wawancara 2 Agustus 2018).
Ungkapan diatas juga sama seperti apa yang dipaparkan oleh informan lain

yaitu Wa Heto wawancara 19 Agustus 2019, La Hamidu wawancara 20 Agustus

2018, dan WD.Raona wawancara 3 Agustus 2018.


108

3. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Adat Polambu Pada Etnik

Muna

Polambu bagi masyarakat muna adalah tradisi atau budaya yang tetap

harus dipertahankan dan dijaga untuk generasi selanjutnya. Karena tahapan-

tahapan yang ada dalam polambu ini menjadi cirri khas bagi orang Muna ketika

melangsungkan perkawinan dan dilangsungkan samapi hari ini adalah bentuk rasa

penghormatan orang Muna kepada nenek moyang. Hal ini seperti apa yang

disampaikan oleh informan sebagai berikut:

“iyah, jadi tahapan-tahapan tadi itu kan proses sebelum menikah yang
harus dilakukan oleh masyarakat muna, yang sudah menjadi kesepakatan
nenek moyang kita dimuna ini yang dituangkan dalam peraturan adat.
Dimana kalau kita tidak lakukan maka sama halnya kita tidak menghargai
tradisi yang sudah ada didaerah kita. Selain itu, langkah-lamgkah dalam
adat perkawinan tadi itu kan cirri khasnya kita sebagai orang muna.
Dimana tahapan-tahapan ini tidak ada disuku lain, tidak ada diaerah lain,
makanya harus dilestarikan.Supaya sampe sama anak cucunya kita itu.
jelas…Memang harus dilestarikan ini.karna inikan memang sudah menjadi
kebiasaan orang tua kita dulu dimuna ini yang pasti harapannya supaya
bisa sampe sama ana cucunya. Kita-kitami ini harus ini yang harus
berperan untuk melestarikan”. (Kadir, wawancara 15 Agustus 2018).
Ungkapan informan diatas juga sama dengan apa yang disampaikan oleh

informan lain yaitu La Ane wawancara 29 Agustus 2018. Kemudian lebih lanjut

lagi dijelaskan oleh informan Kadir dan ia menjelaskan sebagai berikut:

“iyah begitu, jadi kan dalam tahapan-tahapan polambu tadi tetap ada nilai-
nilai didalamnya. ada pendidikan karakter.Orang muna juga lakukan itu
kan juga ada maksudnya, jadi bukan tanpa alasan. Makanya anak didik
diajarkan supaya paham, dan mengerti terutama mereka yang hendak akan
menikah”.
Dari ungkapan di atas menjelaskan bahwa tahapan-tahapan adat

perkawinan ini dilakukan bukan tanpa maksud dan tujuan karena sesungguhnya

semua memiliki makna. Ada nilai-nilai yang terkandung didalamnya yaitu


109

pendidikan karakter. Dan makanya di ajarkan disekolah. Hal ini didukung oleh

hasil wawancara dengan informan sebagai berikut:

“iyah kan itu budaya muna, adat istiadat muna, jadi ana-ana di ajarkan,
sejalan dengan kurikulum baru. Untuk diajarkan budaya lokal. Jadi itu
ana-ana setiap semester ganjil, di ajarkan pertamanan. Kalau genap,
tentang kebudayaanmi itu. Mulai dari sunat, katoba, karia, sampe itu
perkawinan. itukan ada yang pendidikan karakter melalui budaya lokal,
makanya kami masukan pendidikan karakter melalui budaya-budaya muna
tadi itu.Itu kan semua pasti ada makna dan tujuannya. Kenapa dilakukan
ini dan itu pastti ada maksudnya, ada nilainya didalam”. (Muhidin,
wawancara 15 Agustus 2018).
Ungkapan di atas juga sama seperti apa yang disampaikan oleh informan

Kadir wawancara 15 Agustus 2018.

Pernyataan informan di atas menjelaskan bahwa adat istiadat Muna di

ajarkan karena didalamnya mengandung nilai dan pendidikan karakter. Makanya

sejalan dengan kurikulum baru tentang diajarkannya budaya lokal, maka

dimasukanlah polambu atau adat perkawinan ini dalam bahan ajar dan diajarkan

pada siswa semester genap kelas XII. Hal ini seperti yang diuangkapkan oleh

informan sebagai berikut:

“iyah sudah diajarkan ini polambu, itu ada dikelas 12 semester genap.
Kenapa di ajarkan dikelas XII, karna mereka inikan calon-calon yang akan
menikah, usianya sudah cukup dewasa untuk dikasi pemahaman, dikasi
bekal istilahnya supaya mereka bisa mengerti bagaimana tahapan-tahapan
adat perkawinan. Kemudian untuk mendidik karakter melalui nilai-nilai
yang terkandung dalam tahapan-tahapan polambu tadi”. (Kadir,
wawancara 15 Agustus 2018).
Hal ini didukung juga dengan hasil wawancara dengan informan yang

menyatakan sebagai berikut:

“oh iyah, kita di SMA 1 RAHA itu di ajarkan pas kelas 12 semester genap
yang dekat ujian, dan itu di jadikan ujian praktek. itu prosesnya kita
lakukan semua seperti yang orang muna lakukan pada saat mau nikah. ada
yang jadi pengantin, ada yang duduk adat, ada tokoh adat dari pihak laki-
110

laki, ada tokoh adat dari pihak perempuan. Kostum yang kita pake
juga,sesuai. Jadi pas praktek kita pake baju adat muna yang bertugas
duduk adat, pake sarung muna juga. Kalau orang tua pengantin pake jas
dan kebaya, kalau pengantar pake kebaya juga. kita dibagi dalam
kelompok. Tapi satu kelompok satu kelas. Karna jumlah siswa tidak
banyak kalau satu kelas mau dibagi dalam beberapa kelompok. Satu kelas
satu pengantin. Jadi dalam satu kelas itu dapat peran semua. Satu kelas itu
satu paket. Ada yang jadi orang tua laki-laki dan orang tua perempuan.
Ada yang jadi tokoh adat laki-laki dan perempuan, ada yang mengantar
dari pihak laki-laki dan yang menunggu di rumah perempuan”. (Ferni,
wawancara 3 September 2018).
Hal ini didukung dengan gambar dokumentasi padaa saat informan

melakukan praktek adat perkawinan disekolah, sebagai berikut:

Gambar.16 siswa SMAN 1 Raha melakukan praktek polambu disekolah

(sumber: koleksi dokumen salmiati 2018)

Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh informan lain yaitu

sebagai berikut:

“oh iyah, di ajarkan pas kelas 12 semester genap, pas mau tamatmi dekat
ujian praktek. Ini kita pake untuk ujian prakteknya kita. Jadi kita di ajarkan
semua adat istiadat muna. Mulai dari yang datang melamar, tapi sebelum
melamar ada dulu dua orang tua yang datang di kediamannya perempuan.
Kamudian pelamaran, dan duduk adat. Itu kita di suru pake baju adat yang
jadi orang tua atau tokoh adat, pake sarung muna. karna dalam prakteknya
kita, dibagi-bagi ada yang jadi tokoh adat, ada yang jadi pengantin, ada
yang jadi orang tua pihak laki-laki dan yang jadi orang tua pihak
111

perempuan. kalau rumahnya laki-laki kita pake ruangan kelas, kalau


rumahnhya perempuan kita pake musollah. prosesnya yang kita lakukan
sama seperti orang muna yang nikah pada umumnya. Kita jalan dari
rumahnya laki-laki yang dari ruangan kelas itu, sampe musollah rumahnya
perempuan. Ada wali orang tua laki-laki dan perempuan. Dikasi ijab
Kabul. Ada jug abaca-bacanya pake haroa. itu di bagi per jurusan. Kita
jadi 8 kelompok karna jurusan IPA 8 kelas. IPS hanya 4 kelompok karna
hanya 4 kelas juga, semua ada 12 pengantin. Jadi satu kelas 1 kelompok
karna semua dapat peran. Ada yang jadi pengantin,pengantar dari pihak
laki-laki. Penunggu dippihak perempuan. Itu pakayan yang kita gunakan
sesuai, pengantin pakai baju adat, yang duduk adat juga pake sarung muna,
yang mengantar pihak laki-laki pake kebaya, orang tuanya pengantin juga
kebaya. iyah, itu 12 pengantin prakteknya 1 hari. Tapi ijab kabulnya satu-
satu. Jadi posisinya itu pengantin perempuan menunggu memangmi
dimesjid, sama orang tua dan keluarganya. Jadi yang pihak laki-laki
datang juga sama-sama dengan keluarga dari pihak laki-laki juga. iyah
sampe selesai. Sampe baca-baca. Kaya orang muna yang menikah pada
umumnya”. (Wulan, wawancara 4 september 2018)
Gambar 17. Siswa SMAN 2 Raha melakukan praktek adat perkawinan disekolah

(sumber: koleksi dokumen salmiati 2018)

Ungkapan para informan diatas menjelaskan bahwa budaya lokal termasuk

polambu didalamnya memang diajarkan disekolah pada kelas XII dengan tujuan

untuk memberiikan bekal yang cukup melalui nilai pendidikan karakter

didalamnya, dan ini berdasarkan kurikulim dan aturan pendidikan. Sebagai mana

yang disampaikan oleh informan berikut:

“tujuan dari di ajarkannya polambu adalah untuk mempersiapkan masa


dewasa yang matang, baik dalam berumah tangga maupun dalam
112

kehidupan sehari-hari. Selain itu juga untuk menumbuhkan karakter bagi


anak didik. Ini sejalan dengan kurikulum baru yang kurikulum 2013 yang
ajarkan 18 karakter bagi anak didik.sebenarnya bukan hanya polambu, tapi
semua kebudayaan muna. ini sejalan dengan peraturan baru tentang
kurikulum. Ada landasan penyusunan kurikulum yaitu UU No.20 tahun
2003 tentang system pendidikan nasional pasal 36 ayat 2, kemudian
peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah
dengan peraturan pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang perubahan atas
peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 dan terakhir diubah dengan
PP No. 13 tahun 2015 tentang standar nasional pendidikan, kemudian
berdasarkan permendiknas No.6 tahun 2007 serta berdasarkan
pencanangan pendidikan karakter oleh bupati muna pada tanggal 20 mei
2011”. (La Ane, wawancara 29 Agustus 2018).

C. Pembahasan Hasi Penelitian

1. Proses Pelaksanaan Polambu (Berumah Tangga) Melalui Perkawinan

Angka Mata (Kawin Pinang)

Pengertian polambu adalah berumah tangga. Jadi polambu terdiri dari kata

po yaitu imbuhan yang berarti ber dalam bahasa Indonesia dan lambu yaitu

rumah. Jadi jika digambungkan menjadi polambu berarti menjadi berumah tangga.

Untuk berumah tangga, masyarakat Muna mengenal yang namanya perkawinan

adat yang terdiri dari proses perkawinan angka mata atau kawin pinang,

pofeleigho atau kawin lari, dan ghombuni atau kawin paksa yang dilakukan

dengan musyawarah oleh kedua bela pihak yaitu keluarga dari pihak laki-laki dan

pihak perempuan dan menggunakan bahasa adat Muna yang sopan dan santun

untuk mencegah adanya ketersinggungan bahasa atau salah paham antara kedua

bela pihak.

Dimana pelaksanaan perkawinan adat Muna jika dibandingkan dengan

tahapan perkawinan secara islam memiliki sedikit kesamaan hanya dibedakan

dengan penentuan uang adat sebagai mahar, dan tahapan-tahapan adat yang tidak
113

dilakukan dalam peernikahan secara islam. Adapun tahapan perkawinan secara

islam adalah sebagai berikut:

1. Ta’aruf

Ta’aruf adalah tahap perkenalan kedua belah pihak yang ingin

melangsungkan perkawinan. Pada prosesnya, kedua pihak yaitu laki-laki dan

perempuan akan menceritakan tentang keadaan dari keluarga masing masing,

bercerita tentang prinsip hidup masing-masing, saling bertukar biodata, dan semua

tentang diri masing-masing dengan tujuan perkenalan antara kedua belah pihak.

Dimana dalam proses ini juga terdapat beberapa kaidah yang harus dipatuhi

seperti saling menghormati dan menghargai tentag apa yang disampaikan oleh

lawan bicara, mengikuti aaturan pergaulan dalam ajaran Islam, tidak berkhalwat

serta tidak mengumbar pandangan.Dimana hal ini jika dihubungkan dengan

tahapan perkawinan adat Muna maka sama dengan tahapan perkenalan oleh etnik

Muna yang disebut dengan dekamata.

Tahapan dekamata pada etnik Muna adalah tahapan perkenalan antara

laki-laki dan perempuan untuk saling menegtahui difat, prilaku, dan karakter sau

samalain sebelum menjadi pasangan suami istri yang diawasi penuh oleh orang

tua. Hanya saja nilai-nilai dalam dekamata ini mulai terkikis dengan adanya

modernisasi dan perkembangan alat komunikasi sehingga generasi masyarakat

Muna saat ini sudah jarang yang melakukan dekamata dan melakukan pacaran.

2. Khitbah

Khitbah adalah tahapan setelah melalui proses ta’aruf yaitu lamaran

dimana tahap ini merupakan jalan pembuka untuk pelaksanaan perkawinan.


114

Dalam tahapan ini kedua belah pihak sudah membuat kesepakatan untuk

melakukan perkawinan namun belum melaksanakan ijab kabul. Masi sebatas

menentukan hari dan tanggal perkawinan. Pada proses khitbah sendiri memiliki

aturan, yaitu dilakukan oleh pria peminang kepada orang tua atau ayah dari gadis

yang akan dipinang. Dan supaya tidak terlalu lama untuk melakukan ijab kabul

atau perkawinan.

Khitbah jika dihubungkan dengan tahapan perkawinan adat oleh etnik

Muna maka sama halnya dengan proses defenagho tungguno karete. Dimana

proses tahapan defenango tungguno karete juga dilakukan setelah tahap dekamata

yang pada ajaran islam disebut ta’aruf. Pada etnik Muna defenagho tungguno

karete adalah proses pelamaran sang gadis yang disukai, yang dikenal lewat tahap

dekamata tadi. Pada tahapan ini juga belum melangsungkan perkawinan masi

sebatas menentukan hari dan tanggal perkawinan. Yang membedakan adalah pada

tahapan defenagho tungguno karete oleh etnik Muna juga dirangkaikan dengan

penentuang uang adat karena etnik Muna memiliki ketetapan uang adat

perkawinan sedangkan perkawinan secara islam tidak demikian.

3. Akad Nikah

Tahapan akad nikah adalah tahapan dimana laki-laki peminang secara

resmi dimata agama dan hukum untuk melamar dan memperistri gadis yang

dipinang. Atau bisa dikatakan bahwa pasangan ini sudah sah dan halal untuk

menjadi sepasang suami istri. Dan pada saat melakukan akad nikah laki-laki

peminang wajib memberii mahar kepada gadis yang dipinang. Sebagaimana yang

di jelaskan dalam Al-Quran surah An-Nisa yang menjelaskan bahwa “Berikanlah


115

maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan

penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari

maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu

(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”(QS.An-Nisaa’4)

Akad nikah pada tahapan perkawinan adat oleh etnik Muna juga dilakukan

setelah proses pelamaran atau disebut khitbah dalam perkawinan secara islam atau

secara umum. Akad nikah juga menjadi syarat untuk menjadikan laki-laki

peminang dan gadis terpinang sah menjadi suami istri dimata hukum dan agama.

4. Walimah

Walimah adalah acara resepsi atau perjamuan. Dimana tahapan ini proses

dimana kedua belah pihak mengundang kerabat, sanak saudara, dan tetangga

untuk merayakan perkawinan. Tahapan walimah dalam perkawinan adat Muna

juga dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan perayaan atas perkawinan yang

telah dilangsungkan dengan mengundang sanak keluarga, kerabat, teman,sahabat,

dan semua tetangga.

Terkhusus untuk proses perkawinan angka mata, terdiri dari banyak

tahapan adat sebelum ijab Kabul dilakukan. Banyak kewajiban yang harus

dibayarkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai mana yang

sudah diatur dalam kesepakatan adat di Kabupaten Muna. Adapun tahapan-

tahapan adat ini ada yang dilakukan sebelum hari H perkawinan dan pada saat hari

H perkawinan. Sebelum hari H perkawinan adalah tahapan untuk saling kenalan,

pelamaran, dan penentuan uang adat, sedangkan pada hari H perkawinan adalah
116

tahapan untuk menyerahkan uang adat, ijab Kabul, perjamuan, dan tahapan

berangkatnya pengantin kerumah laki-laki dan kembali lagi dirumah perempuan

1. Pelaksanaan tahapan sebelum hari H perkawinan

a. Dekamata (melihat/menilai)

Dekamata adalah tahapan sebelum hari H perkawinan. Tahapan ini masi

pada proses pencarian pasangan. Sesuai dengan artinya dekamata yaitu melihat.

Melihat disini dalam artian menilai atau mencari tau karakter calon pasangan atau

seorang gadis. Pada zaman dulu, masyarakat Muna mengadakan proses dekamata

ini dengan sengaja untuk mengumpulkan muda-mudi dalam sebuah acara seperti

musim menana, musim panen, kupas ubi, atau baca-baca nisif. Dimana acara ini

bertujuan untuk mempertemukan laki-laki dan perempuan untuk berkenalan dan

saling mempelajari kepribadian masing-masing tapi tetap pada pengawasan orang

tua, dengan niat orang tua untuk mendapatkan calon terbaik untuk anaknya.

Dekamata ini dilakukan untuk melihat perempuan yang disukai terkait wataknya,

tingkah lakunya, sifatnya, caranya ia berbicara, caranya ia berjalan, dan bersikap.

Bukan hanya melihat cantiknya saja. Sebagaimana yang diungkapkan oleh La

Hamu (2014:1), yang menyatakan bahwa Sebelum melakukan pelamaran kadang

kala orang tua pada masyarakat Muna sering memilihkan jodoh untuk anaknya,

Pada hakekatnya pemilihan jodoh ini, orang tua bercita-cita agar anaknya dapat

kawin dengan seorang yang cocok dan disenanginya. Oleh karena itu, sebelum

orang tua mengambil keputusan terhadap jodoh anaknya, terlebih dahulu mereka

mengadakan penilaian kepada perempuan yang akan dilamar. Penilaian ini tidak

hanya dilakukan oleh orang tua, tetapi peranan kaum kerabat sangat menentukan
117

pula yang menjadi ukuran penilaian adalah kecantikan, keturunan, agamanya,

kekayaan, budi pekerti, serta akhlaknya.

Ini juga sesuai dengan ajaran agama islam, bahwa pada saat seorang laki-

laki mencari pasangan dan mencari seorang istri maka nikahilah dia dengan 4

alasan, yaitu cantiknya, hartanya, keturunannya, dan akhlaknya. Namun cantik

akan pudar dihari tua, harta akan habis, dan keturunan tiada artinya jika akhlaknya

buruk. Maka nikahilah seorang gadis karna akhlaknya dan sikapnya yang baik,

karena itu akan menajdi harta untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat.

Namun sangat disayangkan karena tahapan ini mulai pudar seiring dengan

perkebangan zaman dan efek dari modernisasi dan kemajuan teknologi. Dimana

anak muda pada etnik Muna sudah jarang melakukan proses dekamata dalam

mencari pasangan dan mulai melakukan pacaran dan berkomunikasi lewat telepon

genggam atau handphone yang sudah lepas dari pengawasan orang tua. Dimana

hal ini sudah menyimpang dari ajaran masyarakat Muna sendiri dan ajaran agama

islam sebagai agama yang di anut oleh etnik Muna.

b. Defoepe/ de owa too (membawa janji)

Tahapan Defoepe/ de owa too (membawa janji) ini adalah tindak lanjut

dari dekamata, Dimana apabila sang laki-laki menemukan seorang gadis yang ia

sukai, maka selanjutnya akan dilakukan tahapan Defoepe/ de owa too ini untuk

menuju ketahapan yang lebih serius. Tahapan ini dilakukan oleh 2 orang yang

terdiri dari kaomu dan walaka untuk membawa janji atau menyampaikan kabar

bahwa beberapa hari kedepan atau biasanya 4 hari yang akan datang dari hari ini

pada saat Defoepe/ de owa too, akan datang rombongan adat dari pihak laki-laki
118

dengan tujuan untuk melakukan musyawarah tentang keseriusan anak laki-laki

yang mengutus orang tua untuk defoepe ini. sebagaimana yang disampaikan oleh

La Muhammad Ramadhan (2018), bahwa Pada proses deowa to ini, utusan adat

calon mempelai perempuan menyampaikan bahwa akan ada utusan adat yang

akan berkunjung untuk tujuan kafeenano tungguno karete. Dalam proses ini pula

disampaikan jadwal waktu berkunjung dari utusan adat calon mempelai laki-laki.

Hal ini menunjukan bahwa pada zaman dulu masyarakat Muna masi

menjunjung yang namanya saling menghargai dan ada rasa malu. Dapat tercermin

pada tahap defoepe ini ketika laki-laki ada hati kepada seorang perempuan, maka

ia akan mengutus orang tua untuk menemui orang tua sang gadis untuk

melakukan musyawarah terkait sang gadis, dan perasaannya kepada sang gadis,

tidak seperti saat ini anak-anak muda kalau sudah saling suka, hanya melakukan

hubungan antara keduanya melalui proses pacaran tanpa pantauan dari orang tua.

Kemudian rasa saling menghargai juga tercermin pada defoepe ini yaitu membuat

janji dan meminta kesedian terlebih dahulu kepada orang tua perempuan sebelum

orang tua dari pihak laki-laki kerumah perempuan. Tidak serta merta langsung

datang begitu saja.

c. Defenagho tungguno karete (menanyakan penjaga halaman)

Tahapan defenagho tungguno karete adalah tahapan untuk menanyakan

penunggu halaman. Maksudnya adalah apakah sang gadis sudah ada yang jaga

atau belum. Sebagai mana yang diungkapkan oleh La Ode Muhammad Ramadhan

(2018) yang mengatakan bahwa Proses defenagho tungguno karete ini merupakan

rangkaian proses adat perkawinan orang Muna yang mempertanyakan ikhwal ada
119

atau tidaknya pihak lain yang telah melamar calon mempelai perempuan. Dalam

proses ini, utusan adat dari pihak calon mempelai laki-laki bersama utusan adat

atau pihak keluarga atau orang tua dari calon mempelai perempuan

mempertanyakan ke anak gadis yang dilamar, apakah ada atau tidak pihak lain

yang telah melamarnya atau menjadi calon suami pilihanya.

Dalam proses menanyakan apakah sang gadis sudah ada yang jaga atau

belum, sang gadis di simbolkan dengan bunga yang ada dihalaman, makanya

tahap ini disebut defenagho tungguno karete atau menanyakan penjaga halaman.

Dalam tahapan ini digunakan kata bunga untuk menyimbolkan sang gadis, karena

perempuan itu pada umumnya memang identik dengan bunga yaitu indah,

wangi,dan kalem. Kemudian maksud lain dari penggunaan kata bunga ini adalah

sebagai kata khiasan untuk seorang perempuan agar dalam musyawarah ini tidak

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya salah paham. Karna pada dasarnya

dalam bahasa adatnya orang Muna terkesan sopan dan santun.

Dalam pelaksanaannya dilakukan oleh beberapa orang tua yaitu yang

terdiri dari kaomu dan walaka, hal ini karena pada masyarakat Muna walaka dan

kaomu harus selalu berdampingan dan memberii masukan, selalu berdampingan.

Walaka dianggap anak oleh kaomu dan kaomu dianggap orang tua oleh walaka.

Dopokoamagho bhe dokoanagho dalam bahasa munanya.

Kemudian tahapan defenagho tungguno karete dilakukan melalui

musyawarah antara keluarga laki-laki dan perempuan serta sang gadis yang akan

dipinang. Dimana pertama pihak laki-laki menyampaikan maksud dan tujuan

kedatangannya datang kerumah perempuan ini yaitu hendak melamar dengan


120

menggunakan bahasa yang sopan dan santun kepada keluarga perempuan yang

akan dipinang ini lalu dalam prosesnya orang tua sang gadis yang akan dipinang

tidak akan langsung menerima lamaran tersebut sebelum melakukan konfirmasi

dengan sang gadis yang akan dipinang.

Lamaran ini akan diterima ketika sang gadis menerima dan mengiyakan

lamaran tersebut. Hal ini menganadung maksud bahwa dalam tahapan defenagho

tungguno karete mengandung nilai sopan santun yang terlihat pada saat pihak

laki-laki menyampaikan maksud dan tujuann kedatangannya, dan rasa saling

menghargai pendapat kepada sang gadis yang akan dipinang, dimana lamaran

tidak akan diterima tanpa persetujuan ia sendiri. Karena walaupun kebahagiaan

ada dari ridho orang tua, pilihan jodoh dari orang tua adalah jodoh terbaik, tetapi

alangkah lebih baiknya jodoh yang baik itu juga disetujui oleh anak. Karena yang

akan menjalani polambu atau rumah tangga kelak adalah sang anak bukan orang

tua.

d. Katandugho (penentuan uang adat)

Tahapan katandugho (penentuan uang adat) adalah kegiatan yang dilakukan

pada hari yang sama dengan tahapan fenagho tungguno karete. Sebagai tindak

lanjut dari pelamaran dimana tahapan ini dilaksanakan setelah proses defenagho

tungguno karete selesai dan mendapat hasil musyawarah bahwa sang gadis

bersedia untuk dipinang atau dilamar oleh laki-laki yang mengutus keluarganya

pada saat itu. Dalam kegiatan ini, yang menjadi bahasan pokok dalam

musyawarah adalah penentuan uang adat.


121

Proses pelaksanaannya juga masi dilakukan oleh orang yang sama pada

saat proses defenagho tungguno karete. Hanya pada proses ini terjadi diskusi yang

lebih mendalam antara keluarga laki-laki dan perempuan. Dalam prosesnya terjadi

penelusuran silsilah keluarga untuk mengetahui golongan apa gadis yang dipinang

dan golongan apa laki-laki yang meminang sebagai acuan dasar dalam penentuan

uang adat yaitu kafeena ( mahar) kantaburi (penindis atau pengikut), paniwi

(seserahan laki-laki), kaokanuha (yang memakaikan pakayan), kafoatoha (yang

mengantar), kalolino ghawi (pengganti gendongan), adhati balano (adat besar)

dan matano kenta (mata ikan). Karena masyarakat Muna mengenal stratifikasi

social yang terdiri dari 4 golongan yaitu kaomu, walaka, anangkolaki, dan

maradika. Dimana kaomu adalah golongan tertinggi, kemudian ditingkat kedua

adalah walaka, kemudian anangkolaki, dan terakhir maradika.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh thyar demahotra (2016). Dimana ia

menjelaskan tentang sejarah terbaginya 4 golongan pada masyarakat muna yaitu

berawal pada masa pemerintahan Sugi Manuru (1479-1538 M), terjadi perubahan

besar-besar dalam struktur masyarakat Muna. Beliau membagi keturunannya

langsung (putra dan putrinya) berdasarkan jabatan dan keahlian masing-masing

yang dikelompokkan ke dalam golongan Kaomu dan Golongan Walaka.

Golongan Kaomu inilah yang berhak menjadi Raja sedangkan golongan

Walaka tidak berhak menjadi Raja. Selain kedua golongan yang disebutkan, Sugi

Manuru juga memiliki putra dari selirnya yang berasal dari tawanan putranya La

Kila Ponto yang berasal dari banggai saat menumpas pasukan La Bolontio ke

Banggai Sulawesi Tengah. Perkawinan dari selirnya ini terdirinya 7 (tujuh) orang
122

yang disebut fitubhengkauno dan dinamakan golongan anangkolaki. Golongan ini

adalah golongan ketiga dalam stratifikasi sosial yang dikenal oleh masyarakat

Muna, kemudian ada golongan lain yang disebut Maradika. Golongan Maradika

ini adalah bukan keturunan Bheteno ne Tombula dan bukan pula keturunan dari

Mieno Wamelai atau kerajaan Muna. Kemungkinan mereka inilah keturunan dari

fatolindono, atau golongan lain yang merupakan pelayanan, pengawal atau

prajurit dari kerajaan. Jadi pada masa pemerintahan Sugi Manuru masyarakat

Muna dikelompokkan menjadi 4 (empat) golongan atau kasta, yakni:

1. Golongan Kaomu yaitu kaum bangsawan, pada masa kerajaan Kerajaan

Muna umumnya memegang jabatan eksekutif seperti Raja, panglima,

kapitalau, imam serta jabatan eksekutif lainnya. Identik dengan

penamaan La Ode

2. Golongan Walaka yaitu golongan adat, pada masa Kerajaan Muna

umumnya memegang jabatan Legislasi, mengangkat dan memberihentikan

raja bahkan menghukum raja jika bersalah.

3. Golongan Anangkolaki yaitu golongan ketiga, jabatan yang dipegang

misalnya Moji dan bisa menjadi pemimpin kampung dalam golongan yang

sama atau di bawahnya.

4. Golongan Maradika yaitu golongan keempat dan paling bawah, zaman

dulu sebagai pelayan atau semacam pesuruh raja.

Walaupun terdapat empat golongan, namun tidak ada pendapat yang

menyebutkan bahwa pada saat itu Kerajaan Muna mendapat pengaruh kebudayaan

Hindu dimana dalam agama Hindu juga dikenal 4 (empat) kasta yakni, Kasta
123

Brahmana, Kasta Ksatria, Kasta Waisya dan Kasta Sudra. Karena penentuan boka

Muna pada uang perkawinan adat di sebabkan karena sebagai simbol dan

berdsarakan jumlah pemerintah daerah. Karena pada zaman dulu ketika kerajaan

Muna masi berdiri, sebahagian kehidupan kerajaan bersumber dari uang atau

pennghasilan sara-sara atau pemerintahan termasuk petugas adat.

Berikut penjelasaannya menurut Andi sapri (2014) dimana ia menjelaskan

bahwa Golongan kaomu dengan mas kawin 20 boka menyimbolkan

jabatan Kino (Kepala kampung) dari empat ghoera (wilayah) yang masing-masing

wilayah ada lima Kino yang dijabat oleh golongan kaomu. Kemudian Golongan

walaka dengan mas kawin 10 bhoka 10 suku yang menyimbolkan 10 jabatan yang

dijabat oleh golongan walaka. Jabatan tersebut adalah dua orang hatibi (habib),

yakni hatibino Tongkuno dan Lawa, empat orang modhi kamokula (imam orang

Tua), yakni modhi kamokulano Tongkuno, Lawa, Kabawo dan Katobu dan

empat modhi anahi (imam muda), yakni modhi anahi Tongkuno, Lawa, Kabawo,

dan Katobu. Tapi saat ini yang berlaku dan banyak digunakan untuk golongan

walaka adalah 15 boka Muna.

Berikutnya golongan anangkolaki dengan mas kawin 7 bhoka 2 suku

menyimbolkan tujuh dari jumlah bersaudara dari keturunan Sugi Manuru dengan

istri selirnya yang bernama Wa Sarone, yaitu nama anak-anaknya adalah La Pana

sebagai kino Laghontoghe. Kemudian La Kulipopota yang menjabat

sebagai Kino Lakudo, kemudian La Tenderidatu menjabat sebagai

Kino Bhombonowulu, berikutnya La Kudo menjabat sebagai sebagai Kino Laiba,


124

dan selanjutnya La Kakolo sebagai Kino Lohia dan Wa Sidakari yang menjabat

sebagai Kino Kasaka.

Terakhir golongan maradika dengan mas kawin 3 bhoka 2 suku yang

merupakan simbol dari tiga jabatan yang dijabat golongan maradika yaitu sebagai

Bhontono Kampo, Kamokulano Liwu dan Parabhela serta dua

jabatan Kapitalao yaitu, dimana terdiri dari dua kapitalau yaitu Kapitalao

Kansoopa (Panglima perang wilayah timur) dan Kapitalao Matagholeo (Panglima

perang wilayah barat).

Adapun system yang berlaku sampai saat ini tentang stratifikasi social

pada masyarakat Muna yaitu apabila bapaknya adalah seorang kaomu atau

ditandai dengan nama yang diawali dengan La Ode, maka anaknya baik laki-laki

maupun perempuan juga berhak menyandang La Ode dan Wa Ode untuk

perempuan dan berarti anak ini berstatus kaomu dalam masyarakat Muna. Tetapi

apabila bapaknya adalah walaka dan ibunya adalah seorang kaomu atau ditandai

dengan namanya yang diawali dengan Wa Ode, maka anaknya boleh menyandang

Wa Ode untuk anak perempuan dan La Ode untuk anak laki-laki tetapi tidak akan

terhitung sebagai kaomu pada saat penetapan uang mahar perkawinan, karena

turunan pada masyarakat Muna mengikut kepada turunan bapaknya. Adapun

penetapan uang mahar di Kab.Muna saat ini nilai 1 boka Muna adalah Rp.

120.000. hal ini berlaku sejak tahun 2016 hingga 2021 berdasarkan kesepakatan

pihak adat kabupaten Muna dan disesuaikan dengan kebutuhan ekonomi.

Makanya jumlahnya akan terus diperbarui, karena harga dipasar juga semakin

tahun semakin naik. Adapun penentuan uang adat jika melalui proses perkawinan
125

angka mata atau kawin pinang, maka sebagai berikut penentuan uang mahar dan

uang adatnya:

1. golongan kaomu sama-sama kaomu


Kafeena 5 boka = 5 x 120.000 = Rp. 600.000

Kataburi 10 boka = 10 x 120.000 = Rp 1.200.000

Paniwi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

Adat besar 20 boka = 20 x 120.000 = Rp 2.400.000

lolino ghawi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

kaokanuha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

kafoatoha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

2. golongan walaka sama-sama walaka


Kafeena 2 boka = 2 x 120.000 = Rp. 240.000
Kataburi 4 boka = 4x 120.000 = Rp 480.000

Paniwi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

Adat besar 15 boka = 15 x 120.000 = Rp 1.800.000

lolino ghawi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 2400.000

kaokanuha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

kafoatoha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

3. Bangsawan tulen sama-sama mereka


Kafeena 2 boka = 2 x 120.000 = Rp. 240.000

Kataburi 4 boka = 4x 120.000 = Rp 480.000

Paniwi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

Adat besar 10,10 suku = 10,10 x 120.000 = Rp 1.800.000

lolino ghawi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 2400.000


126

kaokanuha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

kafoatoha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

4. golongan anangkolaki sama-sama anangkolaki


Kafeena 1 boka = 1 x 120.000 = Rp. 120.000

Kataburi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

Paniwi 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000

Adat besar 7,2 boka = 7,2 x 120.000 = Rp 900.000

lolino ghawi 1 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

kaokanuha 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000

kafoatoha 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000

5. golongan walaka menuju kaomu


Kafeena 5 boka = 5 x 120.000 = Rp. 600.000

Kataburi 10 boka = 10 x 120.000 = Rp 1.200.000

Paniwi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

Adat besar 35 boka = 35 x 120.000 = Rp 4.200.000

lolino ghawi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

kaokanuha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

kafoatoha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

6. golongan anangkolaki menuju kaomu

Kafeena 5 boka = 5 x 120.000 = Rp. 600.000

Kataburi 10 boka = 10 x 120.000 = Rp 1.200.000

Paniwi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

Adat besar 75 boka = 75 x 120.000 = Rp 9.000.000


127

lolino ghawi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

kaokanuha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

kafoatoha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

7. golongan anangkolaki menuju walaka

Kafeena 2 boka = 2 x 120.000 = Rp. 240.000

Kataburi 4 boka = 4 x 120.000 = Rp 480.000

Paniwi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

Adat besar 35 boka = 35 x 120.000 = Rp 4.200.000

lolino ghawi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

kaokanuha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

kafoatoha 2 boka = 2x 120.000 = Rp 240.000

8. Rampe menuju Kaomu


Kafeena 5 boka = 5 x 120.000 = Rp. 600.000

Kataburi 10 boka = 10 x 120.000 = Rp 1.200.000

Paniwi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

Adat besar 110 boka = 110 x 120.000 = Rp 13.200.000

lolino ghawi 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

kaokanuha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

kafoatoha 5 boka = 5 x 120.000 = Rp 600.000

9. Rampe menuju walaka

Kafeena 2 boka = 2 x 120.000 = Rp. 240.000

Kataburi 4 boka = 4 x 120.000 = Rp 480.000

Paniwi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000


128

Adat besar 80 boka = 80 x 120.000 = Rp 9.600.000

lolino ghawi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

kaokanuha 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 240.000

kafoatoha 2 boka = 2x 120.000 = Rp 240.000

10. Rampe menuju anangkolaki

Kafeena 1 boka = 1 x 120.000 = Rp. 120.000

Kataburi 2 boka = 2 x 120.000 = Rp 480.000

Paniwi 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000

Adat besar 40 boka = 40 x 120.000 = Rp 4.800.000

lolino ghawi 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000

kaokanuha 1 boka = 1 x 120.000 = Rp 120.000

kafoatoha 1 boka = 1x 120.000 = Rp 120.000

Penjelasan diatas, menjelaskan tentang penentuan uang adat yang harus

diserahkan pihak laki-laki kepada perempuan. Sebenarnya terdiri atas 8 tahapan

adat yaitu kafeena, kantaburi, paniwi, adat besar, lolino ghawi, kaokanuha,

kafoatoha, dan matano kenta. Namun pada penjelasan di atas tidak disebutkan

bagaimana penentuan matano kenta, tetapi berdasarkan keterangan beberapa

informan dan studi dokumen bahwa jumlah matano kenta adalah 10% dari uang

adat besar atau adhati balano.

Dalam stratifikasi social masyarakat Muna terdapat 4 golongan yaitu

kaomu, walaka, anangkolaki, dan maradika. Tapi pada penentuan adat yang

dijelaskan diatas tidak menjelaskan penentuan adat maradika karena berdasarkan

hasil wawancara, anangkolaki dan maradika itu penentuan adatnya sama saja. Dan
129

di atas juga menjelaskan penentuan adat golongan rampe. Sebenarnya rampe

adalah bukan golongan yang ada pada masyarakat Muna, Rampe ini adalah orang

asing, maksudnya adalah orang yang bukan suku Muna dan menikahi wanita asli

suku Muna atau biasa disebut dengan fetegho Rumampe. Sebagaimana yang

diuangkapkan oleh La Ode Muhammad Ramadhan (2017) yang mengatakan

bahwa fetegho rumampe merupakan ketentuan adat yang mengatur perkawinan

antara orang asing dengan wanita Suku Muna. Orang asing yang dimaksud adalah

suku-suku lain di Indonesia atau negara asing, kecuali Suku Buton. Untuk Suku

Buton tidak disebut orang asing karena sistem adatnya sama dengan sistem adat

Suku Muna. Dalam fetegho rumampe ini juga terdapat ketentuan adat,

sebagaimana yang disampaikan oleh La Ode Abdul Muksin dalam La Ode

Muhammad Ramadhan (2017), ia mengatakan bahwa ketentuan adat fetegho

rumampe meliputi :

1. Jika orang asing menikahi wanita Suku Muna dari golongan Kaomu, maka

nilai adatnya adalah 110 boka Muna. Dan keturunan dari pasangan ini

nantinya termasuk golongan Kaomu.

2. Jika orang asing menikahi wanita Suku Muna dari golongan Walaka/Sara,

maka nilai adatnya adalah 80 boka Muna. Dan keturunan dari pasangan ini

nantinya termasuk golongan Walaka/Sara.

3. Jika orang asing menikahi wanita Suku Muna dari golongan Fitu

Bengkauno, atau anangkolaki & maradika maka nilai adatnya adalah 40

boka Muna. Dan keturunan dari pasangan ini nantinya termasuk golongan

Fitu Bengkauno.
130

Ketentuan dalam fetegho rumampe ini tidak berlaku bagi masyarakat

Muna asli yang menikahi gadis Muna, dimana kalau laki-laki asli Muna

bergolongan walaka dan menikahi wanita asli Muna dan bergolongan kaomu,

anaknya tidak akan serta merta menyandang golongan kaomu juga. Hal ini yang

menyebabkan kenapa uang adat yang dibayarka oleh orang asing jika menikahi

wanita Muna lebih mahal dari pada laki-laki asli Muna yang menikahi wanita asli

suku Muna. Selain itu, alasan kenapa orang asing uang adatnya lebih mahal

adalah untuk mempertahankan golongan yang disandang oleh istrinnya, supaya

tidak hilang. Karena pada zaman dulu, penentuan uang adat perkawinan oleh

masyarakat Muna sangat kental. Dimana kalau golongan lain seperti turunan

walaka berkeluarga atau meminang dari golongan kaomu sebanyak 3 kali maka

secara otomatis generasi selanjutnya juga akan menyandang gelar kaomu. Seperti

yang dijelaskan oleh La Ode Abdul muksin dalam La Ode Muhammad Ramadhan

(2017), dimana beliau mengatakan disisi lain, laki-laki dari suku Muna asli yang

bukan golongan Kaomu, jika menikahi wanita golongan Kaomu, keturunan dari

pasangan ini tidak serta merta langsung termasuk golongan Kaomu, namun ada

ketentuan adat yang berlaku yakni :

1. Keturunan laki-laki Suka Muna dari golongan Walaka/Sara yang menikah

dengan wanita dari golongan Kaomu, akan termasuk ke dalam golongan

Kaomu setelah keturunan ketiga, dengan ketentuan keturunan pertama,

kedua, dan ketiga menikah dengan wanita dari golongan Kaomu.

2. Keturunan laki-laki suku Muna dari golongan Fitu Bengkauno termasuk

didalamnya golongan anangkolaki & maradika yang menikah dengan


131

wanita dari golongan Kaomu, akan termasuk ke dalam golongan Kaomu

setelah keturunan kelima, dengan ketentuan keturunan pertama, kedua,

ketiga, keempat, dan kelima menikah dengan wanita dari golongan Kaomu

Dan alasan mengapa status golongan pada masyarakat Muna sangat kental

dan dipertahankan, alasannya karena pada zaman dulu orang yang memiliki gelar

dan jabatan tinggi tidak mau menyamakan dirinya dengan golongan rendah.

Sehingga pada zaman dulu banyak orang tua yang memiliki anak perempuan

mengizinkan anaknya untuk menikah dengan laki-laki dari golongan Kaomu

walaupun laki-laki itu buruk rupanya.

Secara singkat, penetapan uang mahar pada perkawinan adat Muna yang

berpedoman pada stratifikasi sosial merupakan simbolik dari jumlah sara-sara atau

pemerintahan pada saat itu yaitu pada masa kerajaan Muna masi berdiri, untuk

membiayai kehidupan kerajaan. Dan seiring berjalannya waktu hal ini

dipertahankan sebagai ajang gengsi dimana masyarakat golongan tinggi tidak

mau menyamakan dirinya dan sebisa mungkin untuk mempertahankan

golongannya supaya terus terjaga eksistensinya dimasyarakat.

Jika kita mengkaji dari sudut pandang budaya, maka penetapan uang

mahar pada etnik Muna yang berpedoman pada ketentuan adat Muna dan

stratifiksi yang ada dalam Etnik Muna, maka ini masih singkron dengan

kehidupan sekarang dan sah-sah saja karena ini merupkan salah satu bentuk

penghargaan masyarakat Muna terhadap nenek moyang yang telah membuat

kesepakatan dan ketentuan adat yang sudah pasti bukan tanpa maksud dan tujuan.
132

Dan pada faktanya sampai hari ini, hal ini masi diberlakukan oleh masyarakat

Muna, jadi artinya hal ini masih wajar dan mampu untuk dijalankan.

Karena pada hakekatnya budaya adalah sesuatu yang secara turun-temurun

dilakukan oleh masyarakat pemiliknya supaya bisa sampai pada generasi

selanjutnya. Dimana ini sejalan dengan teori kedudukan sosial yang menjelaskan

tentang status sosial, yaitu ascribed status, dimana status ini merupakan tipe status

yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan,

suku, usia, dll. Dimana golongan kaomu yang didapat dari orang tuanya akan

tetap diwarisi sampai kapanpun, begitupun pada golongan-golongan lain yaitu

walaka, anangkolaki, dan maradika dan menyesuaikan pada ketentuan-

ketentuannya.

Namun, jika dilihat dari sudut pandang lain, maka terdapat nilai ketidak

adilan bagi golongan-golongan yang ada dalam stratifikasi sosial yang ada pada

etnik Muna. Dimana bagi golongan kaomu berlaku uang adat besarnya 20 boka

Muna, bagi golongan walaka 15 boka Muna, anangkolaki 7 boka Muna, dan

golongan maradika hanya di hargai dengan uang adat sejumlah 3 boka Muna.

Dimana ini berlaku pada zaman kerajaan dizaman dulu, dan jika diberlakukan saat

ini rasanya kurang pas, karena pada hakikatnya manusia diciptakan sama dari

tanah dan lahir telanjang tanpa membawa apa-apa.

Semuanya harus melalui usaha dan kerja keras untuk mendapat kedudukan

di masyarakat. Karena tidak menutup kemungkinan golongan maradika yaitu

golongan paling rendah dengan uang adat besar yaitu 3 boka Muna, lebih baik

dari pada golongan kaomu yang jumlah adat besarnya adalah 20 boka Muna. Bisa
133

jadi wanita dari golongan maradika ini lebih berkualitas dari segi akhlak dan

pendidikannya dibandingkan dengan golongan kaomu. Sementara ia hanya di

hargai sebesar 3 boka Muna.

Kemudian jika kita lihat dari sisi kebutuhan ekonomi, gadis dari golongan

paling atas atau kaomu dan golongan dibawahnya yaitu walaka, anangkolaki dan

maradika adalah sama-sama gadis biasa, sama-sama sekolah dan sama-sama

punya kebutuhan dan biaya untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya.

Sedangkan pada pemberian mahar perkawinan memiliki perbedaan hanya karena

status yang disandang dari ayahnya. Dimana 20 boka bagi kaomu yaitu senilai

Rp. 2.400.000, 15 boka Muna untuk walaka yaitu senilai Rp.1.800.000, kemudian

7 boka untuk anangkolaki seniali Rp.840.000, dan 3 boka untuk maradika senilai

Rp.360.000. nilai Rp. 2.400.000 dengan Rp. 360.000 sangat jauh, dan disini

terkesan tidak adail bagi gadis dari golongan maradika. Jika melihat dari segi

jumlah, uang Rp. 360.000 bagi gadis dari golongan maradika, dia hanya di hargai

dengan jumlah seperti itu, pertanyaannya adalah bagaimana jika ia lebih baik

akhlaknya di banding dari gadis dari golongan kaomu tadi.

Seharusnya mereka orang yang lebih baik akhlaknya, yang baik

pendidikannya, yang mampu memberii keturunan yang soleh dan soleha yang

dihargai mahal, tidak hanya terpaku pada golongan yang diperoleh sejak lahir.

Karena status dan golongan yang sebetulnya adalah status yang dicapai melalui

usaha dan kerja keras. Hal ini seperti teori status sosial yang menjelaskan bahwa

status sosial yang didapat seseorang itu merupakan dari kerja keras dan usaha

yang dilakukannya, contohnya seperti harta kekayaan, tingkat penidikan,


134

pekerjaan, dll. Yang disebut dengan Achieved status. Yaitu status yang diperoleh

dengan pencapaian melalui kerja keras.

e. Defoampe nefumano ifi (membawa yang dimakan api)

Defoampe nefumano ifi (membawa yang dimakan api) adalah tahapan

yang juga dilakukan pada hari yang sama pada saat fenagho tungguno karete dan

katandugho. Tahapan ini sebagai tahapan lanjutan dari tahapan katandugho.

Nefumano ifi adalah uang yang diserahkan oleh pihak laki-laki kepada pihak

perempuan yang diperuntukan untuk membiayai pelaksanaan perkawinan seperti

biaya dekor, dan bahan makanan yang dihidangkan pada saat perjamuan makanya

disebut nefumano ifi atau yang dimakan api. Karna uangnya dipakai untuk

membeli makanan dan dimasak dengan api. Untuk penyerahannya adalah

berdasarkan janji yang dibuat oleh pihak laki-laki pada hari ditentukannya jumlah

kafumano ifi, biasanya paling tinggi 5 hari setelah musyawarah ini, yang pastinya

jauh sebelum hari H perkawinan.

Pelaksanaan tahap defoampe nefumano ifi dilakukan oleh tokoh adat yang

juga melaksanakan tahapan fenagho tungguno karete dan katandugho. Terkait

dari jumlah nefumano ifi ini adalah berdasarkan kata sepakat dari kedua belah

pihak yaitu pihak perempuan dan pihak laki-laki, yang diawali dengan pihak

perempuan mengatakan permintaan mengenai jumlah nefumano ifi ini kepada

pihak laki-laki. Kemudian pihak laki-laki akan menyampaikan jumlah

kemampuannya untuk membayar kafumano ifi ini.

musyawarah terus dilakukan sampai mendapat satu keputusan.

Maksudnya sampai pihak laki-laki dan perempuan mendapat hasil kesepakakatan


135

dan sekata mengenai jumlah dari nefumano ifi ini. sebagaimana yang disampaikan

oleh thyar demahotra (2016) bahwa Defoaempe Artinya adalah menaikkan,

maksudnya menaikkan sejumlah uang atau barang-barang yang akan digunakan

saat perta perkawinan berlangsung sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Dalam

hal ini adalah defoampe nefumano ifi. Dalam tahapan ini mengandung nilai

tanggung jawab dari pihak laki-laki kepada perempuan, dimana ketika sang laki-

laki yang akan meminang ada maksud dan berniat seorang perempuan yaitu gadis

terpinang maka ia bersedia untuk menanggung biaya pelaksanaan perkawinan

tanpa membebani biaya kepada pihak keluarga perempuan.

Kemudian terdapat ungkapan informan yang mengatakan bahwa setelah

proses fenagho tungguno karete selesai dan sudah mendapat kata sepakat

mengenai jumlah uang adat pada saat katandugho dan kata sepakat mengenai

jumlah kafumani ifi, maka selanjutnya adalah penentuan hari H perkawinan yang

harus dihitung terlebih dahulu untuk mendapatkan hari bae dan menghindari hari

Naas dengan tujuan untuk menghindari hal-hal buruk yang akan terjadi pada

proses perkawinan maupun dalam berumah tangga nanti.

Hari bae ini dihitung oleh pande kutika atau yang pandai menghitung hari

bae yang diyakini oleh orang Muna. Ada beberapa cara untuk menentukan waktu

dan hari bae yang dilakukan oleh orang Muna, yaitu berdasarkan kutika yang

tujuh, kutika masuara, dan menunjuk pada nama-nama nabi. Namun berdasarkan

dari ungkapan informan, yang sering digunakan untuk menghitung hari bae

perkawinan adalah menggunakan kalender islam. Ini juga disampaikan oleh

J.Couvreur dalam tulisannya bahasa belanda pada tahun 1935 yang kemudian
136

diterjemahkan oleh Dr. Rene van den Berg dan diterbitkan dengan buku yang

berjudul Sejarah Dan Kebudayaan Muna dari judul aslinya yaitu Ethnografisch

Overzicht Van Moena. Beliau menjelaskan cara menentukan hari perkawinan

yaitu harus diketahui dahulu bulan pertama pada bulan muda.

Dengan cara hitungnya yaitu menggunakan tangan dan jari-jari. Hitungan

dimulai dari telapak tangan dengan angka 1 dan seterusnya menggunakan jari-jari

tangan. Bisa mulai dari jari jempol maupun jari kelingking. Apabila mulai dari

jempol, maka jempol adalah angka 2, jari telunjuk 3, dan seterusnya.

Jadi telapak tangan adalah hari pertama dari bulan muda, jempol hari

kedua, jari telunjuk hari ketiga, jari tengah hari keempat. Dan hari pertama bulan

muda adalah hari baik untuk melakukan perkawinan. Bila hitungan ini diteruskan

maka angka 7 akan jatuh lagi pada telapak tangan. Ini juga merupakan hari yang

baik. Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa semua hari yang kena hitungan pada

telapak tangan dan jari tengah, adalah hari baik untuk melaksanakan perkawinan.

Jadi, hari-hari itu adalah hari ke 1, 4, 7, 10, 13, 16, 19, 22, 25, dan 28 sesudah hari

pertama bulan muda.

Dengan ketentuan bahwa awal hari baik yang mau ditentukan tidak seperti

biasanya, yaitu jam 6 sore, tetapi jam 1 siang pada hari sebelumnya. Maksudnya

bahwa jika hari baik adalah hari keempat pada bulan muda, maka hari ini mulai

pada hari yang ketiga jam 1 siang dan bersangsung sampai hari keempat jam 1

siang. Dalam waktu 24 jam inilah akad perkawinan itu harus dilaksanakan.

Kemudian perhitungan hari-hari naas dari bulan-bulan yang tidak baik

untuk melaksanakan perkawinan berdasarkan kalender islam yaitu:


137

Pada bulan Muharam setiap hari Minggu

Pada bulan Safar setiap hari Rabu

Pada bulan Rabiulawal setiap hari Jumat

Pada bulan Rabiulakhir setiap hari Selasa

Pada bulan Jumadilakhir setiap hari Sabtu

Pada bulan Rajab setiap hari Jumat

Pada bulan Sa’ban setiap hari Kamis

Pada bulan Ramadhan setiap hari Selasa

Pada bulan Syawal setiap hari Sabtu

Pada bulan Zulkaidah setiap hari Senin

Pada bulan Zulkahaji setiap hari Rabu

Hari-hari diatas adalah hari naas. Apabila pelaksanaan perkawinan

diadakan pada hari-hari ini, maka sudah pasti perkawinan itu akan membawa

musibah. Dimana bulan-bulan yang kurang baik adalah Muharam, Safar, Rajab,

dan Zulkaidah. Bulan ramadhan atau bulan puasa adalah sebenarnya bulan baik

tetapi leluhur melarang untuk melakukan perkawinan dibulan ini. kemudian dalam

bulan Rabiulawal dan Jumadilakhhir harus dihitung posisi bulan dilangit. Dimana

apabila dalam bulan Rabiulawal bulan berada dibagian barat pada saat matahari

terbenam maka ini bukan saat yang baik. Apabila bulan berada pada posisi yang

lain, maka perkawinan dapat dilaksanakan apabila dalam bulan Jumadilakhir

bulan terbit dibagian barat, maka itu adalah posisi yang baik, sementara untuk

posisi yang lain merupakan waktu yang tidak baik.


138

4. Pelaksanaan tahapan adat pada saat hari H perkawinan

Hari H perkawinan adalah keadaan yang sangat ramai dari semua proses

yang ada karena hari inilah pengucapan ijab Kabul akan dilaksanakan serta

penyerahan uang adat juga diberikan semua pada hari ini tapi diberikan secara

bertahap. Kegiatan hari H dilaksanakan dikediaman atau dirumah gadis terpinang

oleh delegasi adat laki-laki dan perempuan dari kedua belah pihak. Delegasi adat

menggunakan pakayan adat muna dan sarung Muna. Terdiri dari golongan kaomu

dan walaka karena ketetapan yang dipercayai orang Muna bahwa kaomu dan

walaka harus selalu berdampingan untuk saling memberii masukan. Disebut

dopokoamagho dan dopokoanagho. Maksudnya kaomu dan walaka ini harus

selalu sama-sama tidak boleh jalan sendiri, karena walaka akan meminta pendapat

kepada kaomu dan kaomu akan meminta masukan pada walaka. Dopowagho

fekiri, atau saling memberii masukan kalau orang Muna bilang.

Uang adat yang akan diserahkan yaitu kefeena atau mahar untuk gadis

terpinang yang dilengkapi dengan sebuah cincin emas sebagai pengikat, kemudian

menyusul kantaburi (pengikut/penindis), paniwi (seserahan laki-laki), kaokanuha

(yang memakaikan baju), kafoatoha (yang mengantar), kalolino ghawi (pengganti

gendongan), adhati balano (adat besar), dan matano kenta (mata ikan), dimana

semua berjumlah 8 yang disebut langku-langkuno adhati atau langkah-langkah

adat.

Jadi urutannya seperti itu karena mengandung maksud bahwa, pertama

sang gadis terpinang dilamar oleh seoarang lelaki yang diawali dengan pemberian

uang mahar dengab jumlah berdasarkan aturan adat Muna dan dilengkapi dengan
139

sebuah cincin emas atau disebut dengan kabentano pongke sebagai pengikat.

Kemudian akan dilanjutkan dengan kantaburi yang artinya penindis atau

pengikut, hal ini dimaksudkan bahwa setelah meminang anaknya, maka

selanjutnya adalah keluarganya. Karena dalam rumah tangga tidak boleh hanya

ada kasiih sayang antara sepasang kekasih saja tapi harus ada kasih sayang untuk

keluarga kedua belah pihak, dimana jika diterima kantaburi ini maka menandakan

bahwa laki-laki terpinang juga sudah diterima oleh keluarga gadis terpinang.

Kemudian menyusul paniwi yaitu seserahan laki-laki untuk perempuan, yang pada

zaman dulu diberikan dalam bentuk kebutuhan pangan dan sekarang diganti

dengan uang yang sudah diatur jumlahnya dalam ketentuan adat Muna, ini

menyimbolkan bahwa laki-laki peminang berani meminang gadis terpinang,

berarti ia mampu bertanggung jawab dan mencukupi kebutuhan dari sigadis ketika

berumah tangga kelak.

Setelah itu kaokanuha atau yang memakaikan baju adat, disini maksudnya

adalah setelah anak atau sang gadis dipinang maka ia dipakaikan baju atau

didandani oleh keluarganya. setelah itu kafoatoha, maksudnya adalah setelah

didandani sigadis terpinang, maka diantarlah kerumah laki-laki peminang atau

disebut proses kafelesao, dan setelah kafoatoha, tahapan selanjutnya adalah

kalolino ghawi artinya pengganti gendongan.

Jadi maksudnya adalah gadis terpinang akan di antar kerumah laki-laki

terpinang dan dijadikan istri, maka digantilah gendongan ibu sang gadis terpinang

dalam artian kecapean sang ibu saat merawat gadis terpinang sejak kecil sampai

sekarang walapun pada hakekatnya pengorbanan seorang ibu takan pernah


140

terbalas namun ini hanyalah symbol, dan setelah kalolino ghawi tahap selanjutnya

adalah adhati balano atau adat besar. Sesuai namanya adat besar, yaitu ini

diperuntukan untuk keluarga besar dan kerabat gadis terpinang, jadi sudah pada

ibunya maka selanjutnya adalah sama keluarga besarnya. Kemudian yang terakhir

ada matano kenta atau mata ikan yang diperuntukan untuk saksi adat. Ini

maksudnya adalah proses pelamaran gadis terpinang oleh laki-laki peminang

sudah selesai dan diterima oleh keluarga besar yang disimbolkan oleh diterimanya

adhati balano atau adat besar maka selanjutnya adalah pemberian penghargaan

kepada saksi adat atas waktu dan tenaga yang dia luangkan pada perkawinan ini.

secara singkat, begitulah makna dari urutan penyerahan langku-langkuno adhati

atau langkah-langkah adat pada perkawinan adat etnik Muna.

Semua uang adat yang akan diserahkan berjumlah 8 tahapan, semua diisi

dalam amplop serta dituliskan sesuai nama. Jika amplop kafeena maka dituliskan

kafeena dan seterusnya dengan maksud pada penyerahan nanti aka diperiksa, jika

ditulis namanya maka jumlahnya juga akan ketahuan. Intinya penulisan nama ini

untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi seperti salah memasukan

jumlah uang adat yang diisi dalam amplop. Amplopnya berjumlah 8 namun yang

diserahkan oleh delegasi adat laki-laki dari pihak keluarga laki-laki hanya

berjumlah 7 amplop, karena amplop kafeena akan disampaikan oleh delegasi adat

ibu-ibu dari pihak laki-laki kedalam ruang utama atau welo soongi sekaligus

pemakaian cincin atau kabentano pongke kepada pengantin perempuan oleh ibu

adat dari pihak laki-laki.


141

Kemudian setelah memberii cincin maka selanjutnya adalah pemberian

pinangan atau puro-puro yang dipegang oleh gadis-gadis cantik lengkap dengan

baju adat Munanya. Jadi delegasi adat laki-laki mengerjakan tugasnya diruangan

delegasi adat laki-laki sementara delegasi adat ibu-ibu juga menyelesaikan

tugasnya di ruang delegasi adat ibu-ibu sampai pada tahapan terakhit penutup adat

yaitu kampanaha atau kapur sirih. Kemudian ijab Kabul dan pembacaan doa.

a. Kafeena dan kabentano pongke (mahar) dan (pelubang telinga)

Kafeena adalah tahapan pertama yang dilakukan dan diserahkan pihak

laki-laki kepada perempuan pada saat hari H perkawinan sebelum ijab Kabul. Jadi

sesampainya rombogan laki-laki dikediaman perempuan, maka tokoh adat akan

dipersilahkan masuk kedalam rumah dimana didalam rumah sudah ditunggu oleh

tokoh adat yang sudah disiapkan dari pihak perempuan. Dalam duduk adat ini

terdiri dari walaka dan kaomu dan beberapa orang lainnya.

Pelaksanaan tahapan kafeena ini pertama dilakukan di ruang delegasi adat

laki-laki yaitu 2 orang bapak tokoh adat dari pihak laki-laki dan gadis pemegang

baki kafeena mengikut dibelakang tokoh adat tersebut. Pertama diawali dengan 2

tokoh adat dari pihak laki-laki maju kedepan dan saling mengucap salam dengan

tokoh adat dari pihak perempuan. Selanjutnya tokoh adat dari pihak laki-laki

meminta untuk baki kafeena yang dibawa oleh mereka untuk disaksikan dan

diperiksa bahwa betul kafeena yang mereka bawa ini adalah sebuah cincin emas

dan sebuah amplop yang berisikan mahar sesuai ketentuan adat yang telah

diputuskan pada saat musyawarah sebelum hari H perkawinan.


142

Setelah baki kafeena diperiksa oleh delegasi adat laki-laki dari pihak

perempuan, maka baki kafeena dikembalikan lagi kepada gadis pemegang

pinangan lalu di antar keruangan kedua yaitu tempat duduknya delegasi adat ibu-

ibu yang terdiri dari pihak laki-laki dan perempuan. Sampai diruangan kedua

gadis pemegang pinangan akan mengikut lagi pada 2 orang ibu tokoh adat dari

pihak laki-laki untuk menghadap kepada tokoh adat ibu-ibu dari pihak perempuan.

Selanjutnya peristiwa yang sama diruang pertama yaitu tempat tokoh adat laki-

laki, yaitu baki kafeena minta disaksikan dan diperiksa oleh ibu-ibu adat dari

pihak perempuan sebelum baki kafeena ini dibawah kedalam ruang utama untuk

diserahkan kepada pengantin perempuan.

Setelah kafeena di periksa dan disaksikan oleh delegasi adat ibu-ibu dari

pihak perempuan, maka ibu adat dari pihak laki-laki meminta izin untuk

membawa kafeena ini keruang utama atau biasa disebut welo songi, dan minta di

antar oleh pihak perempuan atau desalo defeato. Maka pemegang pinangan

kafeena dan ibu adat dari pihak laki-laki di antar kedalam ruang utama yang

didalam duduk pengantin perempuan dan didampingi oleh tokoh adat perempuan

duduk di atas tempat tidur, dan delegasi adat dari pihak perempuan di dalam songi

ini ada yang duduk di bawah tempat tidur dan di atas tempat tidur. Maka ibu adat

dari pihak laki-laki akan meminta disaksikan terlebih dahulu kafeena ini kepada

ibu-ubu adat yang duduk dibawah tempat tidur.

Setelah itu pemegang pinangan kafeena dan ibu adat dari pihak laki-laki

naik ke atas tempat tidur dan duduk bersimpuh atau dopaseba berhadapan dengan

pengantin perempuan yang di dampingi juga oleh tokoh adat di samping kiri
143

kanannya. Yaitu seblah kanan adalah seorang kaomu dan seblah kiri adalah

walaka. Maka ibu adat dari pihak laki-laki bersalam dan meminta izin untuk

menyerahkan kafeena ini yaitu sebuah cincin emas atau disebut dengan kabentano

pongke dan amplop yang berisikan mahar untuk pengantin perempuan.

Dan setelah mendapat izin dari tokoh adat yang mendampingi pengantin

perempuan tersebut, maka tokoh adat dari pihak laki-laki meminta tangan sang

gadis untuk dimasukan cincin dijari manisnya sebagai tanda pengikat. Setelah

memasukan cincin, tokoh adat dari pihak laki-laki mengambil amplop yang ada

dalam baki kafeena lalu memberii kepada pengantin perempuan sambil

berjabatangan. Setelah itu, gadis pemegang pinangan atau baki kafeena dan ibu

adat dari pihak laki-laki berpamitan sambil berjabattangan dengan ibu-ibu adat

yang mendampingi pengantin perempuan, dan kembali ketempat duduk semula.

Mahar yang diserahkan oleh laki-laki adalah sejumlah uang yang di atur

oleh adat dan sebuah cincin emas yang disebut sebagai kabentano pongke jika di

artikan adalah pelubang telinga. Hal ini mengandung maksud bahwa kabentano

pongke atau pelubang telinga artinya adalah bahwa hari ini perdana atau pertama

kali sang gadis terpinang untuk mendengar ucapan perkawinan dan ucapan ijab

Kabul untuk dirinya sendiri. Dan di beri sebuah cincin emas sebagai symbol

pengikat dari laki-laki peminang. Bahwa mulai hari itu sang gadis terpinang sudah

di ikat dan menjadi milik laki-laki peminang tersebut.

Selain itu, pemberian sebuah cincin berupa emas adalah penyimbolan

harta, yang suatu saat bisa digunakan untuk mencukupi kehidupan rumah tangga

yang akan dibangun kelak. Yang pada intinya, ini merupakan bukti tanggung
144

jawab dari laki-laki peminang bahwa ia sudah mampu untuk menjaga dan

membahagiakan sang gadis terpinang secara lahir dan batin. Kemudian setelah

pemberian cincin, maka kafeena ini di lengkapi lagi dengan puro-puro yang

berjumlah 12 termasuk kafeena, yang dipegang oleh gadis-gadis cantik dengan

menggunakan seragam adat Muna.

Puro-puro ini adalah kebutuhan sang gadis dari ujung kaki sampai ujung

kepala dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu ada pakayan, sandal atau sepatu, alat

mandi, mekap, Al-Qur’an, dan alat solat, semua dikemas dan dijadikan menjadi

12 baki yang cantik dan tertutup rapat. Maksud yang terkandung dalam

pengemasan baki puro-puro ini dengan tertutup rapat adalah supaya masalah yang

terjadi dalam rumah tangganya kelak akan tertutup rapat-rapat dan tidak sampai

ketelinga orang lain. Cukup orang dalam rumah saja yang tau. Yaitu pasangan

suami istri itu sendiri.

Masing-masing benda yang menjadi puro-puro ini juga mengandung

maksud. Sebagai mana yang disampaikan oleh Erwin (2016 : 2) tentang makna

yang terkandung dalam benda adat kafeena atau puro-puro yaitu:

 Cincin Pinangan

Benda adat cincin tersebut diatas mempunyai makna sebagai benda yang

dipakai pada jari yang terbuat dari emas atau sejenisnya sebagai ikatan keabadian

kedua calon mempelai dan merupakan wujud dasar fondasi adat perkawinan yang

berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan.


145

 Al-Quran

Benda adat Al-Quran tersebut mempunyai makna yaitu menunjukan

sebuah kitab suci yang menjadi pedoman hidup bagi yang memeluk agama islam

dan sebagai pedoman hidup mempelai wanita dalam mengarungi bahtera rumah

tangganya.

 Mukenah atau Kerudung

Benda adat mukenah atau kerudung tersebut mempunyai sebagai benda

yang digunakan dalam beribadah atau shalat bagi kaum wanita dan sebagai

pemberian mempelai laki-laki agar senantiasa beribadah kepada Allah SWT yaitu

shalat 5 waktu sehari semalam dalam kehidupan berumah tangga nantinya.

 Sajadah

Benda adat sajadah tersebut mempunyai makna sebagai benda atau alat

yang sering digunakan untuk alas beribadah bagi umat islam dan seruan kepada

mempelai wanita agar senantiasa menggunakan sajadah ketika hendak beribadah

kepada Allah SWT.

 Baju Kebaya

Benda adat baju kebaya tersebut mempunyai makna yaitu menunjukan

sebagai benda atau alat untuk menutupi tubuh yang disebut dengan pakain dan

meninggikan derajat, menambah kecantikan dan kesantunan untuk mempelai

wanita.

 Cermin

Benda adat cermin tersebut mempunyai makna yang menunjukan sebagai

benda atau alat yang digunakan untuk berhias diri dan sebagai gambaran
146

kesungguhan hati mempelai pria untuk melamar si mempelai wanita. Dimana jika

wanita terpinang memakai cermin dan melihat wajah dan melihat dirinya, maka

seperti itulah ia melihat laki-laki peminang.

 Pisau

Benda adat pisau tersebut mempunyai makna yaitu menunjukan benda

atau alat yang sering digunakan untuk memotong atau mengupas sesuatu yang

sesuai dengan fungsinya dan gambaran ketajaman hati mempelai pria dan bagi

laki-laki sebagai bentuk keperkasaan, keberanian dan jati diri seorang pemimpin.

 Sisir

Benda adat sisir tersebut mempunyai makna yang menunjukan sebagai

benda atau alat yang sering digunakan untuk merapikan rambut dan segalah

permasalahan yang ada dalam rumah tangga agar diselesaikan dengan hati yang

lurus tanpa diketahui oleh orang lain.

 Sandal

Benda adat sendal tersebut mempunyai makna yang menunjukan sebagai

benda atau alat yang digunakan untuk alas kaki sesui dengan fungsinya dan

sebagai seruan kepada mempelai wanita agar membantu suaminya dalam mencari

rezeki demi memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

 Kosmetik

Benda adat kosmetik tersebut mempunyai makna yang menunjukan

sebagai benda yang digunakan untuk berhias dan seruan mempelai pria kepada

mempelai wanita agar senantiasa menghias dan mempercantik diri agar hubungan

rumah tangganya tetap harmonis.


147

 Sabun Mandi

Benda adat sabun tersebut mempunyai makna yang menunjukan sebagai

benda yang digunakan untuk memberisihan badan dari kotoran dan sesuai dengan

fungsinya dan agar selalu mensucikan diri dalam berumah tangga serta menjaga

kesucian rumah tangganya.

 Pakaian Dalam

Benda adat pakayan dalam tersebut mempunyai makna yang menunjukan

sebagai benda yang digunakan untuk menutup alat fital seorang perempuan dan

agar senatiasa menjaga kehormatan diri seorang istri amaupun suami.

 Sikat Gigi dan Odol

Benda adat sikat gigi dan odol tersebut mempunyai makna yang

menunjukan sebagai alat atau benda yang digunakan untuk memberisihkan mulut

yang sesuai dengan fungsinya. Serta untuk sebagai kosopanan dan bertutur kata

dalam berumah tangga.

 Kain Baju

Benda adat kain baju tersebut mempunyai makna yang menunjukan

sebagai benda yang digunakan untuk mebuat pakain berupa baju dan celana dan

sebagai pelengkap dari benda-benda adat sebelumnya yang berarti sebagai

pelengkap keluarga yang sakina, mawadah dan warahma.

b. Kantaburi (penindis)

Kantaburi adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H perkawinan

tepatnya setelah tahap penyerahan kafeena dan kabentano pongke selesai.

Pemberian atau penyerahan kantaburi ini menggunakan bahasa adat Muna yang
148

sopan dan santun yang dilakukan oleh 2 orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-

laki dan diterima oleh 2 orang tua dari delegasi adat perempuan yang masing-

masing terdiri dari kaomu dan walaka, dimana kaomu akan duduk disebelah

kanan, dan walaka akan duduk disebelah kiri. Jadi pada saat penyerahan amplop

kantaburi, delegasi adat dari pihak perempuan mengatakan “tabea, aini inia

tamoampemo okantaburi”. Artinya:”tabe, sekarang kami hendak menyerahkan

kantaburi”. Dan dijawab “umbe”. artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa

jumlahnya oleh delegasi adat dari pihak perempuan.

Kantaburi ini adalah penindis atau pengikut dari kafeena yang sebelumnya

sudah diserahkan terlebih dahulu kepada pengantin perempuan. Adapun jumlah

dari kantaburi itu sendiri adalah 2 x lipat dari jumlah uang kafeena. Jadi kalau

yang menikah adalah kaomu, dan kafeenanya adalah 5 boka Muna, maka

kantaburinya adalah 10 boka Muna. Ada yang mengatakan bahwa kantaburi

adalah sebenarnya pinangan kedua yang diberikan kepada laki-laki untuk orang

tua gadis terpinang, dengan maksud bahwa apabila kantaburi yang diserahkan

sudah diterima oleh keluarga mempelai perempuan, maka artinya adalah laki-laki

peminang sudah diterima dan direstui oleh wali nasab sigadis terpinang.

Sebagai mana yang disampaikan oleh thyar demahotra (2016) yang

mengatakan bahwa Kantaburi berasal dari kata taburi artinya tindis, namun

sebenarnya kantaburi adalah kafeena kedua namun tidak ada cincin emas lagi.

Pendapat di atas mengatakan bahwa pada tahapan kantaburi tidak terdapat cincin

lagi, dimana hal ini karena pemberian cincin hanya dilakukan satu kali saja yaitu

pada proses tahapan penyeraha kafeena. Sedangkan kantaburi hanya pinangan


149

kedua yang ditujukan untuk wali nasab gadis terpinang, makanya tidak perlu

cincin lagi.

c. Paniwi (seserahan laki-laki untuk perempuan)

Paniwi adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H perkawinan

tepatnya setelah tahap penyerahan kantaburi selesai. Pemberian atau penyerahan

paniwi ini juga menggunakan bahasa adat Muna yang sopan dan santun dan

dilakukan oleh 2 orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-laki dan diterima oleh 2

orang tua dari delegasi adat perempuan yang masing-masing terdiri dari kaomu

dan walaka, dimana kaomu akan duduk disebelah kanan, dan walaka akan duduk

disebelah kiri. Jadi pada saat penyerahan amplop paniwi, delegasi adat dari pihak

perempuan mengatakan “tabea, aini inia tamoampemo tora opaniwi”.

Artinya:”tabe, sekarang kami hendak menyerahkan lagi paniwi”. Dan dijawab

“umbe”. artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa jumlahnya oleh delegasi

adat dari pihak perempuan.

Pada zaman dulu, paniwi ini diberikan dalam bentuk pikulan berupa bahan

pangan yang ada dikebun, seperti pinang, tebu beras, pisang dan lain-lain. Cara

penyerahan pikulan ini dibaris seperti pemegan puro-puro atau pinangan, dan

dimulai dari pinang, yang tidak berasa atau hambar dan diakhiri dengan yang

manis lagi. Hal ini mengandung makna bahwa harapannya dalam rumah tangga

yang akan dibangun kelak atau dalam polambu dari sepasang kekasih ini dimulai

dengan kebahagiaan dari awal sampai ujung, soal rasa hambar atau pahit yang

berada dibarisan tengah, itu menyimbolkan masalah yang mungkin akan terjadi

dalam rumah tangga yang tidak bisa dipungkiri bahwa masalah pasti tetap ada dan
150

diujuang adalah barisan yang memiliki rasa manis adalah semoga walaupun ada

masalah akan tetap harmonis kehidupan rumah tangganya.

Namun seiring berjalannya waktu dan dampak dari modernisasi yang

dimana saat ini hidup serba praktis, maka paniwi bisa diganti menggunakan uang

dengan jumlah 5 boka Muna untuk golongan kaomu dan 2 boka Muna untuk

golongan walaka, dimana hal ini sudah disepakati oleh lembaga adat di Kabupaten

Muna. Sebagaimana yang disampaikan oleh Andi sapri (2014), yang mengatakan

bahwa Pelaksaanaan paniwi dapat melalui dua jalan sifat pengadaanya, yaitu

berupa barang atau hasil bumi atau hasil kebun yang dapat pula dibayar dengan

uang yang diserahkan kepada pihak perempuan.

Urutan dalam memikul paniwi adalah buah pinang berjalan lebih awal

dari pikulan lainnya dan terakhir adalah tebu. Dimana menurut para orang tua, hal

ini mengandung makna filosofi bahwa pinang memiliki kelebihan didalam

hidupnya, batangnya yang lurus walaupun hidup ditengah-tengah pohon yang

lain, sehingga dari makna filosofi itu diharapkan agar kedua calon mempelai akan

memiliki kejujuran dalam menempuh hidup berumah tangga, kejujuran yang

dimaksud adalah keseriusan, bukan main-main.

Ada pribahasa di Muna yang mengatakan “nobari pande gaa taaka soano

pogaa gaa” yang artinya semua orang bisa menikah, namun menikah bukan

menikah-menikah saja. Hal ini mengandung maksud bahwa dalam berumah

tangga atau dopolambu akan banyak cobaan yang terjadi, banyak proses, makanya

harus orang yang benar-benar jujur, yang siap mental untuk melakukan

perkawinan yang akan mampu melewati masalah-masalah yang mungkin akan


151

terjadi dalam rumah tangga. Selain itu, pinang memiliki rasa yang pekat-pekat

yang mengandung makna bahwa membangun rumah tangga harus siap bersusah-

susah dahulu. Kemudian terakhir adalah tebu sebagai doa yang pada akhirnya

akan menjadi keluarga yang manis yang dapat dibanggakan bagi keluarga dan

keterunannya.

d. Kaokanuha (yang memakaikan pakayan)

Kaokanuha adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H perkawinan

tepatnya setelah tahap penyerahan paniwi selesai. Pemberian atau penyerahan

kaokanuha ini juga masih menggunakan bahasa adat Muna yang dilakukan oleh 2

orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-laki dan diterima oleh 2 orang tua dari

delegasi adat perempuan yang masing-masing terdiri dari kaomu dan walaka,

dimana kaomu akan duduk disebelah kanan, dan walaka akan duduk disebelah

kiri.

Jadi pada saat penyerahan amplop kaokanuha, delegasi adat dari pihak

perempuan mengatakan “tabea, aini inia tamoampemo tora okaokanuha”.

Artinya:”tabe, sekarang kami hendak menyerahkan lagi kaokanuha”. Dan dijawab

“umbe”. artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa jumlahnya oleh delegasi

adat dari pihak perempuan.

Kaokanuha ini jumlahnya 5 boka Muna untuk golongan kaomu dan 2 boka

Muna untuk yang bukan kaomu. Kaokanuha adalah uang adat yang harus

dibayarkan oleh laki-laki kepada pihak perempuan yang diperuntukan untuk tokoh

adat yang mengenakan atau memakaikan pakayan adat Muna kepada pengantin

perempuan untuk dipakai pada saat ijab Kabul nanti. Dimana sebenarnya hal ini
152

merupakan tugas dari pihak salon yang sudah disewa terlebih dahulu, namun ada

khusu dari tokoh adat yang akan memakaikan, biasanya merupakan keluarga

dekat dari mempelai pengantin perempuan juga, dimana pada saat dipakaikan baju

adat ini akan dinasehati oleh tokoh adat yang memakaikan ia baju. Diajarkan

tentang hak dan kewajiban anatara suami istri dalam rumah tangga, dan diajarkan

bagaimana menjadi seorang ibu. Nanti diperjelas lagi pada saat khotbah nikah.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Andi sapri (2014) yang menyataka

bahwa Kaokanuha (mengenakan pakaian) adalah uang yang diberikan untuk

membayar jasa orang yang mengenakan pakaian pengantin dan orang yang

memberiikan nasehat kepada calon mempelai perempuan. Dan baju yang

dikenakan pada saat perjamuan nanti akan dipakaikan oleh pihak salon termasuk

dengan mekap pengntin juga dilakukan oleh salon.

e. Kafoatoha (yang mengantar)

Kafoatoha adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H perkawinan

tepatnya setelah tahap penyerahan kaokanuha selesai. Pemberian atau penyerahan

kafoatoha ini juga masih menggunakan bahasa adat Muna yang sopan dan santun

dan dilakukan oleh 2 orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-laki dan diterima

oleh 2 orang tua dari delegasi adat perempuan yang masing-masing terdiri dari

kaomu dan walaka, dimana kaomu akan duduk disebelah kanan, dan walaka akan

duduk disebelah kiri.

Jadi pada saat penyerahan amplop kafoatoha, delegasi adat dari pihak

perempuan mengatakan “tabea, aini inia tamoampemo tora okafoatoha”.

Artinya:”tabe, sekarang kami hendak menyerahkan lagi kafoatoha”. Dan dijawab


153

“umbe”. artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa jumlahnya oleh delegasi

adat dari pihak perempuan.

Kafoatoha ini merupakan uang adat yang diberikan laki-laki kepada pihak

perempuan yang akan diperuntukan oleh orang tua adat yang melakukan

kafoatoha, yaitu mengantar pengantin pada saat melaksanakan tahapan adat

kafelesao dan kafosulino katulu setelah ijab Kabul nanti yang dilaksanakan pada

sore hari setelah pengantin selesai menerima undangan atau perjamuan. Adapun

jumlahnya yaitu masi sama seperti yang lain yaitu 5 boka Muna untuk kaomu dan

2 boka muna yang bukan kaomu atau walaka.

Jika dilihat dari segi jumlah, memang tidak seberapa. Namun hal ini

bertujuan untuk menghargai delegasi adat yang sudah berkenan untuk mengantar

pengantin. Sebagaimana yang disampaikan oleh Andi sapri (2014) bahwa

Kafoatoha (pengantar) adalah uang yang diberikan kepada simbol pembayaran

orang-orang yang telah mengantar.

f. Kalolino ghawi (pengganti gendongan)

Kalolino ghawi adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H

perkawinan tepatnya setelah tahap penyerahan kafoatoha selesai. Pemberian atau

penyerahan kalolino ghawi ini juga masih menggunakan bahasa adat Muna yang

sopan santun dan dilakukan oleh 2 orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-laki

dan diterima oleh 2 orang tua dari delegasi adat perempuan yang masing-masing

terdiri dari kaomu dan walaka, dimana kaomu akan duduk disebelah kanan, dan

walaka akan duduk disebelah kiri. Jadi pada saat penyerahan amplop kalolino

ghawi, delegasi adat dari pihak perempuan mengatakan “tabea, aini inia
154

tamoampemo tora okalolino ghawi”. Artinya:”tabe, sekarang kami hendak

menyerahkan lagi kalolino ghawi”. Dan dijawab “umbe”. artinya: “iyah”. sambil

diterima dan diperiksa jumlahnya oleh delegasi adat dari pihak perempuan.

Kalolino ghawi juga merupakan uang adat yang harus dibayarkan oleh

laki-laki kepada pihak perempuan yang dipinang. Kalilino ghawi ini adalah

symbol dari pengganti gendongan ibu sang gadis yang sudah merawat sang gadis

sejak ia lahir sampai ia dewasa, mulai dari ia merawat, menjaga, mendidik, dan

mencurahkan semua kasih sayangnya kepada sang gadis terpinang.

Walaupun pada hakekatnya kita sebagai anak tidak akan mampu

membalas jasa-jasa ibu kita, sebanyak bagaimanapun uang yang kita berikan, dan

sejauh manapun kita menggendong keliling ibu kita, tetap saja tidak akan

terbalaskan jasa-jasanya pada kita. Kalolino ghawi ini hanya sebagai seimbol

penghargaan dan ucapan terimakasih laki-laki peminang kepada ibu sang gadis

terpinang karena sudah merawat dan mendidik seorang gadis yang hari ini akan

menjadi istrinya.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Andi sapri (2014) yang

mengungkapkan bahwa Lolino ghawi (pengganti pengakuan/gendongan) adalah

berupa uang yang ditujukan sebagai simbol pengganti jerih payah ibu selama

memelihara anaknya dari kecil hingga dewasa dan sekarang sudah akan berpisah.

Jumlahnya juga sama yaitu 5 boka Muna untuk kaomu dan 2 boka Muna untuk

walaka.

Dalam artian lain, lolino ghawi juga di artikan sebagai etika berbesan dan

bermantu. Jadi maksudnya adalah kedua orang tua pengantin laki-laki yang
155

meminang akan memperlakukan pengantin perempuan atau gadis yang dipinang

seperti anaknya sendiri setelah menukarnya dengan uang adat kalolino ghawi.

Kemudian hal yang sama juga berlaku pada orang tua perempuan yang dipinang

akan memperlakukan laki-laki yang meminang sebagai anak sendiri.

g. Adhati balano (adat besar)

Adhati balano adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H perkawinan

tepatnya setelah tahap penyerahan kalolino ghawi selesai. Pemberian atau

penyerahan adhati balano ini juga masih menggunakan bahasa adat Muna yang

sopan dan santun dan dilakukan oleh 2 orang tua laki-laki dari delegasi adat laki-

laki dan diterima oleh 2 orang tua dari delegasi adat perempuan yang masing-

masing terdiri dari kaomu dan walaka, dimana kaomu akan duduk disebelah

kanan, dan walaka akan duduk disebelah kiri.

Jadi pada saat penyerahan amplop adhati balano, delegasi adat dari pihak

perempuan mengatakan “tabea, aini inia tamoampemo tora oadhati balano”.

Artinya:”tabe, sekarang kami hendak menyerahkan lagi adhati balano”. Dan

dijawab “umbe”. artinya: “iyah”. sambil diterima dan diperiksa jumlahnya oleh

delegasi adat dari pihak perempuan.

Adhati balano adalah uang adat yang dibayarkan laki-laki peminang

kepada pihak perempuan yang dipinang. Dengan jumlah sesuai aturan adat Muna

dan disesuaikan dengan golongan yang disandang oleh yang meminang dan

dipinang. Apakah dari golongan kaomu atau walaka yang memiliki nilai berbeda-

beda sesuai aturan adat Muna.


156

Adhati balano ini diperuntukan kepada keluarga besar gadis yang dipinang

sesuai namanya yaitu adhati balano artinya adat besar. Hal ini mengandung

maksud bahwa pihak laki-laki peminang memberiikan penghargaan yang besar

kepada keluarga gadis terpinang, dimana pada saat diterimannya adat besar atau

adhati balano tersebut, maka artinya adalah laki-laki peminang ini sudah diterima

oleh semua keluarga besar dari gadis terpinang.

h. Kafosowono matano kenta (pengembalian mata ikan)

Kafosowono matano kenta adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H

perkawinan tepatnya setelah semua tahapan adat yang lain selesai. Pemberian atau

penyerahan kafosowono matano kenta ini juga masih menggunakan bahasa adat

Muna yang sopan dan santun dan dilakukan oleh 2 orang tua laki-laki dari

delegasi adat laki-laki dan diterima oleh 2 orang tua dari delegasi adat perempuan

yang masing-masing terdiri dari kaomu dan walaka, dimana kaomu akan duduk

disebelah kanan, dan walaka akan duduk disebelah kiri.

Jadi pada saat penyerahan amplop kafosowono matano kenta, delegasi adat

dari pihak perempuan mengatakan “tabea, aini inia tamoampemo tora

okafosowono matano kenta”. Artinya:”tabe, sekarang kami hendak menyerahkan

lagi kafosowono matano kenta”. Dan dijawab “umbe”. artinya: “iyah”. sambil

diterima dan diperiksa jumlahnya oleh delegasi adat dari pihak perempuan.

Matano kenta adalah uang adat yang diperuntukan untuk bapak-bapak

duduk adat pada saat hari H perkawinan sebelum ijab Kabul. Yang datang

membawa uang adat. Yang menyaksikan tahapan adat, dan penerimaan adat
157

antara pihak laki-laki dan perempuan, dengan jumlah 10 % dari uang adhati

balano atau adat besar.

Disebut matano kenta atau mata ikan karena mata ikan itu sebagai

symbol bahwa ikan walaupun sudah mati tetap terbuka matanya, dan walaupun

ikan yang hidup di air laut yaitu air asin, tetapi dagingnya tidak ikut asin juga.

Maknanya adalah yang menjadi saksi perkawinan hari ini, akan tetap tertulis

namanya menjadi saksi walaupun sudah tidak ada lagi didunia dan menjadi

tanggung jawab dunia akhirat. Dan ikan tidak asin walapun hidup di air asin

maknanya adalah ikan ini tidak terkontaminasi dehingga diharapkan dalam rumah

tangga yang akan dibangun nanti tidak akan terpengaruh oleh hal-hal yang buruk.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Andi sapri (2014), ia menjelaskan

bahwa Para leluhur menyebutkan uang matano kenta sebagai penghormatan bagi

para delegasi adat yang bersedia untuk menjadi saksi, dan menggunakan istilah

matano kenta (mata ikan), sebagai symbol dari ikan yang memiliki kelebihan

dimana ikan tidak pernah tidur, tidak penah berkedip selalu terbuka matanya

sampai kapanpun selagi masih berwujud. Kemudian matano kenta sebagai salah

satu istilah dalam adat perkawinan masyarakat muna dengan mengadopsi makna

kehidupan ikan yang tidak pernah terkontaminasi dengan asinnya air laut.

Dari filosofi tersebut menyimbolkan bahwa kedua mempelai diharapkan

mampu menyesuaikan diri dan tidak terkontaminasi dengan kondisi dan dinamika

kehidupan masyarakat yang tidak menguntungkan dalam menjalani kehidupan

rumah tangga
158

i. Hendegho kampanaha (majukan kapur sirih)

Hendegho kampanaha adalah tahapan yang dilakukan pada saat hari H

perkawinan tepatnya setelah semua tahapan adat yang lain selesai termasuk

tahapan adhati balano. Kampanaha ini di lakukan sebagai penutup adat yang

dilaksanakan oleh ibu-ibu adat dari delegasi adat laki-laki sebelum ijab Kabul

dilakukan. Kampanah ini berbentuk segi 4 yang mengandung makna bahwa

masyarakat Muna terdiri dari 4 golongan yaitu kaomu, walaka, anangkolaki, dan

maradika.

Maksudnya adalah dalam duduk adat perkawinan itu dihadiri oleh semua

golongan yang ada pada masyarakat Muna, dan kampanaha sebagai tahapan

penutup adat yaitu sebagai symbol bahwa semua keluarga besar dari kedua

mempelai baik dari golongan kaomu, walaka, anangkolaki, dan maradika sudah

saling menerima dengan penyerahannya dan diterimanya kampanaha ini dari

pihak laki-laki ke pihak perempuan.

Kampanaha ini berisikan kapur sirih, gula-gula, pinang, sirih, gambir,

rokok, rokok muna, dan pisau untuk memotong pinang. Dengan maksud bahwa

pada zaman dahulu, orang tua di Muna suka mengonsumsi kapur sirih atau

depana. Makanya saling terimanya adat antara kedua belah pihak adalah suatu

kegembiraan bagi kedua mempelai dan di simbolkan dengan kampanaha ini.

Proses pelaksanaannya dilakukan oleh ibu-ibu adat dari pihak laki-laki diruangan

kedua yaitu tempat dimana delegasi adat ibu-ibu dari pihak laki-laki dan

perempuan duduk dan ruangan utama atau welo songi.


159

Awalnya dilakukan diruangan kedua oleh pihak laki-laki yang bertugas

untuk membawa kampanaha ini. proses pelaksanaannya hampir mirip dengan

proses penyerahan kafeena, namun yang menjadi perbedaan adalah kampanaha

tidak minta untuk disaksikan dan diperiksa namun di persilahkan untuk menikmati

isi dari kampanaha itu sendiri. Jadi ibu adat petugas pembawa kampanaha akan

maju dan menghadap kepada ibu adat dari pihak perempuan yang diawali dengan

saling mengucap salam, dan ibu adat pembawa kampanaha akan menyampaikan

tujuannya menghadap kepada ibu adat dari pihak perempuan yaitu untuk

membawa kampanaha dan mempersilahkan ibu-ibu adat dari pihak perempuan

untuk menikmati isi kampanaha yang ia bawa.

Sebelum kampanaha ini di berikan kepada pihak perempuan, maka ibu

adat petugas kampanaha ini akan mencoba terlebih dahulu kampanaha yang ia

bawa. Dengan maksud bahwa agar tidak terjadi kesalah pahaman antara kedua

belah pihak.

pada zaman dulu, ketika duduk adat seperti ini banyak yang melakukan

hal-hal buruk untuk mencelakai orang lain melalui ilmu-ilmu yang mereka miliki.

Makanya untuk mencegah hal itu, maka petugas kampanaha akan mencoba

sendiri isi kampanaha yang ia bawa sebagai bukti bahwa kampanaha yang ia

bawa aman untuk dikonsumsi karena dia sendiri juga mengonsumsi, dalam artian

tidak ada orang yang mau meracuni dirinya sendiri secara sadar.

Setelah pemberian kampanaha di ruang kedua selesai, maka selanjutnya

petugas kampanaha akan di antar kedalam ruang utama atau welo songi untuk

melakukan hal yang sama seperti pada ruangan kedua yang sudah dijelaskan
160

diatas. Dan setelah semua selesai maka petugas kampanaha akan berpamitan

pulang kembali ketempat duduknya sambil berjabatangan dan mengucap salam

dengan tokoh adat dari pihak perempuan, kemudian petugas adat kembali

keruangan kedua untuk melapor kepada tokoh adat ibu-ibu yang dituakan dipihak

laki-laki bahwa tugas kampanaha yang ia bawa sudah selesai, dan setelah itu

kembali ketempat duduknya semula.

j. Ijab Kabul

Tahapan yang paling ditunggu-tungu adalah ijab kabul. Tahapan ini adalah

proses penyatuan dua anak manusia yaitu sepasang kekasih laki-laki peminang

dan gadis terpinang atau pengantin laki-laki dan pengantin perempuan untuk

menjadi sebuah rumah tangga yang disatukan dalam perkawinan dan ijab Kabul.

Orang Muna menyebut ijab Kabul sebagai katangka atau kekuatan. Maksudnya

adalah cinta antara sepasang kekasih ini akan disatukan dalam sebuah ikatan ijab

Kabul. Laki-laki peminang akan mengucapkan ijabnya dan gadis terpinang akan

mengijabkannya.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Andi sapri (2014) bahwa dalam

bahasa muna akad nikah disebut katangka, karena perkawinan merupakan

kekuatan hukum suatu hubungan suami istri dalam membentuk keluarga baru.

Dengan selesainya akad nikah, maka pembentukan keluarga baru antara seorang

laki-laki dan perempuan telah resmi dan sah sebagai suami istri secara hukum.

Katangka menyimbolkan kekuatan atau kokohnya hubungan suami istri

untuk selama-lamanya. Dalam katangka ini jug terdapat nilai nilai religius, karena
161

sebelum dilakukan ijab qabul kepada mempelai terlebih dahulu membacakan ayat-

ayat suci Al’quran.

Proses pelaksanaan ijab Kabul pada saat upacara adat oleh etnik Muna,

pertama pengantin laki-laki yang duduk diluar bersama orang tua atau walinya

akan dijemput masuk oleh tokoh adat, kemudian duduk diruang pertama yaitu

tempat bapak-bapak adat duduk yang terdiri dari delegasi adat laki-laki dan

perempuan. Kemudian pengantin laki-laki akan dibimbing mengikuti tahapan

sebelum ijab Kabul diiucapkan, yaitu pertama pengantin dipersilahkan untuk

mengisi Blangko nikah. Setelah itu Pembacaan ayat-ayat suci Alquran oleh qoriah

yang biasanya sengaja dipanggil untuk mengisi pembacaan ayat suci Al-Qur’an,

Setelah itu langkah selanjutnya adalah Pernyataan wali untuk perkawinan.

kemudian kursus kilat kepada pengantin laki-laki sebelum mengucapkan ijab

Kabul. kemudian pengucapan sahadat, dan pengucapan ijab kabul dimulai.

Dengan selesainya pengucapan ijab Kabul, maka resmilah sang pengantin

laki-laki dan perempuan menjadi sepasang suami istri di mata Negara dan agama.

Setelah itu, pengantin laki-laki di antar kedalam kamar atau welo songi (ruang

utama) untuk menjemput pengantin perempuan yang sudah sah menjadi istrinya

untuk melakukan pembatalan wudhu. Dan kemudian kembali lagi keruang

pertama untuk melanjutkan tahapan selanjutnya yaitu pembacaan Sighaq Taliq

dan pemberian nasehat perkawinan tentang berumah tangga nanti kepada

pengantin oleh salah satu orang tua yang pada saat itu duduk adat juga.

Nasehat perkawinan yang dimaksud adalah dijelaskan tentang pengertian

perkawinan, kemudian di bacakan riwayat singkat kedua pengantin, setelah itu


162

dijelaskan ikatan/perkawinan antara kedua pengantin, lalu perkawinan kedua

keluarga besar. Maksudnya bahwa perkawinan ini bukan hanya terjadi antara

pengantin perempuan dan pengantin laki-laki tapi juga terjadi kepada 2 keluarga

besar.. setelah itu di jelaskan sumber-sumber perpecahan yang biasa terjadi dalam

rumah tangga seperti adanya ketidak cocokan prinsip,perbedaan tempat tinggal

dan tempat tugas kerja, keduanya tertutup/tidak ada keterbukaan, dan komunikasi

yang kurang. Kemudian pemberian pencerahan terkait solusinya yaitu dalam

rumah tangga harus sabar, ibadah, buka komunikasi, ada pendirian tapi fleksibel

tidak kaku, dan saling menghargai diantara keduanya dan kedua keluarga besar.

Karna keluarga itu tempat kembali,internalisasi nilai-nilai agama dan pendidikan

yang pertama dan utama, dan untuk membina keturunan.

k. Basano dhoa bhe posambu (baca doa dan saling suap)

Tahapan setelah ijab Kabul adalah Basano dhoa bhe posambu (baca doa

dan saling suap). Karena Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Muna bahwa

setiap ada pelaksanaan upacara adat, maka wajib ada yang namanya debasa atau

baca-baca. Jadi setelah semua tahapan dan prosesi adat selesai maka yang

dilakukan terakhir adalah basano dhoa bhe posambu. Dalam proses basano dhoa

ini ada yang namanya haroa, haroa inilah yang akan diletakan ditengah peserta

baca-baca yaitu delegasi adat, orang tua pengantin dan pengantin serta imam atau

modhi yang akan memimpin basano dhoa ini.

haroa ini adalah dulang atau bosara besar yang ditutup dan dilapisi oleh

kain berwarna putih dan biasanya menggunakan kerudung atau mukenah

berwarna putih. Dimana dalam haroa ini, terdapat beberapa jenis makanan yang
163

merupakan makanan cirri khas Muna dan wajib ada pada haroa perkawinan adat

Muna yaitu cucur, waje, ngkea-ngkea, pisang goreng, sepiring nasi dan diatas

ditutupi oleh telur dadar, ayam, srikaeya, dan pisang raja 1 sisir utuh, dan

selebihnya seperti kue tolban, dan makanan lain hanya sebagai pelengkap.

Nenek moyang masyarakat Muna menyebut haroa ini dengan sebutan

haroaharasulullah atau haroanya Rasulullah SAW karena diketahui bahwa Nabi

Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT untuk memberii wayu dan menjadi

panutan atau teladan umat manusia. Yang disimbolkan dengan sepiring nasi dan

ditutupi dengan telur dadar diatasnya yang bermakna bahwa nasi dipiring adalah

umat manusia dan telur adalah Allah SWT. Makanya telur diletakan di atas nasi

karna pada dasarnya Allah SWT adalah tuhan umat manusia yang dijunjung tinggi

dan berada diatas sedangkan umat manusia ada dibawah kekuasaan dan

naungannya.

Adapun makna dari isi haroa ini adalah pertama dari jumlahnya yaitu.

Jumlah potongan makanan yang diletakan dalam haroa berjumlah ganjil dan ini

berlaku untuk semua baca-baca haroa untuk acara hidup atau angka dhadi, dan

berjumlah genap untuk baca-baca haroa kematian atau angka mate. Maknanya

adalah, jumlah ganjil pada acara hidup karena ganjil itu berarti masi ada

selanjutnya, masi mau dikasi cukup. Niatnya adalah acara hidup adalah

kebahagiaan bagi keluarga, maka supaya acara kebahagiaan seperti ini akan

terulang lagi dikesempatan berikutnya dan jumlah genap pada acara mati berarti

cukup. Artinya bahwa acara kematian adalah duka dan membawa kesediahan,
164

maka niatnya semoga tidak terulang lagi hal yang seperti ini walaupun pada

hakikatnya kematian adalah hal yang tidak bisa dipungkiri.

Hal ini juga sama dengan peletakan pisang raja pada haroa, dimana

peletakannya akan dibaringkan atau dofondaka-dakae dalam bahasa Muna atau

menengadah keatas untuk acara hidup dan akan di telungkupkan atau dofolongkoe

dalam bahasa Muna. Hal ini mengandung maksud bahwa pisang di baringkan

berarti menghadap keatas, ada harapan kedepannya, sedangkan ditelungkupkan

berarti sudah tidak ada lagi, sudah cukup sampai disitu.

Kemudian makna dari isi haroa yang wajib ada pada haroa perkawinan

adat Muna yaitu cucur, waje, ngkea-ngkea, pisang goreng, sepiring nasi dan diatas

ditutupi oleh telur dadar, ayam, srikaeya, dan pisang raja 1 sisir utuh, adalah

bahwa semua ini adalah makanan yang memiliki rasa yang enak dan manis. Dapat

dilihat dari bahan utama dari cucur, waje, ngkea-ngkea, dan srikaeya adalah gula

merah dan bersifat manis, kemudian pisang goreng juga bersifat manis, dan ayam

adalah makanan yang lezat dan nikmat. Hal ini mengandung maksud bahwa

diharapkan perkawinan yang dilakukan pada hari ini supaya berjalan baik-baik

saja dan manis, harmonis rumah tangganya, dan dijauhkan dari permasalahan

rumah tangga yang rumit.

Kemudian pisang raja 1 sisir adalah mengandung makna pangkat atau

sandi, sesuai namanya pisang raja. Dimana pisang raja ini tidak bisa digantikan

oleh pisang lain untuk baca-baca haroa. Dimana pada zaman dulu, sebenarnya

tidak semua orang menggunakan pisang dalam isi haroanya, karena hal ini hanya

dilakukan oleh orang yang memiliki jabatan saja. Namun karena tradisi, dan tanpa
165

mengetahui maknanya, masyarakat Muna saat ini ikut-ikutan menggunakan

pisang karna apa yang dilihat itulah yang diterapkan walaupun tidak memiliki

jabatan dengan harapan agar perkawinan yang dilakukan akan sukses maksudnya

akan bertahan sampai maut memisahkan.

Pembacaan doa hanya akan berlangsung beberapa menit saja. Kemudian

pengantin secara bergantian menjabatangan pak imam dan keliling

menjabatangani semua yang hadir dan duduk dalam ruangan itu. Setelah itu saling

suap atau doposambu, jadi pengantin akan disuap oleh beberapa orang tua

sebagai tanda kasih sayang dan diterimanya mereka kedalam keluarga baru dan

makanannya diniatkan dulu sebelum makanan itu disuapkan, dengan niat dan

harapan agar rumah tangga yang akan dijalani nanti akan baik-baik saja dan

menjadi keluarga yang sakinnah, mawaddah, warahma.

Setelah sang pengantin disuap oleh orang tua, maka selanjutnya pengantin

laki-laki dan pengantin perempuan akan saling suap. Tindakan ini mengandung

maksud sebagai tanda cinta dan kasih sayang antara pengantin laki-laki dan

perempuan, serta bisa untuk saling menerima kekurangan satu sama lain. Karena

ujuang makanan yang digigit oleh pengantin laki-laki akan di makan juga oleh

pengantin perempuan dan begitupun sebaliknya.

l. Perjamuan

Perjamuan adalah proses untuk menunggu tamu undangan yaitu kerabat

dari pengantin. Proses ini bukan merupakan tahapan adat, hanya sebagai

pelengkap dalam kemeriahan dan rasa sukur atas terjadinya perkawinan ini juga

untuk menjalin silaturahim antara keluarga.


166

Jadi setelah tahapan bhasano dhoa bhe posambu selesai, maka pengantin

akan makan terlebih dahulu, dan mengganti pakayan yang disediakan oleh salon.

Perjamuan ini berlangsung hingga sore hari biasanya pukul 5 sore atau sebelum

jam 6 sore. Kemudian selanjutnya akan melaksanakan tahapan adat selanjutnya

yaitu kafelesao dan kafosulino katulu.

m. Kafelesao (berangkatnya pengantin kerumah pengantin laki-laki)

Kafelesao adalah tahap berangkatnya pengantin kerumah pengantin laki-

laki yang diantar oleh beberapa toko adat. Tahapan ini dilaksanakan pada saat sore

hari ketika perjamuan selesai. Seperti yang disampaikan oleh Andi sapri (2014)

yang mengatakan bahwam pihak keluarga mempelai perempuan dua atau tiga

orang yang dipercaya untuk mengantar kedua mempelai kerumah keluarga

mempelai laki-laki, kemudian mereka berangkat bersama-sama dengan keluarga

mempelai perempuan. Proses ini merupakan simbol pengalihan tanggung jawab

dari pihak keluarga perempuan kepada pihak keluarga laki-laki atas hak dan

tanggung jawabnya kepada anak gadis mereka.

Kemudian setelah sampai dirumah pengantin laki-laki, maka akan ada

proses kafewanui yaitu pencucian kedua kaki mempelai perempuan diatas piring

putih, hal ini dilakukan sebagai simbol penghormatan keluarga laki-laki kepada

mempelai perempuan bahwa mereka menerima mempelai perempuan dengan hati

yang bersih dan tulus. Juga mengandung maksud bahwa sang mempelai wanita

dibersihkan dari hal-hal buruk semasa ia masi gadis, karena para leluhur

mengatakan belum bersih apabila kakinya belum dicuci dengan air yang terlebih

dahulu sudah diniatkan.


167

Setelah kafewanui maka akan dilakukan lagi kafosukogho yaitu mempelai

perempuan diantar kekamar khusus untuk menerima pemberian dari keluarga

mempelai laki-laki. Biasanya diberikan pakaian adat atau sarung muna yang

langsung dikenakan kepada pengantin perempuan, sehingga pada saat kembali

sudah mengganti pakaian. Kasukogho (pengenaan) pakaian adat atau sarung muna

ini menyimbolkan penerimaan resmi atas hak dan tanggung jawab sang gadis dari

keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki, dan pemberian sarung ini

menandakan bahwa sigadis juga menjadi seorang tua, maksudnya bukan gadis

lagi. Karena orang tua di Muna sangat identik dengan sarung Munanya atau

kabantapi.

Setelah kafewanui dan kafosukogho selesai maka selanjutnya adalah baca-

baca haroa, kemudian istrahat sebentar sambil menunggu tamu dari keluarga laki-

laki yang datang untuk memberii hadiah berupa uang dan kado kepada pengantin.

Hal ini bersifat sama dengan perjamuan dirumah pengantin perempuan. Hanya

dibedakan dengan jika dirumah perempuan tamu ditunggu ditenda kalau ini

didalam rumah saja. Dan setelah itu akan kembali lagi kerumah pengantin

perempuan untuk melakukan proses terakhir yaitu kafosulino katulu.

n. Kafosulino katulu (kembalinya pengantin dari rumah laki-laki

kerumahnya perempuan)

Kafosulino katulu adalah proses paling terakhir dalam upcara adat

perkawinan oleh etnik Muna. Kafosulino katulu adalah proses dimana pengantin

kembali lagi dirumahnya pengantin perempuan dan melakukan baca-baca dan

kafosukogho beta untuk pengantin laki-laki oleh keluarga perempuan. Menurut


168

orang tua di Muna katanya hal ini bertujuan untuk mempertemukan kembali jejak

kaki kedua pengantin di jalanan agar seimbang kiri kanan.

Seperti yang disampaikan oleh Andi sapri (2014) bahwa Kafosulino katulu

berarti kembali menapaki jejak semula, yang dimaksudkan disini adalah pengantin

baru ditemani oleh pelaku adat dari pihak perempuan yang mengantar dan pihak

laki-laki yang menerima kembali lagi, untuk bersama-sama kerumah mempelai

perempuan mengikuti jejak yang sudah dilewati.

Hal ini juga bertujuan untuk menghindari hal buruk yaitu tuturai, Karena

terbukti pada zaman dulu, ada pengantin yang tidak melangsungkan tahapan

Kafosulino katulu ini dan pengantin mendapat penyakit gatal-gatal dikulit dan

menurut informan hal ini karena memang pada saat itu masih sangat kental dan

sangat diyakini budaya ini. Beda dengan zaman moderen seperti sekarang ini,

kalaupun tidak dilaksanakan mungkin tidak akan dikenai penyakit namun karena

merupakan tradisi bagi orang Muna, makanya harus tetap dilakukan.

Jadi dalam proses kafosulino katulu, akan ada kafosukogho dan kafewanui

kepada pengantin laki-laki oleh keluarga perempuan dengan makna yang sama

pada tahapan kafelesao yaitu sebagai tanda bahwa pengantin ini sudah diterima

dalam keluarga besar perempuan dan diberi tanggung jawab supaya mampu

menjadi suami yang bertanggung jawab kepada istrinya.

Kemudian pencucian kaki supaya pengantin laki-laki ini dibersihkan dari

masa mudanya yang buruk. Sarung yang diberikan kepada laki-laki hanya 1

lembar, sedangkan pengantin perempuan diberi 2 lembar pada kafelesao. Ini


169

mengandung maksud bahwa aurat yang harus dijaga oleh laki-laki kebih sedikit

daripada perempuan.

2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter pada adat Polambu bagi etnik

Muna

Polambu bagi masyarakat muna adalah tradisi atau budaya yang tetap

harus dipertahankan dan dijaga untuk generasi selanjutnya. Karena tahapan-

tahapan yang ada dalam polambu ini menjadi cirri khas bagi orang Muna ketika

melangsungkan perkawinan dan diberlakukan samapi hari ini adalah sebagai

bentuk rasa penghormatan orang Muna kepada nenek moyang.

Disamping itu, tahapan-tahapan dalam polambu juga memiliki nilai-nilai

yang bisa dipetik dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai –nilai yang

bisa ambil berupa nilai pendidikan karakter. Oleh karena itu, polambu dijadikan

sebagai bahan ajar disekolah yaitu pada tingkat SMA pada kelas XII semester

genap dengan tujuan untuk mempersiapkan masa dewasa yang matang, baik

dalam berumah tangga maupun dalam kehidupan sehari-hari kepada peserta didik,

dimana usia anak SMA kelas XII dianggap sudah dewasa dan harus memahami

apa itu perkawinan, karna suatu saat mereka akan melaksanakan proses ini.

makanya diberik an pemahaman terlebih dahulu disekolah.

Disamping itu, dimasukannya polambu dalam bahan ajar kelas XII juga

sejalan dengan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 yang mengajarkan 18

karakter bagi anak didik. Adapun landasan penyusunan kurikulum yaitu

berdasarkan:
170

1. UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 2

yang berbunyi “kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan

dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan

pendidikan, potensi daerah dan peserta didik”.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2005 dan terakhir diuabah dengan PP No. 13 Tahun

2015 tentang Standar Nasional Pendidikan yang berbunyi “kurikulum

tingkat tingkat satuan pendidikan SD, MI, SDLB, SMP, MTS, SMPLB,

SMA, SMALB, SMK, MAK, serta bentuk pendidikan lain yang sederajat

dikembangkan dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik

daerah, social budaya masyarakat setempat dan peserta didik”.

3. Permendiknas No.6 tahun 2007 yang berbunyi “satuan pendidikan dapat

mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan

pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh Badan Standar

Nasional Pendidikan bersama dengan unit terkait”.

4. Pencanangan Pendidikan Karakter oleh Bupati Muna pada tanggal 20 Mei

2011.

Dimana nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tahapan-

tahapan adat dalam polambu adalah sebagai berikut:


171

1. Nilai pendidikan karakter religius

Yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama

yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun

dengan pemeluk agama lain. Dimana nilai ini tercermin pada tindakan-tindakan

dalam tahapan adat polambu oleh masyarakat Muna yaitu pada tahapan sebagai

berikut:

 Tahapan Dekamata (menilai/melihat), tindakan yang mencerminkan nilai

religious pada tahap dekamat yaitu dapat dilihat pada tindakan seorang

laki-laki yang mencari calon istri dengan mempertimbangkan kebaikan

budi pekerti dan akhlaknya bukan karena cantik parasnya. Dimana hal ini

sejalan dengan ajaran agama islam yang mengajarkan bahwa nikahilah

seorang wanita karena akhlaknya bukan karena yang lain.

 Tahapan Kafeena (mahar), tindakan yang mencerminkan nilai religious

pada tahapan ini yaitu dapat dilihat pada penyerahan puro-puro atau

pinangan sebagai pengikut dari kafeena ini yang terdiri dari berbagai

benda dimana diantaranya adalah Al-Qur’an sebagai symbol untuk

pedoman hidup dan berumah tangga bagi pengantin perempuan dan

kerudung atau mukenah dan sejadah sebagai alat untuk untuk menjalankan

ibadah yaitu solat 5 waktu sehari semalam. Dimana hal ini juga sejalan

dengan ajaran agama islam untuk menggunakan Al-Qur’an sebagai

pedoman hidup dan ibadah solat 5 waktu yang wajib dilaksanakan oleh

umat islam.
172

 Tahapan Ijab Kabul, tindakan yang mencerminkan nilai religious pada

tahapan ini yaitu dapat dilihat pada rangkaian proses sebelum mempelai

laki-laki melakukan ijab Kabul yaitu adanya pembacaan Al-Qur’an,

kemudian pengucapan syahadat kemudian setelah itu baru melaksanakan

ijab Kabul.

 Tahapan Basano dhoa be posambu (baca doa / saling suap), tindakan yang

mencerminkan nilai religious pada tahap ini yaitu dapat dilihat pada niat

yang dibacakan pada saat modhi (imam) membaca doa, yaitu membaca

bismillahirahmanirahim, kemudian membaca surat pendek seperti Al-

fatihah, Al-ikhlas, Al-falaq, dan An-naas, dan niatan-niatan baik yang

dipanjatkan untuk mempelai. Selain itu, nilai religi juga tercerminkan pada

haroa yang menjadi syarat pelengkap dalam tahap bhasano dhoa ini, yaitu

didalam haroa terdapat sepiring nasi yang ditutupi telur dadar yang

bermakna bahwa telur adalah symbol dari tuhan dan nasi adalah umat.

Telur diatas dan nasi dibawah karena pada hakikatnya manusia berada

didalam kekuasaan Allah.SWT.

2. Nilai pendidikan karakter jujur

Yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai

orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Dimana nilai ini tercermin pada tindakan-tindakan dalam tahapan adat polambu

pada masyarakat Muna yaitu pada tahapan sebagai berikut:

 Defoepe / deowa too ( membawa janji), nilai jujur yang tercermin dalam

tahapan ini yaitu dapat dilihat dari tindakan 2 orang tua adat yang diutu
173

oleh laki-laki peminang untuk menyampaikan bahwa rombongan adat dari

pihak laki-laki akan datang kerumah perempuan dengan maksud untuk

menanyakan sang gadis. Dimana hal ini dilakukan secara terbuka tanpa

sembunyi-sembunyi kepada keluarga perempuan.

 Defenagho tungguno karete (menanyakan penunggu halaman), adapun

nilai jujur dari tahapan ini terlihat dalam tindakan pihak laki-laki yang

menyampaikan secara terbuka terkait maksud kedatangannya yaitu anak

laki-laki mereka memiliki maksud untuk meminang anak gadisnya.

 Katandugho (Penentuan uang adat), nilai jujur dalam tahapan ini dapat

dilihat pada tindakan kedua belah pihak dalam melakukan musyawarah

tentang penentuan uang adat yaitu dengan penelusuran silsilah keluarga

untuk mendapatkan nilai uang adat yang sebenarnya.

 Defoampe nefumano ifi (yang dimakan api), nilai jujur dalam tahapan ini

terlihat dari tindakan dari keluarga laki-laki yang akan menyampaikan

kemapuannya secara terang-terangan kepada keluarga perempuan untuk

membayar uang nefumano ifi ini.

 Penyerahan uang adat, tahapan penyerahan uang adat yaitu terkait

penyerahan kafeena, kantaburi, paniwi, kaokanuha, kafoatoha, kalolino

ghawi, adhati balano, dan matano kenta. Adapun nilai jujur dalam

tahapan ini yaitu tercermin pada proses penyerahannya dari pihak laki-laki

kepada pihak perempuan. Dimana penyerahannya yaitu diperiksa dan

disaksikan oleh pihak perempuan apakah jumlah uang adat yang dibawa
174

oleh pihak laki-laki benar jumlahnya sesuai dengan jumlah yang

ditentukan pada musyawarah sebelumnya atau tidak.

 Kampanaha, nilai jujur dalam tahapan ini terlihat pada tindakan petugas

yang membawa kantaburi, yaitu sebelum menawarkan apa yang ia bawa

kepada pihak perempuan maka terlebih dahulu ia coba sendiri isi dari

kampanaha yang ia bawa. Dimana hal ini mengandung nilai kejujuran

bahwa memang benar tidak ada yang berbahaya dalam kampanah yang ia

bawa dan aman untuk dikonsumsi oleh semua delegasi adat. Dimana

kejujuran ini disampaikan melalui tindakan petugas kampanaha yang

memperlihatkan isi kampanaha dan menjamin bahwa semuanya aman

untuk dikonsumsi oleh semua orang yang berminat.

3. Nilai pendidikan karakter toleransi

Yaitu Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,

pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Dimana nilai

pendidikan karakter ini tercermin dalam tindakan-tindakan pada tahapan polambu

oleh masyarakat Muna, yaitu pada tahapan sebagai berikut:

 Defoepe / deowa too (membawa janji), dimana nilai toleransi terlihat

dalam tindakan pihak laki-laki yang membuat janji terlebih dahulu kepada

orang tua perempuan sebelum datang melaksanakan tahap pelamaran

dengan memngingat bahwa tentu saja kesibukan dan kebutuhan antara

pihak laki-laki dan perempuan akan berbeda, maka dimintalah

kesediaannya untuk menunggu pihak laki-laki yang akan datang

kerumahnya beberapa hari kedepan.


175

 Katandugho (penentuan uang adat), dalam tahap ini nilai toleransi terlihat

pada penentuan jumlah uang adat pada perkawinan adat masyarakat muna.

Dimana pihak perempuan tidak akan memaksakan kehendak terhadap

jumlah uang adat melainkan berdasarkan hasil Musyawarah, karena pihak

laki-laki dan perempuan tentunya memiliki kemampuan yang berbeda.

 Defoampe nefumano ifi (menaikan uang yang dimakan api). Defoampe

nefumano ifi adalah tahapan dimana musyawarah penentuan uang untuk

membiayai perkawinan. Didalah akan terjadi diskusi dan nilai toleransi

dalam tahapan ini terlihat dalam tindakan ketika pihak perempuan tidak

memaksakan kehendak atas jumlah yang ia sebutkan pertama tapi akan

mempertimbangkan terkait kemampuan yang dimiliki oleh laki-laki

4. Nilai pendidikan karakter disiplin

Yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan. Dimana nilai pendidikan karakter tersebut tercermin

pada tindakan-tindakan dalam tahapan sebagai berikut:

 Defoepe / deowa too (membawa janji), nilai disiplin yang tercermin dalam

tahapan ini yaitu dapat dilihat pada tindakan laki-laki yang patuh pada

aturan, dimana sebelum melakukan pelamaran harus membuat janji

terlebih dahulu dengan pihak perempuan

 Defenagho tungguno karete (menanyakan penunggu halaman), dimana

nilai disiplin waktu pada tahapan ini terlihat pada kedatangan pihak laki-

laki kerumah perempuan untuk melakukan pelamaran dan sesuai dengan

waktu yang telah dibicarakan pada tahapan sebelumnya, dimana jika ia


176

mengatakan 4 hari kedepan berarti 4 hari kedepan mereka akan datang.

Jikalau ada perubahan, maka akan dibicarakan terlebih dahulu

5. Nilai pendidikan karakter kerja keras

Yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan. Dimana nilai pendidikan karakter tersebut tercermin

pada tindakan-tindakan dalam tahapan sebagai berikut:

 Defenagho tungguno karete (menanyakan penunggu halaman), nilai kerja

keras tercermin pada tahapan ini dan dapat dilihat pada tindakan-tindakan

pihak laki-laki yang sudah berusaha untuk datang melamar dan

dirangkaikan dengan proses katandugho dan nefumano ifi yang dilakukan

melalui musyawarah smapai mendapat kata mufakat. Disini terlihat usaha

kerja keras pihak laki-laki uuntuk mendapat sang gadis untuk dijadikan

istrinya dan tetap patuh terhadap aturan adat.

 Perhitungan hari bae, cerminan nilai kerja keras pada saat perhitungan hari

bae adalah terlihat dari bagaimana usaha dari kedua belah pihak keluarga

untuk menemukan waktu dan hari yang baik untuk melangsungkan akad

nikah dengan harapann supaya perkawinannya akan berjalann sesuai

harapan dan hal ini juga dilakukan masi berdasarkan ketentuan yang ada di

Muna.

6. Nilai pendidikan karakter kreatif

Yaitu melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari

sesuatu yang telah dimiliki. Dimana nilai pendidikan karakter tersebut dapat

dilihat pada tindakan-tindakan dalam tahapan tersebut:


177

 Dekamata (melihat / menilai), nilai berfikir kreatif pada tahapan ini terlihat

pada bagaimana usaha seorang laki-laki yang melakukan proses dekamata

untuk menemukan seorang idaman hati dan dijadikan pendamping hidup.

 Defenagho tungguno karete (menanyakan penunggu halaman), nilai

berpikir kreatif pada tahapan ini juga terlihat pada usaha sang pria yang

melakukan proses pelamaran ketika sudah menemukan gadis idamannya

untuk dijadikannya seorang istri.

7. Nilai pendidikan karakter Demokratis

yaitu bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya

dan orang lain. Dimana nilai pendidikan karakter tersebut tercermin pada

tindakan-tindakan dalam tahapan sebagai berikut:

 Defenagho tungguno karete (menanyakan penjaga halman), nilai

demokratis cara berpikir yang dapat dilihat dalam tahapan defenagho

tungguno karete adalah pada saat tindakan keluarga laki-laki dan keluarga

perempuan melakukan musyawarah terlebih dahulu dan meminta pendapat

kepada sang gadis terkalit lamaran yang ada, karena kesediaan sang gadis

juga di hargai dan di anggap perlu untuk diterima atau tidaknya laporan

ini.

 Katandugho (menentukan uang adat), nilai demokratis pada tahapan ini

yaitu tercermin pada pelaksanaannya melalui musyawarah untuk mencapai

kata mufakat, bukan mengikut pada satu pihak saja

 Defoampe nefumano ifi (membawa uang yang dimakan api). Nilai d

emokratis dalam tahapan ini juga tercermin pada proses pelaksanaannya


178

yang tidak berdasarkan keputusan satu pihak, tapi dibicarakan melalui

musyawarah u ntuk mencapai mufakat.

8. Nilai pendidikan karakter rasa ingin tahu

yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan

didengar. Dimana nilai pendidikan karakter tersebut dapat dilihat pada tindakan-

tindakan dalam tahapan sebagai berikut:

 Dekamata (menilai / melihat), adapun nilai rasa ingin tahu pada tahapan ini

yaitu dapat dilihat dari tindakan sang laki-laki yang menyelidiki, melihat

dan menilai terlebih dahulu seorang gadis, mencari tau tentang bagaimana

perilaku, akhlak dan budi pekertinya.

 Defenagho tungguno karete (menanyakan penunggu halaman), nilai rasa

ingin tahu pada tahapan ini tercermin pada tindakan sang laki-laki yang

ketika menyukai atau telah menemukan seorang gadis idaman hati, maka

terlebih dahulu ia mencari tau status sang gadis apakah belum ada yang

jaga atau sudah ada, apakah sudah ada yang lamar atau belum, sebelum

sang laki-laki ini melakukan tahapan selanjutnya.

9. Nilai pendidikan karakter Bersahabat/Komunikatif

yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati

keberhasilan orang lain. Dimana nilai pendidikan karakter ini tercermin pada

tindakan-tindakan dalam tahapan sebagai berikut:


179

 Defoepe / deowa too (membawa janji), nilai bersahabat/komunikatif pada

tahapan ini dapat tercermin kepada tindakan pihak laki-laki yang terlebih

dahulu menyampaikan dan mengomunikasikan terkai kedatangannnya

beberapa hari kedepan dan meimnta kesediaan pihak perempuan untuk

menunggu dirumah, maksudnya disini adalah dibicarakan terlebih dahulu

apakah ada waktu dan pihak perempuan bersedia menunggu kedatangan

pihak laki-laki atau tidak.

 Defenagho tungguno karete ( menanyakan penunggu halaman), nilai

bersahabat/komunikatif yang tercermin pada tindakan ini yaitu dapat

dilihat pada tindakan muyawarah yang dilakukan antara kedua belah

pihak, dan komunikasi yang dilakukan dengan sang gadis terkait lamaran

apakah akan diterima atau tidak.

 Katandugho (penentuan uang adat), nilai bersahabat dan komunikatif pada

tahapan ini terlihat pada proses pelaksanaannya melalui diskusi terkait

jumlah uang adat yang harus dibayarkan pihak laki-laki kepada pihak

perempuan dengan bahasa yang baik dan sopan.

 Defoampe nefumano ifi (membawa uang yang dimakan api), nilai

bersahabat dan komunikatif pada tahapan ini tercermin pada tindakan

dalam proses pelaksanaannya yaitu mengkomunikasikan antara berapa

jumlah yang diminta oleh pihak perempuan dan berapa jumlah yang

disanggupi oleh laki-laki sampai menemukan kata sepakat.


180

10. Nilai pendidikan karakter peduli sosial

yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberii bantuan pada orang

lain dan masyarakat yang membutuhkan. Dimana nilai pendidikan karakter

tersebut dapat tercermin dalam tindakan sebagai berikut:

 Perjamuan, peduli social pada tahapan-tahapan polambu dapat terlihat

pada proses pelaksanannya yaitu dimana ramai orang yang akan datang

berkunjung pada saat hari perkawinan untuk membawa undangan, kado,

dan merayakan kebahagiaan atas perniikahan yang sedang dilangsungkan.

Kedatangan para tamu pada perjamuan perkawinan termasuk peduli sosial

karena ia meluangkan waktunya untuk menghadiri undangan perkawinan.

 Nilai peduli social juga tercermin pada rangkaian proses tahapan-tahapan

polambu ini yaitu dapat dilihat dari pihak keluarga besar yang datang

kerumah baik laki-laki maupun perempuan untuk saling membantu

melengkapi kekurangan yang ada sampai proses perkawinan selesai.

11. Nilai pendidikan karakter tanggung jawab

yaitu Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,

lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Dimana

nilai pendidikan karakter tersebut, dapat dilihat pada tindakan-tindakan dalam

tahapan sebagai berikut:

 Defoampe nefumano ifi (membawa uang yang dimakan api), nilai

tanggung jawab dalam tahapan ini dapat terlihat dari tanggung jawab laki-

laki untuk membiayai proses pelaksanaan perkawinan tanpa membebankan


181

kepada pihak perempuan walaupun acara ini adalah acara kedua bela

pihak, namun karena dia yang melamar maka ia bertanggung jawab untuk

menanggung biaya pelaksanaannya.

 Matano kenta (mata ikan), nilai tanggung jawab pada tahap ini yaitu

terlihat pada tanggung jawab saksi adat terkait kesaksiaannya pada

pelaksanaan perkawinan adat yang dilakukan dan akan menjadi tanggung

jawabbnya duni akhirat.

 Kafelesao (berangkatnya pengantin kerumah mempelai laki-laki), dalam

tahapan ini tercermin nilai tanggung jawab pada sang gadis terpinang yaitu

pada saat kafewanui dan kafosukogho beta sebagai symbol bahwa mulai

saat itu ia diberikan tangggung jawab atas suaminya dan tanggung

jawabnya sebagai seorang istri.

 Kafosulino katulu (kembalinya pengantin dari rumah laki-laki kerumah

perempuan), dalam tahapan ini, nilai tanggung jawab juga dapat dilihat

pada saat pengantin laki-laki diipakaikan sarung dan dicuci kakinya oleh

keluarga perempuan sebagai symbol mulai saat itu ia diterima oleh

keluarga perempuan dan sekaligus diberikan tanggung jawab untuk

menjaga istrinya dan supaya menjadi suami yang bertanggung jawab.


182

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Polambu adalah berumah tangga, yang didalamnya terdapat beberapa

tahapan adat perkawinan. Dalam proses pelaksanaan polambu melalui

proses perkawinan angka mata (kawin pinang) pada etnik Muna terbagi

dalam beberapa tahapan yaitu tahapan-tahapan yang dilakukan sebelum hari

H perkawinan yaitu dekamata (melihat/menilai), fenagho tungguno karete

(menanyakan penunggu halaman), katandugho (penentuan uang adat), dan

defoampe nefumano ifi (membawa yang dimakan api). Dan tahapan-tahapan

yang dilakukan pada saat hari H perkawinan yaitu kafeena

(mahar/pinangan), kantaburi (penindis/pengikut), paniwi (seserahan laki-

laki untuk gadis terpinang), kaokanuha (mengenakan pakayan), kafoatoha

(pengantar), kalolino ghawi (pengganti gendongan), adhati balano (adat

besar), matano kenta (mata ikan), kampanaha (kapur sirih), ijab Kabul,

perjamuan, kafelesao (berangkatnya pengantin kerumah mempelai laki-lak),

dan kafosulino katulu (kembalinya pengantin kerumah perempuan). Dimana

dalam tahapan-tahapan polambu pada perkawinan adat Muna mengandung

banyak makna dan niai dalam setiap tahapannya.

2. Adat polambu pada masyarakat Muna adalah sebagai media pendidikan

karakter dalam kehidupan sehari-hari maupun berumah tangga yang

diajarkan disekolah melalui proses pembelajaran pada kelas XII semester

genap karena usia peserta didik pada masa ini di anggap sudah harus
183

menngetahui perkawinan dan nilai-nilai yang terkandung dalam polambu

sebagai media pendidikan karakter melalui budaya lokal. Adapun

pendidikan karakter yang terkandung dalam tahapan-tahapan polambu

adalah nilai religius, nilai religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif

berpikir, demokrasi, rasa ingin tahu, bersahabat/komunikatif, peduli sosial,

dan tanggung jawab.

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan ini yaitu

sebagai berikut:

1. Kepada masyarakat Muna, tokoh adat, pemuka agama, dan pemerintah

terkait dinas kebudayaan dan pendidikan agar mampu terus

mempertahankan budaya polambu dan tahapan-tahapan adat yang ada

didalamnya supaya tidak terkikis oleh modernisasi sebagai warisan leluhur

bagi generasi anak-anak muda pata etnik Muna selanjutnya.

2. Kepada masyarakat Muna, tokoh adat, pemuka agama, dan pemerintah

terkait dinas kebudayaan dan pendidikan supaya terus memelihara dan

menggali lebih dalam nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam tahapan-

tahapan adat polambu ini supaya terus berkembang dan mampu untuk

membentuk karakter positif baik bagi masyarakat etnik Muna maupun

peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai