A. Pendahuluan
Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengahargai sejarahnya. Sejarah tidak
hanya berupa bengunan namun dokumen masa lampu dapat dijadikan sebagai
sumber sejarah. Dokumen akan menceritakan peristiwa masa lampu dengan
berbagai kejadian yang akan membangun masa depan bangsa. Sejarah dapat
dituangkan dalam berbagai bentuk baik lisan maupun tulisan. Sejarah lisan dapat
berupa cerita yang diberikan oleh saksi sejarah yang ikut serta tertibat dalam
sajarah tersebut.
Sajarah yang berupa tulisan dapat diketahui melalui karya sastra. Sastra yang
merupakan alat rekam berbagai peristiwa yang dituliskan malaui cerita dengan
berbagai konflik yang ada di dalamnya. Sastra dokumen yang dapat dipelajari
tanpa adanya batasan waktu. Gaya bahasa dalam sastra yang membentuk sejarah
melalu budaya. Budaya bagaian dari sejarah yang menjadi bagaian dari perubahan
akan suatu peristiwa di masyarakat.1
1
Arifa Ainun Rondiyah, “Pembelajaran Sastra Melalui Bahasa dan Budaya Untuk Meningkatkan
Pendidikan Karakter Kebangsaan Di Era Mea (Masayarakat Ekonomi Asean)” The 1 Education
and Language International Conference Proceedings Center for International Language
Development of Unissula. (2017)
1
masyarakat Indonesia yang terdiri dari latar belakang sosial dan budaya yang
sangat beragam. Fungsi bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa terus
dilakukan. Salah satu cara yang paling tepat dilakukan adalah melalui jalur
lembaga pendidikan. Oleh karena itu, kita mengenal adanya mata pelajaran bahasa
Indonesia sejak dari jenjang sekolah dasar sampai dengan jenjang perguruan
tinggi. Dalam pelaksanaannya, dan menjadikan generasi muda sebagai penerus
bangsa mampu untuk melestarikan dan mejaga bahasa dan budaya bangsa
Indonesia meski dalam prosesnya ditemukan banyak hambatan-hambatan. Baik
hambatan dari faktor internal maupun eksternal.
Bahasa, sastra dan budaya dianggap sebagai sebuah warisan dari sebuah
bangsa dan menjadi identitas dari bangsa tersebut. Warisan budaya juga diartikan
sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan
prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen
pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa, dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa nilai budaya dari masa lalu ada dalam kategori (tangible) dan
nilai budaya (intangible) dari masa lalu.2
Bahasa, sastra dan budaya yang merupakan salah satu warisan bangsa
Indonesia ini apabila tidak dijaga dan dipelihara secara seksama akan musnah
tergerus oleh arus modernisasi yang berdatangan ke Indonesia. Oleh sebab itu
perlu kiranya untuk melestarikannya, agar jati diri bangsa tidak lenyap seiring
dengan lenyapnya bahasa dan budaya yang tergantikan oleh bahasa dan budaya
dari luar atau asing.
Dalam istilah bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi
muda dan kaum muda. Seringkali terminologi pemuda, generasi muda, atau kaum
muda memiliki pengertian yang beragam. Pemuda adalah individu yang bila
dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis sedang
2
Davison, G, dan C Mc Conville. A Heritage Hnadbook. St. Leonard, NSW: Allen &
Unwin.1991. Hal:2
2
mengalami perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya
manusia pembangunan baik saat ini maupun masa datang. Sebagai calon generasi
penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya. World Health
Organization menyebut sebagai „young people‟ dengan batas usia 10-24 tahun,
sedangkan usia 10-19 tahu disebut „adolescenea‟ atau remaja. International
Youth Year yang diselenggarakan tahun 1985, mendefinisikan penduduk berusia
15-24 tahun sebagai kelompok pemuda.3
3
Erlangga Masdiana, dkk., Peran Generasi Muda dalam Ketahanan Nasional, (Jakarta:
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008), hlm. 1-2.
3
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia telah mencatat peran penting pemuda
yang dimulai dari pergerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun
1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, pergerakan pemuda, pelajar, dan
mahasiswa tahun 1966, sampai bangsa Indonesia memasuki masa reformasi. Hal
ini membuktikan bahwa pemuda mampu berperan aktif sebagai garda terdepan
dalam proses perjuangan, pembaruan, dan pembangunan bangsa.
4
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Penjelasan Atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan, (Jakarta: Biro Humas dan
Hukum
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010), hlm. 27.
5
Nurgiyantoro, Burhan. “Stilistika”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ( 2014). H:6
4
Budaya adalah cerminan dari kehidupan masyarakat yang dituangkan di
dalam sastra oleh pengarang dalam bentuk bahasa berdasarkan pengalaman.
Sastra, bahasa dan budaya menjadi satu kesatuan yang utuh yang saling
membangun satu sama lain. Sastra menggunakan bahasa sebagai media dan
bahasa merupakan aset budaya. Bahasa sastra dianggap sebagai bentuk seni
berbahasa dalam memahani isi cerita. Karya sastra adalah seni berbahasa,
kemampuan substansial dan fungsionalnya dieksploitasi demi hakikat estetika.6
Artinya bahasa sastra pada fungsinya dimanfaatkan sebagai estetika. Estetika
dalam sastra lebih banyak pada penggunaan kalimat yang mengandung konotasi.
Bentuk keindahan dalam sastra dapat menggunakan kosakata asing dan bahasa
daerah menjadi seni berbahasa yang menarik untuk dipelajari. Belajar bahasa
suatu bangsa, pada hakikatnya mempelajari budaya bangsa tersebut.7
6
Ratna, Nyoman Kutha. “Estetika Sastra Dan Budaya”. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. .( 2015). H:247
7
Nurgiyantoro, Burhan. “Stilistika”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ( 2014). H:5
5
sastra dan bahasa saling melengkapi. Sastra adalah tempat kedua melalui bahasa
yang diterapkan secara maksimal.8
Karena itu, jati diri bangsa sebagai nilai identitas masyarakat harus
dibangun secara kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. Caranya, dengan
menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sejak dini kepada generasi muda.
Pendidikan memegang peran penting di sini sehingga pengajaran bahasa dan
budaya perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional dan diajarkan
sejak sekolah dasar.
8
Arifa Ainun Rondiyah, “Pembelajaran Sastra Melalui Bahasa dan Budaya Untuk Meningkatkan
Pendidikan Karakter Kebangsaan Di Era Mea (Masayarakat Ekonomi Asean)” The 1 Education
and Language International Conference Proceedings Center for International Language
Development of Unissula. (2017)
6
Harus dipahami, nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang
ketinggalan zaman sehingga ditinggalkan, tetapi dapat bersinergi dengan nilai-
nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi. Dunia internasional
sangat menuntut demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup menjadi agenda
pembangunan di setiap negara. Isu-isu tersebut dapat bersinergi dengan aktualisasi
dari filosofi budaya „hamemayu hayuning bawana‟ yang mengajarkan masyarakat
untuk berbersikap dan berperilaku yang selalu mengutamakan harmoni,
keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam,
manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan dalam melaksanakan hidup
dan kehidupan agar negara menjadi panjang, punjung, gemah ripah loh jinawi,
karta tur raharja.9
9
Suryanti, E. Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya Lokal di Area Global. Yogyakarta:Bappeda
Provinsi DIY. (2007)
7
budaya (transcultural) dan silang budaya (cross cultural) yang secara
berkelanjutan akan mempertemukan nilai-nilai budaya satu dengan lainnya.10
10
Saptadi, KY. Membaca Globalisasi dalam Kaca Mata Perang Budaya. Makalah Seminar
Globalisasi, Seni, dan Moral Bangsa di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) :Jakarta,
25Maret. (2008)
8
E. Penutup
Sastra, bahasa, dan budaya menjadi identitas penting bagi sebuah bangsa
dan juga membentuk karakter dari bangsa tersebut. Di era globalisasi ini dalam
melestarikan dan meningkatkan eksistensi dari sebuah bangsa perlu adanya upaya
peningkatan dan penguatan dalam menanamkan nilai-nilai dari identitas bangsa.
Karena itu, jati diri bangsa sebagai nilai identitas bangsa harus dibangun secara
kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. Caranya, dengan menanamkan
nilai-nilai kearifan lokal sejak dini melalui pendidikan formal maupun informal,
dan disini pemuda sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran cukup penting
dan strategis untuk mewujudkannya. Sehingga pemuda mampu untuk
melestarikan dan mejaga bahasa dan budaya bangsa Indonesia.
9
Referensi
Arifa Ainun Rondiyah, “Pembelajaran Sastra Melalui Bahasa dan Budaya Untuk
Meningkatkan Pendidikan Karakter Kebangsaan Di Era Mea (Masayarakat
Ekonomi Asean)” The 1 Education and Language International Conference
Proceedings Center for International Language Development of Unissula.
(2017)
Saptadi, KY. “Membaca Globalisasi dalam Kaca Mata Perang Budaya. Makalah
Seminar Globalisasi, Seni, dan Moral Bangsa di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI)” :Jakarta, 25Maret. (2008)
10