Anda di halaman 1dari 10

PERAN STRATEGIS PEMUDA DALAM MENINGKATKAN DAN

MEMPERTAHANKAN BAHASA, SASTRA DAN BUDAYA SEBAGAI


IDENTITAS BANGSA

Oleh: M. Abdul Fatah

A. Pendahuluan

Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengahargai sejarahnya. Sejarah tidak
hanya berupa bengunan namun dokumen masa lampu dapat dijadikan sebagai
sumber sejarah. Dokumen akan menceritakan peristiwa masa lampu dengan
berbagai kejadian yang akan membangun masa depan bangsa. Sejarah dapat
dituangkan dalam berbagai bentuk baik lisan maupun tulisan. Sejarah lisan dapat
berupa cerita yang diberikan oleh saksi sejarah yang ikut serta tertibat dalam
sajarah tersebut.

Sajarah yang berupa tulisan dapat diketahui melalui karya sastra. Sastra yang
merupakan alat rekam berbagai peristiwa yang dituliskan malaui cerita dengan
berbagai konflik yang ada di dalamnya. Sastra dokumen yang dapat dipelajari
tanpa adanya batasan waktu. Gaya bahasa dalam sastra yang membentuk sejarah
melalu budaya. Budaya bagaian dari sejarah yang menjadi bagaian dari perubahan
akan suatu peristiwa di masyarakat.1

Globalisasi dan reformasi memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap


segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya persoalan bahasa dan
budaya. Bahasa Indonesia sebagai salah satu jati diri bangsa harus tetap
dipertahankan dengan segala kelebihan dan kekurangannya di tengah situasi
globalisasi dan reformasi. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri sejak tahun
1928 dengan Sumpah Pemudanya sebagai alat yang mampu menyatukan

1
Arifa Ainun Rondiyah, “Pembelajaran Sastra Melalui Bahasa dan Budaya Untuk Meningkatkan
Pendidikan Karakter Kebangsaan Di Era Mea (Masayarakat Ekonomi Asean)” The 1 Education
and Language International Conference Proceedings Center for International Language
Development of Unissula. (2017)

1
masyarakat Indonesia yang terdiri dari latar belakang sosial dan budaya yang
sangat beragam. Fungsi bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa terus
dilakukan. Salah satu cara yang paling tepat dilakukan adalah melalui jalur
lembaga pendidikan. Oleh karena itu, kita mengenal adanya mata pelajaran bahasa
Indonesia sejak dari jenjang sekolah dasar sampai dengan jenjang perguruan
tinggi. Dalam pelaksanaannya, dan menjadikan generasi muda sebagai penerus
bangsa mampu untuk melestarikan dan mejaga bahasa dan budaya bangsa
Indonesia meski dalam prosesnya ditemukan banyak hambatan-hambatan. Baik
hambatan dari faktor internal maupun eksternal.

Bahasa, sastra dan budaya dianggap sebagai sebuah warisan dari sebuah
bangsa dan menjadi identitas dari bangsa tersebut. Warisan budaya juga diartikan
sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan
prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen
pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa, dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa nilai budaya dari masa lalu ada dalam kategori (tangible) dan
nilai budaya (intangible) dari masa lalu.2

Bahasa, sastra dan budaya yang merupakan salah satu warisan bangsa
Indonesia ini apabila tidak dijaga dan dipelihara secara seksama akan musnah
tergerus oleh arus modernisasi yang berdatangan ke Indonesia. Oleh sebab itu
perlu kiranya untuk melestarikannya, agar jati diri bangsa tidak lenyap seiring
dengan lenyapnya bahasa dan budaya yang tergantikan oleh bahasa dan budaya
dari luar atau asing.

B. Pengertian dan peran penting dari Pemuda

Dalam istilah bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi
muda dan kaum muda. Seringkali terminologi pemuda, generasi muda, atau kaum
muda memiliki pengertian yang beragam. Pemuda adalah individu yang bila
dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis sedang

2
Davison, G, dan C Mc Conville. A Heritage Hnadbook. St. Leonard, NSW: Allen &
Unwin.1991. Hal:2

2
mengalami perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya
manusia pembangunan baik saat ini maupun masa datang. Sebagai calon generasi
penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya. World Health
Organization menyebut sebagai „young people‟ dengan batas usia 10-24 tahun,
sedangkan usia 10-19 tahu disebut „adolescenea‟ atau remaja. International
Youth Year yang diselenggarakan tahun 1985, mendefinisikan penduduk berusia
15-24 tahun sebagai kelompok pemuda.3

Dalam menjalankan berbagai peran pentingnya, selain menjadi agen of


change pemuda harus mampu mempertahankan dan melestarikan apa yang telah
menjadi peninggalan dari pendiri bangsa dan negara, pemuda harus siap
menghadapi ancaman terhadap dekadensi moral dan budaya, pemuda juga
menghadapi tantangan bagaimana bisa bersaing dengan bangsa lain. Oleh sebab
itu, pemuda haruslah siap menghadapi ancaman dan siap pula menjawab
tantangan yang ada. Salah satu nilai yang harus selalu ada pada pemuda adalah
jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan sebagai salah satu soft skill, menjadi salah
satu syarat eksistensi dan resistensi pemuda dalam menghadapi tantangan global.
Menjadi sebuah agenda penting bagi kita bersama untuk kembali memupuk jiwa
kepemimpinan pemuda mengingat globalisasi, yang ditandai dengan keterbukaan
arus informasi dan berbagai kesempatan kadang tidak disertai dengan kesiapan
filtering masyarakat Indonesia menghadapi gelombang berbagai informasi, faham,
ideologi dan budaya asing yang bisa mempengaruhi keutuhan bangsa indonesia.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 mengamanatkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk
mewujudkan tujuan nasional tersebut, pemuda mempunyai peran penting sebagai
salah satu penentu dan subjek bagi tercapainya tujuan nasional.

3
Erlangga Masdiana, dkk., Peran Generasi Muda dalam Ketahanan Nasional, (Jakarta:
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008), hlm. 1-2.

3
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia telah mencatat peran penting pemuda
yang dimulai dari pergerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun
1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, pergerakan pemuda, pelajar, dan
mahasiswa tahun 1966, sampai bangsa Indonesia memasuki masa reformasi. Hal
ini membuktikan bahwa pemuda mampu berperan aktif sebagai garda terdepan
dalam proses perjuangan, pembaruan, dan pembangunan bangsa.

Dalam proses pembangunan bangsa, pemuda merupakan kekuatan moral,


kontrol sosial, dan agen perubahan sebagai perwujudan dari fungsi, peran,
karakteristik, dan kedudukannya yang strategis dalam pembangunan nasional.
Untuk itu, tanggung jawab dan peran strategis pemuda di segala dimensi
pembangunan perlu ditingkatkan dalam kerangka hukum nasional sesuai dengan
nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan amanat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berasaskan Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kebhinekaan, demokratis, keadilan,
partisipatif, kebersamaan, kesetaraan, dan kemandirian.4

C. Sastra, Bahasa dan Budaya

Sastra bahasa dan budaya mempunyai hubungan yang saling keterkaitan.


Pada sastra terkandung unsur budaya melalui media bahasa tulis. Budaya pada
sastra tercermin malalui bahasa yang menjadi bagian dari budaya. Bahasa
merupakan salah satu asset budaya yang tidak ternilai.5 Aset budaya tidak hanya
berupa artifak atau benda-benda bersejarah. Bahasa menjadi salah satu cara untuk
mengenal budaya suatu bangsa. Di era mea yang berbagai negara saling bersaing
untuk memajukan bangsa dari berbagai bidang. Bahasa menjadi penting di era
mea sebagai alat komunikasi antarbangsa. Sastra yang menggunakan bahasa tulis
mengandung unsur budaya yang akan bentuk masyarakat yang berbudaya.

4
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Penjelasan Atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan, (Jakarta: Biro Humas dan
Hukum
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010), hlm. 27.
5
Nurgiyantoro, Burhan. “Stilistika”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ( 2014). H:6

4
Budaya adalah cerminan dari kehidupan masyarakat yang dituangkan di
dalam sastra oleh pengarang dalam bentuk bahasa berdasarkan pengalaman.
Sastra, bahasa dan budaya menjadi satu kesatuan yang utuh yang saling
membangun satu sama lain. Sastra menggunakan bahasa sebagai media dan
bahasa merupakan aset budaya. Bahasa sastra dianggap sebagai bentuk seni
berbahasa dalam memahani isi cerita. Karya sastra adalah seni berbahasa,
kemampuan substansial dan fungsionalnya dieksploitasi demi hakikat estetika.6
Artinya bahasa sastra pada fungsinya dimanfaatkan sebagai estetika. Estetika
dalam sastra lebih banyak pada penggunaan kalimat yang mengandung konotasi.
Bentuk keindahan dalam sastra dapat menggunakan kosakata asing dan bahasa
daerah menjadi seni berbahasa yang menarik untuk dipelajari. Belajar bahasa
suatu bangsa, pada hakikatnya mempelajari budaya bangsa tersebut.7

Sastra memberikan pengetahuan tentang budaya malalui penggunaan


bahasa yang ada didalamnya. Pengetahuan dapat berupa pengalaman belajar yang
ada di dalam sastrakepada pembaca adalah pengalaman pengenalan budaya secara
tidak langsung. Keindahan bahasa dalam sastra merupakan bagaian dari proses
kreatif dari seorang pengarang dalam pemilihan kata. Perbedaan bahasa sastra
dengan bahasa komunikasi secara langsung adalah pemilihan kosakata pada sastra
menbentuk bahasa yang estetik dalam bentuk, penyajian, kualitas secara
keseluruhan pada aspek keindahan, sedangkan bahasa yang digunakan komunikasi
secara langsung tidak membutuhkan estetika dalam berbahasa. Pemilihan
kosakata yang dapat diulang-ulang sesuai dengan kebutuhan aspek estetika yang
menjadikan bahasa sastra khas. Bahasa satra mempunyai kebebasan dalam
menggunakan kata yang sama tetapi dapat membedakan makna sesuai dengan ide
dan gagasan pengarang. Sistem bahasa pada sastra tidak dapat dipisakhan sebab

6
Ratna, Nyoman Kutha. “Estetika Sastra Dan Budaya”. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. .( 2015). H:247
7
Nurgiyantoro, Burhan. “Stilistika”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ( 2014). H:5

5
sastra dan bahasa saling melengkapi. Sastra adalah tempat kedua melalui bahasa
yang diterapkan secara maksimal.8

Bahasa mempunyai peranan penting di dalam pengenalan budaya di era


globalisasi. Berbagai bangsa akan memperkenalkan budaya sebagai identitas
bangsa. Bahasa menjadi alat rekam gagasan dan ide-ide yang dilakukan oleh
orang terdahulu. Bentuk bahasa yang menjadi alat rekam menjadikan bahasa
sebagai budaya yang dapat dipelajari sampai saat ini. Sastra menjadi salah satu
wadah dalam menuangkan ide dan gagasan yang akan direkam menjadi bahasa
tulis yang nantinya dibaca dan dipelajari sebagai budaya bangsa. Belajar sastra,
bahasa dan budaya membangun cara berpiki yang lebih kritis terhadap lingkungan
sekitar dan mampu bersosialisasi. Hal ini dibutuhkan dalam era mea yang harus
mampu berpikir kritis dan mampu mamanfaatkan peluang yang ada.

D. Pembangunan Jati Diri dan Identitas Bangsa

Upaya-upaya pembangunan jati diri dan identitas bangsa Indonesia,


termasuk di dalamnya penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai
solidaritas sosial, kekeluargaan dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin
memudar. Budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit
ditemukan, sementara itu budaya global lebih mudah merasuk. Selama ini yang
terjaring oleh masyarakat hanyalah gaya hidup yang mengarah pada westernisasi,
bukan pola hidup modern.

Karena itu, jati diri bangsa sebagai nilai identitas masyarakat harus
dibangun secara kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. Caranya, dengan
menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sejak dini kepada generasi muda.
Pendidikan memegang peran penting di sini sehingga pengajaran bahasa dan
budaya perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional dan diajarkan
sejak sekolah dasar.

8
Arifa Ainun Rondiyah, “Pembelajaran Sastra Melalui Bahasa dan Budaya Untuk Meningkatkan
Pendidikan Karakter Kebangsaan Di Era Mea (Masayarakat Ekonomi Asean)” The 1 Education
and Language International Conference Proceedings Center for International Language
Development of Unissula. (2017)

6
Harus dipahami, nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang
ketinggalan zaman sehingga ditinggalkan, tetapi dapat bersinergi dengan nilai-
nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi. Dunia internasional
sangat menuntut demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup menjadi agenda
pembangunan di setiap negara. Isu-isu tersebut dapat bersinergi dengan aktualisasi
dari filosofi budaya „hamemayu hayuning bawana‟ yang mengajarkan masyarakat
untuk berbersikap dan berperilaku yang selalu mengutamakan harmoni,
keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam,
manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan dalam melaksanakan hidup
dan kehidupan agar negara menjadi panjang, punjung, gemah ripah loh jinawi,
karta tur raharja.9

Globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi dengan


pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan kearifan lokal yang
dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi dalam pelestarian dan
pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah dapat dilakukan
melalui penanaman nilai-nilai budaya dan kesejarahan senasib sepenanggungan
diantara warga. Karena itu, perlu dilakukan revitalisasi bahasa dan budaya daerah
dan penguatan bahasa dan budaya daerah.

Pembangunan budaya yang berkarakter pada penguatan jati diri


mempunyai karakter dan sifat interdependensi atau memiliki keterkaitan lintas
sektoral, spasial, struktural multidimensi, interdisipliner, bertumpu kepada
masyarakat terutamanya di kalangan pemuda sebagai kekuatan dasar dengan
memanfaatkan potensi sumber daya pemerataan yang tinggi. Karakter
pembangunan budaya tersebut secara efektif Merangkul dan menggerakkan
seluruh elemen dalam menghadapi era globalisasi yang membuka proses lintas

9
Suryanti, E. Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya Lokal di Area Global. Yogyakarta:Bappeda
Provinsi DIY. (2007)

7
budaya (transcultural) dan silang budaya (cross cultural) yang secara
berkelanjutan akan mempertemukan nilai-nilai budaya satu dengan lainnya.10

Pemahaman Falsafah Budaya Sebagai tindak lanjut pembangunan jati diri


bangsa melalui revitalisasi budaya daerah, pemahaman atas falsafah budaya lokal
harus dilakukan. Langkah ini harus dijalankan sesegera mungkin ke semua
golongan dan semua usia berkelanjutan dengan menggunakan bahasa-bahasa lokal
dan nasional yang di dalamnya mengandung nilai-nilai khas lokal yang
memperkuat budaya nasional. Karena itu, pembenahan dalam pembelajaran
bahasa lokal dan bahasa nasional mutlak dilakukan. Langkah penting untuk
melakukannya adalah dengan meningkatkan kualitas pendidik dan pemangku
budaya secara berkelanjutan.

Pendidik yang berkompeten dan pemangku budaya yang menjiwai nilai-


nilai budayanya adalah aset penting dalam proses pemahaman falsafah budaya.
Pemangku budaya tentunya juga harus mengembangkan kesenian tradisional.
Penggalakan pentas-pentas budaya di berbagai wilayah mutlak dilakukan.
Penjadwalan rutin kajian budaya dan sarasehan falsafah budaya juga tidak boleh
dilupakan. Tetapi, semua itu tidak akan menimbulkan efek meluas tanpa adanya
penggalangan jejaring antar pengembang kebudayaan di berbagai daerah. Jejaring
itu juga harus diperkuat oleh peningkatan peran media cetak, elektronik dan visual
dalam mempromosikan budaya lokal. Dalam melakukan itu, semua pihak harus
dilibatkan. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok
masyarakat, pemerhati budaya, akademisi, dan pengusaha harus menyinergikan
diri untuk bekerja sama secara konstruktif dalam pengembangan budaya. Mereka
yang berjasa besar harus diberikan apresiasi sebagai penghargaan atas
dedikasinya.

10
Saptadi, KY. Membaca Globalisasi dalam Kaca Mata Perang Budaya. Makalah Seminar
Globalisasi, Seni, dan Moral Bangsa di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) :Jakarta,
25Maret. (2008)

8
E. Penutup

Sastra, bahasa, dan budaya menjadi identitas penting bagi sebuah bangsa
dan juga membentuk karakter dari bangsa tersebut. Di era globalisasi ini dalam
melestarikan dan meningkatkan eksistensi dari sebuah bangsa perlu adanya upaya
peningkatan dan penguatan dalam menanamkan nilai-nilai dari identitas bangsa.
Karena itu, jati diri bangsa sebagai nilai identitas bangsa harus dibangun secara
kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. Caranya, dengan menanamkan
nilai-nilai kearifan lokal sejak dini melalui pendidikan formal maupun informal,
dan disini pemuda sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran cukup penting
dan strategis untuk mewujudkannya. Sehingga pemuda mampu untuk
melestarikan dan mejaga bahasa dan budaya bangsa Indonesia.

9
Referensi

Arifa Ainun Rondiyah, “Pembelajaran Sastra Melalui Bahasa dan Budaya Untuk
Meningkatkan Pendidikan Karakter Kebangsaan Di Era Mea (Masayarakat
Ekonomi Asean)” The 1 Education and Language International Conference
Proceedings Center for International Language Development of Unissula.
(2017)

Davison, G, dan C Mc Conville, A Heritage Hnadbook. St. Leonard, NSW: Allen


& Unwin.(1991)

Erlangga Masdiana, dkk., “Peran Generasi Muda dalam Ketahanan Nasional”,


(Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008)

Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Penjelasan Atas Undang-


Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan,
(Jakarta: Biro Humas dan Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga
Republik Indonesia, 2010)

Nurgiyantoro, Burhan. “Stilistika”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. (


2014)

Ratna, Nyoman Kutha. “Estetika Sastra Dan Budaya”. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.( 2015).

Saptadi, KY. “Membaca Globalisasi dalam Kaca Mata Perang Budaya. Makalah
Seminar Globalisasi, Seni, dan Moral Bangsa di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI)” :Jakarta, 25Maret. (2008)

Suryanti, E. “Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya Lokal di Area Global”.


Yogyakarta:Bappeda Provinsi DIY. (2007)

10

Anda mungkin juga menyukai