Anda di halaman 1dari 63

Yulii Queen

Minggu, 27 Desember 2015

LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

PSIKOLINGUISTIK

Dosen Pengampu: Iib Marzuqi, M.Pd.

Oleh:

Yuliana

Enis F.

Maulatus Sa’adah

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN

2014/2015

BAB IX

LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

1.EVOLUSI OTAK MANUSIA


Salah satu pertumbuhan yang telah diselidiki oleh para ahli palaeneourologi

menunjukkan bahwa evolusi otak dari primat Austrolopithecus sampai dengan manusia masa kini telah
berlangsung sekitar 3 juta tahun. Hal ini tampak paling tidak pada ukuran otak yang membesar dari 400
miligram menjadi 1400 miligram (Holloway 1996: 74; Rumbaugh, dkk. 1991) pada kurung waktu antara
3-4 juta tahun lalu. Dari munculnya Homo erectus sampai dengan adanya Homo sapiens pada sekitar
1.7 juta tahunyang lalu ukuran otak telah berkembang hampir dua kali lipat, dari 800 miligram ke 1,500
miligram. Meskipun ukuran itu bukanlah satu-satunya indikator untuk mengukur perubahan fungsi,
paling tidak ukuran itu memungkinkan akan adanya fungsi yang bertambah.

Perkembangan otak ini dapat dibagi menjadi empat tahap (Holloway 1996:85). Tahap pertama adalah
tahap ini tampak pada Homo erectus yang ditemukan di jawa dan ditemukan di Cina. Tahap kedua
adalah adanya perubahan reorganisasi pada otak tersebut. Perubahan ini terjadi pada masa
praaustrolopithecus ke Austrolopithecus afarensis. Perubahan ketiga adalah munculnya sistem fiber
yang berbeda-beda pada daerah-daerah tertentu melalui corpus collosum. Fiber-fiber ini dapat
diibaratkan sebagai kabel listrik yang memberikan aliran-aliran elektrik untuk menggerakan atu
melakukan sesuatu. Perkembangan terakhir adalah munculnya dua hemisfis yang asimitris.dua tahap
terakhir ini terjadi pada saat perubahan dari Homo erectus ke Homo sapiens.

2.OTAK MANUSIA VS OTAK BINATANG

Bentuk tubuh dan cirri-ciri fisikal lain, yang membedakan manusia dari binatang adalah terutamah
otaknya. di bandingakan dengan beberapa binatang lain seperti monyet dan anjing, volume otak
manusia memang lebih besar. Akan tetapi yang memisahkan manusia dari kelompok binatang,
khususnya dalam hal penggunaan bahasa, bukanlah ukuran dan bobot otaknya. sebaliknya, manusia
nanocephalic (manusia take), yang otaknya hanya sekitar 400 gram dan kira-kira sama dengan berat
otak seekor simpanse umur tiga tahun, dapat berbicara secara normal sedangkan simpanse tadak.
Manusia berbeda dari binatang karena struktur dan oranisasi otaknya berbeda.

2.1 Otak Manusia

Dari segi ukurannya berat otak manusia adalah antara 1 sampai 1.5 kilogram akan tetapi, ukuran
yang sekecil ini menyedot 15 % dari seluruh peredaran darah dari jantung dan memerlukan 20%
sumberdaya metabolic manusia. Dari data ini saja tampak bahwa otak “memerlukan” perhatian khusus
dari badan kita dan tentunya ada alas an mengapa demikian. Sistim saraf kita terdiri dari dua bagian
utama: (a) tulang punggung yang terdiri dari sederetan tulan punggung yang bersambung-sambungan
(spinal cord) dan (b) otak. Otak itu sendiri terdiri dari dua bagian: (i) batang otak (brain stem) dan (ii)
korteks serebral (cerebral cortex).

Pada waktu manusia dilahirkan, belum ada pembagian tugas antara kedua hemisfir ini. Akan
tetapi, menjelang anak mencapai umur sekitar 12 tahun terjadilah pembagian fungsi yang dinamakan
lateralisasi. Pada mulanya dinyatakan bahwa hemisfir kiri “ditugasi” teritama untuk mengelola ihwal
bahasa dan hemisfir kanan untuk hal-hal yang lain. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa
hemisfir kanan pun ikut bertangung jawab pula akan penggunaan bahasa. Lobe frontal bertugas
mengurusi ihwal yang berkaitan dengan kobnisi; lobe temporal mengurusi hal-hal yang berkaitan
dengan pendengaran;lobe osipital menangani ihwal penglihatan; dan lobe parietal mengurusi rasa
simaestetik, yakni, rasa yang ad pada tangan, kaki, dan muka.

Pada semua lobe apa yang dinamakan girus (gyrus) dan sulkus (sulcus). Girus adalah semacam
gunduk atau bukit dengan lereng-lerengnya sedangkan sulkus adalah seperti lembah, bagian yang masuk
kedalam. Salah satu girus tersebut adalah girus angular (angular gyrus). Girus ini mempunyai fungsi
untuk menghubungkan apa yang kita lihat dengan apa yang kita fahami di daerah Wernicke.untuk
menghubungkan apa yang kita dengar atau lihat dengan apa yang kita ujarkan ada kelompok fiber yang
dinamakan fasikulus arkut (arcuate fasciculus).tugas fiber-fiber ini adalah untuk mengkoordinir
pendengaran, penglihatan, dan pemahaman yang diproses didaerah Wernicke dengan proses
pengujaran yang dilakukan di daerah Broca.

2.2 Otak Binatang

Evolusi otak pada manusia dan pada mahkluk lain berbeda. Pada makhluk seperti ikan, tikus, dan
burung, misalnya,korteks serebral boleh dikatakan tidak tampak, padahal korteks inilah yang sangat
berkembang pada manusia. Pada makhluk lain seperti simpanse dan gorilla juga tidak terdapat daerah-
daerah yang dipakai untuk memproses bahasa.sementara orang memakai sebagian besar otaknya
untuk proses mental, termasuk proses mental ,termasuk proses kebahasaan, binatang seperti simpanse
lebih banyak memakai otaknya untuk kebutuhan-kebutuhan fisik.dari perbandingan antara otak
manusia dengan otak binatang yang paling moderen sekali pun tampak bahwa baik struktur maupun
organisasinya sangat berbeda. Perbedaan neurologis seperti inilah yang membuat manusia dapat
berbahasa sedangkan binatang tidak.

3.KAITAN OTAK DENGAN BAHASA

Orang sudah lama berbicara tentang otak dan bahasa. Aristotle pada tahun 384-322 Sebelum
Masehi telah berbicera soal hati yang melakukan hal-hal yang kini kita ketahui dilakukan oleh otak.
Begitu pulah pelukis tarkenal Leonadro da Vinci pada tahun 1500-an (Dingwall 1998:53). Namun titik
tolak yang umum dipakai adalah setelah penemuan-penemuan yang dilakukan oleh Broca dan Wernicke
pada tahun 1860-an. Apabila input yang masuk adalah dalam bentuk lisan, maka bunyi-bunyi itu
ditanggapi di lobe temporal, khususnya oleh korteks primer pendengaran. Disini input tadi diolah secara
rinci sekali, misalnya, apakah bunyi sebelum bunyi /o/ yang di dengar itu memiliki VOT +60 milidetik,
+20 milidetik, atau di antara kedua angka ini. Setelah diterima, dicerna dan diolah seperti ini maka
bunyi-bunyi bahsa tadi “dikirim” kedaera Wernicke untuk diinterpretasikan. Di daerah ini bunyi-bunyi itu
dipilah-pilah menjadi suku kata, kata frasa, klausa, dan akhirnya kalimat. Setelah di beri makna dan
difahami isinya, maka ada dua jalur kemungkinan. Bila masukan tadi hanya sekedar informasi yang tidak
perlu di tanggapi, maka masukan tadi cukup di simpan saja dalam memori.

Di daerah Broca proses proses penanggapan dimulai. Setelah diputuskan tanggapan verbal itu
bunyinya seperti apa maka daerah Broca “memerintahkan” motor korteks untuk melaksanakanya.motor
koteks juga harus mempertimbangkan tidak hanya urutan kata dan urutan bunyi, tetapa juga urutan dari
fitur-fitur pada tiapbunyi yang harus di ujarkan.masukan tidak ditanggapi oleh korteks primer
pendengaran, tetapi oleh korteks visual di lobe osipital. Masuka ini tidak langsung dikirim ke daerah
Wernicke, tetapi harus melewti girus anguler yang mengkordinasikan daerah pemahaman dengan
daerah osipital. Setelah tahap ini, prosesnya sama, yakni, input tadi difahami oleh daerah Wernicke,
kemudian di kirim kedaerah Broca bilah perlu tanggapan verbal, maka informasi itu dikirim kedaerah
partikel untk diproses visualisasinya.

4.PERAN HEMISFIR KIRI DAN HEMISFIR KANAN

Pandangan lama mamang mengatakan bahwa ihwal kebahasan itu ditangani oleh hemisfir kiri,
dan sampai sekarang pandangan itu masi juga banyak dianut orang dan banyak pula benarnya.
Penelitian Wada (1949) yang memasukan cairan ke kedua hemisfir menunjukan bahwa bila hemisfir kiri
yang “ditidurkan” maka terjadilah ganguan wiraca. Tes yang dinamakan dichotic listening test yang
dilakukan oleh Kimura (1961) juga menunjukan hasil yang sama. Kimura memberikan input, katakanlah
kata da pada telinga kiri, dan ba pada telinga kanan secara simultan. Hsil eksperimen ini menunjukan
bahwa input yang masuk lewat telinga kanan jauh lebih akurat daripada yang lewat telinga kiri.

Dari hasil operasi yang dinamakan hemispherectiomy-operasi di mana satu hemisfir diambil
dalam rangka mencegah epilepsy-terbukti juga bahwa bila hemisfir kiri yang diambil maka kemampuan
berbahasa orang itu menurun dengan drastis. Sebaliknya, bila yang diambil hemisfir kanan, orang
tersabut masi dapat berbahasa, mekipun tidak sempurna.

Seperti dikatakan sebelumnya, pada saat manusia dilahirkan, pada kedua hemisfir itu belum ada
lateralisasi, yakni, belum ada pembagian tugas. Hal ini terbukti dengan adanya kasus-kasus dimana
sebelum umur belasan bawah (11, 12, 13 tahun), anak yang cedera hemisfir kirinya dapat memperoleh
bahasa seprti anak yang normal. Hal ini menunjukan bahwa hemisfir kanan pun mampu untuk
melakukan fungsi kebahasan.

Kalau orang mendengar atu membaca sebuah cerita tentang seorang pria yang serin menilpun,
menemui, dan mengajak pergi seorang wanita, maka dia akan kesukaran menarik kesimpulan bahwa
pria tersebut menyukai wanita itu. Orang yang terganggu hemisfir kanannya juga tidak dapat
mendeteksi kalimat ambigu; dia juga kesukaran memahami metafora maupun sarkasme. Intonasi
kalimat interogatif juga tidak di bedakan dari intonasi kalimat deklaratif sehingga kalimat Dia belum
datang? Dikiranya sebagai kalimat deklaratif Dai belum datang.
5.GANGGUAN WIRACA

Meskipun ukuran otak hanya maksimal 2% dariseluruh ukuran badan manusia, ia menyedot
banyak sekali engri-15% dari seluruh aliran darah dan 20% dari sumber daya metabilik tubuh. Apa bilah
aliran darah pada otak tidak cukup, atau ada penyempitan pembuluh darah atau gangguan lain yang
menyebabkan jumlah oksigen yangdiperlukan berkurang, maka akan terjadi kerusakan pada otak.
Penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembulu darah,tersumbatnya pembuluh dara,atau kurangnya
oksigen pada otak dinamakan srtoke.

Akibat penyakit stroke juga ditentukan oleh letak kesukaran pada hemisfir yang bersangkutan.
Pada umumnya, kesukaran pada hemisfir kiri mengakibatkan munculnya gangguan wiraca. Gangguan
macam apa yang ditimbul ditentukan ole persisnya dimana kesukaran itu terjadi.ganguan wiraca yang
disebabkan oleh stroke dinamakan afasia (aphasia).

5.1 Macam-macam Afasia

Ada berbagai macam afasia, tergantung pada daerah mana di hemisfir kita yang kena stroke. Berikut
adalah beberapa macam yang umum ditemukan (Kaplan 1994:1035).

a. Afasia Broca: Kerusakan (yang umumnya disebut lesion) terjadi pada daerah Broca. Karena daera
ini berdekatan dengan jalur koteks motor maka yang sering terjadi adalah bahwa alat-alat ujaran,
termasuk bentuk mulut, menjadi terganggu; kadang-kadang mulut mencong.Afasia Broca menyebabkan
ganguan pada perencanaan dan pengungkapan ujaran.kalimat-kalimat yang diproduksi terpata-
pata.karena alat penyura terganggu maka sering kali lafalnya juga tidak jelas.

b. Afasia Wernicke: Letak kerusakan adalah pada daerah Wanicke, yakni, bagian agak kebelakang dari
lobe temporal. Korteks- korteks laian yang berdekatan juga bisa ikut terkena. Penderita afasia ini lancer
dalam berbicara, dan bentuk sintaksisnya juga cukup baik.hanya saja kalimat-kalimatnya kurang
dimengerti karena banyak kata-kata yang tidak cocok maknanya dengan kata-kata lain sebelum dan
sesudahnya. Penderita afasia Wernicke juga mengalami gangguan dalam kompherensi lisan.

c. Afasia Anomik: kerusakan otak terjadi pada bagian depan dari lobe parietal atau pada batas antra
lobe parietal dengan lobe temporal. Ganguan wiracanya tampak pada ketidak-mampuan penderita
untuk mengatkan konsep dan bunyi atau kata yang mewakilinya. Jadi, kalau kepada pasien diminta
untuk mengambil banda yang bernama gunting, dia akan bisa melakukannya. Akan tetapi,kalau
kepadanya ditunjukkan gunting, dia tidak akan dapat mengatakan nama benda itu.

d. Afasia Glibal: pada afasia ini kerusakan terjadi tidak pada satu atau dua daerah saja tetapi
dibeberapa daerah yang lain; kerusakan bisa menyebar dari daerah Broca, melewati korteks motor,
menuju ke lobe parietal, dan sampai ke daerah Wernicke. Luka yang sangat luas ini tentunya
mengakibatka gangguan fisikal dan ferbal yang sangat besar. Dari segi fisik, penderita bisa lumpuh
disebelh kanan, molut bisa mencong, dan lidah bisa menjadi tidak cukup fleksibel.dari segi verbal dia
bisa kerusakan memahami ujaran orang, ujaran dia tidak tidak mudah dimengerti orang,dan kata-kata
dia tidak diucapkan dengan cukup jelas.

e. Afasia konduksi (conduction aphasia): bagian otak yang rusak pada afasia macam ini adalah fiber-
fiber yang ada pada fasikulus arkuat yang menghubungkan lobe frontal dengan lobe temporal.karena
hubungan daerah Broca di lobe frontal yang menangani produksi dengan daerah Wernicke di lobe
temporal yang menangani komprehensi terputus maka pasien afasia konduksi tidak dapat mengulang
kata baru sja di berikan kepadanya. Dia dapat memahami memahami apa yang dikatakan

orang. Misalnya,dia akan dapat mengambil pena yang terletak di meja, kalu disuruh demikian.

5.2 Akibat Lain dari Stroke

Pengaruh steroke tidak terbatas hanya pada gangguan wicara saja. Ada gangguan lain yang tidak
langsung berkaitan dengan bahasa. Orang yang terganggu stroke juga dapat kehilangan ingatannya.
Penderitah anterograde amnesia mangalami kerusakan pada bagian otak yang dinamakan hippocampus.
Kerusakan ini menyebabkan dia tidak mampu untuk jangka waktu beberapa menit saja; sesudah itu, dia
tidak ingat lagi. Kerusakan pada hippocampus juga menyebabkan retrograde amnesia, yakni, penyakit
yang membuat dia tidak ingat masa lalu: dia tidak ingat di mana dia tinggal, dia tidak ingat di mana
barang yang dia simpan beberapa menit yang lalu, dsb. Stroke juga dapat menyebabakan penyakit
prosopagnosia, yakni , ketidakmampuan untuk mengenal wajah.

6.HIPOTESE UMUR KRITIS

Gejalah ini menyatakan dalam hipotese yang bernama Hipotese Umur Kritis yang diajukan oleh
Lenneberg (1967). Pada esensinya hipotese ini mengatakan bahwa antara umur 2 sampai 12 tahun
seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun dengan kemampuan seorang penutur asli. Jadi,
seandainya ada keluarga Amerika yang tinggal di Jakatra dan kemudian mereka melahirkan anak, dan
anak itu bergaul dengan orang-orang Indonesia sampai dengan, katakanlah, umur 5-7 tahun, dia pasti
akan dapat berbahasa Indonesia Jakarta seperti anak Jakarta yang lain. Begitu juga sebaliknya.

Hipotese Umur Kritis banyak diperbincangkan orang dan dianut banyak orang. Namun demikian, ada
pula yang menyanggahkan. Krashen (1972), misalnya, beranggapan bahwa literalisasi itu sidah terjadih
jauh lebih awal, yakni, sekitar umur 4-5 tahun.

Mengenai peran hemisfer dalam pemerolehan bahasa pertama maupun bahasa kedua terdapat
perbedaan pendapat. Dari penelitian ada yang menemukan bahwa hemisfer kiri lebih banyak terlibat
pada orang yang bilingual sejak kecil daripada yangilingual setelah dewasa (Genese dkk 1978 dalam
Steinberg dkk 2001: 329). Penelitian Vaid (1987 dalam Steinberg 2001: 328) menunjukkan hal yang
sebaliknya. Dia dapati bahwa bilingual Perancis-Inggris yang mulai sejak umur 10-14 tahun malah banyak
memakai hemisfer kiri debandingkan dengan bilingual yang mulai sebelum umur 4 tahun.
7.KEKIDALAN DAN KEKINANAN

Manusia ada yang kidal (left-handed) dan ada yang (istilah barunya) kinan (right-handed).Apakah
ada korelasi antara kekidalan dan kekinanan dalam pemakaian bahasa atau pun kemampuan intelektual
lainnya? Jawaban untuk pertanyaan ini masih controversial: ada yang mengatakan bahawa kadar
dominasi hemisfer kiri pada orang kidal ada yang tidak sekuat seperti pada orang kinan membuat orang
kidal mempunyai masalah dalam hal baca atau tulis (Lamn dan Epstein 1999). Bahkan ada pula yang
mengatakan bahwa orang kidal cenderung mati mudah (Halpern dan Coren 1991) sementara peneliti
lain berpandangan lain pula (Salive dkk 1993). Dilihat dari karier para orang kidal, ada yang sangat
menonjol. Presiden Amerika Truman, Reagen, Bush Sr., dan Clinton semuanya adalah orang kidal. Orang
yang ambidektrus juga ada yang menonjol seperti Benjamin Franklin, Michael-angelo, dan Leonardo da
Vinci.

Pada masyarakat tertentu seperti masyaraka Indonesia kekidalan dianggap oleh sebagaian besar
orang sebagai sesuatu yang negative. Hal ini mungkin sekali berkaitan dengan budaya kita yang
menganggap bahwa apa pun yang kiri itu kurang baik. Kita dianggap kita sopan, misalnya, kalau
memberikan sesuatu dengan tangan kiri. Di kelas kalau murid mau bertanya kepada gurunya juga tidak
dianggap baik kalau tangan yang diangkat adalah tangan kiri. Dalam bahasa tertentu seperti bahsa Jawa
bahkan ada ungkapan-ungkapan maknanya negatif yang dinyataka dengan kata kiwo’kiri’ . Orang yang
selingkuh, misalnya, dikatakan ngiwo; dan tempat buang air dinamakan pekiwan dari (pe-kiwo-an).

Dalam masyrakat yang berbudaya seperti ini orang umumnya menghalangi anak untuk menjadi
kidal padahal masalah kekidalan dan kekinanan adalah sebenarnya maslah genetik . Dampak apa yang
terjadi dengan pemaksaan memakai tangan kanan belum dapat di pastikan.

8.OTAK PRIA DAN OTAK WANITA

Kalau kita perhatikan kelas yang jurusanya adalah bahasa maka akan kita dapati bahwa mayoritas
(maha) siswanya adalah wanita. Dalam beberapa kelas jumlah ini bahkan bisa mencapai lebih dari 80%.
Bila kelas itu di tingkat SLTP atau LSTA, gurunya bisa 50-50% pria-wanita; begitu juga ditingkat sarjana.
Akan tetapi, kalau kita lihat di tingkat magister atau doktor, banyak dosen yang pria daripada yang
wanita. Pertanyaan yang menarik adalah apakah ada kaitan antara otak disatu pihak dengan jenis
kelamin dipihak lain.

Ada yang berpendapat bahwa ada perbedaan dengan otak pria dengan otak wanita dalam hal
bentuknya, yakni, hemisfer kiri pada wanita lebih tebal daripada hemisfer kanan (steinbreg dkk
2001:319). Keadan yang seperti inilah yang menyebabkan kelas bahasa umumnya didominasi oleh
wanita. Akan tetapi, temuan dari dari Philip dkk (1987 dalam Seinberg 2001:319) menunjukkan bahwa
meskipun ada perubahan dalam pemrosesan bahasa antara pria dan wanita, perbedaan ini hanya
mengarah pada pengaruh budaya daripada pengaruh geneti.
9.BAHASA SINYAL

Orang yang tidak dapat berkomunokasi secara lisan dapatmenggunakan peranti lain, yakni, bahasa
sinyal (sign language). Bahasa ini mempergunakan tangan dan jari-jari untuk membentuk kata dan
kalimat. Orang yang tuna rungu dapat mempergunakan bahasa sinyal untuk berkomunikasi. Bahasa
sinyal itu ada beberapa macam, yang terkenal diantaranya adalah bahasa Sinyal Amerika dan bahasa
sinyal inggris.

Mereka yang afasia Broca kesukaran dalam mensinyalkan apa yang ingin dinyatakan. Mereka mungkin
bisa mensinyalkan kata, tetapi infleksi untuk kata itu, atau fungsi gramatikalnya kacau. Dari gejala-gejala
ini dapat ditarik kesimpulan bahwa masalahnya bukan terletak pada disfungsi motoris tetapi pada
ketidak- mampuan mereka untuk mengakses tata bahasa dengan benar. Begitu juga dengan orang tuna
rungu yang daerah Wernickenya terserang. Mereka dapat memberikan sinyal dengan lancar tetapi
maknanya tidak aruan. Konfigurasi, lokasi, dan gerakan tangan atau jarinya menghasilkan kata-kata yang
tidak cocok maknanya sehingga kalimat tadi menjadi tidak berarti.

Bukti lain bahwa pengguna bahasa sinyal memakai terutama hemisfir kiri untuk bersinyal adalah bahwa
kalau ada rusak adalah hemisfer kanan, pada umumnya tidak terjadi ganguan dalam bersinyal. Tata
bahasanya masih utuh dan tidak terbata-bata.

10.METODE PENELITIAN OTAK

Broca dan Wernicke melakukan penelitian mengenai otak manusia tentunya belum ada alat-alat yang
canggi separti sekarang. Mereka, dan para peneliti sesudanya, melakukan operasi setelah pasiennya
meninggal. Ada pula yang melakukan operasi-operasi lain, seperti pemisahan hemisfir kiri dan kanan
untuk mengobati penyakit epilepsy, pada sat pasiennya masih hidup. Bahkan Penfield di tahun 50-an
mengoperasi seorang pasien hanya dengan anstesi local sehingga pasien itu masih sadar (Penfield dan
Roberts 1959: 106-118).

Kemajuan teknologi telah membuat penelitian mengenai otak lebih maju. Kini telah terdapat CT
atau CAT.CT dan CAT memanfaatkan sumber sinar -X (X-ray) untuk merekam berbagai imaji iga dimensi
dari seluruh atau sebagian otak. Menarik untuk dicatat bahwa alat ini telah di pakai untuk meneliti otak
Mr. Tan (pasien Broca) – yang otaknya disimpan di museum kedokteran di Pasir selama lebih dari 100
tahun – dan terbukti bahwa Broca benar!

Berbedah dengan CAT, Positron Emission Tomography, (PET), dapat mempertunjukkan kegiatan
otak secara langsung. Pada PET bahan yang berisi radioaktif ringan disuntikkan ke pembuluh darah dan
kemudian pola aliran darah pada otak ditelusuri degnan alat detektor khusus yang diletakkan pada
kepala si pasien. Detektor ini memberikan imaji yang berwarna-warna. Pada waktu pasien melakukan
kegiatan verbal sesuai dengan instruksi dari peneliti, bagian-bagian otak yang melakukan kegiatan ini
akan mendapat aliran darah yang lebih banyak dan menyebabkan daerah itu “menyalah”.
Unknown di 04.51

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

YuliiQueen ツ => student n clasher. "Kalau soal game COC saya ga main-main" 🙊✌

Unknown

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

englishacademic

SELASA, 02 JUNI 2015

LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

BAB I
A. Latar Belakang

Dalam bahasa selain pemahaman manusia bagaimana mempersepsi ujaran, produksi ujaran ada juga
faktor yang mempengaruhi bahasa, faktor biologis dan neurologis. Faktor-faktor ini juga yang
membedakan bahasa manusia dan binatang. Disimpulkan bahwa perkembangan bahasa manusia
memiliki kaitan erat dengan dengan perkembangan biologisnya.

Faktor yang juga sangat penting dalam penguasaan bahasa adalah faktor neurologis yakni kaitan antara
otak manusia dengan bahasa. Pada bab ini akan disajikan struktur dan organisasi otak manusia untuk
memberikan pelita terhadap masalah pemerolehan, pemahaman, dan pemakaian bahasa serta akibat-
akibat yang akan timbul apabila ada gangguan pada otak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah:

1. Bagaimana evolusi otak manusia?

2. Apa perbedaan otak manusia dan otak binatang?

3. Bagaimana kaitan otak dengan bahasa?

4. Bagaimana peran hemisfir kiri dan hemisfir kanan?

5. Apa saja yang termasuk gangguan wicara?

6. Apa yang dimaksud hipotese umur kritis?

7. Apa yang dimaksud kekidalan dan kekinanan?

8. Bagaimana perbedaan otak pria dan otak wanita?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui evolusi otak manusia.

2. Untuk mengetahui perbedaan otak manusia dan otak binatang.

3. Untuk mengetahui kaitan otak dengan bahasa.

4. Untuk mengetahui peran hemisfir kiri dan hemisfir kanan.

5. Untuk mengetahui gangguan wicara.


6. Untuk mengetahui hipotese umur kritis.

7. Untuk mengetahui kekidalan dan kekinanan.

8. Untuk mengetahui perbedaan otak pria dan otak wanita.

BAB II

LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

1.1 EVOLUSI OTAK MANUSIA

Manusia tumbuh secara gradual dari suatu bentuk ke bentuk lain selama berjuta-juta tahun. Salah satu
pertumbuhan yang telah diselidiki oleh para ahli Palaeneurologi menunjukkan bahwa evolusi otak dari
primat Austrolopithecus sampai dengan manusia pada masa kini telah berlangsung sekitar 3 juta tahun.
Hal ini tampak paling tidak pada ukuran otak yang membesar dari 400 miligram menjadi1400 miligram
pada kurun waktu 3-4 juta tahun yang lalu. Dari munculnya Homo Erectus sampai dengan adanya Homo
Sapiens sekitar 1,7 juta tahun lalu ukuran otak manusia telah berkembang hampir dua kali lipat, dari 800
miligram ke 1.500 miligram.

Perkembangan otak ini dapat dibagi menjadi empat tahap (Holloway dikutip Dardjowidjojo, 2005: 202).
Tahap pertama adalah tahap perkembangan ukuran seperti yang dikatakan di atas. Tahap ini tampak
pada Homo Erectus yang ditemukan di Jawa dan di Cina.Tahap kedua adalah adanya perubahan
reorganisasi pada otak. Lembah-lembah pada otak ada yang bergeser sehingga memperluas daerah lain
seperti daerah yang dinamakan kaerah pariental. Perubahan ini terjadi pada praaustrolopithecus ke
Austrolopithecus Afarensis. Tahap ketiga adalah munculnya sistem fiber yang berbeda-beda pada
daerah-daerah tertentu melalui corpus callosum. Fiber-fiber ini diibaratkan sebagai kabel listrik yang
memberikan aliran-aliran elektrik untuk menggerakkan atau melakukan sesuatu. Tahap terakhir adalah
munculnya dua hemisfir yang asimitris. Dua perkembangan terakhir ini (ketiga dan keempat) terjadi
pada saat perubahan dari Homo Erectus ke Homo Sapiens.

Otak manusia merupakan pusat dari sistem saraf manusia dan merupakan organ yang sangat kompleks.
Terlampir di tempurung kepala, ia memiliki struktur umum yang sama dengan otak mamalia lain, tetapi
tiga kali lebih besar sebagai otak mamalia khas dengan ukuran tubuh setara. Sebagian besar ekspansi
berasal dari korteks serebral, berbelit-belit lapisan jaringan saraf yang menutupi permukaan otak bagian
depan. Terutama diperluas adalah lobus frontalis, yang terlibat dalam fungsi eksekutif seperti
pengendalian diri, perencanaan, penalaran, dan berpikir abstrak. Satu diantara teori terdapat perbedaan
kualitatif antara otak manusia seperti saat ini dan otak manusia dalam bentuk pra-manusia. Spink dan
Cole (2006) menyebut apa yang diistilahkan sebagai transformasi neurologi dengan lompatan besar
pada otak manusia, yang bisa menghasilkan transformasi dramatis pada bentuk kognitif manusia serta
memperkuat kerja memori. Peristiwa ini terjadi mulai dari 40.000 sampai 75.000 tahun lampau.
Perbedaan antara otak manusia saat ini dan otak manusia prasejarah serta nenek moyang primata dapat
dijelaskan dengan ukuran otak itu sendiri yang semakin meningkat. Terdapat peningkatan relatif
sebanyak tujuh kali lipat pada ukuran otak dibanding massa tubuh mulai dari jaman kera sampai
manusia hari ini (Jerison:1973). Keadaan ini sering disebut dengan “bentuk terkuat dari hipotesa
ensefalization” atau hipotesa unitari. Menurut hipotesa ini, hanya terdapat satuan adaptasi evolusi pada
evolusi manusia, yaitu ukuran otak, dengan ukurannya semakin lama semakin meningkat. Dalam evolusi
manusia dari primata ke Homo.

Otak manusia berubah karena Homo sapiens mengembangkan kemampuan sosio-kognitif dan bekerja
sama sehingga sukses bersaing. Otak manusia terus meningkat ukuran dan fungsinya; faktanya,
peningkatan ukuran dan fungsi ini sangatlah cepat. Berkembangnya otak manusia ini disebabkan karena
kebutuhan manusia untuk bekerja sama dalam kelompok demi mempertahankan persaingan melawan
kelompok Homo sapiens lainnya. Hipotesa “kerja sama untuk bersaing” berarti hanya dikalangan
manusia dan diantara diri mereka sendirilah yang dapat mengembangkan tantangan cukup besar
sehingga menimbulkan proses adaptasi manusia. Oleh sebab itu diri manusia sendirilah yang menjadi
kekuatan alam.Otak seorang bayi ketika baru dilahirkan beratnya hanyalah kira-kira 40% dari berat otak
orang dewasa; sedangkan makhluk primata lain, seperti kera adalah 70%dari otak dewasanya (Menyuk,
1971: 31). Dari perbandingan tersebut tampak bahwa manusia kiranya telah dikodratkan secara biologis
untuk mengembangkan otak dan kemampuannya secara cepat. Dalam waktu tidak terlalu lama otak itu
telah berkembang menuju kesempurnaannya. Sewaktu dewasa manusia mempunyai otak seberat 1350
gram, sedangkan simpanse dewasa hanya 450 gram (Slobin, 1971:118). Memang ada manusia kerdil
yang termasuk nanocephalic yang berat otaknya hanya 450 gram waktu dewasa, tetapi masih dapat
berbicara seperti manusia lainnya, sedangkan makhluk lain tidak (Lenneberg :1964).

2.2 OTAK MANUSIA VS OTAK BINTANG


Di samping bentuk tubuh dan ciri-ciri fisikal yang lainnya, yang membedakan manusia dari binatang
adalah terutama otaknya. Dibandingkan dengan binatang lain seperti monyet dan anjing, volume otak
manusia memang lebih besar. Akan tetapi yang memisahkan manusia dari kelompok binatang,
khususnya dalam hal penggunaan bahasa, bukanlah ukuran dan bobot otaknya. Manusia berbeda dari
binatang karena struktur dan organisasi otaknya berbeda sehingga fungsi dan penggunaannya berbeda
pula dalam hal bahasa.

2.2.1 Otak Manusia

Berat otak manusia adalah antara 1 sampai 1,5 kg, ukuran ini adalah 2% dari berat badannya. Akan
tetapi menyedot 15% dari seluruh peredaran darah dari jantung dan memerlukan 20% dari sumberdaya
metabolik manusia.

Seluruh sistem saraf kita terdiri dari dua bagian utama, yaitu:

Ø Tulang punggung yang terdiri dari sederetan tulang punggung yang bersambung-sambungan (spiral
cord)

Ø Otak. Otak terdiri dari dua bagian, yaitu:

· Batang otak (brain stem)

· Korteks serebral (cerebral cortex)

Korteks serebral menangani fungsi-fungsi intelektual dan bahasa. Korteks serebral manusia terdiri dari
dua bagian, yaitu: hemisfir kiri dan hemisfir kanan. kedua hemisfir ini dihubungkan oleh sekitar 200 fiber
yang dinamakan korpus kalosum (corpus callosum). Hemisfir kiri mengendalikan semua anggota badan
yang ada di sebelah kanan termasuk muka bagian kanan, sebaliknya, hemisfir kanan mengontror
anggota badan dan wajah sebelah kiri.

Menjelang anak mencapai umur sekitar 12 tahun terjadilah pembagian fungsi yang dinamakan
lateralisasi. Pada hemisfir kiri ada daerah, yakni daerah wernicke, yang lebih luas daripada bagian yang
sama di hemisfir kanan. Karena yang berperan lebih banyak dalam kaitannya dengan bahasa adalah
hemisfir kiri.

Hemisfir kiri terdiri dari empat daerah besar yang dinamakan lobe, antara lain:

Ø Lobe frontal (frontal lobe) bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kognisi.

Ø Lobe temporal (temporal lobe) bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pendengaran.

Ø Lobe osipital (occipital lobe) bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan penglihatan.

Ø Lobe parietal (parietal lobe) bertugas mengurusi rasa somaestetik, yakni rasa yang ada pada tangan,
kaki dan muka.
2.2.2 Otak Binatang

Korteks serebral pada binatang boleh dikatakan tiadak tampak, padahal korteks inilah yang sangat
berkembang pada manusia. Manusia memakai sebagian besar otaknya untuk proses mental, termasuk
proses kebahasaan, tetapi binatang lebih banyak memakai otaknya untuk kebutuhan-kebutuhan fisik.

2.3 KAITAN OTAK DENGAN BAHASA

Apabila input yang masuk adalah dalam bentuk lisan, maka bunyi itu ditanggapi di lobe temporal,
khususnya oleh korteks primer pendengaran. Setelah itu diterima, dicerna dan diolah, selanjutnya bunyi
bahasa tadi dikirim ke daerah wernicke untuk diinterpretasikan. Bila masukan tadi perlu ditanggapi
secara verbal, maka interpretasi itu dikirim ke daerah broca melalui fasikulus akurat. Di daerah broca
proses penanggapan dimulai. Setelah diputuskan tanggapan verbal itu bunyinya seperti apa maka
daerah broca ”memerintahkan” motor korteks untuk melaksanakannya.

2.4 PERANAN HEMISFIR DAN HEMISFIR KANAN

Dari hasil operasi yang dinamakan hemispherectomy-operasi dimana satu hemisfer diambil dalam
rangka mencegah epilepsi. Dari operasi tersebut, terbukti bahwa bila hemisfer kiri yang diambil, maka
kemampuan bahasa orang itu menurun dengan drastis. Sebaliknya, bila yang diambil hemisfir kanan,
maka orang tersebut masih dapat berbahasa meskipun tidak sempurna.

Ada juga hal-hal yang berkaitan dengan bahasa yang ditangani oleh hemisifir kanan. Dari orang yang
hemisfir kanannya terganggu, maka didapati bahwa kemampuan mereka dalam mengurutkan sebuah
peristiwa, sebuah cerita atau narasi menjadi kacau.

2.5 GANGGUAN WICARA

Gangguan wicara adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah,
tersumbatnya pembuluh darah atau kurangnya oksigen pada otak (stroke). Akibat penyakit stroke ini
juga ditentukan oleh letak kerusakan pada hemisfir yang bersangkutan. Pada umumnya kerusakan pada
hemisfir kiri mengakibatkan munculnya gangguan wicara. Gangguan wicara yang disebabkan oleh stroke
dinamakan Afasia (aphasia).

2.5.1 Macam-macam Afasia

Ada beberapa macam afasia, tergantung pada daerah mana di hemisfir kita yang terkena stroke. Berikut
adalah beberapa macam afasia yang umum ditemukan, antara lain:

Afasia Broca (Lesion) : kerusakan yang terjadi di daerah broca. Afasia ini menyebabkan gangguan
pada pencernaan dan pengungkap ujaran.
Afasia Wernicke : kerusakan terjadi pada daerah wernicke, yakni bagian agak ke belakang dari lobe
temporal. Penderita ini lancar berbicara hanya saja kalimat yang diucapkan susah dimengerti karena
tidak cocok maknanya.

Afasia Amonik : kerusakan otak terjadi pada bagian depan dari lobe parietal / pada batas antara lobe
parietal dengan lobe temporal. Penderita ini tidak mampu mengaitkan konsep dan bunyi atau kata yang
mewakilinya.

Afasia Global : kerusakan tidak terjadi pada satu atau dua daerah saja, tetapi di beberapa daerah
yang lain. Kerusakan dapat menyebar dari daerah broca, melewati korteks motor, menuju ke lobe
parietal dan sampai ke daerah wernicke. Kerusakan ini menyebabkan gangguan fisikal dan verbal yang
sangat besar.

 Dari segi fisik : bisa lumpuh di sebelah kanan, mulut bisa mencong dan lidah tidak cukup fleksibel.

 Dari segi verbal : tidak dapat memahami ujaran orang dan ujarannya tidak dimengerti orang.

Afasia Kondusi : kerusakan yang terjadi pada fiber-fiber yang ada pada fasikulus akurat yang
menghubungkan lobe frontal dengan lobe temporal. Penderita ini tidak dapat mengulang kata yang baru
saja diberikan padanya.

2.6 HIPOTESE UMUR KRITIS

Sebelum mencapai umur belasan bawah, sekitar umur 12 tahunan, anak mempunyai kemampuan untuk
memperoleh bahasa mana pun yang disajikan padanya secara natif. Hal ini tampak terutama pada
aksesnya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotese yang bernama Hipotesis Umur Kritis (Critical Age
Hypothesis) yang diajukan oleh Lenneberg (1967). Pada esensinya hipotese ini mengatakan bahwa
antara umur 2 tahun sampai dengan 12 tahun seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun
dengan kemampuan seorang penutur asli. Jadi, seandainya ada keluarga Amerika yang tinggal di Jakarta
dan kemudian mereka melahirkan anak, dan anak itu itu bergaul dengan orang-orang Indonesia sampai
dengan, katakanlah umur 5-7 tahun, dia pasti akan dapat berbahasa Indonesia Jakarta seperti anak
Jakarta seperti anak Jakarta yang lain. Begitu juga sebaliknya: anak Indonesia yang lahir dan besar di
New York dan bergaul dengan orang-orang New York akan berbicara bahasa Inggris New York seperti
orang New York. Hal seperti ini terjadi karena sebelum umur 12 tahun pada anak belum terjadi
lateralisasi, yakni hemisferkiri dan hemisfer kanan belum dipisah unutk diberi tugas sendiri-sendiri.
Kedua-duanya masih lentur dan masih dapat menerima tugas apa pun. Itu pulalah sebabnya mengapa
orang yang kena stroke pada umur di bawah sekitar 12 tahun akan dapat pulih 100% dalam memperoleh
bahasa sedangkan orang dewasa akan kecil kemungkinannya untuk sembuh total.

2.7 KEKIDALAN DAN KEKINAN

Ada orang yang kidal dan ada juga yang kinan, bahkan ada pula yang dapat menggunakan kedua
tangannya secara berimbang disebut ambidektrus (ambidextrous). Disebutkan bahwa hemisfer kiri
adalah sebagai hemisfer dominan bagi bahasa. Untuk kebanyakan orang, bahasa ada pada hemisfer kiri
yaitu sekitar 99% dari orang kinan memakai hemisfer kiri untuk berbahasa. Demikian juga orang kidal,
yaitu 75% dari mereka juga memakai hemisfer kiri, meskipun kadar dominasi hemisfer ini tidak sekuat
seperti pada orang kinan. Masalah mengenai ada atau tidaknya kolerasi antara kekidalan dan kekinanan
dalam pemakai bahasa ataupun kemampuan intelektual lainnya, ada yang mengatakan bahwa kadar
dominasi hemisfer kiri pada orang kidal yang tidak sekuat seperti orang kinan membuat orang kidal
mempunyai masalah dalam hal baca dan hal tulis (Lamn dan Epstein,1999) namun hal tersebut masih
menjadi perdebatan. Berdasarkan penelitian bahwasannya bagian depan dari otak kita tidak
mempengaruhi seseorang untuk berbicara dengan baik dan benar, namun bagian kepala yang disebut
dengan Medan Broce (Broca)-lah yang memiliki peranan penting dalam berbahasa, namun yang terjadi
dalam masyarakat kita adalah sesuatu yang buruk itu berasal dari kiri dan hal ini sudah menjadi budaya
dan dalam masyarakat yang berbudaya seperti ini orang umunya menghalangi anak untuk menjadi kidal
padahal masalah kekidalan adalah semata-mata masalah genetik, namun belum ada penelitian yang
menyatakan mengenai dampak dari pemaksaan memakai tangan kanan.

2.8 OTAK PRIA DAN OTAK WANITA

Ada yang berpendapat bahwa ada perbedaan antara otak pria dengan otak wanita dalam hal bentuknya,
yakni hemisfir kiri pada wanita lebih tebal dari pada hemisfir kanan. Keadaan yang seperti inilah yang
menyebabkan kelas bahasa umumnya didominasi oleh wanita.

Mengenai otak pria dan wanita ini, ada kecenderungan yang lebih besar bagi wanita untuk dapat
sembuh dari penyakit afasia daripada pria. Begitu juga afasia akan lebih sering muncul pada pria
daripada pada wanita saat mereka terkena stroke.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi dari paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa kaitan neurologis dan perkembangan bahasa sejak
dini sangat erat. Seorang anak yang mengalami masa-masa menangis, mendekut dan mengoceh
sesungguhnya mengalami juga perkembangan otak yang sangat signifikan. Kemajuan berbahasa
ditentukan bagaimana pola pendidikan anak sejak dini. Para ahli menganjurkan bahwa komunikasi yang
diberikan kepada seorang anak sejak dalam kandungan, akan terus berkembang sampai dia lahir
kedunia. Perkembangan yang baik akan menciptakan individu yang sempurna kelak.

Questions:

1. Evi sukarti

What is the reason why the woman has more implementation from the man?

Because the man has left hemisfir thicker than the man’s left hemisfir.
2. Bima

Do you think 12 years old above have more difficulties in learning language than twelve years old
bellow?

I think so, because 12 years old bellow the two hemisfir are not laterisation yet so brain is flexible to get
or study any languages except mother tongue.

3. Rosma

When somebody is confuse in telling something. It is including orally disorder?

Yes, it is including orally disorder. It named agnosida or dementia.

What are the factors that cause someone has brain disorder?

The factors that cause someone have someone brain disorders are genetic factor and life style.

DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

BAB I

A. Latar Belakang

Dalam bahasa selain pemahaman manusia bagaimana mempersepsi ujaran, produksi ujaran ada juga
faktor yang mempengaruhi bahasa, faktor biologis dan neurologis. Faktor-faktor ini juga yang
membedakan bahasa manusia dan binatang. Disimpulkan bahwa perkembangan bahasa manusia
memiliki kaitan erat dengan dengan perkembangan biologisnya.

Faktor yang juga sangat penting dalam penguasaan bahasa adalah faktor neurologis yakni kaitan antara
otak manusia dengan bahasa. Pada bab ini akan disajikan struktur dan organisasi otak manusia untuk
memberikan pelita terhadap masalah pemerolehan, pemahaman, dan pemakaian bahasa serta akibat-
akibat yang akan timbul apabila ada gangguan pada otak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah:

1. Bagaimana evolusi otak manusia?

2. Apa perbedaan otak manusia dan otak binatang?

3. Bagaimana kaitan otak dengan bahasa?

4. Bagaimana peran hemisfir kiri dan hemisfir kanan?

5. Apa saja yang termasuk gangguan wicara?

6. Apa yang dimaksud hipotese umur kritis?

7. Apa yang dimaksud kekidalan dan kekinanan?

8. Bagaimana perbedaan otak pria dan otak wanita?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui evolusi otak manusia.

2. Untuk mengetahui perbedaan otak manusia dan otak binatang.

3. Untuk mengetahui kaitan otak dengan bahasa.

4. Untuk mengetahui peran hemisfir kiri dan hemisfir kanan.

5. Untuk mengetahui gangguan wicara.

6. Untuk mengetahui hipotese umur kritis.

7. Untuk mengetahui kekidalan dan kekinanan.


8. Untuk mengetahui perbedaan otak pria dan otak wanita.

BAB II

LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

1.1 EVOLUSI OTAK MANUSIA

Manusia tumbuh secara gradual dari suatu bentuk ke bentuk lain selama berjuta-juta tahun. Salah satu
pertumbuhan yang telah diselidiki oleh para ahli Palaeneurologi menunjukkan bahwa evolusi otak dari
primat Austrolopithecus sampai dengan manusia pada masa kini telah berlangsung sekitar 3 juta tahun.
Hal ini tampak paling tidak pada ukuran otak yang membesar dari 400 miligram menjadi1400 miligram
pada kurun waktu 3-4 juta tahun yang lalu. Dari munculnya Homo Erectus sampai dengan adanya Homo
Sapiens sekitar 1,7 juta tahun lalu ukuran otak manusia telah berkembang hampir dua kali lipat, dari 800
miligram ke 1.500 miligram.

Perkembangan otak ini dapat dibagi menjadi empat tahap (Holloway dikutip Dardjowidjojo, 2005: 202).
Tahap pertama adalah tahap perkembangan ukuran seperti yang dikatakan di atas. Tahap ini tampak
pada Homo Erectus yang ditemukan di Jawa dan di Cina.Tahap kedua adalah adanya perubahan
reorganisasi pada otak. Lembah-lembah pada otak ada yang bergeser sehingga memperluas daerah lain
seperti daerah yang dinamakan kaerah pariental. Perubahan ini terjadi pada praaustrolopithecus ke
Austrolopithecus Afarensis. Tahap ketiga adalah munculnya sistem fiber yang berbeda-beda pada
daerah-daerah tertentu melalui corpus callosum. Fiber-fiber ini diibaratkan sebagai kabel listrik yang
memberikan aliran-aliran elektrik untuk menggerakkan atau melakukan sesuatu. Tahap terakhir adalah
munculnya dua hemisfir yang asimitris. Dua perkembangan terakhir ini (ketiga dan keempat) terjadi
pada saat perubahan dari Homo Erectus ke Homo Sapiens.

Otak manusia merupakan pusat dari sistem saraf manusia dan merupakan organ yang sangat kompleks.
Terlampir di tempurung kepala, ia memiliki struktur umum yang sama dengan otak mamalia lain, tetapi
tiga kali lebih besar sebagai otak mamalia khas dengan ukuran tubuh setara. Sebagian besar ekspansi
berasal dari korteks serebral, berbelit-belit lapisan jaringan saraf yang menutupi permukaan otak bagian
depan. Terutama diperluas adalah lobus frontalis, yang terlibat dalam fungsi eksekutif seperti
pengendalian diri, perencanaan, penalaran, dan berpikir abstrak. Satu diantara teori terdapat perbedaan
kualitatif antara otak manusia seperti saat ini dan otak manusia dalam bentuk pra-manusia. Spink dan
Cole (2006) menyebut apa yang diistilahkan sebagai transformasi neurologi dengan lompatan besar
pada otak manusia, yang bisa menghasilkan transformasi dramatis pada bentuk kognitif manusia serta
memperkuat kerja memori. Peristiwa ini terjadi mulai dari 40.000 sampai 75.000 tahun lampau.
Perbedaan antara otak manusia saat ini dan otak manusia prasejarah serta nenek moyang primata dapat
dijelaskan dengan ukuran otak itu sendiri yang semakin meningkat. Terdapat peningkatan relatif
sebanyak tujuh kali lipat pada ukuran otak dibanding massa tubuh mulai dari jaman kera sampai
manusia hari ini (Jerison:1973). Keadaan ini sering disebut dengan “bentuk terkuat dari hipotesa
ensefalization” atau hipotesa unitari. Menurut hipotesa ini, hanya terdapat satuan adaptasi evolusi pada
evolusi manusia, yaitu ukuran otak, dengan ukurannya semakin lama semakin meningkat. Dalam evolusi
manusia dari primata ke Homo.

Otak manusia berubah karena Homo sapiens mengembangkan kemampuan sosio-kognitif dan bekerja
sama sehingga sukses bersaing. Otak manusia terus meningkat ukuran dan fungsinya; faktanya,
peningkatan ukuran dan fungsi ini sangatlah cepat. Berkembangnya otak manusia ini disebabkan karena
kebutuhan manusia untuk bekerja sama dalam kelompok demi mempertahankan persaingan melawan
kelompok Homo sapiens lainnya. Hipotesa “kerja sama untuk bersaing” berarti hanya dikalangan
manusia dan diantara diri mereka sendirilah yang dapat mengembangkan tantangan cukup besar
sehingga menimbulkan proses adaptasi manusia. Oleh sebab itu diri manusia sendirilah yang menjadi
kekuatan alam.Otak seorang bayi ketika baru dilahirkan beratnya hanyalah kira-kira 40% dari berat otak
orang dewasa; sedangkan makhluk primata lain, seperti kera adalah 70%dari otak dewasanya (Menyuk,
1971: 31). Dari perbandingan tersebut tampak bahwa manusia kiranya telah dikodratkan secara biologis
untuk mengembangkan otak dan kemampuannya secara cepat. Dalam waktu tidak terlalu lama otak itu
telah berkembang menuju kesempurnaannya. Sewaktu dewasa manusia mempunyai otak seberat 1350
gram, sedangkan simpanse dewasa hanya 450 gram (Slobin, 1971:118). Memang ada manusia kerdil
yang termasuk nanocephalic yang berat otaknya hanya 450 gram waktu dewasa, tetapi masih dapat
berbicara seperti manusia lainnya, sedangkan makhluk lain tidak (Lenneberg :1964).

2.2 OTAK MANUSIA VS OTAK BINTANG

Di samping bentuk tubuh dan ciri-ciri fisikal yang lainnya, yang membedakan manusia dari binatang
adalah terutama otaknya. Dibandingkan dengan binatang lain seperti monyet dan anjing, volume otak
manusia memang lebih besar. Akan tetapi yang memisahkan manusia dari kelompok binatang,
khususnya dalam hal penggunaan bahasa, bukanlah ukuran dan bobot otaknya. Manusia berbeda dari
binatang karena struktur dan organisasi otaknya berbeda sehingga fungsi dan penggunaannya berbeda
pula dalam hal bahasa.

2.2.1 Otak Manusia

Berat otak manusia adalah antara 1 sampai 1,5 kg, ukuran ini adalah 2% dari berat badannya. Akan
tetapi menyedot 15% dari seluruh peredaran darah dari jantung dan memerlukan 20% dari sumberdaya
metabolik manusia.

Seluruh sistem saraf kita terdiri dari dua bagian utama, yaitu:

Ø Tulang punggung yang terdiri dari sederetan tulang punggung yang bersambung-sambungan (spiral
cord)

Ø Otak. Otak terdiri dari dua bagian, yaitu:

· Batang otak (brain stem)

· Korteks serebral (cerebral cortex)

Korteks serebral menangani fungsi-fungsi intelektual dan bahasa. Korteks serebral manusia terdiri dari
dua bagian, yaitu: hemisfir kiri dan hemisfir kanan. kedua hemisfir ini dihubungkan oleh sekitar 200 fiber
yang dinamakan korpus kalosum (corpus callosum). Hemisfir kiri mengendalikan semua anggota badan
yang ada di sebelah kanan termasuk muka bagian kanan, sebaliknya, hemisfir kanan mengontror
anggota badan dan wajah sebelah kiri.

Menjelang anak mencapai umur sekitar 12 tahun terjadilah pembagian fungsi yang dinamakan
lateralisasi. Pada hemisfir kiri ada daerah, yakni daerah wernicke, yang lebih luas daripada bagian yang
sama di hemisfir kanan. Karena yang berperan lebih banyak dalam kaitannya dengan bahasa adalah
hemisfir kiri.

Hemisfir kiri terdiri dari empat daerah besar yang dinamakan lobe, antara lain:

Ø Lobe frontal (frontal lobe) bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kognisi.

Ø Lobe temporal (temporal lobe) bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pendengaran.

Ø Lobe osipital (occipital lobe) bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan penglihatan.

Ø Lobe parietal (parietal lobe) bertugas mengurusi rasa somaestetik, yakni rasa yang ada pada tangan,
kaki dan muka.

2.2.2 Otak Binatang


Korteks serebral pada binatang boleh dikatakan tiadak tampak, padahal korteks inilah yang sangat
berkembang pada manusia. Manusia memakai sebagian besar otaknya untuk proses mental, termasuk
proses kebahasaan, tetapi binatang lebih banyak memakai otaknya untuk kebutuhan-kebutuhan fisik.

2.3 KAITAN OTAK DENGAN BAHASA

Apabila input yang masuk adalah dalam bentuk lisan, maka bunyi itu ditanggapi di lobe temporal,
khususnya oleh korteks primer pendengaran. Setelah itu diterima, dicerna dan diolah, selanjutnya bunyi
bahasa tadi dikirim ke daerah wernicke untuk diinterpretasikan. Bila masukan tadi perlu ditanggapi
secara verbal, maka interpretasi itu dikirim ke daerah broca melalui fasikulus akurat. Di daerah broca
proses penanggapan dimulai. Setelah diputuskan tanggapan verbal itu bunyinya seperti apa maka
daerah broca ”memerintahkan” motor korteks untuk melaksanakannya.

2.4 PERANAN HEMISFIR DAN HEMISFIR KANAN

Dari hasil operasi yang dinamakan hemispherectomy-operasi dimana satu hemisfer diambil dalam
rangka mencegah epilepsi. Dari operasi tersebut, terbukti bahwa bila hemisfer kiri yang diambil, maka
kemampuan bahasa orang itu menurun dengan drastis. Sebaliknya, bila yang diambil hemisfir kanan,
maka orang tersebut masih dapat berbahasa meskipun tidak sempurna.

Ada juga hal-hal yang berkaitan dengan bahasa yang ditangani oleh hemisifir kanan. Dari orang yang
hemisfir kanannya terganggu, maka didapati bahwa kemampuan mereka dalam mengurutkan sebuah
peristiwa, sebuah cerita atau narasi menjadi kacau.

2.5 GANGGUAN WICARA

Gangguan wicara adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah,
tersumbatnya pembuluh darah atau kurangnya oksigen pada otak (stroke). Akibat penyakit stroke ini
juga ditentukan oleh letak kerusakan pada hemisfir yang bersangkutan. Pada umumnya kerusakan pada
hemisfir kiri mengakibatkan munculnya gangguan wicara. Gangguan wicara yang disebabkan oleh stroke
dinamakan Afasia (aphasia).

2.5.1 Macam-macam Afasia

Ada beberapa macam afasia, tergantung pada daerah mana di hemisfir kita yang terkena stroke. Berikut
adalah beberapa macam afasia yang umum ditemukan, antara lain:

Afasia Broca (Lesion) : kerusakan yang terjadi di daerah broca. Afasia ini menyebabkan gangguan
pada pencernaan dan pengungkap ujaran.
Afasia Wernicke : kerusakan terjadi pada daerah wernicke, yakni bagian agak ke belakang dari lobe
temporal. Penderita ini lancar berbicara hanya saja kalimat yang diucapkan susah dimengerti karena
tidak cocok maknanya.

Afasia Amonik : kerusakan otak terjadi pada bagian depan dari lobe parietal / pada batas antara lobe
parietal dengan lobe temporal. Penderita ini tidak mampu mengaitkan konsep dan bunyi atau kata yang
mewakilinya.

Afasia Global : kerusakan tidak terjadi pada satu atau dua daerah saja, tetapi di beberapa daerah
yang lain. Kerusakan dapat menyebar dari daerah broca, melewati korteks motor, menuju ke lobe
parietal dan sampai ke daerah wernicke. Kerusakan ini menyebabkan gangguan fisikal dan verbal yang
sangat besar.

 Dari segi fisik : bisa lumpuh di sebelah kanan, mulut bisa mencong dan lidah tidak cukup fleksibel.

 Dari segi verbal : tidak dapat memahami ujaran orang dan ujarannya tidak dimengerti orang.

Afasia Kondusi : kerusakan yang terjadi pada fiber-fiber yang ada pada fasikulus akurat yang
menghubungkan lobe frontal dengan lobe temporal. Penderita ini tidak dapat mengulang kata yang baru
saja diberikan padanya.

2.6 HIPOTESE UMUR KRITIS

Sebelum mencapai umur belasan bawah, sekitar umur 12 tahunan, anak mempunyai kemampuan untuk
memperoleh bahasa mana pun yang disajikan padanya secara natif. Hal ini tampak terutama pada
aksesnya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotese yang bernama Hipotesis Umur Kritis (Critical Age
Hypothesis) yang diajukan oleh Lenneberg (1967). Pada esensinya hipotese ini mengatakan bahwa
antara umur 2 tahun sampai dengan 12 tahun seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun
dengan kemampuan seorang penutur asli. Jadi, seandainya ada keluarga Amerika yang tinggal di Jakarta
dan kemudian mereka melahirkan anak, dan anak itu itu bergaul dengan orang-orang Indonesia sampai
dengan, katakanlah umur 5-7 tahun, dia pasti akan dapat berbahasa Indonesia Jakarta seperti anak
Jakarta seperti anak Jakarta yang lain. Begitu juga sebaliknya: anak Indonesia yang lahir dan besar di
New York dan bergaul dengan orang-orang New York akan berbicara bahasa Inggris New York seperti
orang New York. Hal seperti ini terjadi karena sebelum umur 12 tahun pada anak belum terjadi
lateralisasi, yakni hemisferkiri dan hemisfer kanan belum dipisah unutk diberi tugas sendiri-sendiri.
Kedua-duanya masih lentur dan masih dapat menerima tugas apa pun. Itu pulalah sebabnya mengapa
orang yang kena stroke pada umur di bawah sekitar 12 tahun akan dapat pulih 100% dalam memperoleh
bahasa sedangkan orang dewasa akan kecil kemungkinannya untuk sembuh total.

2.7 KEKIDALAN DAN KEKINAN

Ada orang yang kidal dan ada juga yang kinan, bahkan ada pula yang dapat menggunakan kedua
tangannya secara berimbang disebut ambidektrus (ambidextrous). Disebutkan bahwa hemisfer kiri
adalah sebagai hemisfer dominan bagi bahasa. Untuk kebanyakan orang, bahasa ada pada hemisfer kiri
yaitu sekitar 99% dari orang kinan memakai hemisfer kiri untuk berbahasa. Demikian juga orang kidal,
yaitu 75% dari mereka juga memakai hemisfer kiri, meskipun kadar dominasi hemisfer ini tidak sekuat
seperti pada orang kinan. Masalah mengenai ada atau tidaknya kolerasi antara kekidalan dan kekinanan
dalam pemakai bahasa ataupun kemampuan intelektual lainnya, ada yang mengatakan bahwa kadar
dominasi hemisfer kiri pada orang kidal yang tidak sekuat seperti orang kinan membuat orang kidal
mempunyai masalah dalam hal baca dan hal tulis (Lamn dan Epstein,1999) namun hal tersebut masih
menjadi perdebatan. Berdasarkan penelitian bahwasannya bagian depan dari otak kita tidak
mempengaruhi seseorang untuk berbicara dengan baik dan benar, namun bagian kepala yang disebut
dengan Medan Broce (Broca)-lah yang memiliki peranan penting dalam berbahasa, namun yang terjadi
dalam masyarakat kita adalah sesuatu yang buruk itu berasal dari kiri dan hal ini sudah menjadi budaya
dan dalam masyarakat yang berbudaya seperti ini orang umunya menghalangi anak untuk menjadi kidal
padahal masalah kekidalan adalah semata-mata masalah genetik, namun belum ada penelitian yang
menyatakan mengenai dampak dari pemaksaan memakai tangan kanan.

2.8 OTAK PRIA DAN OTAK WANITA

Ada yang berpendapat bahwa ada perbedaan antara otak pria dengan otak wanita dalam hal bentuknya,
yakni hemisfir kiri pada wanita lebih tebal dari pada hemisfir kanan. Keadaan yang seperti inilah yang
menyebabkan kelas bahasa umumnya didominasi oleh wanita.

Mengenai otak pria dan wanita ini, ada kecenderungan yang lebih besar bagi wanita untuk dapat
sembuh dari penyakit afasia daripada pria. Begitu juga afasia akan lebih sering muncul pada pria
daripada pada wanita saat mereka terkena stroke.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi dari paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa kaitan neurologis dan perkembangan bahasa sejak
dini sangat erat. Seorang anak yang mengalami masa-masa menangis, mendekut dan mengoceh
sesungguhnya mengalami juga perkembangan otak yang sangat signifikan. Kemajuan berbahasa
ditentukan bagaimana pola pendidikan anak sejak dini. Para ahli menganjurkan bahwa komunikasi yang
diberikan kepada seorang anak sejak dalam kandungan, akan terus berkembang sampai dia lahir
kedunia. Perkembangan yang baik akan menciptakan individu yang sempurna kelak.

Questions:

1. Evi sukarti

What is the reason why the woman has more implementation from the man?

Because the man has left hemisfir thicker than the man’s left hemisfir.
2. Bima

Do you think 12 years old above have more difficulties in learning language than twelve years old
bellow?

I think so, because 12 years old bellow the two hemisfir are not laterisation yet so brain is flexible to get
or study any languages except mother tongue.

3. Rosma

When somebody is confuse in telling something. It is including orally disorder?

Yes, it is including orally disorder. It named agnosida or dementia.

What are the factors that cause someone has brain disorder?

The factors that cause someone have someone brain disorders are genetic factor and life style.

DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

BAB I

A. Latar Belakang

Dalam bahasa selain pemahaman manusia bagaimana mempersepsi ujaran, produksi ujaran ada juga
faktor yang mempengaruhi bahasa, faktor biologis dan neurologis. Faktor-faktor ini juga yang
membedakan bahasa manusia dan binatang. Disimpulkan bahwa perkembangan bahasa manusia
memiliki kaitan erat dengan dengan perkembangan biologisnya.

Faktor yang juga sangat penting dalam penguasaan bahasa adalah faktor neurologis yakni kaitan antara
otak manusia dengan bahasa. Pada bab ini akan disajikan struktur dan organisasi otak manusia untuk
memberikan pelita terhadap masalah pemerolehan, pemahaman, dan pemakaian bahasa serta akibat-
akibat yang akan timbul apabila ada gangguan pada otak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah:

1. Bagaimana evolusi otak manusia?

2. Apa perbedaan otak manusia dan otak binatang?

3. Bagaimana kaitan otak dengan bahasa?

4. Bagaimana peran hemisfir kiri dan hemisfir kanan?

5. Apa saja yang termasuk gangguan wicara?

6. Apa yang dimaksud hipotese umur kritis?

7. Apa yang dimaksud kekidalan dan kekinanan?

8. Bagaimana perbedaan otak pria dan otak wanita?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui evolusi otak manusia.

2. Untuk mengetahui perbedaan otak manusia dan otak binatang.

3. Untuk mengetahui kaitan otak dengan bahasa.

4. Untuk mengetahui peran hemisfir kiri dan hemisfir kanan.

5. Untuk mengetahui gangguan wicara.

6. Untuk mengetahui hipotese umur kritis.

7. Untuk mengetahui kekidalan dan kekinanan.


8. Untuk mengetahui perbedaan otak pria dan otak wanita.

BAB II

LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

1.1 EVOLUSI OTAK MANUSIA

Manusia tumbuh secara gradual dari suatu bentuk ke bentuk lain selama berjuta-juta tahun. Salah satu
pertumbuhan yang telah diselidiki oleh para ahli Palaeneurologi menunjukkan bahwa evolusi otak dari
primat Austrolopithecus sampai dengan manusia pada masa kini telah berlangsung sekitar 3 juta tahun.
Hal ini tampak paling tidak pada ukuran otak yang membesar dari 400 miligram menjadi1400 miligram
pada kurun waktu 3-4 juta tahun yang lalu. Dari munculnya Homo Erectus sampai dengan adanya Homo
Sapiens sekitar 1,7 juta tahun lalu ukuran otak manusia telah berkembang hampir dua kali lipat, dari 800
miligram ke 1.500 miligram.

Perkembangan otak ini dapat dibagi menjadi empat tahap (Holloway dikutip Dardjowidjojo, 2005: 202).
Tahap pertama adalah tahap perkembangan ukuran seperti yang dikatakan di atas. Tahap ini tampak
pada Homo Erectus yang ditemukan di Jawa dan di Cina.Tahap kedua adalah adanya perubahan
reorganisasi pada otak. Lembah-lembah pada otak ada yang bergeser sehingga memperluas daerah lain
seperti daerah yang dinamakan kaerah pariental. Perubahan ini terjadi pada praaustrolopithecus ke
Austrolopithecus Afarensis. Tahap ketiga adalah munculnya sistem fiber yang berbeda-beda pada
daerah-daerah tertentu melalui corpus callosum. Fiber-fiber ini diibaratkan sebagai kabel listrik yang
memberikan aliran-aliran elektrik untuk menggerakkan atau melakukan sesuatu. Tahap terakhir adalah
munculnya dua hemisfir yang asimitris. Dua perkembangan terakhir ini (ketiga dan keempat) terjadi
pada saat perubahan dari Homo Erectus ke Homo Sapiens.

Otak manusia merupakan pusat dari sistem saraf manusia dan merupakan organ yang sangat kompleks.
Terlampir di tempurung kepala, ia memiliki struktur umum yang sama dengan otak mamalia lain, tetapi
tiga kali lebih besar sebagai otak mamalia khas dengan ukuran tubuh setara. Sebagian besar ekspansi
berasal dari korteks serebral, berbelit-belit lapisan jaringan saraf yang menutupi permukaan otak bagian
depan. Terutama diperluas adalah lobus frontalis, yang terlibat dalam fungsi eksekutif seperti
pengendalian diri, perencanaan, penalaran, dan berpikir abstrak. Satu diantara teori terdapat perbedaan
kualitatif antara otak manusia seperti saat ini dan otak manusia dalam bentuk pra-manusia. Spink dan
Cole (2006) menyebut apa yang diistilahkan sebagai transformasi neurologi dengan lompatan besar
pada otak manusia, yang bisa menghasilkan transformasi dramatis pada bentuk kognitif manusia serta
memperkuat kerja memori. Peristiwa ini terjadi mulai dari 40.000 sampai 75.000 tahun lampau.
Perbedaan antara otak manusia saat ini dan otak manusia prasejarah serta nenek moyang primata dapat
dijelaskan dengan ukuran otak itu sendiri yang semakin meningkat. Terdapat peningkatan relatif
sebanyak tujuh kali lipat pada ukuran otak dibanding massa tubuh mulai dari jaman kera sampai
manusia hari ini (Jerison:1973). Keadaan ini sering disebut dengan “bentuk terkuat dari hipotesa
ensefalization” atau hipotesa unitari. Menurut hipotesa ini, hanya terdapat satuan adaptasi evolusi pada
evolusi manusia, yaitu ukuran otak, dengan ukurannya semakin lama semakin meningkat. Dalam evolusi
manusia dari primata ke Homo.

Otak manusia berubah karena Homo sapiens mengembangkan kemampuan sosio-kognitif dan bekerja
sama sehingga sukses bersaing. Otak manusia terus meningkat ukuran dan fungsinya; faktanya,
peningkatan ukuran dan fungsi ini sangatlah cepat. Berkembangnya otak manusia ini disebabkan karena
kebutuhan manusia untuk bekerja sama dalam kelompok demi mempertahankan persaingan melawan
kelompok Homo sapiens lainnya. Hipotesa “kerja sama untuk bersaing” berarti hanya dikalangan
manusia dan diantara diri mereka sendirilah yang dapat mengembangkan tantangan cukup besar
sehingga menimbulkan proses adaptasi manusia. Oleh sebab itu diri manusia sendirilah yang menjadi
kekuatan alam.Otak seorang bayi ketika baru dilahirkan beratnya hanyalah kira-kira 40% dari berat otak
orang dewasa; sedangkan makhluk primata lain, seperti kera adalah 70%dari otak dewasanya (Menyuk,
1971: 31). Dari perbandingan tersebut tampak bahwa manusia kiranya telah dikodratkan secara biologis
untuk mengembangkan otak dan kemampuannya secara cepat. Dalam waktu tidak terlalu lama otak itu
telah berkembang menuju kesempurnaannya. Sewaktu dewasa manusia mempunyai otak seberat 1350
gram, sedangkan simpanse dewasa hanya 450 gram (Slobin, 1971:118). Memang ada manusia kerdil
yang termasuk nanocephalic yang berat otaknya hanya 450 gram waktu dewasa, tetapi masih dapat
berbicara seperti manusia lainnya, sedangkan makhluk lain tidak (Lenneberg :1964).

2.2 OTAK MANUSIA VS OTAK BINTANG

Di samping bentuk tubuh dan ciri-ciri fisikal yang lainnya, yang membedakan manusia dari binatang
adalah terutama otaknya. Dibandingkan dengan binatang lain seperti monyet dan anjing, volume otak
manusia memang lebih besar. Akan tetapi yang memisahkan manusia dari kelompok binatang,
khususnya dalam hal penggunaan bahasa, bukanlah ukuran dan bobot otaknya. Manusia berbeda dari
binatang karena struktur dan organisasi otaknya berbeda sehingga fungsi dan penggunaannya berbeda
pula dalam hal bahasa.

2.2.1 Otak Manusia

Berat otak manusia adalah antara 1 sampai 1,5 kg, ukuran ini adalah 2% dari berat badannya. Akan
tetapi menyedot 15% dari seluruh peredaran darah dari jantung dan memerlukan 20% dari sumberdaya
metabolik manusia.

Seluruh sistem saraf kita terdiri dari dua bagian utama, yaitu:

Ø Tulang punggung yang terdiri dari sederetan tulang punggung yang bersambung-sambungan (spiral
cord)

Ø Otak. Otak terdiri dari dua bagian, yaitu:

· Batang otak (brain stem)

· Korteks serebral (cerebral cortex)

Korteks serebral menangani fungsi-fungsi intelektual dan bahasa. Korteks serebral manusia terdiri dari
dua bagian, yaitu: hemisfir kiri dan hemisfir kanan. kedua hemisfir ini dihubungkan oleh sekitar 200 fiber
yang dinamakan korpus kalosum (corpus callosum). Hemisfir kiri mengendalikan semua anggota badan
yang ada di sebelah kanan termasuk muka bagian kanan, sebaliknya, hemisfir kanan mengontror
anggota badan dan wajah sebelah kiri.

Menjelang anak mencapai umur sekitar 12 tahun terjadilah pembagian fungsi yang dinamakan
lateralisasi. Pada hemisfir kiri ada daerah, yakni daerah wernicke, yang lebih luas daripada bagian yang
sama di hemisfir kanan. Karena yang berperan lebih banyak dalam kaitannya dengan bahasa adalah
hemisfir kiri.

Hemisfir kiri terdiri dari empat daerah besar yang dinamakan lobe, antara lain:

Ø Lobe frontal (frontal lobe) bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kognisi.

Ø Lobe temporal (temporal lobe) bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pendengaran.

Ø Lobe osipital (occipital lobe) bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan penglihatan.

Ø Lobe parietal (parietal lobe) bertugas mengurusi rasa somaestetik, yakni rasa yang ada pada tangan,
kaki dan muka.

2.2.2 Otak Binatang


Korteks serebral pada binatang boleh dikatakan tiadak tampak, padahal korteks inilah yang sangat
berkembang pada manusia. Manusia memakai sebagian besar otaknya untuk proses mental, termasuk
proses kebahasaan, tetapi binatang lebih banyak memakai otaknya untuk kebutuhan-kebutuhan fisik.

2.3 KAITAN OTAK DENGAN BAHASA

Apabila input yang masuk adalah dalam bentuk lisan, maka bunyi itu ditanggapi di lobe temporal,
khususnya oleh korteks primer pendengaran. Setelah itu diterima, dicerna dan diolah, selanjutnya bunyi
bahasa tadi dikirim ke daerah wernicke untuk diinterpretasikan. Bila masukan tadi perlu ditanggapi
secara verbal, maka interpretasi itu dikirim ke daerah broca melalui fasikulus akurat. Di daerah broca
proses penanggapan dimulai. Setelah diputuskan tanggapan verbal itu bunyinya seperti apa maka
daerah broca ”memerintahkan” motor korteks untuk melaksanakannya.

2.4 PERANAN HEMISFIR DAN HEMISFIR KANAN

Dari hasil operasi yang dinamakan hemispherectomy-operasi dimana satu hemisfer diambil dalam
rangka mencegah epilepsi. Dari operasi tersebut, terbukti bahwa bila hemisfer kiri yang diambil, maka
kemampuan bahasa orang itu menurun dengan drastis. Sebaliknya, bila yang diambil hemisfir kanan,
maka orang tersebut masih dapat berbahasa meskipun tidak sempurna.

Ada juga hal-hal yang berkaitan dengan bahasa yang ditangani oleh hemisifir kanan. Dari orang yang
hemisfir kanannya terganggu, maka didapati bahwa kemampuan mereka dalam mengurutkan sebuah
peristiwa, sebuah cerita atau narasi menjadi kacau.

2.5 GANGGUAN WICARA

Gangguan wicara adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah,
tersumbatnya pembuluh darah atau kurangnya oksigen pada otak (stroke). Akibat penyakit stroke ini
juga ditentukan oleh letak kerusakan pada hemisfir yang bersangkutan. Pada umumnya kerusakan pada
hemisfir kiri mengakibatkan munculnya gangguan wicara. Gangguan wicara yang disebabkan oleh stroke
dinamakan Afasia (aphasia).

2.5.1 Macam-macam Afasia

Ada beberapa macam afasia, tergantung pada daerah mana di hemisfir kita yang terkena stroke. Berikut
adalah beberapa macam afasia yang umum ditemukan, antara lain:

Afasia Broca (Lesion) : kerusakan yang terjadi di daerah broca. Afasia ini menyebabkan gangguan
pada pencernaan dan pengungkap ujaran.
Afasia Wernicke : kerusakan terjadi pada daerah wernicke, yakni bagian agak ke belakang dari lobe
temporal. Penderita ini lancar berbicara hanya saja kalimat yang diucapkan susah dimengerti karena
tidak cocok maknanya.

Afasia Amonik : kerusakan otak terjadi pada bagian depan dari lobe parietal / pada batas antara lobe
parietal dengan lobe temporal. Penderita ini tidak mampu mengaitkan konsep dan bunyi atau kata yang
mewakilinya.

Afasia Global : kerusakan tidak terjadi pada satu atau dua daerah saja, tetapi di beberapa daerah
yang lain. Kerusakan dapat menyebar dari daerah broca, melewati korteks motor, menuju ke lobe
parietal dan sampai ke daerah wernicke. Kerusakan ini menyebabkan gangguan fisikal dan verbal yang
sangat besar.

 Dari segi fisik : bisa lumpuh di sebelah kanan, mulut bisa mencong dan lidah tidak cukup fleksibel.

 Dari segi verbal : tidak dapat memahami ujaran orang dan ujarannya tidak dimengerti orang.

Afasia Kondusi : kerusakan yang terjadi pada fiber-fiber yang ada pada fasikulus akurat yang
menghubungkan lobe frontal dengan lobe temporal. Penderita ini tidak dapat mengulang kata yang baru
saja diberikan padanya.

2.6 HIPOTESE UMUR KRITIS

Sebelum mencapai umur belasan bawah, sekitar umur 12 tahunan, anak mempunyai kemampuan untuk
memperoleh bahasa mana pun yang disajikan padanya secara natif. Hal ini tampak terutama pada
aksesnya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotese yang bernama Hipotesis Umur Kritis (Critical Age
Hypothesis) yang diajukan oleh Lenneberg (1967). Pada esensinya hipotese ini mengatakan bahwa
antara umur 2 tahun sampai dengan 12 tahun seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun
dengan kemampuan seorang penutur asli. Jadi, seandainya ada keluarga Amerika yang tinggal di Jakarta
dan kemudian mereka melahirkan anak, dan anak itu itu bergaul dengan orang-orang Indonesia sampai
dengan, katakanlah umur 5-7 tahun, dia pasti akan dapat berbahasa Indonesia Jakarta seperti anak
Jakarta seperti anak Jakarta yang lain. Begitu juga sebaliknya: anak Indonesia yang lahir dan besar di
New York dan bergaul dengan orang-orang New York akan berbicara bahasa Inggris New York seperti
orang New York. Hal seperti ini terjadi karena sebelum umur 12 tahun pada anak belum terjadi
lateralisasi, yakni hemisferkiri dan hemisfer kanan belum dipisah unutk diberi tugas sendiri-sendiri.
Kedua-duanya masih lentur dan masih dapat menerima tugas apa pun. Itu pulalah sebabnya mengapa
orang yang kena stroke pada umur di bawah sekitar 12 tahun akan dapat pulih 100% dalam memperoleh
bahasa sedangkan orang dewasa akan kecil kemungkinannya untuk sembuh total.

2.7 KEKIDALAN DAN KEKINAN

Ada orang yang kidal dan ada juga yang kinan, bahkan ada pula yang dapat menggunakan kedua
tangannya secara berimbang disebut ambidektrus (ambidextrous). Disebutkan bahwa hemisfer kiri
adalah sebagai hemisfer dominan bagi bahasa. Untuk kebanyakan orang, bahasa ada pada hemisfer kiri
yaitu sekitar 99% dari orang kinan memakai hemisfer kiri untuk berbahasa. Demikian juga orang kidal,
yaitu 75% dari mereka juga memakai hemisfer kiri, meskipun kadar dominasi hemisfer ini tidak sekuat
seperti pada orang kinan. Masalah mengenai ada atau tidaknya kolerasi antara kekidalan dan kekinanan
dalam pemakai bahasa ataupun kemampuan intelektual lainnya, ada yang mengatakan bahwa kadar
dominasi hemisfer kiri pada orang kidal yang tidak sekuat seperti orang kinan membuat orang kidal
mempunyai masalah dalam hal baca dan hal tulis (Lamn dan Epstein,1999) namun hal tersebut masih
menjadi perdebatan. Berdasarkan penelitian bahwasannya bagian depan dari otak kita tidak
mempengaruhi seseorang untuk berbicara dengan baik dan benar, namun bagian kepala yang disebut
dengan Medan Broce (Broca)-lah yang memiliki peranan penting dalam berbahasa, namun yang terjadi
dalam masyarakat kita adalah sesuatu yang buruk itu berasal dari kiri dan hal ini sudah menjadi budaya
dan dalam masyarakat yang berbudaya seperti ini orang umunya menghalangi anak untuk menjadi kidal
padahal masalah kekidalan adalah semata-mata masalah genetik, namun belum ada penelitian yang
menyatakan mengenai dampak dari pemaksaan memakai tangan kanan.

2.8 OTAK PRIA DAN OTAK WANITA

Ada yang berpendapat bahwa ada perbedaan antara otak pria dengan otak wanita dalam hal bentuknya,
yakni hemisfir kiri pada wanita lebih tebal dari pada hemisfir kanan. Keadaan yang seperti inilah yang
menyebabkan kelas bahasa umumnya didominasi oleh wanita.

Mengenai otak pria dan wanita ini, ada kecenderungan yang lebih besar bagi wanita untuk dapat
sembuh dari penyakit afasia daripada pria. Begitu juga afasia akan lebih sering muncul pada pria
daripada pada wanita saat mereka terkena stroke.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi dari paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa kaitan neurologis dan perkembangan bahasa sejak
dini sangat erat. Seorang anak yang mengalami masa-masa menangis, mendekut dan mengoceh
sesungguhnya mengalami juga perkembangan otak yang sangat signifikan. Kemajuan berbahasa
ditentukan bagaimana pola pendidikan anak sejak dini. Para ahli menganjurkan bahwa komunikasi yang
diberikan kepada seorang anak sejak dalam kandungan, akan terus berkembang sampai dia lahir
kedunia. Perkembangan yang baik akan menciptakan individu yang sempurna kelak.

Questions:

1. Evi sukarti

What is the reason why the woman has more implementation from the man?

Because the man has left hemisfir thicker than the man’s left hemisfir.
2. Bima

Do you think 12 years old above have more difficulties in learning language than twelve years old
bellow?

I think so, because 12 years old bellow the two hemisfir are not laterisation yet so brain is flexible to get
or study any languages except mother tongue.

3. Rosma

When somebody is confuse in telling something. It is including orally disorder?

Yes, it is including orally disorder. It named agnosida or dementia.

What are the factors that cause someone has brain disorder?

The factors that cause someone have someone brain disorders are genetic factor and life style.

DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Unknown di 01.35

Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

MENGENAI SAYA

Unknown

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

PENDIDIKAN BAHASA

telusuri

OCT

20

makalah LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemahaman manusia terhadap bahasa selain berguna untuk mempersepsi ujaran, produksi
ujaran ada juga faktor yang mempengaruhi bahasa, faktor biologis dan neurologis. Faktor-faktor ini juga
yang membedakan bahasa manusia dan binatang. Disimpulkan bahwa perkembangan bahasa manusia
memiliki kaitan erat dengan perkembangan biologisnya. Faktor yang juga sangat penting dalam
penguasaan bahasa adalah faktor neurologis yakni kaitan antara otak manusia dengan bahasa.

Faktor neurologis yang membahas tentang kaitan antara otak manusia dengan bahasa.
Neurologi mempunyai kaitan erat dengan bahasa karena kemampuan manusia berbahasa ternyata
bukan hanya karena lingkungan tetapi karena kodrat neurologis yang dibawanya sejak lahir. Betapa
besar peranan otak kita di dalam pemerolehan, pemahaman dan pemakaian bahasa. Proses bahasa itu
dimulai dari enkode semantik, enkode gramatika, dan enkode fonologi, lalu dilanjutkan dengan dekode
fonologi, dekode gramatikal, dan diakhiri dengan dekode semantik bahkan pragmatik. Pada bab ini akan
disajikan struktur dan organisasi otak manusia untuk memberikan pengetahuan terhadap masalah
pemerolehan, pemahaman, dan pemakaian bahasa serta akibat-akibat yang akan timbul apabila ada
gangguan pada otak.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah:

1. Bagaimana evolusi otak manusia?

2. Apa perbedaan otak manusia dan otak binatang?

3. Bagaimana kaitan otak dengan bahasa?

4. Bagaimana peran hemisfir kiri dan hemisfir kanan?

5. Apa saja yang termasuk gangguan wicara?

6. Apa yang dimaksud hipotese umur kritis?

7. Apa yang dimaksud kekidalan dan kekinanan?

8. Bagaimana perbedaan otak pria dan otak wanita?

9. Apa yang dimaksud Bahasa Sinyal?

10. Apa sajakah metode Penelitian otak yang sudah ada?

1. 3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui evolusi otak manusia.

2. Untuk mengetahui perbedaan otak manusia dan otak binatang.

3. Untuk mengetahui kaitan otak dengan bahasa.

4. Untuk mengetahui peran hemisfir kiri dan hemisfir kanan.

5. Untuk mengetahui gangguan wicara.

6. Untuk mengetahui hipotese umur kritis.

7. Untuk mengetahui kekidalan dan kekinanan.

8. Untuk mengetahui perbedaan otak pria dan otak wanita.

9. Untuk mengetahui apa yang dimaksud bahasa sinyal.

10. Untuk Mengetahui metode penelitian otak apa saja yang telah ada.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Evolusi Otak Manusia

Menurut KBBI (2005:311) evolusi adalah perubahan (pertumbuhan, perkembangan) secara berangsur-
angsur dan perlahan-lahan (sedikit demi sedikit). Otak adalah alat sentral supervisor dari sistem saraf
yang mengatur dan mengkoordinasi sebagian besar gerakan, perilaku, dan fungsi tubuh homeotasis
seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan tubuh dan suhu tubuh serta bertanggung jawab
atas fungsi seperti pengenalan, emosi, ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran
atau fungsi lainnya. Jadi, menurut pemakalah evolusi otak adalah perubahan secara perlahan fungsi otak
baik itu dalam proses pengenalan, emosi, ingatan, pembelajaran motorik yang merupakan perubahan
sifat-sifat yang terwariskan dari generasi sebelumnya yang berlangsung secara bertahap.

Manusia tumbuh kembang secara bertahap dari suatu bentuk ke bentuk yang lain selama berjuta-juta
tahun. Salah satu pertumbuhan yang telah diselidiki oleh para ahli palaneurologi menunjukkan bahwa
evolusi otak dari primata Austrotopithecus sampai dengan manusia masa kini telah berlangsung sekitar
3 juta tahun.

Jadi, menurut pemakalah otak manusia telah mengalami evolusi otak (perubahan secara perlahan fungsi
otak) dari yang sederhana menjadi yang paling rumit.

2.2 Otak Manusia vs Otak Binatang

Manusia tentu berbeda dengan binatang, di samping perbedaan fisiknya, manusia dengan binatang
memiliki perbedaan pada otaknya. Menurut Dardjowidjojo (2012:202) volume otak manusia memang
lebih besar, tetapi yang memisahkan manusia dari kelompok binatang khususnya dalam hal penggunaan
bahasa bukanlah ukuran dan bobot otaknya. Manusia berbeda dari binatang karena struktur dan
organisasi otaknya berbeda sehingga fungsi dan penggunaannya berbeda pula dalam hal bahasa. Dalam
hal ini manusia memiliki kemampuan yang lebih dengan makhluk yang lain terutama dalam hal
berbahasa. Berikut perbedaan antara otak manusia dengan otak hewan:

2.2.1 Otak Manusia

Otak merupakan pusat saraf untuk manusia. Otak menyedot 15% dari seluruh peredaran darah ke
jantung dan memerlukan 20% dari sumberdaya metabolik manusia (Dardjowidjojo, 2012:203). Hal
tersebut membuktikan bahwa otak manusia memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan organ yang
lainnya. Dari segi ukurannya berat otak manusia adalah 1 sampai 1,5 kilogram dengan rata-rata 1330
gram menurut Halloway (Dardjowijdjojo, 2012:203). Jadi, menurut pemakalah hal tersebut
menunjukkan bahwa otak manusia berbeda dengan makhluk lainnya baik dari segi fungsi maupun
bentuknya.
Seluruh sistem saraf kita terdiri dari dua bagian utama: (a) tulang punggung yang terdiri dari sederetan
tulang punggung yang bersambung-sambungan (spinal cord) dan (b) otak. Otak itu sendiri terdiri dari
dua bagian. (i) batang otak (Brain Stem) dan (ii) korteks selebral (cerebral cortex). Tulang punggung
badan korteks sereberal ini merupakan sistem sentral untuk manusia (Dardjowidjojo, 2012:203). Jadi,
menurut pemakalah antara tulang punggung dengan korteks sereberal adalah satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dan merupakan bagian sentral untuk manusia, dan segala yang dilakukan manusia baik
berupa kegiatan fisik maupun mental dikendalikan oleh sistem saraf tersebut.

Batang otak terdiri dari bagian-bagian yang dinamakan Medulla, Pons, Otak tengah, dan Cerebellum.
Bagian-bagian ini terutama berkaitan dengan fungsi fisikal tubuh, termasuk pernapasan, detak jantung,
gerakan, refleks, pencernaan, dan pemunculan emosi menurut Steinberg (Dardjowidjojo, 2012:203).
Menurut Dardjowidjojo (2012:203) korteks selebral menangani fungsi-fungsi intelektual dan bahasa,
korteks serebral manusia terdiri dari dua bagian: hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Kedua hemisfer ini
dihubungkan oleh sekitar 200 juta fiber yang dinamakan korpus kalosum. Jadi, antara hemisfer kiri dan
kanan itu satu kesatuan tetapi dipisahkan dengan korpus kalosum yang berfungsi sebagai penghubung
dan mengkoordinasikan hemisfer kiri dan hemisfer kanan.

Hemisfer kiri mengendalikan semua anggota badan yang ada di sebelah kanan, termasuk muka bagian
kanan. Sebaliknya hemisfer kanan mengontrol anggota badan dan wajah sebelah kiri (Dardjowijojo,
2012:204). Jadi, menurut pemakalah antara hemisfer kiri dan kanan keduanya saling mengontrol dalam
hal pengontrolan gerak gerik dan tingkah laku manusia, sedangkan korpus kalosum sebagai penghubung
antara hemisfer kiri dan hemisfer kanan bertugas mengintegrasi dan mengkoordinasikan apa yang
dilakukan kedua hemisfer tersebut.

Waktu manusia dilahirkan belum ada pembagian tugas antara hemisfer. Namun, menjelang anak
mencapai umur sekitar 12 tahun terjadilah pembagian fungsi yang dinamakan lateralisasi (Dardjowijojo,
2012:205). Menurut Chaer (2009:124) lateralisasi merupakan belahan korteks dominan (hemisfer kiri)
bertanggung jawab untuk mengatur penyimpanan pemahaman dan produksi bahasa alamiah. Jadi,
menurut pemakalah ketika anak berusia di bawah 12 tahun ia cenderung menggunakan hemisfer kiri
saja untuk berbahasa tetapi setelah ia berusia 12 tahun hemisfer kiri dan kanannya berfungsi dan
bertanggung jawab dalam berbahasa.

Kaitannya dengan bahasa yang paling banyak berperan adalah hemisfer kiri menurut Geschwind
(Dardjowidjojo, 2012:206). Pada dasarnya hemisfer kiri dan hemisfer kanan merupakan pantulan cermin
yang keduanya saling berkaitan tidak dapat dipisahkan. Menurut Dardjowidjojo (2012:206) hemisfer kiri
terdiri dari empat daerah besar yang dinamakan:

1) Lobe frontal (frontal lobe) yang bertugas mengurusi ikhwal yang berkaitan dengan kognisi.
2) Lobe temporal (temporal lobe) yang bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan
pendengaran.

3) Lobe osipital (occipital lobe) yang berfungsi menangani ikhwal penglihatan.

4) Lobe parietal (parietal lobe) yang berfungsi mengurusi rasa somaestetik yakni, rasa yang ada
pada tangan, kaki, muka, dsb.

Pada semua lobe tersebut terdapat girus (gyrus) dan sulkus (sulcus). Girus adalah semacam gunduk atau
bukit dan lereng-lerengnya. Girus ini memiliki fungsi untuk menghubungkan apa yang kita lihat dan apa
yang kita pahami di daerah Wernicke, sedangkan sulkus adalah seperti lembah, bagian yang masuk ke
dalam. Menurut Dardjowidjojo daerah broca terdapat pada lobe frontal. Pada dasarnya daerah ketika
manusia berbicara memakai hemisfer kiri. Hal ini dapat dibuktikan katika seorang ahli bedah saraf yang
bernama Piere Paul Broca menemukan seorang pasien yang mengalami gangguan dalam berbicara, ia
hanya dapat merespon dengan kata tan. Setelah ia meninggal kemudian Broca menelitinya dengan
melakukan operasi sehingga dokter tersebut menyimpulkan bahwa dalam berbicara yang berperan
adalah hemisfer kiri yang terdapat lobe frontal.

Daerah Wernicke terdapat di lobe temporal dan agak menjorok ke daerah parietal dan bagian yang
berkaitan dengan komprehensi. Hal ini dapat dibuktikan ketika seorang ahli dari Jerman yang bernama
Carl Wernicke memiliki pasien yang dapat berbicara lancar tetapi maknanya tidak karuan, sehingga
dapat disimpulkan komprehensinya sangat terganggu dan hal tersebut terdapat pada wilayah lobe
temporal dan agak menjorok ke daerah parietal. Menurut Dardjowidjojo (2012:208) yang diproses di
daerah Wernicke adalah pendengaran, penglihatan, dan pemahaman yang ada kelompok fiber yang
bertugas menghubungkan apa yang kita lihat dengan apa yang kita dengar yang disebut fasikalus arkuat,
sedangkan yang diproses di daerah broca adalah proses pengujaran, pada daerah broca terdapat korteks
motor yang yang bertugas untuk mengendalikan alat-alat ujaran seperti lidah, rahang, bibir, gigi, dan
pita suara. Jadi, menurut pemakalah yang lebih condong dalam hal berbahasa adalah daerah broca
sedangkan untuk menunjang makna dalam berbahasa adalah daerah Wernicke.

2.2.2 Otak Hewan

Otak manusia dengan otak hewan berbeda, bukan hanya bentuknya saja yang berbeda tetapi fungsinya
juga berbeda. Menurut Dardjowidjojo (2012:208) pada makhluk seperti ikan, tikus, dan burung,
misalnya, korteks serebral dikatakan tidak tampak, padahal korteks inilah yang sangat berkembang pada
manusia. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar otak manusia digunakan untuk proses mental,
termasuk proses kebahasaan, sedangkan binatang hanya untuk kebutuhan fisik saja. Hal ini
membuktikan perbedaan neurologis yang membuat manusia dapat berbahasa sedangkan hewan tidak.

Manusia dapat berbahasa, sedangkan hewan tidak dapat berbahasa. Menurut Chaer (2009:140) Bahasa
dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Hewan-hewan yang dilatih, seperti dalam sirkus, memang
mengerti bahasa karena dia dapat melakukan perbuatan yang diperintahkan kepadanya. Namun,
kemengertiannya itu sebenarnya bukanlah karena dia mengerti bahasa, melainkan sebagai hasil dari
respon-respon yang dikondisikan. Lain halnya dengan burung beo dan burung nuri yang dapat berbicara,
hal itu bukan karena burung tersebut dapat berbicara melainkan burung tersebut memiliki alat artikulasi
yang dapat menirukan ujaran manusia yang didengar atau dilatih. Maka dapat disimpulkan hewan tidak
dapat berbahasa, burung nuri dan burung beo itu hanya dapat mengucapkan kalimat yang pernah
didengarnya saja dan tidak dapat berbicara dengan kalimat yang baru sebelum kalimat itu didengarnya.

2.3 Kaitan otak dan bahasa

Berbicara tentang otak dan bahasa diantaranya Aristoteles pada tahun 384-322 SM telah berbicara soal
hati yang melakukan hal-hal yang kini kita ketahui dilakukan oleh otak. Dari struktur serta organisasi
otak manusia memegang peranan yang sangat penting dalam bahasa. Apabila input-input yang masuk
adalah dalam bentuk lisan maka bunyi akan ditanggapi di lobe temporal khususnya oleh korteks primer
pendengar (di sini input tadi diolah). Setelah diterima, dicerna, dan diolah maka bunyi-bunyi bahasa tadi
dikirim kedaerah wernicke untuk diinterpretasikan dan di daerah inilah bunyi-bunyi tadi dipilah-pilah
menjadi suku kata, frase, klausa, dan akhirnya kalimat. Setelah itu akan muncul dua kemungkinan, yang
pertama jika masukan hanya sekedar informasi yang tidak perlu tanggapan maka masukan dapat
disimpan di memori karena suatu saat nanti masukan tersebut akan berguna untuk ke depannya. Jadi,
menurut pemakalah masukan-masukan yang masuk akan melalui tahapan yang terdapat dalam otak,
selanjutnya akan tersimpan di memori.

Contoh kalimat :

Dia belum pulang.

Bunyi /d/ mempunyai fitur [+vois], di samping fitur-fitur lain seperti [+konsonatal], [+anterior], [-
bilabial], [+alveolar], [-nasal], maka korteks motor akan menyuruh pita suara untuk bergetar 30 milidetik
lebih awal. Hal ini dikarenakan pita suara letaknya paling jauh dibandingkan dengan alat-alat penyuara
yang lain. Bunyi /p/ pada kata pulang, pita suara harus diperintahkan untuk bergetar paling awal 25
milidetik setelah bunyi /p/ itu diucapkan. Ini untuk menjamin bahwa bunyi bilabial yang keluar itu benar-
benar /p/, dan bukan /b/.

Perpindahan dari bunyi /d/ ke /i/ dan ke /a/ untuk kata dia juga memerlukan koordinasi yang sangat
akurat. Ujung lidah yang menempel pada daerah alveolar di mulut untuk bunyi /d/ yang harus dengan
tepat berubah bentuk menjadi lengkung dan tinggi-depan untuk /i/, misalnya, harus dikoordinasikan
dengan rapi sekali sehingga hasilnya benar-benar mencerminkan bunyi natif. Tanpa ketepatan ini maka
pembicaraan akan kedengaran seperti orang asing.

Bila input yang masuk dalam bentuk tulisan, maka jalur pemrosesannya agak berbeda, masukannya
tidak ditanggapi oleh korteks primer pendengaran, tetapi oleh korteks visual di lobe osipital. Masukan
ini tidak langsung dikirim kedaerah wernicke, tetapi harus melewati girus angular yang
mengkoordinasikan daerah pemahaman dengan daerah osipital. Setelah tahap ini, input tadi dipahami
oleh daerah wernicke untuk diinterpretasikan dengan cara dikirim ke daerah broca untuk tanggapan
verbal, sedangkan untuk tanggapan visual, maka informasi dikirim ke daerah parietal untuk diproses
visualisasinya. Jadi, menurut pemakalah proses tulisan masuk melewati korteks visual di lobe osipital,
melewati girus angular, selanjutnya diinput oleh wernicke untuk diinterpretasikan.
Gambar kaitan otak dengan bahasa.

2.4 Peran Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan

Penelitian Wada (Dardjowidjojo, 2012:212) yang memasukkan cairan ke kedua hemisfer menunjukkan
bahwa bila hemisfer kiri yang ditidurkan maka terjadilah gangguan wicara. Menurut pemakalah
maksudnya di sini adalah jika cairan diteteskan ke hemisfer kiri, maka hemisfer kiri akan terjadi
gangguan dalam hal berbicara. Bila hemisfer kiri yang diambil maka kemampuan berbahasa orang itu
menurun dengan drastis, sedangkan bila yang diambil hemisfer kanan, orang tersebut masih bisa
berbahasa, meskipun tidak sempurna.

Otak kanan berfungsi dalam perkembangan EQ (Emotional Quotient), seperti hal persamaan, khayalan,
kreativitas, bentuk atau ruang, emosi, musik, dan warna. Daya ingat otak kanan bersifat panjang (long
term memory). Bila terjadi kerusakan otak kanan misalnya pada penyakit stroke atau tumor otak, maka
fungsi otak yang terganggu adalah kemampuan visual dan emosi.

Otak kiri berfungsi sebagai pengendali IQ (Intelligence Quotient) seperti hal perbedaan, angka, urutan,
tulisan, bahasa, hitungan, dan logika. Daya ingat otak kiri bersifat jangka pendek (short term memory).
Bila terjadi kerusakan pada otak kiri maka akan terjadi gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa
dan matematika.

Walaupun keduanya mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi setiap individu mempunyai kecenderungan
untuk mengunakan salah satu belahan yang dominan dalam menyelesaikan masalah hidup dan
pekerjaan. Setiap belahan otak saling mendominasi dalam aktivitas tetapi keduanya terlibat dalam
hampir semua proses pemikiran. Jadi, menurut pemakalah hemisfer kanan dan hemisfer kiri sama-sama
memiliki peran yang penting untuk melengkapi satu sama lain.

2.5 Gangguan Wicara

Meskipun ukuran otak hanya maksimal 2% dari seluruh ukuran badan manusia, dia banyak sekali
menyedot energi diantaranya 15% dari seluruh aliran darah dan 20% dari sumber metabolis tubuh.
Apabila aliran darah pada otak tidak cukup atau ada penyempitan pembuluh darah maka akan
terjadinya kerusakan pada otak atau yang biasa dinamakan dengan stroke.

Stroke mempunyai berbagai akibat karena adanya kontrol silang dari hemisfer kiri dan hemisfer kanan.
Apabila stroke terdapat pada hemisfer kiri maka akan menyebabkan gangguan pada belahan kanan dan
sebaliknya. Biasanya kerusakan pada hemisfir kiri mengakibatkan munculnya gangguan wicara.
Gangguan wicara yang disebabkan oleh stroke disebut dengan afasia (aphasia).

a. Macam-macam Afasia
Macam-macam afasia yang umum ditemukan oleh Kaplan (Dardjowidjojo, 2012:214) sebagai berikut:

1) Afasia Broca

Kerusakan yang terjadi pada daerah broca karena daerah ini berdekatan dengan jalur korteks motor
sehingga alat-alat ujaran seperti bentuk mulut bisa terganggu, kadang-kadang mulut bisa bencong, dan
menyebabkan gangguan pada perencanaan dan pengungkapan ujaran, sehingga kalimat yang yang
diproduksi terpatah-patah.

2) Afasia Wenicke

Jenis kerusakan ini ialah kerusakan bahasa yang disebabkan oleh kesulihatan dalam memahami
pendengaran, ini juga disebut sebagai sensory aphasia tetapi lebih sering disebut sebagai Wernicke’s
aphasia. Orang yang terkena kerusakan ini sangat lancar dalam berbicara, tetapi mereka sulit untuk
membuat kata tersebut untuk memiliki makna yang sebenarnya. Mereka kesulitan dalam menentukan
kata-kata yang tepat (disebut juga sebagai anomia).

3) Afasia Anomic

Kerusakan otak terjadi pada bagian depan dari lobe pariental atau pada batas antara lobe pariental
dengan lobe temporal. Sehingga penderita ini tidak mampu mengaitkan konsep dan bunyi. Jadi bila
pasien ini diminta untuk mengambil benda yang bernama gunting dia akan bisa melakukannya. Akan
tetapi, kalau kepadanya ditunjukan gunting,dia tidak dapat mengatakan nama benda itu.

4) Afasia Global

Kerusakan yang terjadi tidak hanya satu daerah saja tetapi dibeberapa daerah yang lain, kerusakan bisa
menyebar dari daerah broca melewati korteks motor menuju lobe pariental dan sampai ke daerah
wernicke sehingga mengakibatkan gangguan fisikal dan verbal yang sangat besar. Dari segi fisik
penderita bisa lumpuh di sebelah kanan, mulut bisa moncong dan lidah bisa menjadi tidak cukup
fleksibel, dari segi verbal dia bisa sukar memahami ujaran orang dan ujaran dia tidak mudah dimengerti
orang karena kata-kata yang tidak jelas.

5) Afasia Konduksi

Kerusakan yang terjadi pada fiber-fiber yang ada pada fasikulus arkuat yang menghubungkan lobe
frontal dan lobe temporal, sehingga penderita ini tidak dapat mengulangi kata yang diberikan padanya.

b. Akibat Lain dari Stroke

Stroke akan mengganggu segala hal yang berkaitan dengan bahasa, antara lain:

1) Gangguan wicara

2) Tidak dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu

3) Kehilangan ingatan
4) Ketidakmampuan untuk mengenal wajah

2.6 Hipotese Umur Kritis

Sebelum mencapai umur belasan bawah, sekitar umur 12 tahunan, anak mempunyai kemampuan untuk
memperoleh bahasa mana pun yang disajikan padanya secara natif. Hal ini tampak terutama pada
aksesnya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotese yang bernama Hipotesis Umur Kritis (Critical Age
Hypothesis) yang diajukan oleh Lenneberg (1967) dalam Dardjowidjojo (2012:218). Pada masa anak
berumur 2-12 tahun, ia dapat memperoleh bahasa mana pun dengan kemampuan seorang penutur asli.
Misalnya ada keluarga Tionghoa yang tinggal di Jawa kemudian mereka melahirkan anak, dan anak itu
bergaul dengan anak Jakarta sampai umur 2-12 tahun, anak itu pasti dapat berbahasa Indonesia Jakarta
seperti anak Jakarta lainnya. Begitu juga sebaliknya, anak Indonesia yang lahir dan besar di China dan
bergaul dengan orang-orang China maka anak Indonesia tersebut juga dapat berbahasa mandarin
dengan aksen China yang kental dan tidak kentara sebagai aksen asing.

Sebelum umur 12 tahun pada anak belum terjadi lateralisasi, yakni hemisfer kiri dan hemisfer kanan
belum “dipisah” untuk diberi tugas sendiri-sendiri, kedua-duanya masih lentur dan masih dapat
menerima tugas apapun (Dardjowidjojo, 2012:218). Hal tersebut menyebabkan pada umur 12 tahun ke
atas otak sudah tidak sefleksibel sebelumnya, sehingga untuk mempelajari bahasa asing seperti penutur
aslinya sudah berkurang. Misal ketika orang dewasa belajar bahasa Inggris, meski ia telah menguasai
bahasa Inggris dengan sempurna, aksennya akan tetap terasa sebagai aksen asing. Selain itu hal tersebut
juga menjadi penyebab mengapa orang terkena stroke pada umur di bawah 12 tahun akan dapat pulih
total dalam memperoleh bahasa sedangkan orang dewasa akan kecil kemungkinannya untuk sembuh
total.

2.7 Kekidalan dan Kekinanan

Kekidalan dan kekinanan bukanlah penyakit berbahaya yang harus diobati karena kidal bisa terjadi
akibat faktor genetik dan kebiasaan semenjak kecil. Menurut Dardjowidjojo (2012:219) Manusia ada
yang kidal (left-handed) dan ada yang kinan (right-handed). Sementara itu, ada yang dapat
menggunakan tangan kiri atau tangan kanannya secara imbang yang disebut ambidekstrus
(ambidextrous). Dalam hal ini ketika seseorang kidal berarti ia lebih mendominasi menggunakan
hemisfer kanan, sedangkan untuk kekinanan seseorang cenderung menggunakan hemisfer kiri dalam
berbahasa.

Banyak anggapan kalau kekidalan dan kekinanan mempengaruhi kemampuan intelektual seseorang,
tetapi anggapan tersebut tidak dibenarkan karena sampai sekarang belum ada penelitian yang sudah
mengungkapnya. Namun Lamn dan Epstein (Dardjowidjojo, 2012:220) mengatakan bahwa kadar
dominasi hemisfer kiri pada orang kidal yang tidak sekuat seperti orang kinan membuat orang kidal
mempunyai masalah dalam hal baca tulis. Jadi, menurut pemakalah antara hemisfer kiri dan hemisfer
kanan harus ada keseimbangan ketika kedua hemisfer tersebut kerjanya tidak sesuai maka akan terjadi
kesenjangan.
2.8 Otak Pria dan Otak Wanita

Menurut Steinberg dkk. (Darjdowidjojo, 2012:221) ada perbedaan antara otak pria dan otak wanita
dalam hal bentuknya, yakni hemisfer kiri pada wanita lebih tebal daripada hemisfer kanan. Keadaan
seperti inilah yang menyebabkan kelas bahasa pada umumnya didominasi oleh wanita. Jadi, menurut
pemakalah kesimpulannya wanita memiliki hemisfer kiri yang lebih tebal sehingga umumnya para
wanita pandai berbahasa. Akan tetapi, temuan dari Philip dkk. (Dardjowidjojo, 2012:221) menunjukkan
bahwa meskipun ada perbedaan dalam pemrosesan bahasa antara pria dan wanita, perbedaan ini hanya
mengarah pada pengaruh budaya daripada pengaruh genetik.

Menurut Chaer (2009:134) letak keunggulan otak wanita terbagi menjadi tiga yaitu:

a. Otak wanita lebih seimbang

Ukuran otak pria lebih besar, mempunyai fungsi lebih baik, lebih cerdas, dan memiliki kelebihan lainnya
bila dibandingkan dengan otak wanita, hal tersebut diungkapkan oleh Awuy (Chaer, 2009:133). Namun,
ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa lepas dari soal ukuran, daerah tertentu otak wanita lebih
kaya akan neuron dibandingkan dengan otak pria. Maksud dari daerah tertentu dari pernyataan
tersebut adalah hemisfer kiri pada wanita. Oleh karena itu, wanita memiliki kemampuan verbal yang
tinggi yang ternyata dapat dilacak ke otaknya. Daerah otak wanita yang mengurus kemampuan kognitif
tingkat tinggi lebih banyak neuronnya dibandingkan dengan daerah yang sama dengan otak pria.

Penggunaan otak kiri dan otak kanan secara serentak membuat wanita dewasa lebih lincah dalam soal
verbal dibandingkan dengan pria. Di dalam tes terbukti dalam waktu yang sama wanita dapat
menyebutkan lebih banyak dari suatu huruf serta jauh lebih cepat dalam mengingat huruf-huruf
dibandingkan pria. Begitu juga bila wanita terserang stroke atau cedera otak kemampuan berbahasanya
tidak terlalu terganggu, kalaupun terganggu akan lebih cepat pulih dibandingkan pria. Jadi, menurut
pemakalah simpulannya adalah otak wanita lebih berkualitas daripada otak pria.

b. Otak wanita lebih tajam

Menurut Chaer (2009:134) penglihatan wanita lebih tajam daripada pria, meski diakui bahwa lebih
banyak wanita yang lebih dulu memerlukan bantuan kacamata daripada pria. Pendengaran wanita lebih
tajam daripada pria. Maka tidak mengherankan jika pada malam hari tangisan bayi biasanya
membangunkan ibu, sementara sang ayah tetap terlelap dalam tidurnya. Pendengaran wanita juga bisa
mendengar lebih banyak ragam bunyi daripada pria.

Menginjak ke daya ingat, wanita juga lebih tajam ingatannya dibandingkan dengan pria. Baik wanita
maupun pria sama-sama akan mengalami penurunan daya ingat sesuai dengan pertambahan usia.
Namun, daya ingat wanita akan kosakata dan nama jenis jauh lebih awet dibandingkan dengan pria
karena otak wanita mempunyai cara unik dalam menyimpan informasi ke dalam memorinya, yakni
dengan cara menyangkutkan pada daerah emosi.

Perasaan wanita juga tajam, hal tersebut terbukti ketika wanita diminta untuk mengenang pengalaman
emosionalnya, wanita lebih responsif daripada pria. Ini juga menjadi bukti mengapa wanita lebih banyak
menderita depresi daripada pria. Jadi, menurut pemakalah simpulannya otak wanita lebih tajam dalam
berbagai hal, yakni penglihatan, pendengaran, daya ingat, dan perasaan.

c. Lebih awet dan selektif

Otak pria mengerut lebih cepat daripada otak wanita. Menurut Ruben Gur (Chaer, 2009:136) cara kerja
otak pria dan wanita dari berbagai usia, jaringan otak pria menyusut tiga kali lebih cepat daripada
wanita. Ketika sama-sama muda memang otak pria lebih besar daripada otak wanita, tetapi ketika
keduanya mencapai usia empat puluh tahun, otak pria menyusut (terutama pada bagian depan)
sehingga besarnya sama dengan otak wanita. Penyusutan ini membawa akibat perubahan yang nyata,
yakni makin tua seorang pria daya ingatnya, konsentrasinya, dan kesabarannya ikut menyusut.
Penyusutan otak bagian depan pada wanita tidak terlihat pada usia yang sama.

Otak wanita memiliki kemampuan untuk menyesuaikan kecepatan metabolisme otak (pemakaian energi
oleh otak) dengan umurnya, sedangkan kecepatan metabolisme pria semakin boros energi dengan
bertambahnya usia. Jadi, menurut pemakalah simpulannya otak wanita lebih awet daripada otak pria,
otak pria juga mengalami penyusutan dengan cepat.

2.9 Bahasa Sinyal

Bahasa sinyal sangat diperlukan bagi seorang tuna wicara dan tuna rungu. Hanya dengan bahasa sinyal
seorang tuna wicara dapat menyampaikan pesan yang ingin disampaikan. Namun, tak semua orang
mengerti mengenai bahasa sinyal, biasanya seorang tuna wicara didampingi oleh seorang pendamping
penerjemah yang berfungsi untuk menyampaikan pesan kepada khalayak umum. Orang yang tidak bisa
berkomunikasi secara lisan biasanya menggunakan bahasa sinyal untuk berkomunikasi. Menurut
Dardjowidjojo (2012:221) bahasa sinyal mempergunakan tangan dan jari-jari untuk membentuk kata
dan kalimat. Bahasa sinyal itu ada beberapa macam yaitu bahasa sinyal Amerika dan Bahasa Sinyal
Inggris. Jadi, menurut pemakalah seorang tuna wicara akan menggunakan tangan dan jari-jarinya
dengan cara digerakkan untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Hemisfer kanan lebih unggul menangani tugas untuk desain dan pola-pola visual maka kita
mengharapkan hemisfer inilah yang mengurusi bahasa sinyal. Pengguna bahasa sinyal ada yang
memakai hemisfir kiri untuk bersinyal kalau hemisfir kanan rusak, pada umumnya tidak terjadi gangguan
dalam bersinyal. Tata bahasanya utuh dan tidak terbata-bata.

2.10 Metode Penelitian Otak

Dalam hal ini banyak sekali peneliti yang kemudian menyelidiki peranan otak dalam memproduksi
ujaran atau juga bagian-bagian manakah yang menghasilkan ujaran secara verbal kemudian bahasa
sinyal, dan juga hal-hal yang lainnya. Namun, menurut Dardjowidjojo (2012:222) pada zamannya Broca
dan Wernicke melakukan penelitian mengenai otak manusia belum menggunakan alat-alat canggih,
mereka melakukan operasi setelah pasiennya meninggal dan melakukan operasi pemisahan hemisfer
kiri dan kanan untuk mengobati penyakit epilepsi ketika pasiennya masih hidup. Jadi, penelitian otak
sangatlah penting di samping untuk mengetahui peranan hemisfer kiri dan hemisfer kanan penelitian
otak juga berfungsi untuk mengetahui penyakit tertentu.

Seiring dengan adanya kemajuan teknologi, manusia dapat meneliti otak manusia untuk mengetahui
faktor-faktor yang berperan dan mempengaruhi seseorang dalam berbahasa. Berikut metode-mmetode
penelitian otak.

a. Sinar-X

Sinar-X adalah gelombng-gelombang elektromagnetik berfrekuensi tinggi yang dapat menembus benda-
benda nonlogam dimana sinar-sinar tersebut diserap oleh struktur-struktur tubuh (Wolfe, 2001 dalam
Schunk, 2012:56). Sinar-sinar yang tidak diserap akan menbrk sebuah plat fotografis. Interpretasi yang
ditarik dari sii didasarkan pada area terang dan gelap (gradasi warna-warna kelabu). Sinar-X sifatnya dua
dimensi dan berguna untuk struktur-struktur padat. Misalnya, untuk mengetahui apakah ada daerah
yang rusak atau patah dalam tubuh.

b. CT atau CAT (Computer–ized Axial Tomography)

CT atau CAT scan memanfaatkan sumber sinar-X (X-ray) untuk merekam berbagai imaji (image) dan
komputer kemudian membentuk imaji tiga dimensi dari seluruh atau sebagian otak. CAT Scan digunakan
oleh para dokter untuk meneliti tumor-tumor dan ktidaknormalan lainnya, tetapi seperti halnya Sinar-X
metode ini tidak dapat memberikan informasi yang rinci mengenai fungsi otak.

c. PET (Positron Emission Tomography)

Positron Emission Tomography dapat mempertunjukan kegiatan otak secara langsung. Pada PET bahan
yang berisi radioaktif ringan ini disuntikan ke pembuluh darah dan kemudian pola aliran darah pada otak
ditelusuri dengan alat detektor khusus yang diletakkan pada kepala si pasien. Detector ini memberikan
imaji yang berwarna-warna. Pada waktu pasien melakukan kegiatan verbal sesuai dengan instruksi dari
peneliti, bagian-bagian otak yang melakukan kegiatan ini akan mendapat aliran darah yang lebih banyak
dan menyebabkan daerah itu “menyala” dengan cara ini orang lebih pasti tahu untuk menentukan
bagian-bagian mana dari otak yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan verbal tertentu.

d. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI (Magnetic Resonance Imaging) berfungsi untuk mengukur otak dengan memanfaatkan jumlah
aliran darah pada daerah-daerah otak yang sedang aktif. Aktivitas seluler diukur melalui medan
magnetik yang menelusuri proton-proton pada aliran darah. Pada saat suatu daerah di otak melakukan
sesuatu tugas kognitif, ada tambahan aliran darah dan aktivitas seluler yang berkaitan dengan tugas
tersebut pada daerah itu.

e. ERPs (Event Related Potentials)


ERPs (Event Related Potentials) berfungsi untuk mengukur perubahan- perubahan voltase pada otak
yang berkaitan dengan hal-hal seperti sensori, motorik, atau kognitif. Pengukuran perubahan voltase ini
mempunyai resolusi waktu yang ukurannya milidetik. Rekaman dari ERPs menunjukan sederatan puncak
voltase yang positif dan negatif yang muncul dengan jeda waktu tertentu sejak stimulus diberikan

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Evolusi otak adalah perubahan secara perlahan fungsi otak baik itu dalam proses pengenalan, emosi,
ingatan, pembelajaran motorik yang merupakan perubahan sifat-sifat yang terwariskan dari generasi
sebelumnya yang berlangsung secara bertahap. Hal ini membuktikan perbedaan neurologis yang
membuat manusia dapat berbahasa sedangkan hewan tidak.

Setiap belahan otak saling mendominasi dalam aktivitas namun keduanya terlibat dalam hampir semua
proses pemikiran. Hemisfer kanan dan hemisfer kiri sama-sama memiliki peran yang penting untuk
melengkapi satu sama lain. Sebelum mencapai umur belasan bawah, sekitar umur 12 tahunan, anak
mempunyai kemampuan untuk memperoleh bahasa mana pun yang disajikan padanya secara natif. Hal
ini tampak terutama pada aksesnya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotese yang bernama Hipotesis Umur
Kritis.

Kekidalan dan kekinanan bukanlah penyakit berbahaya yang harus diobati karena kidal bisa terjadi
akibat faktor genetik dan kebiasaan semenjak kecil. Bahasa sinyal sangat diperlukan bagi seorang tuna
wicara dan tuna rungu. Hanya dengan bahasa sinyal seorang tuna wicara dapat menyampaikan pesan
yang ingin disampaikan. Namun, tak semua orang mengerti mengenai bahasa sinyal, biasanya seorang
tuna wicara didampingi oleh seorang pendamping penerjemah yang berfungsi untuk menyampaikan
pesan kepada khalayak umum. Orang yang tidak bisa berkomunikasi secara lisan biasanya menggunakan
bahasa sinyal untuk berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2015. Psikolinguistik Kajian Teoretik, Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories, Jakarta: Pustaka Belajar.


Diposting 20th October 2017 oleh Anonymous

0 Tambahkan komentar

Memuat

Mari Belajar Bahasa Indonesia

LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

nurul rifky huba

8 tahun yang lalu

LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

Iklan

Perkembangan bahasa manusia terkait erat dengan perkembangan biologinya. Pertumbuhan bahasa
pada manusia mengikuti jadwal perkembangan genetiknya sehingga munculnya suatu unsur bahasa
tidak dapat dipaksakan. Selain faktor biologis, faktor yang juga sangat penting dalam penguasaan bahasa
adalah faktor neurologis yang membahas tentang kaitan antara otak manusia dengan bahasa. Neurologi
mempunyai kaitan erat dengan bahasa karena kemampuan manusia berbahasa ternyata bukan hanya
karena lingkungan tetapi karena kodrat neurologis yang dibawanya sejak lahir. Betapa besar peranan
otak kita di dalam pemerolehan, pemahaman dan pemakaian bahasa. Proses bahasa itu dimulai dari
enkode semantik, enkode gramatika, dan enkode fonologi, lalu dilanjutkan dengan dekode fonologi,
dekode gramatikal, dan diakhiri dengan dekode semantik. Semua proses ini dikendalikan oleh otak yang
merupakan alat pengatur dan pengendali gerak semua aktifitas manusia (Chaer, Psikolinguistik Kajian
Teoritik 2003) tanpa otak dengan fungsi-fungsinya yang kita miliki sekarang ini, mustahillah manusia
dapat berbahasa. Pada bahasan ini akan disajikan struktur dan organisasi otak manusia untuk
memberikan jawaban terhadap masalah pemerolehan, pemahaman,dan pemakaian bahasa, serta
akibat-akibat yang akan timbul bila ada gangguan pada otak.
1. Evolusi Otak Manusia

Manusia tumbuh secara gradual dari suatu bentuk ke bentuk lain selama berjuta-juta tahun. Salah satu
pertumbuhan yang telah diselidiki oleh para ahli Palaeneurologi menunjukkan bahwa evolusi otak dari
primat Austrolopithecus sampai dengan manusia pada masa kini telah berlangsung sekitar 3 juta tahun.
Hal ini tampak paling tidak pada ukuran otak yang membesar dari 400 miligram menjadi 1400 miligram
pada kurun waktu 3-4 juta tahun yang lalu. Perkembangan otak ini dapat dibagi menjadi empat tahap.
Tahap pertama adalah tahap perkembangan. Tahap kedua adalah adanya perubahan reorganisasi pada
otak. Tahap ketiga adalah munculnya sistem fiber yang berbeda-beda pada daerah-daerah tertentu
melalui corpus callosum. Tahap terakhir adalah munculnya dua hemisfir yang asimitris. Otak manusia
merupakan pusat dari sistem saraf manusia dan merupakan organ yang sangat kompleks. Terlampir di
tempurung kepala, ia memiliki struktur umum yang sama dengan otak mamalia lain, tetapi tiga kali lebih
besar sebagai otak mamalia khas dengan ukuran tubuh setara. Sebagian besar ekspansi berasal dari
korteks serebral, berbelit-belit lapisan jaringan saraf yang menutupi permukaan otak bagian depan.
Terutama diperluas adalah lobus frontalis, yang terlibat dalam fungsi eksekutif seperti pengendalian diri,
perencanaan, penalaran, dan berpikir abstrak. Satu diantara teori terdapat perbedaan kualitatif antara
otak manusia seperti saat ini dan otak manusia dalam bentuk pra-manusia. Spink dan Cole (2006)
menyebut apa yang diistilahkan sebagai transformasi neurologi dengan lompatan besar pada otak
manusia, yang bisa menghasilkan transformasi dramatis pada bentuk kognitif manusia serta
memperkuat kerja memori. Peristiwa ini terjadi mulai dari 40.000 sampai 75.000 tahun lampau.

Perbedaan antara otak manusia saat ini dan otak manusia prasejarah serta nenek moyang primata dapat
dijelaskan dengan ukuran otak itu sendiri yang semakin meningkat. Terdapat peningkatan relatif
sebanyak tujuh kali lipat pada ukuran otak dibanding massa tubuh mulai dari jaman kera sampai
manusia hari ini (Jerison, 1973). Keadaan ini sering disebut dengan “bentuk terkuat dari hipotesa
ensefalization” atau hipotesa unitari. Menurut hipotesa ini, hanya terdapat satu adaptasi evolusi pada
evolusi manusia, yaitu ukuran otak, dengan ukurannya semakin lama semakin meningkat. Dalam evolusi
manusia dari primata ke Homo sapiens, otak manusia berubah karena Homo sapiens mengembangkan
kemampuan sosio-kognitif dan bekerja sama sehingga sukses bersaing. Otak manusia terus meningkat
ukuran dan fungsinya; faktanya, peningkatan ukuran dan fungsi ini sangatlah cepat. Berkembangnya
otak manusia ini disebabkan karena kebutuhan manusia untuk bekerja sama dalam kelompok demi
mempertahankan persaingan melawan kelompok Homo sapiens lainnya. Hipotesa “kerja sama untuk
bersaing” berarti hanya dikalangan manusia dan diantara diri mereka sendirilah yang dapat
mengembangkan tantangan cukup besar sehingga menimbulkan proses adaptasi manusia. Oleh sebab
itu diri manusia sendirilah yang menjadi kekuatan alam.

Otak seorang bayi ketika baru dilahirkan beratnya hanyalah kira-kira 40% dari berat otak orang dewasa;
sedangkan makhluk primata lain, seperti kera adalah 70% dari otak dewasanya (Menyuk, 1971:31). Dari
perbandingan tersebut tampak bahwa manusia kiranya telah dikodratkan secara biologis untuk
mengembangkan otak dan kemampuannya secara cepat. Dalam waktu tidak terlalu lama otak itu telah
berkembang menuju kesempurnaannya. Sewaktu dewasa manusia mempunyai otak seberat 1350 gram,
sedangkan simpanse dewasa hanya 450 gram (Slobin, 1971: 118). Memang ada manusia kerdil yang
termasuk nanocephalic yang berat otaknya hanya 450 gram waktu dewasa, tetapi masih dapat berbicara
seperti manusia lainnya, sedangkan makhluk lain tidak (Lenneberg 1964). Perkembangan atau
pertumbuhan otak manusia menurut Volpe (1987) terdiri atas enam tahap, yaitu:

Pembentukan tabung neural.

Profilerasi selular untuk membentuk calon sel neuron dan glia.

Perpindahan selular dari germinal subependemal ke korteks.

Deferensiasi selular menjadi beuron spesifik.

Perkembangan akson dan dendrit yang menyebabkan bertambahnya sinaps (perkembangan dendrit
tergantung fungsi daerah tersebut).

Elimenisi selektif neuron, sinaps, dan sebagainya untuk spesifikasi.

Perkembangan tahap 1 sampai 4 pada masa kandungan, dan tidak dipengaruhi oleh dunia luar;
sedangkan tahap 5 dan 6 berlangsung terus setelah lahir, dan dipengaruhi oleh dunia luar atau keadaan
sekitarnya (Goodman, 1987). Pada tahap perkembangan ini ada dua masa yang merupakan masa
terjadinya laju perkembangan pesat dalam otak, yaitu antara bulan kedua dan bulan keempat masa
kandungan (yakni terjadinya pebelahan sel) dan antara bulan kelima kandungan sampai usia 18 bulan
sesudah lahir (yakni terjadinya pertambahan oligodendroglia). Oleh karena itu, dua tahun pertama
kehidupan disebut juga sebagai masa kritis perkembangan karena stimulasi dan intervensi pada masa ini
memberikan perkembangan yang paling maksimal.

Meskipun sel otak dapat tumbuh dengan cepat pada saat bayi dalam kandungan, dan juga mampu
memperbaharui diri ketika mengalami luka, namun adanya pertumbuhan dianggap tidak masuk akal,
yang dianggap masuk akal justru kemerosotan mental secara gradual ketika seseorang bertambah tua.
Hal ini terjadi karena ada beberapa sel otak yang mati dan tidak dapat diperbaharui lagi karena itu,
pendapat yang mengatakan bahwa sel otak manusia terus berkembang sepanjang usia manusia sulit
diterima oleh sejumlah pakar. Stroke (kerusakan pada pembuluh darah otak) dan berbagai penyakit
yang disebabkan oleh kerusakan otak menjadi bukti bahwa tidak ada lagi pertubuhan sel otak pada
manusia dewasa.

1. Otak Manusia Vs Otak Binatang

Di samping bentuk tubuh dan ciri-ciri fisikal yang lainnya,yang membedakan manusia dari binatang
adalah terutama otaknya. Dibandingkan dengan binatang lain seperti monyet dan anjing, volume otak
manusia memang lebih besar. Akan tetapi yang memisahkan manusia dari kelompok binatang,
khususnya dalam hal penggunaan bahasa, bukanlah ukuran dan bobot otaknya. Manusia berbeda dari
binatang karena struktur dan organisasi otaknya berbeda sehingga fungsi dan penggunaannya berbeda
pula dalam hal bahasa.

Dari segi ukurannya berat otak manusia adalah 1 sampai 1,5 kilogram dengan rata-rata 1330 gram.
Untuk ukuran orang barat, ini adalah 2% dari berat badannya;untuk manusia Indonesia bahkan mungkin
kurang dari itu.Akan tetapi ukuran sekecil ini menyedot 15% dari seluruh peredaran darah dari jantung
dan memerlukan 20% dari sumber daya metabolic manusia. Dengan demikian dari data di atas bahwa
otak memerlukan perhatian khusus dari badan kita. Seluruh sistem saraf kita terdiri dari dua bagian
utama: tulang punggung yang terdiri dari sederetan tulang punggung yang bersambung-sambungan dan
otak itu sendiri terdiri dari dua bagian yaitu batang otak dan korteks selebral. Tulang punggung dan
korteks selebral ini merupakan sistem saraf sentral untuk manusia. Segala yang dilakukan manusia baik
berupa kegiatan fisik maupun mental itu dikendalikan oleh sistem saraf ini. Batang otak terdiri dari
bagian-bagian yang dinamakan Medulla, Pons, Otak tengah, dan Cerebellum. Bagian-bagian ini terutama
berkaitan dengan fungsi fisikal tubuh, termasuk pernapasan, detak jantung , gerakan , reflex ,
pencernaan dan pemunculan emosi. Korteks selebral menangani fungsi-fungsi intelektual dan bahasa.

Evolusi otak pada manusia dan pada makhluk lain berbeda. Pada makhluk seperti ikan , tikus , dan
burung misalnya korteks selebral boleh dikatakan tidak tampak padahal korteks inilah yang sangat
berkembang pada manusia. Pada makhluk lain seperti simpanse dan juga gorilla juga tidak terdapat
daerah-daerrah yang dipakai untuk memproses bahasa. Korteks serebral pada binatang boleh dikatakan
tiadak tampak, padahal korteks inilah yang sangat berkembang pada manusia. Manusia memakai
sebagian besar otaknya untuk proses mental, termasuk proses kebahasaan, tetapi binatang lebih banyak
memakai otaknya untuk kebutuhan-kebutuhan fisik.

Secara sederhana, perbedaan yang mendasar antara otak binatang dan manusia terdapat pada lapisan
terluar otaknya. Inilah yang disebut sebagai Cortex Cerebri, atau sering disebut Cortex saja. Disinilah
pusat aktifitas ’pikiran’ manusia berada dan ternyata seluruh peradaban manusia dihasilkan oleh
aktifitas kulit otak ini. Itu pula, kenapa dunia binatang tidak memiliki peradaban seperti manusia – tidak
punya sains, teknologi, seni budaya, bahkan agama – karena mereka tidak mempunyai cortex tersebut di
otaknya. Lebih jauh, adalah menarik mendapati kenyataan bahwa pusat penglihatan dan pendengaran
manusia ternyata juga terdapat di cortex-nya. Pusat penglihatan berada di kulit otak bagian belakang,
sedangkan pusat pendengaran berada di bagian samping. Berarti, proses ‘melihat’ dan ‘mendengar’ itu
sebenarnya identik dengan proses berpikir. Orang yang melamun, meskipun bisa melihat dengan mata
dan mendengar dengan telinga, dia tidak bisa ’memahami’ apa yang sedang dilihat dan didengarnya.
Pada saat demikian, dia tidak sedang mengaktifkan daya pikir cortexnya secara utuh, sehingga bisa
disebut setara dengan ’binatang’. Pada kenyataannya, Hipocampus merupakan pusat memori yang
menyimpan ’kesimpulan’ proses-proses rasional yang terjadi di Cortex. Secara fisiologis, Hipocampus
terbentuk dari perluasan kulit otak yang melipat ke bagian dalam otak tengah. Bentuknya seperti huruf
C. Dengan demikian, meskipun hipocampus berada di bagian dalam otak, sebenarnya ia adalah bagian
dari cortex yang bekerja secara rasional, logis, dan analitis pula.

Mengerti bahasa dengan dapat berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Hewan-hewan yang dilatih,
seperti dalam sirkus memang mengerti bahasa karena dia dapat melakukan perbuatan yang
diperintahkan kepadanya. Namun, kemengertiannya itu sebenarnya bukanlah karena dia mengerti
bahasa, melainkan sebagai hasil dari respon yang dikondisikan, kemudian kalau brung beo dan burung
nuri dapat “ngomong” bukanlah karena burung-burung itu dapat berbahasa, melainkan karena alat
artikulasinya memungkinkan dia untuk dapat menirukan ujaran manusia yang dapat didengar atau
dilatihkan. Kalau kita mengacu kepada teori generatif transformasi Chomsky yang mengatakan bahwa
kemampuan berbahasa adalah kemampuan untuk menghasilkan kalimat-kalimat baru yang belum
belum pernah didengar atau diucapkan orang, maka bisa disimpulkan bahwa hewan-hewan itu tidak
dapat berbahasa, burung beo dan burung nuri itu hanya bisa mengucapkan kalimat yang pernah
didengarnya, tetapi tidak dapat membuat kalimat-kalimat baru.

2. Kaitan Otak dengan Bahasa

Otak memegang peranan yang sangat penting dalam berbahasa. Telah diutarakan sebelumnya
bahwa saraf-saraf tertentu dalam otak berkaitan dengan fungsi berbahasa baik lisan maupun tulisan. Ini
dapat dibuktikan bahwa terdapat gangguan berbahasa bagi orang yang mengalami kerusakan otak atau
kecelakaan yang mengenai kepala, selain itu juga dilakukan eksperimen terhadap saraf-saraf diotak bagi
orang yang sehat. Saraf-saraf dalam otak berkaitan dengan fungsi berbahasa adalah daerah broca,
daerah wernicke, dan daerah korteks ujaran superior atau daerah motorsuplementer. Berdasarkan tiga
daerah saraf tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat bagian-bagian tertentu pada saraf-saraf di otak
kiri manusia yang mempengaruhi manusia untuk menghasilkan ujaran untuk berbahasa dan
berkomunikasi dengan sesama.

3. Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan

Kedua hemisfer otak memunyai peranan yang berbeda bagi fungsikortikal. Fungsi bicara-bahasa
dipusatkan pada hemisfer kiri bagi orang yang tidak kidal. Hemisfer kiri juga disebut juga hemisfer
dominan bagi bahasa dan korteksnya dinamakan korteks bahasa. Hemisfer dominan atau superior
secara morfologis memang agak berbeda dari hemisfer yang tidak dominan atau inferior. Hemisfer
dominan lebih berat dan girusnya lebih besar serta panjang. Hemisfer kiri juga berperan untuk fungsi
memori yang bersifat verbal (verbal memory).Sebaliknya hemisfer kanan memunyai fungsi emosi, lagu
isyarat (gestrure), baik yang emosional maupun verbal.

Hemisfer kiri memang dominan untuk fungsi bicara bahasa, namun tanpa adanya peranan hemisfer
kanan pembicaraan seseorang menjadi monoton, tak ada prosodi, tak ada lagu kalimat (tanpa
menampilkan emosi atau mimik), dan tanpa disertai isyarat-isyarat bahasa.

1. Hemisfer Kiri

Hemisfer kiri lebih aktif ketika seseorang terlibat dalam beberapa tugas yang bersifat logis, simbolik, dan
berangkai, seperti memecahkan persoalan matematika dan memahami materi yang bersifat teknis.
Hemisfer kiri mengatur kemampuan untuk mengekspresikan diri dalam bahasa. Ia melakukan banyak
aktivitas logika dan analitik yang rumit dan mampu mengerjakan komputasi (perhitungan) matematika.

2. Hemisfer Kanan

Hemisfer kanan memiliki kemampuan lebih dalam memecahkan persoalan-persoalan yang menuntut
kemampuan visual-spatial, kemampuan menggunakan peta, meniru cara berpakaian, mengenali wajah,
dan membaca ekspresi wajah. Hemisfer kanan aktif ketika, seseorang mencoba berkreasi dan
memberikan apresiasi terhadap seni dan musik. Hemisfer kanan juga memiliki beberapa kemampuan
bahasa. Hemisfer kanan dapat memahami bahasa yang sangat sederhana. Ia dapat berespon terhadap
kata benda sederhana dengan memilih benda seperti mur atau sisir, dan bahkan ia dapat berespon
terhadap asosiasi objek tersebut.

Dalam aktivitas hidup yang paling nyata, secara alamiah kedua sisi otak ini saling kerjasama. Masing-
masing memberikan kontribusi yang saling bekerja sama. Sebagai contoh, kemampuan matematika
tidak hanya melibatkan area-area lobus frontal kiri, namun juga area lobus parietal kiri dan kanan. Lobus
parietal kiri diperlukan untuk menghitung jumlah yang pasti dengan menggunakan bahasa (“2 kali 5
sama dengan 10”). Lobus parietal kanan diperlukan untuk melakukan pembayangan secara visual atau
spatial, seperti “garis angka” jarak mental, yang menghitung kuantitas atau besarnya jarak (“6 lebih
deket ke 9 daripada ke 2”). (Deehaene dkk, 1999).

4. Gangguan Wicara

Kelainan bicara atau wicara adalah adanya masalah dalam komunikasi dan bagian-bagian yang
berhubungan dengannya seperti fungsi organ bicara. Keterlambatan dan kelainan mungkin bervariasi
dari yang ringan tahu tidak ada pengaruhnya berhadap kehidupan sehari-hari dan sosialisasi, sampai
yang tidak mampu untuk mengeluarkan suara atau memahami dan mempergunakan bahasa. Gangguan
bicara berhubungan dengan kesulitan menghasilkan bunyi yang spesifik untuk bicara atau dengan
gangguan dalam kualitas suara. Berikut penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah sebagai
berikut:

GANGGUAN PENDENGARAN.

Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan disekitarnya. Gangguan
pendengaran selalu harus dipikirkan bila ada keterlambatan bicara. Terdapat beberapa penyebab
gangguan pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan. Infeksi bisa terjadi bila
mengalami infeksi yang berulang pada organ dalam sistem pendengaran. Kelainan bawaan biasanya
karena kelainan genetik, infeksi ibu saat kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi ibu saat hamil, atau
bila terdapat keluarga yang mempunyai riwayat ketulian. Gangguan pendengaran bisa juga saat bayi bila
terjadi infeksi berat, infeksi otak, pemakaian obat-obatan tertentu atau kuning yang berat
(hiperbilirubin). Pengobatan dengan pemasangan alat bantu dengar akan sangat membantu bila
kelainan ini dideteksi sejak awal. Pada anak yang mengalami gangguan pendengaran tetapi kepandaian
normal, perkembangan berbahasa sampai 6-9 bulan tampaknya normal dan tidak ada kemunduran.
Kemudian menggumam akan hilang disusul hilangnya suara lain dan anak tampaknya sangat pendiam.
Adanya kemunduran ini juga seringkali dicurigai sebagai kelainan saraf degeneratif.

KELAINAN ORGAN BICARA.

Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah), kelainan bibir
sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada lidah
pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf ”t”, ”n” dan ”l”.
Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti ”f”, ”v”, ”s”, ”z” dan ”th”.
Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan penyimpangan resonansi berupa rinolaliaaperta, yaitu
terjadi suara hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.

RETARDASI MENTAL

Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak dibandingkan anak lain seusianya.
Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari gangguan bahasa. Pada kasus redartasi mental,
keterlambatan berbahasa selalu disertai keterlambatan dalam bidang pemecahan masalah visuo-motor.

GENETIK HERIDITER DAN KELAINAN KROMOSOM

Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya juga terjadi pada satu
diantara atau ke dua orang tua saat kecil. Menurut Mery GL anak yang lahir dengan kromosom 47 XXX
terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun dan membutuhkan terapi bicara sebelum usia
prasekolah sedangkan Bruce Bender berpendapat bahwa kromosom 47 XXY mengalami kelainan bicara
ekpresif dan reseptif lebih berat dibandingkan kelainan kromosom 47 XXX.

KELAINAN SENTRAL (OTAK)

Gangguan berbahasa sentral adalah ketidaksanggupan untuk menggabungkan kemampuan pemecahan


masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering menggunakan mimik untuk
menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan
belajar.

AUTISME

Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism. Autisme adalah gangguan
perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam
bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.

MUTISM SELEKTIF

Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak mau bicara pada keadaan
tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada
orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan kelainan
yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi. Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan
gangguan komunikasi sentral dengan intelegensi yang normal atau sedikit rendah.

GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU LAINNYA


Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak minimal, gejala yang terjadi sangat
minimal sehingga tidak mudah untuk dikenali. Biasanya diserta kesulitan belajar, hiperaktif, tidak
terampil dan gejala tersamar lainnya.

ALERGI MAKANAN

Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan gangguan
perkembangan satu diantaranya adalah keterlambatan bicara pada anak. Gangguan ini biasanya terjadi
pada manifestasi alergi pada gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi makanan sebagai penyebab
biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas usia 2 tahun anak tampak sangat
pesat perkembangan bicaranya.

DEPRIVASI LINGKUNGAN

Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari lingkungannya. Apakah stimulasi yang
kurang akan menyebabkan gangguan berbahasa? Penelitian menunjukkan sedikit keterlambatan bicara,
tetapi tidak berat. Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami kurang
makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena penyebabnya bukan
deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak.

5. Hipotese Umur Kritis

Sebelum mencapai umur belasan bawah, sekitar umur 12 tahunan, anak mempunyai kemampuan untuk
memperoleh bahasa mana pun yang disajikan padanya secara natif. Hal ini tampak terutama pada
aksesnya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotese yang bernama Hipotesis Umur Kritis (Critical Age
Hypothesis) yang diajukan oleh Lenneberg (1967). Pada esensinya hipotese ini mengatakan bahwa
antara umur 2 tahun sampai dengan 12 tahun seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun
dengan kemampuan seorang penutur asli. Jadi, seandainya ada keluarga Amerika yang tinggal di Jakarta
dan kemudian mereka melahirkan anak, dan anak itu itu bergaul dengan orang-orang Indonesia sampai
dengan, katakanlah umur 5-7 tahun, dia pasti akan dapat berbahasa Indonesia Jakarta seperti anak
Jakarta seperti anak Jakarta yang lain. Begitu juga sebaliknya: anak Indonesia yang lahir dan besar di
New York dan bergaul dengan orang-orang New York akan berbicara bahasa Inggris New York seperti
orang New York. Hal seperti ini terjadi karena sebelum umur 12 tahun pada anak belum terjadi
lateralisasi, yakni hemisfer kiri dan hemisfer kanan belum dipisah unutk diberi tugas sendiri-sendiri.
Kedua-duanya masih lentur dan masih dapat menerima tugas apa pun. Itu pulalah sebabnya mengapa
orang yang kena stroke pada umur di bawah sekitar 12 tahun akan dapat pulih 100% dalam memperoleh
bahasa sedangkan orang dewasa akan kecil kemungkinannya untuk sembuh total.

6. Kekidalan dan Kekinanan


Ada orang yang kidal dan ada juga yang kinan, bahkan ada pula yang dapat menggunakan kedua
tangannya secara berimbang disebut ambidektrus (ambidextrous). Disebutkan bahwa hemisfer kiri
adalah sebagai hemisfer dominan bagi bahasa. Untuk kebanyakan orang, bahasa ada pada hemisfer kiri
yaitu sekitar 99% dari orang kinan memakai hemisfer kiri untuk berbahasa. Demikian juga orang kidal,
yaitu 75% dari mereka juga memakai hemisfer kiri, meskipun kadar dominasi hemisfer ini tidak sekuat
seperti pada orang kinan.

Masalah mengenai ada atau tidaknya kolerasi anatara kekidalan dan kekinanan dalam pemakai bahasa
ataupun kemampuan intelektual lainnya, ada yang mengatakan bahwa kadar dominasi hemifer kiri pada
orang kidal yang tidak sekuat seperti orang kinan membuat orang kidal mempunyai masalah dalam hal
baca dan hal tulis (Lamn dan Epstein 1999) namun hal tersebut masih menjadi perdebatan.

Berdasarkan penelitian bahwasannya bagian depan dari otak kita tidak mempengaruhi seseorang untuk
berbicara dengan baik dan benar, namun bagian kepala yang disebut dengan Medan Broce (Broca)-lah
yang memiliki peranan penting dalam berbahasa, namun yang terjadi dalam masyarakat kita adalah
sesuatu yang buruk itu berasal dari kiri dan hal ini sudah menjadi budaya dan dalam masyarakat yang
berbudaya seperti ini orang umunya menghalangi anak untuk menjadi kidal padahal masalah kekidalan
adalah semata-mata masalah genetik, namun belum ada penelitian yang menyatakan mengenai dampak
dari pemaksaan memakai tangan kanan.

7. Otak Pria dan Otak Wanita

Steinberg dkk dalam Dardjowidjojo (2010:221) memuat pendapat tentang perbedaan antara otak pria
dengan otak wanita terletak pada bentuknya, hemisfer kiri pada wanita lebih tebal daripada hemisfer
kanan. Keadaan inilah yang menyebabkan kelas bahasa umumnya didominasi oleh wanita tetapi temuan
Philip dkk dalam Dardjowidjojo (2010:221) menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan dalam
pemrosesan bahasa antara pria dan wanita, perbedaan ini hanya mengarah pada pengaruh budaya
daripada pengaruh genetik.

Pada laki-laki otak cenderung berkembang dan memiliki spasial yang lebih kompleks seperti kemampuan
perancangan mekanis, pengukuran penentuan arah abstraksi, dan manipulasi benda-benda fisik. Tak
heran jika laki-laki suka sekali mengutak-atik kendaraan. Daerah korteks otak pria lebih banyak tersedot
untuk melakukan fungsi-fungsi spasial dan cenderung memberi porsi sedikit pada daerah korteksnya
untuk memproduksi dan menggunakan kata-kata. Kumpulan saraf yang menghubungkan otak kiri-kanan
atau corpus collosum otak laki-laki lebih kecil seperempat ketimbang otak perempuan.

Bila otak pria hanya menggunakan belahan otak kanan, otak perempuan bisa memaksimalkan keduanya.
Itulah mengapa perempuan lebih banyak bicara ketimbang pria. Dalam sebuah penelitian disebutkan,
perempuan menggunakan sekitar 20.000 kata per hari, sementara pria hanya 7.000 kata!

Termasuk perempuan bisa memaksimalkan multi tasking-nya, menggendong si kecil, sembari memasak
dan menyaksikan sinetron favorit di televisi. Sementara kaum pria, jangan heran kalau mereka tidak
mendengarkan panggilan anda ketika tengah menyimak pertandingan bola dari klub favorit atau tengah
menyaksikan film kesayangan di televisi. Otak perempuan lebih banyak mengandung serotonin yang
membuatnya bersikap tenang. Tak aneh jika wanita lebih kalem ketika menanggapi ancaman yang
melibatkan fisik, sedangkan laki-laki lebih cepat naik pitam. Selain itu, otak perempuan juga memiliki
oksitosin, yaitu zat yang mengikat manusia dengan manusia lain atau dengan benda lebih banyak. Dua
hal ini mempengaruhi kecenderungan biologis otak pria untuk tidak bertindak lebih dahulu ketimbang
bicara. Ini berbeda dengan perempuan. Pusat memori (hippocampus) pada otak perempuan lebih besar
ketimbang pada otak pria. Ini bisa menjawab pertanyaan kenapa bila laki-laki mudah lupa, sementara
wanita bisa mengingat segala detail. Selain itu wanita cenderung lebih besar kemungkinan sembuh dari
penyakit afasia daripada pria dan afasia lebih sering muncul pada pria daripada wanita saat mereka
terkena stroke .Kelebihan otak wanita daripada pria yang lainnya adalah otak wanita lebih seimbang,
lebih tajam, dan lebih awet serta selektif.

8. Bahasa Sinyal

Bahasa sinyal adalah pengganti bahasa verbal. Bahasa sinyal (sign language) digunakan saat bahasa lisan
tidak dapat digunakan. Bahasa ini menggunakan tangan dan jari-jari untuk membentuk kata dan kalimat.
Bahasa inilah yang sering digunakan oleh para tuna rungu dan tuna wicara. Orang yang tuna rungu
dapat mempergunakan bahasa sinyal untuk berkomunikasi. Hemisfer kanan memang lebih unggul
untuk menangani tugas-tugas yang berkaitan dengan desain dan pola-pola visual, tetapi ternyata tetap
saja hemisfer kiri yang lebih banyak mendominasi bahasa sinyal. Selain itu ketika seorang tuna rungu
ingin berkomunikasi dengan kita, maka seharusnya hemisfer kanannya yang akan memegang peranan
penting, namun berdasarkan bukti dari penelitian terhadap tuna rungu yang juga mengalami kerusakan
hemisfer kirinya seperti halnya penderita Afasia Broca atau Wernicke, ia tidak dapat menyampaikan
bahasa sinyalnya dengan baik. Dalam hal ini kalimat yang diproduksi jadi tidak karuan dan fungsi
gramatikalnya kacau. Maka dengan ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa hemisfir kiri juga
mempengaruhi bahasa sinyal dan jika seseorang mengalami kerusakan hemisfer kanannya maka ia akan
tetap dapat menghasilkan sinyal yang benar dengan susunan kalimat serta gramatikalnya juga baik dan
benar. Namun pada mereka yang menderita afasia broca terdapat kesukaran dalam mensinyalkan apa
yang ingin dinyatakan. Mereka mungkin bisa mensinyalkan kata, tetapi infleksi untuk kata itu, atau
fungsi gramatikalnya kacau. Begitu juga dengan orang tuna rungu yang mengalami kerusakan di daerah
Wernicke, mereka dapat memberikan sinyal dengan lancar tapi maknanya tidak karuan. Konfigurasi,
lokasi, dan gerakan tangan atau jarinya menghasilkan kata-kata yang tidak cocok maknanya sehingga
kalimat tadi tidak berarti. Bukti lain bahwa pengguna bahasa sinyal lebih banyak memakai hemisfer kiri
untuk bersinyal adalah jika yang rusak hemisfer kanan, pada umumnya tidak terjadi gangguan dalam
bersinyal. Tata bahasanya masih utuh dan tidak terbata-bata.

9. Metode Penelitian Otak


Dalam hal ini banyak sekali peneliti yang kemudian menyelidiki peranan otak dalam memproduksi
ujaran atau juga bagian-bagian manakah yang menghasilkan ujaran secara verbal kemudian bahasa
sinyal, dan juga hal-hal yang lainnya. Disebutkan bahwa otak manusia itu bila diberi tekanan pada
bagian-bagian tertentu dapat mempengaruhi ujaran seseorang. Disini juga dapat kita ketahui bahwa bila
inputnya adalah visual maka prosesnya akan berbeda dengan inputnya bunyi (suara) sebelum akhirnya
outputnya secara verbal diujarkan. Seiring dengan adanya kemajuan teknologi, manusia dapat meneliti
otak manusia untuk mengetahui khususnya dalam hal ini faktor-faktor yang berperan dan
mempengaruhi seseorang dalam berbahasa.

Kemajuan teknologi telah membuat penelitian mengenai otak lebih maju. Kini telah terdapat CT atau
CTA (Computer–ized Axial Tomography), PET (Positron Emission Tomography), MRI (Magnetic
Resonance Imaging), dan ERPs (Event Related Potentials). Berikut ini spesifikasi dari alat-alat yang
digunakan untuk meneliti otak tersebut:

1. CT atau CTA (Computer–ized Axial Tomography)

CT atau CTA scan memanfaatkan sumber sinar-X (X-ray) untuk merekam berbagai imaji (image) dan
komputer kemudian membentuk imaji tiga dimensi dari seluruh atau sebagian otak. Menarik untuk
diketahui bahwa alat ini telah dipakai untuk meneliti otak Mr. Tan (pasien Broca) yang otaknya disimpan
di museum kedokteran Paris selama lebih dari 100 tahun dan terbukti bahwa Broca itu benar.

2. PET (Positron Emission Tomography)

Berbeda dengan CAT, Positron Emission Tomography dapat mempertunjukan kegiatan otak secara
langsung. Pada PET bahan yang berisi radioaktif ringan ini disuntikan ke pembuluh darah dan kemudian
pola aliran darah pada otak ditelusuri dengan alat detektor khusus yang diletakkan pada kepala si
pasien. Detector ini memberikan imaji yang berwarna-warna. Pada waktu pasien melakukan kegiatan
verbal sesuai dengan instruksi dari peneliti, bagian-bagian otak yang melakukan kegiatan ini akan
mendapat aliran darah yang lebih banyak dan menyebabkan daerah itu “menyala” dengan cara ini orang
lebih pasti tahu untuk menentukan bagian-bagian mana dari otak yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan
verbal tertentu.

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI (Magnetic Resonance Imaging) berfungsi untuk mengukur fungsi untuk otak dengan memanfaatkan
jumlah aliran darah pada daerah-daerah otak yang sedang aktif. Aktivitas seluler diukur melalui medan
magnetik yang menelusuri proton-proton pada aliran darah. Pada saat suatu daerah di otak melakukan
sesuatu tugas kognitif, ada tambahan aliran darah dan aktivitas seluler yang berkaitan dengan tugas
tersebut pada daerah itu.

4. ERPs (Event Related Potentials)


ERPs (Event Related Potentials) berfungsi untuk mengukur perubahan- perubahan voltase pada otak
yang berkaitan dengan hal-hal seperti sensori, motorik, atau kognitiif. Pengukuran perubahan voltase ini
mempunyai resolusi waktu yang ukurannya milidetik. Rekaman dari ERPs menunjukan sederatan puncak
voltase yang positif dan negative yang muncul dengan jeda waktu tertentu sejak stimulus diberikan.

Iklan

Share this:

Terkait

Pendekatan Integratif dan Komunikatif Terhadap Pembelajaran Bahasa

Mei 9, 2012

dalam "PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA"

Unsur Serapan Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia

Mei 9, 2012

dalam "PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA"

Menyimak Efektifensif, Menyimak Komprehensif, dan Menyimak dalam Pengajaran

Juli 5, 2011

dalam "PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA"

Kategori: PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Tag: Landasan Neurologis pada Bahasa

Berikan Komentar

Mari Belajar Bahasa Indonesia

Kembali ke atas

Iklan

Anda mungkin juga menyukai