Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“LANDASAN BIOLOGIS BAHASA”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V

1. APRILIA DWI YUSTIKA 1951041021


2. RAHMAWATI 1951040020
3. INTAN RAHMANIAR 1951040019

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ramly, M. Hum.

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
berkenan memberi petunjuk dan kekuatan kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Landasan Biologis Bahasa”.
Makalah ini dibuat utuk memenuhi tugas mata kuliah Psikolinguistik. Selain
itu, kami berharap makalah ini dapat menjadi bacaan para pembaca agar lebih
mengerti dan memahami landasan biologis dalam bahasa.
Kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk menjadikan makalah ini
menjadi lebih baik. Namun, apabila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, maka kami sangat mengharapkan adanya masukan maupun kritikan
yang sifatnya membangun dari semua pihak. Akhir kata kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Makassar, 26 Maret 2021


Penulis

Kelompok V

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan .......................................................................................................... 1

BAB II ..................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2

A. Perkembangan Alat Ujaran .......................................................................... 2

B. Struktur Mulut Manusia dan Binatang ......................................................... 4

C. Kaitan Biologis dengan Bahasa ................................................................... 8

BAB III ................................................................................................................. 11

PENUTUP ............................................................................................................. 11

A. Kesimpulan ................................................................................................ 11

B. Saran ........................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan. Bahasa mempunyai
pengaruh-pengaruh yang luar biasa, termasuk membedakan manusia dengan
makhluk lain seperti binatang. Setiap bahasa yang ada di dunia memiliki sebuah
sistem yang dapat dianalisis secara internal dan eksternal. Mengkaji bahasa secara
internal berarti mengkaji struktur bahasa itu sendiri. Kajian internal bahasa
meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, paragraf, sampai konteks wacana. Adapun
kajian bahasa secara eksternal berarti menyangkut kajian yang menghhubungkan
bahasa dengan faktor-faktor atau hal-hal yang ada di luar bahasa, seperti faktor
sosial, budaya, psikologi, seni dan lain sebagainya.
Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan bahasa dan perolehan
bahasa oleh manusia. Dari definisi ini terdapat dua aspek yang terkait
psikolinguistik yaitu perolehan yang menyangkut bagaimana seseorang terutama
anak-anak belajar bahasa dan kedua penggunaan yang artinya penggunaan bahasa
oleh orang dewasa normal. Di dalam psikolinguistik membahas landasan adanya
bahasa baik dari sisi biologis pada bahasa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan alat ujaran?
2. Bagaimana struktur mulut manusia dan binatang?
3. Bagaimana kaitan biologis dengan bahasa?

C. Tujuan
- Untuk mengetahui perkembangan alat ujaran.
- Untuk mengetahui struktur mulut manusia dan binatang.
- Untuk mengetahui kaitan biologis dengan bahasa.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Alat Ujaran
Kalau ditelusuri perkembangan alat ujaran (speech organs) dari zaman
purbanya akan tampak bahwa manusia memang mempunyai pertumbuhan yang
paling belakang dan sempurna. Penelitian para ahli purbakala menunjukkan
bahwa kehidupan di dunia dimulai 3.000 juta tahun yang lalu (Wind 1989) dalam
bentuk organisme yang uniseluler. Tiga ratus lima puluh juta tahun kemudian
berkembanglah makhluk semacam ikan, yakni, agnatha yang tak berahang.
Makhluk ini mempunyai mulut, faring, dan insang untuk bernafas. Lima puluh
juta tahun kemudian muncullah makhluk pemula dari amfibi yang tidak harus
selamanya tinggal dalam air. Makhluk ini mempunyai paru-paru. Adanya paru-
paru dan laring ini menunjukkan telah mulainya tumbuh jalur ujaran (vocal
tracks) meskipun bunyi yang keluar barulah desah pernafasan saja. Perkembangan
pada amfibi seperti katak telah memunculkan tulang-tulang arytenoid dan cricoid
tetapi jalur trakea-nya masih pendek. Begitu pula lidahnya telah mulai lebih
mudah digerakkan (Miftha 2019).
Ketergantungan pada air menjadi lebih kecil dengan tumbuhnya reptil. Ada
pertumbuhan yang mencolok pada reptil, yakni rongga rusuk dada terlibat sangat
aktif untuk pernafasan. Satu hal yang masih misterius adalah bahwa reptil
(misalnya, buaya) kurang banyak mengeluarkan suara daripada makhluk amfibi
(misalnya, katak). Pada reptil organ yang mengontrol modulasi suara adalah
terutama otot dan alat-alat di laring.
Pada sekitar 70 juta tahun lalu muncullah makhluk mamalia yang pertama.
Pertumbuhan biologis lainnya mulai muncul. Bentuk awal dari epiglotis telah
mulai tampak, meskipun letaknya masih sangat dekat dengan mulut dan di bagian
atas tenggorokan. Tulang-tulang arytenoid dan cricoid mulai lebih berfungsi.
Evolusi lain yang penting adalah mulai adanya tulang thyroid dan bentuk pertama
dari selaput suara. Karena telah adanya paru-paru dan kemudian ada pula selaput
suara, maka getaran selaput ini sudah dapat mulai dikontrol. Alat pendengaran

2
pun mulai berkembang. Alat ujar yang sudah ada seperti ini membuat mamalia
(monyet, kambing, dsb) dapat mengeluarkan bunyi.
Perkembangan biologis lainnya yang terkait adalah adanya perubahan
perkembangan otot-otot pada muka, tumbuhnya gigi dan makin naiknya letak
laring yang memungkinkan mahkluk untuk bernafas sambil makan dan minum.
Perkembangan terakhir adalah pada primata manusia. Alat-alat penyuara
seperti paru-paru, laring, faring, dan mulut pada dasarnya sama dengan yang ada
pada mamalia lainnya, hanya saja pada manusia alat-alat ini telah lebih
berkembang. Laring pada manusia, misalnya agak lebih besar daripada laring
pada primata lain. Struktur mulut maupun macam lidahnya juga berbeda. Akan
tetapi, perbedaan lain yang lebih penting antara manusia dengan binatang adalah
struktur dan organisasi otaknya. Seperti dikatakan Wind (1986: 192) :
“..........the fact that the apes leave their vocal tract idle cannot be explained by
the track’s inadequacy but rather by a lack of internal, cerebral, wiring.”
Pertumbuhan alat ujaran di atas digambarkan oleh Wind pada bagan 1 berikut.

3
B. Struktur Mulut Manusia dan Binatang
Dari perkembangan makhluk seperti tergambar dalarn diagram pohon pada
bagan 2 berikut (Lenneberg 1964: 70) tampak:
Gibbons Orangutan Chimpanzee Gorila Modern
Races

Hominidae

Ancient Races

Ponginae

Australopithecidae

Dyopithecinae
Bagan 2: Skema Evolusi Manusia

Dari skema tersebut dapat dijelaskan bahwa primata yang paling dekat dengan
manusia adalah sebangsa gorila dan simpanse. Kemiripan ini kita rasakan kalau
kita pergi ke kebun binatang dan memperhatikan perilaku binatang-binatang itu
cara mereka makan kacang, cara mereka mengupas pisang, cara mereka mencari
kutu, dan beberapa perilaku yang lain.
Kelompok manusia, yang dinamakan hominids atau hominidae, itu sendiri
juga berevolusi. Konon yang tertua (australopithecus ramidus) ditemukan di
Afrika dan hidup pada 4.5 juta tahun yang lalu. Sementara itu muncul kelompok

4
manusia (homo) pada 3 juta tahun yang lalu yang baru menjadi manusia modem
(homo sapiens) sekitar 175.000 tahun yang lalu. Pertumbuhan bahasa
diperkirakan sekitar 100.000 tahun yang lalu (Aitchison 1996: 52-53). Perhatikan
pertumbuhan hominids pada bagan 3 berikut.
Meskipun ada kemiripan-kemiripan tertentu antara manusia dengan simpanse,

5
tetap saja kedua makhluk ini berbeda dan yang membedakan keduanya adalah,
antara lain, kemampuan mereka berkomunikasi dengan bahasa. Perbedaan
kemampuan ini sifatnya genetik, artinya, manusia dapat berbahasa sedangkan
primata lain tidak karena komposisi genetik antara kedua kelompok primata ini
berbeda. Hal ini sangat tampak pada struktur biologis alat suaranya. Perhatikan
struktur mulut non manusia pada Bagan 4 berikut (Lieberman 1992. 410 411).

Pada primata non-manusia simpanse lidah mempunyai ukuran yang tipis dan
panjang tetapi semuanya ada dalam rongga mulut. Bentuk yang seperti ini lebih
cocok sebagai alat untuk kebutuhan yang non-vokal seperti meraba, menjilat, dan
menelan mangsa. Secara komparatif, ratio lidah dengan ukuran mulut juga sempit
sehingga tidak banyak ruang untuk menggerakkan lidah ke atas, ke bawah, ke
depan, dan ke belakang. Ruang gerak yang sangat terbatas ini tidak

6
memungkinkan binatang untuk memodifikasi arus udara menjadi bunyi yang
berbedabeda dan distingtif.
Berbeda dengan manusia, laring pada binatang seperti simpanse terletak dekat
dengan jalur udara ke hidung sehingga waktu bemafas laring tadi terdorong ke
atas dan menutup lubang udara yang ke hidung. Epiglotis dan velum pada
binatang juga membentuk kelep yang kedap air sehingga binatang dapat bemapas
dan minum serta makan secara simultan.
Kalau kita perhatikan bentuk dan letak gigi pada primata non manusia akan
kita dapati bahwa gigi binatang merupakan deretan yang terputus-putus, ukuran
panjangnya tidak sama, dan letaknya miring ke depan (Aitchison 1998: 48-49).
Letak seperti ini tidak memungkinkan untuk gigi atas dan gigi bawah bertemu.
Bentuk, letak, dan pengaturan seperti ini memang dicanangkan untuk kebutuhan
primer primat itu, yakni, mencari makan. Bibir pada binatang juga tidak fieksibel
sehingga tidak bisa diatur untuk dipertemukan atau dilencengkan untuk
menghasilkan bunyi atau suara yang berbeda (Cahya, Meilinda: 2018).
Karakteristik seperti yang digambarkan di atas berbeda dengan karakteristik
pada manusia. Secara proporsional rongga mulut manusia adalah kecil. Ukuran ini
membuat manusia dapat lebih mudah mengaturnya. Lidah manusia yang secara
proporsional lebih tebal dari pada lidah binatang dan menjorok sedikit ke
tenggorokan memungkinkan untuk digerakkan secara fleksibel sehingga bisa
dinaikkan, diturunkan, dimajukan, dimundurkan, atau diratakan di tengah. Posisi
yang bermacam-macam ini menghasilkan bunyi vokal yang bermacam- macam
pula, dari yang paling depan tinggi /i/ sampai ke yang paling belakang tinggi /u/,
dan dari yang paling rendah depan lae/ ke yang paling rendah belakang /a/. Belum
lagi kontak antara lidah dengan titik artikulasi tertentu akan menghasilkan pula
bunyi konsonan yang berbeda-beda, dari Yang paling depan /p/-/b/ sampai ke
yang paling belakang /k/lgl.
Karena adanya perluasan rongga otak dalam pertumbuhan manusia maka letak
laring maupun epiglotis manusia semacam "terdorong" ke bawah sehingga
letaknya jauh dari mulut (Ciani, dan Chiarelli 1992:51-65). Bila dibandingkan
dengan yang ada pada binatang. Di satu pihak, letak seperti ini memang

7
memunculkan bahaya karena makanan yang masuk akan dengan mudah kesasar
ke laring yang menuju ke paru-paru sehingga orang lalu bisa tersedak (choked).
Akan tetapi, dari segi pembuatan suara posisi laring yang seperti ini sangat
menguntungkan. Ruang yang lebih lebar dan lebih panjang pada tenggorokan
dapat memberikan resonansi yang lebih baik dan lebih banyak.
Epiglotis yang letaknya jauh dari mulut dan velum membuat manusia dapat
menghembuskan udara melewati mulut maupun hidung. Velum dapat digerakkan
secara terpisah untuk menempel pada dinding tenggorokan sehingga udara akan
tercegah keluar melalui hidung dan terciptalah bunyi oral. Sebaliknya, bila bunyi
yang kita kehendaki adalah bunyi nasal, velum ini tidak akan bersentuhan dengan
dinding tenggorokan sehingga udara dengan bebas dapat keluar melalui hidung.
Gigi manusia yang jaraknya rapat, tingginya rata, dan tidak miring ke depan
membuat udara yang keluar dari mulut lebih dapat diatur. Begitu pula bibir
manusia lebih dapat digerakkan dengan feksibel. Bibir atas yang bertemu dengan
bibir bawah akan menghasilkan bunyi tertentu, /m/, /p/, /b/, tetapi bila bibir bawah
agak ditarik ke belakang dan menempel pada ujung gigi atas akan terciptalah
bunyi lain, /f/ dan /v/.
Di samping struktur mulut, paru-paru manusia juga dengan mudah
menyesuaikan diri dengan kebutuhan. Pernapasan kita waktu berbicara, waktu
diam, dan waktu menyanyi tidaklah sama. Pada waktu bicara, kita menarik nafas
yang panjang sehingga paru-paru menjadi besar. Udara ini tidak kita hembuskan
keluar sekaligus, tetapi secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Karena itu, kita
dapat berbicara berjam-jam, tapi kita tidak bisa berada dalam air lebih lama
daripada lima menit. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dari segi biologi alat
pemapasan, manusia memang ditakdirkan untuk menjadi primata yang dapat
berbicara (Dardjowidjojo 2003).

C. Kaitan Biologis dengan Bahasa


Di samping struktur mulut manusia yang secara biologis berbeda dengan
struktur mulut binatang, bahasa juga terkait dengan biologi dari segi yang lain.
Hal ini terutama tampak pada proses pemerolehan bahasa. Di mana pun juga di

8
dunia ini, anak memperoleh bahasa dengan melalui proses yang sama. Antara
umur 6 sampai 8 minggu, anak mulai mendekut (cooing), yakni, mereka
mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai bunyi vokal dan konsonan. Bunyi-
bunyi ini belum dapat diidentifikasi sebagai bunyi apa, tapi sudah merupakan
bunyi. Pada sekitar umur 6 bulan mulailah anak dengan celoteh (babbling), yakni,
mengeluarkan bunyi yang berupa suku kata. Pada umur sekitar 1 tahun, anak
mulai mengeluarkan bunyi yang dapat diidentifikasi sebagai kata. Untuk bahasa
yang kebanyakan monomorfemik (bersukukata satu) maka suku itu, atau sebagian
dari suku, mulai diujarkan. Untuk bahasa yang kebanyakan polimorfemik, maka
suku akhirlah yang diucapkan. Itu pun belum tentu lengkap. Untuk kata ikan,
misalnya, anak akan mengatakan /tan/ (lihat Dardjowidjojo 2000). Kemudian
anak akan mulai berujar dengan ujaran satu kata (one word utterance), lalu
menjelang umur 2 tahun mulailah dengan ujaran dua kata (two word utterance).
Akhirnya, sekitar umur 4 5 tahun anak akan telah dapat berkomunikasi dengan
lancar.
Untuk 18 bulan yang pertama, Lenneberg (1969: 13) memberikan patokan
keterkaitan antara perkembangan biologi manusia dengan bahasa yang sedang
diperolehnya. Patokan minggu, bulan, dan tahun dianggap relatif karena faktor
biologi pada manusia itu tidak semuanya sama. Yang penting dari patokan itu
adalah bahwa urutan pemerolehan pada anak itu sama: dari dekutan, ke celotehan,
ke ujaran satu kata, dan kemudian ke ujaran dua kata, dan seterusnya. Begitu juga
dalam hal komprehensi dan produksi. Anak di mana pun dan dalam bahasa apa
pun menguasai komprehensi lebih dulu dari pada produksi.
Manusia dapat menguasai bahasa secara natif hanya kalau prosesnya
dilakukan antara umur tertentu yakni, antara umur 2 sampai sekitar 12 tahun. Di
atas umur 12 orang tidak akan dapat menguasai aksen bahasa tersebut dengan
sempurna.
Dengan fakta-fakta seperti dipaparkan di atas maka pandangan masa kini
mengenai bahasa menyatakan bahwa bahasa adalah finomena biologis, khususnya
finomena biologi perkembangan. Arah dan jadwal munculnya suatu elemen dalam

9
bahasa adalah masalah genetik. Orang tidak dapat mempercepat atau
memperlambat munculnya suatu elemen bahasa.
Faktor lingkungan memang penting, tetapi faktor itu hanya memicu apa yang
sudah ada pada biologi manusia. Echa, subjek penelitian Dardjowidjojo (2000),
beberapa kali dipancing untuk mengeluarkan bunyi /j/ dan /r/ dalam bahasa
Indonesia, tetapi tetap saja tidak dapat mengeluarkan kedua bunyi itu sampai
keadaan biologisnya memungkinkan (Ade Putra, Rahmad: 2013).

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian para ahli purbakala menunjukkan bahwa kehidupan di dunia
dimulai dari 3.000 juta tahun yang lalu (Wind 1989) dalam bentuk organisme dan
uniseluler. 350 juta tahun kemudian berkembanglah makhluk semacam ikan,
yakni Agnatha, tang tak berahang. 50 juta tahun kemudian muncullah makhluk
pemula dari amfibi yang tidak harus selamanya tinggal di air. Pada sekitar 70 juta
tahun lalu muncullah makhluk mamalia yang pertama. Pertumbuhan biologis
lainnya mulainya muncul. Alat pendengaran pun mulai berkembang. Alat ujar
yang sudah ada seperti ini membuat mamalia (monyet, kambing, dsb) dapat
mengeluarkan bunyi. Perkembangan biologis lainnya yang terkait adalah adanya
perubahan perkembangan otot-otot pada muka, tumbuhnya gigi, dan makin
naiknya letak laring yang memungkinkan makhluk untuk bernafas sambil makan
dan minum Perkembangan terakhir adalah para primat manusia.
Bahwa primat paling dekat dengan manusia adalah sebangsa gorila dan
simpanse. Kemiripan yang kita rasakan kalau kita pergi ke kebun binatang dan
memperhatikan perilaku binatang-binatang itu – cara mereka makan kacang, cara
mereka mengupas pisang, cara mereka mencari kutu, dan beberapa perilaku yang
lain. Disamping struktur mulut manusia yang secara biologis berbeda dengan
struktur mulut binatang, bahasa juga terkait dengan biologi dari segi lain. Hal ini
tampak pada proses pemerolehan bahasa. proses interaksi belajar-mengajar. Jika
ada salah satu komponen pembelajaran yang bermasalah, maka proses belajar-
mengajar tidak dapat berjalan baik.

B. Saran
Penulis menyadari jika makalah diatas masih belum dapat dikatakan
sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari para pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ade Putra, Rahmad. 2013. Landasan Biologis pada Bahasa. Scribd.


https://id.scribd.com/document/380257375/Landasan-Biologis-pada-
Bahasa (Maret 26, 2021).
Cahya, Meilinda. 2018. Landasan Biologis dan Neurologis Bahasa.
http://meilindacahya02.blogspot.com/2018/01/landasan-biologis-dan-
neurologis-bahasa.html (Maret 26, 2021).
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Mifttha. 2011. Landasan Biologis pada Bahasa | Mif19.Tea’s Blog.
https://miftah19.wordpress.com/2011/04/12/landasan-biologis-pada-
bahasa/ (Maret 26, 2021).

iii

Anda mungkin juga menyukai