Anda di halaman 1dari 16

LANDASAN BIOLOGIS PADA BAHASA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikolinguistik

Dosen:

Dr. Hj. Sri Mulyanti, M.Pd.

Disusun oleh:

Kelompok 3

Dede Siti Latifah 8820116006

Dendi 8820116008

Esa Suci Rahmawati 8820116010

3A PBI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SURYAKANCANA

CIANJUR

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya. Sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam
membuat makalah ini. sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
Psikolinguistik yakni tentang “Landasan Biologis Pada Bahasa”

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bantuk
maupun menambahkan isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Cianjur, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang...................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah..............................................................................1
1.3 Tujuan . ..............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Perkembangan Alat Ujaran................................................................2


2.2.Struktur Mulut Manusia dan Binatang...............................................5
2.3.Kaitan Biologis pada Manusia...........................................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan. Bahasa


mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa, termasuk membedakan
manusia dengan makhluk lain seperti binatang. Setiap bahasa yang ada di
dunia memiliki sebuah sistem yang dapat dianalisis secara internal dan
eksternal. Mengkaji bahasa secara internal berarti mengkaji struktur bahasa itu
sendiri. Kajian internal bahasa meliputi fonologi, morfologi, sintaksis,
paragraf, sampai konteks wacana. Adapun kajian bahasa secara eksternal
berarti menyangkut kajian yang menghhubungkan bahasa dengan faktor-faktor
atau hal-hal yang ada di luar bahasa, seperti faktor sosial, budaya, psikologi,
seni dan lain sebagainya.

Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan bahasa dan


perolehan bahasa oleh manusia. Dari definisi ini terdapat dua aspek yang
terkait psikolinguistik yaitu perolehan yang menyangkut bagaimana seseorang
terutama anak-anak belajar bahasa dan kedua penggunaan yang artinya
penggunaan bahasa oleh orang dewasa normal. Di dalam psikolinguistik
membahas landasan adanya bahasa baik dari sisi biologis pada bahasa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perkembangan Alat Ujaran?


2. Bagaimana Struktur Mulut Manusia dan Binatang?
3. Bagaimana Kaitan Biologis pada Manusia?

1.3 Tujuan

- Untuk Mengetahui Perkembangan Alat Ujaran


- Untuk Mengetahui Struktur Mulut Manusia dan Binatang
- Untuk Mengetahui Kaitan Biologis pada Manusia

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Alat Ujaran

Kalau ditelusuri perkembangan alat ujaran (speech organs) dari jaman


purbanya akan tampak bahwa manusia memang mempunyai pertumbuhan
yang paling belakang dan sempurna. Penelitian para ahli purbakala
menunjukkan bahwa kehidupan di dunia dimulai 3.000 juta tahun yang lalu
(Wind 1989) dalam bentuk organisme yang uniseluler. Tiga ratus lima puluh
juta tahun kemudian berkembanglah makhluk semacam ikan, yakni, Agnatha,
yang tak berahang. Makhluk ini mempunyai mulut, faring, dan insang untuk
bernafas. Lima puluh juta tahun kemudian muncullah makhluk pemula dari
amfibi yang tidak harus selamanya tinggal dalam air. Makhluk ini mempunyai
paru-paru. Adanya paru-paru dan laring ini menunjukkan telah mulainya
tumbuh jalur ujaran (vocal tracks) meskipun bunyi yang keluar barulah desah
pernafasan saja. Perkembangan pada amfibi seperti katak telah memunculkan
tulang-tulang arytenoid dan cricoid tetapi jalur trachea-nya masih pendek.
Begitu pula lidahnya telah mulai lebih mudah digerakkan.

Ketergantungan pada air menjadi lebih kecil dengan tumbuhnya reptil.


Ada pertumbuhan yang mencolok pada reptil, yakni, rongga rusuk dada
terlibat sangat aktif untuk pernafasan. Satu hal yang masih misterius adalah
bahwa reptil (misalnya buaya) kurang banyak mengeluarkan suara daripada
makhluk amfibi (misalnya, katak). Pada reptil organ yang mengontrol
modulasi suara adalah terutama otot dan alat-alat di laring.

Pada sekitar 70 juta tahun lalu muncullah makhluk mamalia yang pertama.
Pertumbuhan biologis lainnya mulai muncul. Bentuk awal dari epiglotis telah
mulai tampak, meskipun letaknya masih sangat dekat dengan mulut dan di
bagian atas tenggorokan. Tulang-tulang arytenoid dan cricoid mulai lebih
berfungsi. Evolusi lain yang penting adalah mulai adanya tulang thyroid dan
bentuk pertama dari selaput suara. Karena telah adanya paru-paru dan

2
kemudian ada pula selaput suara, maka getaran selaput ini dapat mulai
dikontrol. Alat pendengaran pun mulai berkembang. Alat ujar yang sudah ada
seperti ini membuat mamalia (monyet, kambing, dsb) dapat mengeluarkan
bunyi.

Perkembangan biologis lainnya yang terkait adalah adanya perubahan


perkembangan otot-otot pada muka, tumbuhnya gigi. dan makin naiknya letak
laring yang memungkinkan mahkluk untuk bernafas sambil makan dan
minum.

Perkembangan terakhir adalah pada primat manusia. Alat-alat penyuara


seperti paru-paru, laring. faring, dan mulut pada dasarnya sama dengan yang
ada pada mamalia lainnya, hanya saja pada manusia alat-alat ini telah lebih
berkembang. Laring pada manusia, misalnya, agak lebih besar daripada laring
pada primat lain. Struktur mulut maupun macam lidahnya juga berbeda. Akan
tetapi, perbedaan lain yang lebih penting antara manusia dengan binatang
adalah struktur dan organisasi otaknya. Seperti dikatakan Wind (1986: 192)

..........the fact that the apes leave their vocal tract idle cannot be explained by
the track’s inadequacy but rather by a lack of internal, cerebral, wiring.

3
Pertumbuhan alat ujaran di atas digambarkan oleh Wind pada Bagan 1 berikut.

4
2.2 Struktur Mulut Manusia Vs Binatang

Dari perkembangan makhluk seperti tergambar dalarn diagram pohon pada


Bagan 2 berikut (Lenneberg 1964: 70) tampak

Gibbons Orangutan Chimpanzee Gorila Modern Races

Hominidae

Ancient Races

Ponginae

Australopithecidae

Dyopithecinae

Bagan 2: Skema Evolusi Manusia

bahwa primat yang paling dekat dengan manusia adalah sebangsa gorila
dan simpanse. Kemiripan ini kita rasakan kalau kita pergi ke kebun binatang
dan memperhatikan perilaku binatang-binatang itu cara mereka makan kacang,
cara mereka mengupas pisang, cara mereka mencari kutu, dan beberapa
perilaku yang lain.

Kelompok manusia, yang dinamakan hominids atau hominidae, itu sendiri


juga ber-evolusi. Konon yang tertua (Australopithecus ramidus) ditemukan di

5
Afrika dan hidup pada 4.5 juta tahun yang lalu. Sementara itu muncul
kelompok manusia (homo) pada 3 juta tahun yang lalu yang baru menjadi
manusia modem (homo sapiens) sekitar 175.000 tahun yang lalu.
Pertumbuhan bahasa diperkirakan sekitar 100.000 tahun yang lalu (Aitchison
1996: 52-53). Perhatikan pertumbuhan hominids berikut.

Meskipun ada kemiripan-kemiripan tertentu antara manusia dengan


simpanse, tetap saja kedua makhluk ini berbeda dan yang membedakan
keduanya adalah, antara lain, kemampuan mereka berkomunikasi dengan
bahasa. Perbedaan kemampuan ini sifatnya genetik, artinya, manusia dapat

6
berbahasa sedangkan primat lain tidak karena komposisi genetik antara kedua
kelompok primat ini berbeda. Hal ini sangat tampak pada struktur biologis alat
suaranya. Perhatikan struktur mulut non manusia pada Bagan 4 berikut
(Lieberman 1992. 410 411)

Pada primat non-manusia simpanse lidah mempunyai ukuran yang tipis


dan panjang tetapi semuanya ada dalam rongga mulut. Bentuk yang seperti ini
lebih cocok sebagai alat untuk kebutuhan yang non-vokal seperti meraba,
menjilat, dan menelan mangsa. Secara komparatif, ratio lidah dengan ukuran
mulut juga sempit sehingga tidak banyak ruang untuk menggerakkan lidah ke
atas, ke bawah, ke depan, dan ke belakang. Ruang gerak yang sangat terbatas

7
ini tidak memungkinkan binatang untuk memodiflkasi arus udara menjadi
bunyi yang berbedabeda dan distingtif.

Berbeda dengan manusia, laring pada binatang seperti simpanse terletak


dekat dengan jalur udara ke hidung sehingga waktu bemafas laring tadi
terdorong ke atas dan menutup lubang udara yang ke hidung. Epiglotis dan
velum pada binatang juga membentuk kelep yang kedap air sehingga binatang
dapat bemafas dan minum serta makan secara simultan.

Kalau kita perhatikan bentuk dan letak gigi pada primat non manusia akan
kita dapati bahwa gigi binatang merupakan deretan yang terputus-putus,
ukuran panjangnya tidak sama, dan letaknya miring ke depan (Aitchison 1998:
48-49). Letak seperti ini tidak memungkinkan untuk gigi atas dan gigi bawah
bertemu. Bentuk, letak, dan pengaturan seperti ini memang dicanangkan untuk
kebutuhan primer primat itu, yakni, mencari makan. Bibir pada binatang juga
tidak fieksibel sehingga tidak bisa diatur untuk dipertemukan atau
dilencengkan untuk menghasilkan bunyi atau suara yang berbeda.

Karakteristik seperti yang digambarkan di atas berbeda dengan


karakteristik pada manusia. Perhatikan diagram mulut manusia pada Bagan 5
di halaman berikut

Secara proporsional rongga mulut manusia adalah kecil. Ukuran ini


membuat manusia dapat lebih mudah mengaturnya. Lidah manusia yang
secara proporsional lebih tebal dari pada lidah binatang dan menjorok sedikit
ke tenggorokan memungkinkan untuk digerakkan secara fleksibel sehingga
bisa dinaikkan, diturunkan, dimajukan, dimundurkan, atau diratakan di tengah.
Posisi yang bermacam-macam ini menghasilkan bunyi vokal yang bermacam-
macam pula, dari yang paling depan tinggi /i/ sampai ke yang paling belakang
tinggi /u/, dan dari yang paling rendah depan lae/ ke yang paling rendah
belakang /a/. Belum lagi kontak antara lidah dengan titik artikulasi tertentu
akan menghasilkan pula bunyi konsonan yang berbeda-beda, dari Yang paling
depan /p/-/b/ sampai ke yang paling belakang /k/lgl.

8
Karena adanya perluasan rongga otak dalam pertumbuhan manusia maka
letak laring maupun epiglotis manusia semacam "terdorong" ke bawah
sehingga letaknya jauh dari mulut (Ciani, dan Chiarelli 1992:51-65) bila
dibandingkan dengan yang ada pada binatang. Di satu pihak, letak seperti ini
memang memunculkan bahaya karena makanan yang masuk akan dengan
mudah kesasar ke laring yang menuju ke paru-paru sehingga orang lalu bisa
tersedak (choked). Akan tetapi, dari segi pembuatan suara posisi laring yang
seperti ini sangat menguntungkan. Ruang yang lebih lebar dan lebih panjang
pada tenggorokan dapat memberikan resonansi yang lebih baik dan lebih
banyak.

Epiglotis yang letaknya jauh dari mulut dan velum membuat manusia
dapat menghembuskan udara melewati mulut maupun hidung. Velum dapat
digerakkan secara terpisah untuk menempel pada dinding tenggorokan
sehingga udara akan tercegah keluar melalui hidung dan terciptalah bunyi oral.
Sebaliknya, bila bunyi yang kita kehendaki adalah bunyi nasal, velum ini tidak
akan bersentuhan dengan dinding tenggorokan sehingga udara dengan bebas
dapat keluar melalui hidung.

Gigi manusia yang jaraknya rapat, tingginya rata, dan tidak miring ke
depan membuat udara yang keluar dari mulut lebih dapat diatur. Begitu pula
bibir manusia lebih dapat digerakkan dengan Heksibel. Bibir atas yang
bertemu dengan bibir bawah akan menghasilkan bunyi tertentu, /m/, /p/, /b/,
tetapi bila bibir bawah agak ditarik ke belakang dan menempel pada ujung
gigi atas akan terciptalah bunyi lain, /f/ dan /v/.

Di samping struktur mulut, paru-paru manusia juga dengan mudah


menyesuaikan diri dengan kebutuhan. Pernafasan kita waktu berbicara, waktu
diam, dan waktu menyanyi tidaklah sama. Pada waktu bicara, kita menarik
nafas yang panjang sehingga paru-paru menjadi besar. Udara ini tidak kita
hembuskan keluar sekaligus, tetapi secara bertahap sesuai dengan kebutuhan.

9
Karena itu, kita dapat berbicara berjam-jam, tapi kita tidak bisa berada dalam
air lebih lama daripada lima menit.

Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dari segi biologi alat Pemafasan,
manusia memang ditakdirkan untuk menjadi primat yang dapat berbicara.

2.3.Kaitan Biologi Dengan Bahasa

Di samping struktur mulut manusia yang secara biologis berbeda dengan


struktur mulut binatang, bahasa juga terkait dengan biologi dari segi yang lain.
Hal ini terutama tampak pada proses pemerolehan bahasa.

Di mana pun juga di dunia ini, anak memperoleh bahasa dengan melalui
proses yang sama. Antara umur 6 sampai 8 minggu, anak mulai mendekut
(cooing), yakni, mereka mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai bunyi
vokal dan konsonan. Bunyi-bunyi ini belum dapat diidentifikasi sebagai bunyi
apa, tapi sudah merupakan bunyi. Pada sekitar umur 6 bulan mulailah anak
dengan celoteh (babbling), yakni, mengeluarkan bunyi yang berupa suku kata.
Pada umur sekitar 1 tahun, anak mulai mengeluarkan bunyi yang dapat
diidentifikasi sebagai kata. Untuk bahasa yang kebanyakan monomorfemik
(bersukukata satu) maka suku itu, atau sebagian dari suku, mulai diujarkan.
Untuk bahasa yang kebanyakan polimorfemik, maka suku akhirlah yang
diucapkan. Itu pun belum tentu lengkap. Untuk kata ikan, misalnya, anak akan
mengatakan /tan/ (lihat Dardjowidjojo 2000). Kemudian anak akan mulai
berujar dengan ujaran satu kata (one word utterance), lalu menjelang umur 2
tahun mulailah dengan ujaran dua kata (two word utterance).

Akhirnya, sekitar umur 4 5 tahun anak akan telah dapat berkomunikasi


dengan lancar.

Untuk 18 bulan yang pertama, Lenneberg (1969: 13) memberikan patokan


seperti terlihat pada Bagan 6 berikut di mana digambarkan keterkaitan antara
perkembangan biologi manusia dengan bahasa yang sedang diperolehnya.

10
Patokan minggu, bulan, dan tahun seperti diberikan di atas hamslah
dianggap relatif karena faktor biologi pada manusia itu tidak semuanya sama.
Yang penting dari patokan itu adalah bahwa urutan pemerolehan pada anak itu
sama: dari dekutan, ke celotehan, ke ujaran satu kata, dan kemudian ke ujaran
dua kata, dan seterusnya. Begitu juga dalam hal komprehensi dan produksi.
Anak di mana pun dan dalam bahasa apa pun menguasai komprehensi lebih
dulu dari pada produksi.

Manusia dapat menguasai bahasa secara natif hanya kalau prosesnya


dilakukan antara umur tertentu, yakni, antara umur 2 sampai sekitar 12 tahun.
Di atas umur 12 orang tidak akan dapat menguasai aksen bahasa tersebut
dengan sempurna.

Dengan fakta-fakta seperti dipaparkan di atas maka pandangan masa kini


mengenai bahasa menyatakan bahwa bahasa adalah finomena biologis,
khususnya finomena biologi perkembangan. Arah dan jadwal munculnya
suatu elemen dalam bahasa adalah masalah genetik. Orang tidak dapat
mempercepat atau memperlambat munculnya suatu elemen bahasa.

Faktor lingkungan memang penting, tetapi faktor itu hanya memicu apa
yang sudah ada pada biologi manusia. Echa, subjek penelitian Dardjowidjojo
(2000), beberapa kali dipancing untuk mengeluarkan bunyi /j/ dan /r/ dalam
bahasa Indonesia, tetapi tetap saja tidak dapat mengeluarkan kedua bunyi itu
sampai keadaan biologisnya memungkinkan.

11
BAB III

PENUTUP

1.3 Kesimpulan

Penelitian para ahli purbakala menunjukkan bahwa kehidupan di dunia


dimulai dari 3.000 juta tahun yang lalu (Wind 1989) dalam bentuk organisme
dan uniseluler. 350 juta tahun kemudian berkembanglah makhluk semacam
ikan, yakni Agnatha, tang tak berahang. 50 juta tahun kemudian muncullah
makhluk pemula dari amfibi yang tidak harus selamanya tinggal di air. Pada
sekitar 70 juta tahun lalu muncullah makhluk mamalia yang pertama.
Pertumbuhan biologis lainnya mulainya muncul. Alat pendengaran pun mulai
berkembang. Alat ujar yang sudah ada seperti ini membuat mamalia (monyet,
kambing, dsb) dapat mengeluarkan bunyi. Perkembangan biologis lainnya
yang terkait adalah adanya perubahan perkembangan otot-otot pada muka,
tumbuhnya gigi, dan makin naiknya letak laring yang memungkinkan
makhluk untuk bernafas sambil makan dan minum Perkembangan terakhir
adalah para primat manusia.

Bahwa primat paling dekat dengan manusia adalah sebangsa gorila dan
simpanse. Kemiripan yang kita rasakan kalau kita pergi ke kebun binatang dan
memperhatikan perilaku binatang-binatang itu – cara mereka makan kacang,
cara mereka mengupas pisang, cara mereka mencari kutu, dan beberapa
perilaku yang lain.

Disamping struktur mulut manusia yang secara biologis berbeda dengan


struktur mulut binatang, bahasa juga terkait dengan biologi dari segi lain. Hal
ini tampak pada proses pemerolehan bahasa.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2008. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa


Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

13

Anda mungkin juga menyukai