Dosen:
Disusun oleh:
Kelompok 3
Dendi 8820116008
3A PBI
UNIVERSITAS SURYAKANCANA
CIANJUR
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya. Sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam
membuat makalah ini. sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
Psikolinguistik yakni tentang “Landasan Biologis Pada Bahasa”
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bantuk
maupun menambahkan isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang...................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah..............................................................................1
1.3 Tujuan . ..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Alat Ujaran
Pada sekitar 70 juta tahun lalu muncullah makhluk mamalia yang pertama.
Pertumbuhan biologis lainnya mulai muncul. Bentuk awal dari epiglotis telah
mulai tampak, meskipun letaknya masih sangat dekat dengan mulut dan di
bagian atas tenggorokan. Tulang-tulang arytenoid dan cricoid mulai lebih
berfungsi. Evolusi lain yang penting adalah mulai adanya tulang thyroid dan
bentuk pertama dari selaput suara. Karena telah adanya paru-paru dan
2
kemudian ada pula selaput suara, maka getaran selaput ini dapat mulai
dikontrol. Alat pendengaran pun mulai berkembang. Alat ujar yang sudah ada
seperti ini membuat mamalia (monyet, kambing, dsb) dapat mengeluarkan
bunyi.
..........the fact that the apes leave their vocal tract idle cannot be explained by
the track’s inadequacy but rather by a lack of internal, cerebral, wiring.
3
Pertumbuhan alat ujaran di atas digambarkan oleh Wind pada Bagan 1 berikut.
4
2.2 Struktur Mulut Manusia Vs Binatang
Hominidae
Ancient Races
Ponginae
Australopithecidae
Dyopithecinae
bahwa primat yang paling dekat dengan manusia adalah sebangsa gorila
dan simpanse. Kemiripan ini kita rasakan kalau kita pergi ke kebun binatang
dan memperhatikan perilaku binatang-binatang itu cara mereka makan kacang,
cara mereka mengupas pisang, cara mereka mencari kutu, dan beberapa
perilaku yang lain.
5
Afrika dan hidup pada 4.5 juta tahun yang lalu. Sementara itu muncul
kelompok manusia (homo) pada 3 juta tahun yang lalu yang baru menjadi
manusia modem (homo sapiens) sekitar 175.000 tahun yang lalu.
Pertumbuhan bahasa diperkirakan sekitar 100.000 tahun yang lalu (Aitchison
1996: 52-53). Perhatikan pertumbuhan hominids berikut.
6
berbahasa sedangkan primat lain tidak karena komposisi genetik antara kedua
kelompok primat ini berbeda. Hal ini sangat tampak pada struktur biologis alat
suaranya. Perhatikan struktur mulut non manusia pada Bagan 4 berikut
(Lieberman 1992. 410 411)
7
ini tidak memungkinkan binatang untuk memodiflkasi arus udara menjadi
bunyi yang berbedabeda dan distingtif.
Kalau kita perhatikan bentuk dan letak gigi pada primat non manusia akan
kita dapati bahwa gigi binatang merupakan deretan yang terputus-putus,
ukuran panjangnya tidak sama, dan letaknya miring ke depan (Aitchison 1998:
48-49). Letak seperti ini tidak memungkinkan untuk gigi atas dan gigi bawah
bertemu. Bentuk, letak, dan pengaturan seperti ini memang dicanangkan untuk
kebutuhan primer primat itu, yakni, mencari makan. Bibir pada binatang juga
tidak fieksibel sehingga tidak bisa diatur untuk dipertemukan atau
dilencengkan untuk menghasilkan bunyi atau suara yang berbeda.
8
Karena adanya perluasan rongga otak dalam pertumbuhan manusia maka
letak laring maupun epiglotis manusia semacam "terdorong" ke bawah
sehingga letaknya jauh dari mulut (Ciani, dan Chiarelli 1992:51-65) bila
dibandingkan dengan yang ada pada binatang. Di satu pihak, letak seperti ini
memang memunculkan bahaya karena makanan yang masuk akan dengan
mudah kesasar ke laring yang menuju ke paru-paru sehingga orang lalu bisa
tersedak (choked). Akan tetapi, dari segi pembuatan suara posisi laring yang
seperti ini sangat menguntungkan. Ruang yang lebih lebar dan lebih panjang
pada tenggorokan dapat memberikan resonansi yang lebih baik dan lebih
banyak.
Epiglotis yang letaknya jauh dari mulut dan velum membuat manusia
dapat menghembuskan udara melewati mulut maupun hidung. Velum dapat
digerakkan secara terpisah untuk menempel pada dinding tenggorokan
sehingga udara akan tercegah keluar melalui hidung dan terciptalah bunyi oral.
Sebaliknya, bila bunyi yang kita kehendaki adalah bunyi nasal, velum ini tidak
akan bersentuhan dengan dinding tenggorokan sehingga udara dengan bebas
dapat keluar melalui hidung.
Gigi manusia yang jaraknya rapat, tingginya rata, dan tidak miring ke
depan membuat udara yang keluar dari mulut lebih dapat diatur. Begitu pula
bibir manusia lebih dapat digerakkan dengan Heksibel. Bibir atas yang
bertemu dengan bibir bawah akan menghasilkan bunyi tertentu, /m/, /p/, /b/,
tetapi bila bibir bawah agak ditarik ke belakang dan menempel pada ujung
gigi atas akan terciptalah bunyi lain, /f/ dan /v/.
9
Karena itu, kita dapat berbicara berjam-jam, tapi kita tidak bisa berada dalam
air lebih lama daripada lima menit.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dari segi biologi alat Pemafasan,
manusia memang ditakdirkan untuk menjadi primat yang dapat berbicara.
Di mana pun juga di dunia ini, anak memperoleh bahasa dengan melalui
proses yang sama. Antara umur 6 sampai 8 minggu, anak mulai mendekut
(cooing), yakni, mereka mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai bunyi
vokal dan konsonan. Bunyi-bunyi ini belum dapat diidentifikasi sebagai bunyi
apa, tapi sudah merupakan bunyi. Pada sekitar umur 6 bulan mulailah anak
dengan celoteh (babbling), yakni, mengeluarkan bunyi yang berupa suku kata.
Pada umur sekitar 1 tahun, anak mulai mengeluarkan bunyi yang dapat
diidentifikasi sebagai kata. Untuk bahasa yang kebanyakan monomorfemik
(bersukukata satu) maka suku itu, atau sebagian dari suku, mulai diujarkan.
Untuk bahasa yang kebanyakan polimorfemik, maka suku akhirlah yang
diucapkan. Itu pun belum tentu lengkap. Untuk kata ikan, misalnya, anak akan
mengatakan /tan/ (lihat Dardjowidjojo 2000). Kemudian anak akan mulai
berujar dengan ujaran satu kata (one word utterance), lalu menjelang umur 2
tahun mulailah dengan ujaran dua kata (two word utterance).
10
Patokan minggu, bulan, dan tahun seperti diberikan di atas hamslah
dianggap relatif karena faktor biologi pada manusia itu tidak semuanya sama.
Yang penting dari patokan itu adalah bahwa urutan pemerolehan pada anak itu
sama: dari dekutan, ke celotehan, ke ujaran satu kata, dan kemudian ke ujaran
dua kata, dan seterusnya. Begitu juga dalam hal komprehensi dan produksi.
Anak di mana pun dan dalam bahasa apa pun menguasai komprehensi lebih
dulu dari pada produksi.
Faktor lingkungan memang penting, tetapi faktor itu hanya memicu apa
yang sudah ada pada biologi manusia. Echa, subjek penelitian Dardjowidjojo
(2000), beberapa kali dipancing untuk mengeluarkan bunyi /j/ dan /r/ dalam
bahasa Indonesia, tetapi tetap saja tidak dapat mengeluarkan kedua bunyi itu
sampai keadaan biologisnya memungkinkan.
11
BAB III
PENUTUP
1.3 Kesimpulan
Bahwa primat paling dekat dengan manusia adalah sebangsa gorila dan
simpanse. Kemiripan yang kita rasakan kalau kita pergi ke kebun binatang dan
memperhatikan perilaku binatang-binatang itu – cara mereka makan kacang,
cara mereka mengupas pisang, cara mereka mencari kutu, dan beberapa
perilaku yang lain.
12
DAFTAR PUSTAKA
13