A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia memiliki sifat alamiah salah satunya adalah berfikir,
manusia tidak bisa dipisahkan, dan lepas dari segala katifitas yang berkaitan dengan
pemikiran. Secara tidak langsung manusia sudah menerapkan hermeneutika dalam
kehidupan sehari-harinya. Efek dari sifat keingintahuan manusia terhadap sesuatu
yang abstrak dan memerlukan penafsiarn didalamnya, guna menimbulkan
pemahaman tertentu. Dalam sejarahnya hermeneutika bersalal dari bahasa Yunanai
hermeneuni dan hermenia yang berarti ”menmafsirkan” dan “penafsiran”.1
Gambaran umum hermeneutika juga diungkapkan oleh Zygmunt Bauman, yakni
sebagai upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah
ucapan atau tulisan yang tidak jelas, kabur, remang-remang dan kontradiktif yang
menimbulkan kebingungan.2
1
Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermenutika, Yogyakarta: Paradigma, 2009, hlm 5.
2
Abdul Wachid B.S, Hermeneutika Sebagai Sistem Interpretasi Paul Ricoeur dalam Memahami Teks-Teks
Seni, Imaji Vol.4, No.2, Agustus 2006, hlm 210.
horizon teks horizon pengarang dan horizon pembaca.3 Banyak sekali yang
menghubung-hubungkan antara hermeneutika dengan protestan, akibat dari filosuf
berkebangsaan Jerman yang membaw hermenutika kedalam biblical studies, selain
itu hermeneutika dikenal sebagai metode Bible.4 Oleh karena itu banyak sekalu
sarjana muslim yang mempersoalkan hermenutika sendiri untuk dioperasionalkan
kedalam Al-Qur’an.
Paul Ricoeur merupakan salah satu tokoh yang berpengaruh besar dalam
perkembangn hermenutika pada masanya. Pemikirannya sangat luas, hermenutika
filosofis, sejarah filsafat dan agama, filsafat sejarah dan filsafat agama, teori
Freudian, psikoligi, etika, teori politik, antropologi filosofis, studi simbol dan mitos,
filsafat bahasa, dan lain-lain. Luasnya cakupan itu mempunyai satu pertanyaan
antropologi filsosofis, apa artinya menjadi manusia?. Ricoeur setuju dengan
Heidegger bhawa aku tidak bisa mendevinisikan adaku dari aktifitas berfikir saja.
Hakekat “aku” hanya dapat diakses dengan kegiatan interpretasi.6
3
Abdul Wachid B.S, Hermeneutika Sebagai Sistem Interpretasi Paul Ricoeur dalam Memahami Teks-Teks
Seni, Imaji Vol.4, No.2, Agustus 2006, hlm 213.
4
Imam Rifa’i¸ Skripsi: Hermeneutika Fenomenologi Paul Ricoeur Telaah Filosofis-Historis, Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga, 2014, hlm 2.
5
Ibid, Imam Rifa’i¸ Skripsi: Hermeneutika Fenomenologi Paul Ricoeur Telaah Filosofis-Historis, hlm 3.
6
M. Sastrapratedja, Hermeneutika dan Etika Naratif Menurut Paul Ricoeur, Kanz Philosophia Vol.2, No.2,
hlm 249.
Beberapa pokok pemikiran Ricoeur berawal dari pemikiran mengenai
simbol, menurutnya simbol memberi makna namun makna yang diberikan tersebut
adalah hal yang harus dipikirkan. Simbol berangkat dari sebuah kesaksian yang
merupakan ranah pengalaman sebelum masuk pada ranah teologi.7 Bahasa mitis dan
simbolik merupakan sumber dimana kita dapat menggali pemahaman mengenai
manusia. Karena simbol merupakan bahasa yang dipadatkan semaksimum mungkin,
simbolisme mengungkapkan secara tidak langsung dimensi-dimensi eksistensi
manusiawi yang tak dapat direduksi kedalam abstraksi konseptual. Simbolisme
merangkum realitas dengan cara yang tidak mungkin dilakukan melalui pemikiran
filsafat atau pemikiran ilmiah.8
B. Pembahasan
1. Sekilas Tentang Paul Ricoeur
Paul Ricoeur seorang filosof Prancis yang begitu tenar di era sekarang
dalam dunia edukasi pada kususnya, sehingga tidak heran jika banyak lembaga atau
personal yang membicarakannya baik historisitas maupun gagasannya. Ide-ide
hermeneutikanya memeiliki karakter yang menariak dan unik, sehingga ia
didudukan pada posisi yang berbeda darin para filosof sebelumnya. Pendudukan ini
7
Indarningsih, Hermeneutika Paul Ricoeur dan Penerapannya Pada Pemaknaan Simbol dalam Rom,\an
Rafilus Karya Budi Darma, Filsafat Vol.21, No 2, 2011, hlm 119.
8
M. Sastrapratedja, Hermeneutika dan Etika Naratif Menurut Paul Ricoeur, Kanz Philosophia Vol.2, No.2,
hlm 250.
pernah dilakukan oleh Richard E. Palmer, Patrick L. Bourgous, Zainal Abidin, dan
Josef Bleicher.9
9
Latifatul Izzah el Mahedi, Hermeneutika Fenomenologi Paul Ricoeur dari Pembacaan Simbol Hingga
Pembacaan Teks Sejarah, Kajian Islam Interdisipiner, Vol.6, No.1, 2007, hlm. 18.
10
Hermenutika Paul Ricoeur. digilib.uinsby.ac.id, diakses pada tanggal 28 November 2018 pukul 14.30.
hlm. 20.
11
Latifatul Izzah el Mahedi, Hermeneutika Fenomenologi Paul Ricoeur dari Pembacaan Simbol Hingga
Pembacaan Teks Sejarah, Kajian Islam Interdisipiner, Vol.6, No.1, 2007, hlm. 19.
Tahun 1967-1987 mengajar di fakultas sastra Universitas Paris Nantere,
sekaligus menjadi Dekan. Tahun 1975 Ricoeur menerbitkan bukunya La Metaphore
Vive yang banyak membahas tentang tata aturan metafora. Dia juga menjadi
anggota di beberapa lembaga akademisi dan mendapat penghargaan dari The Hegel
Award (Stuttgart), The Karl Jaspers Award (Heidelberg), The Leopold Lucas
Award (Tubingen), dan The Gand Prix de I’Academie Francaise.12
12
Hermenutika Paul Ricoeur. digilib.uinsby.ac.id, diakses pada tanggal 28 November 2018 pukul 14.30.
hlm. 22.
Ricoeur merujuk pada bahasa sebagai event, yaitu bahasa yang membicarakan
tentang sesuatu, bahasa yang ia guanakan untuk berkomunikasi.
Memang, setiap kalin kita membaca teks tidak dapat menghindar dari
prasangka yang dipengaruhi oleh kultur masyarakat, tradisi yang hidup dari
berbagai gagasan. Menurut Ricoeur sebuah teks harus kita tafsirkan dalam bahasa
yang tidak pernah penuh dengan pengandaian dan diwarnai dengan situasi kita
sendiri dalam kerangka waktu yang khusus. Karenanta sebuah teks seslalu berdiri
diantara structural penjelasan dan pemahaman hermenutika, yang berhadapan.
Penjelasan structural bersifat objektif, dan pemahaman hermeneutika memebri
kesan koita subjektif. Dikotomi antara subjetif dan objektif ini oleh Ricoeur
diselesaikan dengan “sistem bolak balik”, yaitu penafsir melakukan pembebasan
teks (dekontekstualisasi) dengan maksut untuk menjaga otonomi teks ketika
penafsir melakukan pemahaman terhadap teks, dan melakukan langkah kembali ke
konteks (rekontekstualisasi) untuk melihat latar belakang terjadinya teks.
Dekontesktualisasi dan rekonteksualisasi bertumpu pada otonomi teks yang meliputi
tiga macam; pertama, maksut pengarang, kedua situasi kultur kondisi sosial teks,
ketiga untuk siapa teks dimaksutkan.
Ketiga langkah tersebut erat hubungannya dengan langkah pemhaman bahasa, yaitu
semantik, refleksi, eksistensial atau ontologies. Langkah semnatik merupakan
pemhaman pada tingkat bahasa murni, refleksi setingkat lebih tinggi mendekati
ontologis, sedangkan eksistensial atau ontologies pemahaman pada tingkat
keberadaan makna itu sendiri.
C. Penutup
13
Abdul Wachid B.S, Hermeneutika Sebagai Sistem Interpretasi Paul Ricoeur dalam Memahami Teks-Teks
Seni, Imaji Vol.4, No.2, Agustus 2006, hlm 214-220.
DAFTAR PUSTAKA