Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nanda May Supriatna

NIM : 2020702037
KELAS : 2002D Ilmu Politik

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG DAN PENGIKAT PERCEPATAN


PERKEMBANGAN, REKAYASA, PENYEBARAN SAINS-SAINS ISLAM

Apa faktor-faktor pendorong dan pengikat percepatan perkembangan,


rekayasa, penyebaran sains-sains Islam.

Penyebabnya yaitu Sains membawa revolusi lahiriah (material), Islam membawa


revolusi
batiniah (spiritual). Sains memperindah akal dan pikiran, Islam memperindah
jiwa dan perasaan. Sains melindungi manusia dari penyakit, banjir, badai,
dan bencana alam lain. Islam melindungi manusia dari keresahan, kegelisahan dan
rasa tidak nyaman. Sains mengharmoniskan dunia dengan manusia dan Islam
menyelaraskan dengan dirinya.

Mengapa faktor-faktor pendorong dan pengikat percepatan


perkembang pesat
Hubungan antara Islam dan sains dapat diketahui dengan dua sudut
pandang. Pertama, apakah konsepsi dalam Islam melahirkan keimanan dan
sekaligus rasional, atau semua gagasan ilmiah itu bertentangan dengan
agama.
Sudut pandang kedua, merupakan landasan dalam membahas hubungan
antara Islam dan sains, yakni bagaimana keduanya ini berpengaruh pada manusia.
Agama dan sains sama-sama memberikan kekuatan, sains memberi manusia
peralatan dan mempercepat laju kemajuan, agama menetapkan maksud tujuan
upaya manusia dan sekaligus mengarahkan upaya tersebut. Sains membawa
revolusi lahiriah (material), agama membawa revolusi batiniah (spiritual). Sains
memperindah akal dan pikiran, agama memperindah jiwa dan perasaan. Sains
melindungi manusia dari penyakit, banjir, badai, dan bencana alam lain. Agama
melindungi manusia dari keresahan, kegelisahan dan rasa tidak nyaman. Sains
mengharmoniskan dunia dengan manusia dan agama menyelaraskan dengan
dirinya.

Bagaimana faktor-faktor pendorong dan pengikat percepatan perkembang


Berhasilnyapencapaian kemajuan Islam di berbagai bidang, khususnya ilmu
pengetahuan yang demikian pesat dan beragam itu adalah berkat dorongan
internal (faktor teologis) dan faktor eksternal yang antara lain berupa sentuhan
dengan peradaban dan budaya luar yang berupa kontak intelektual dengan filsafat
dan budaya Yunani pada masa itu. Persentuhan
antar kebudayaan dimaksud sebenarnya sudah berlangsung sejak masa Umayyah,
namun kemudian mencapai puncaknya pada era Abbasiyah berkat
terlembagakannya upaya-upaya penterjemahan, yang kemudian dikenal
dengan nama Khizāna al-Ḥikmah maupun Bait al-Ḥikmah.
10
Menurut Iqbal Dawami mengutip Myer, setidaknya ada empat hal yang
menjadi akar atau potensi munculnya peradaban Islam dalam hal ilmu
pengetahuan:

1.sebuahkebudayaan yang memainkan peranan penting setelah kebudayaan


Yunani dan juga merupakan sebuah perpaduan dari elemen-elemen timur, yaitu
peradaban Helenisme, yang mulai muncul di permukaan setelah 300 SM. Tempat
yang menjadi pusat
intelektualnya adalah Alexandria. Sebuah institusi penelitian yang besar, de
museum, telah dibangun diJustianian
2. Filsafat Yunani mengalami stagnasi sejak tahun 529 M seiring dengan
penutupan Akademi Athena secara resmi oleh Justianian.
3. Akademi Jundishapur di Parsi, sebuah akademi yang menjadi pusat
pertukaran dan sinkretisme pengetahuan terbesar pada abad ke-7 M. Institusi ini
menjadi surga bagi para Nestorian (pengikut Nestorius) yang diusir dari Edessa
pada tahun 489 M dan juga bagi para Platonis yang erusir. Para Nestorian itu
membawa bersama mereka ke Jundishapur terjemahan-terjemahan Syiria dari
berbagai macam karya, khususnya karya-karya dalam bidang pengobatan. Di
Jundishapur pula Kisra Anushirwan memerintahkan penerjemahan karya-karya
Aristoteles dan Plato ke dalam bahasa Parsi.
4. Aktivitas para Nestorian. Pada pertengahan pertama abad kelima masehi,
pendeta Suriah, Nestorius, dipecat dan diusir dari kota Antioch ke wilayah Arab
dan kemudian ke Mesir. Para pengikutnya dengan tulus dan penuh dedikasi
mereka pindah sambil mengajarkan ilmunya ke wilayah Timur, tepatnya kota
Edessa. Di sana terdapat sebuah akademi kedokteran yang sedang berkembang.
Akademi itu menjadi pusat bagi aktivitas Nestorian dan memperoleh dukungan
dari Akademi Nisbis di Mesopotamia dan juga dari Akademi Jundishapur.

Mengapa Sains dalam Islam berbeda dengan pengertian sains dalam


pengertian barat.

Istilah sains dalam Islam, sebenarnya berbeda dengan sains dalam pengertian
Barat modern saat ini, jika sains di Barat saat ini difahami sebagai satu-satunya
ilmu,
dan agama di sisi lain sebagai keyakinan, maka dalam Islam ilmu bukan hanya
sains
dalam pengertian Barat modern, sebab agama juga merupakan ilmu, artinya dalam
Islam disiplin ilmu agama merupakan sains

Untuk memahami posisi sains atau ilmu dalam Islam, kita harus
memahaminya
secara bahasa. Terdapat hubungan yang erat antara ilmu („ilm), alam („alam), dan
alKhÉliq. Untuk menggambarkan secara singkat hal ini, marilah kita lihat kata
„ilm,
sebuah istilah yang digunakan dalam bahasa Arab untuk menunjukkan ilmu. Kata
„ilm
yang berasal dari akar kata yang terdiri dari 3 huruf, „a-l-m, atau „alam. Arti dasar
yang
terkandung dalam akar kata ini adalah „alÉmah, yang berarti “petunjuk arah”.
AlRaghib al-Isfahani (1997, s.v. “„a-l-m”) menjelaskan bahwa al-„alam adalah
“jejak (atau
tanda) yang membuat sesuatu menjadi diketahui‟ (“the trace (or mark) by wich
something is known” atau ”al-atsar alladzi yu‟lam bihii syai‟”).

Bagaimana faktor-faktor pendorong dan pengikat percepatan

peralah sains dan teknologi. Bidang ini mengalami beberapa fase, mulai
dari kemunculannya adalah, penyebaran, kemajuan, hingga kemunduran. Untuk
menunjukkan kemajuan sains dan teknologi Islam pada masa keemasannya,
cukuplah kiranya menyebut nama-nama, seperti Jabir bin Hayyan, al-Kindi,
al-Khawarizmi, ar-Razi, al-Farabi, at-Tabari, al-Biruni, Ibnu Sina, dan Umar
Khayyam. Tak seorang pun, baik di Timur ataupun di Barat, yang meragukan
kualitas keilmuan mereka.

Lantas, apa faktor-faktor yang menunjang kemajuan sains dan teknologi Islam
pada masa lalu itu? Dalam pendahuluan buku Teknologi dalam Sejarah Islam,
Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill mengutarakan tujuh faktor kemajuan
sains dan teknologi Islam. Ketujuh faktor itu adalah agama Islam, pemerintah
yang berpihak pada ilmu pengetahuan, bahasa Arab, pendidikan, penghormatan
kepada ilmuwan, maraknya penelitian, dan perdagangan internasional.

Pertama adalah agama Islam. Menurut Al-Hassan dan Hill, agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW ini memberikan dorongan yang sangat kuat kepada
umatnya untuk melakukan pencapaian-pencapaian di bidang sains dan teknologi.
Alquran memerintahkan umat Islam agar menggunakan akalnya dalam mengamati
hakikat alam semesta. Perintah semacam itu di antaranya termaktub dalam surah
Arrum [30] ayat 22; Albaqarah [2] ayat 164; Ali Imran [3] ayat 190-191; Yunus
[10] ayat 5; dan al-An'am [6] ayat 97. Firman Allah SWT juga sering disertai
pertanyaan afala ta'qilun dan afala tatafakkarun (tidakkah kamu sekalian berpikir).

Kedua, pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan. Howard R Turner


dalam Sains Islam yang Mengagumkan mengatakan bahwa pencapaian di bidang
sains dan teknologi sudah menjadi ciri-ciri umum semua dinasti Islam, baik itu
dinasti kecil maupun besar. Hampir di setiap kota Islam, ketika itu, terdapat
gerakan Arabisasi dan penerjemahan. Di samping itu, juga didirikan
akademi-akademi, observatorium, dan perpustakaan.

Ketiga, bahasa Arab. Sejak awal pemerintahan Dinasti Umayyah, ilmu


pengetahuan dari Yunani dan India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Menurut Al-Hassan dan Hill, para sultan ketika itu sepenuhnya menyadari bahwa
tidak mungkin ilmu pengetahuan berkembang di dunia Islam jika ilmu-ilmu
tersebut tertulis dalam bahasa non-Arab.

Daftar Pustaka

Anam, Nurul -. “Al-Qur’an Dan Hadits: Dialektika Sains-Teknologi Dan


Ilmu Agama.” Al-Adalah 7, no. 1 (2008): 213–26

AR., Muhammad. “Sains, Teknologi, Dan Nilai-Nilai Moral.” Elkawnie:


Journal of Islamic Science and Technology V 2, no. 2 (2016): 109–26.

Dawami, M. Iqbal. “Kontribusi Penerjemah Pada Zaman Keemasan Islam.”


Adabiyyāt: Jurnal Bahasa dan Sastra 7, no. 1 (2008): 99.
Effendi, "Ensiklopedi Agama dan Filsafat", Cet I, (Palembang: Univ.
Brawijaya), 2001.

Hambali, Slamet. “Astronomi Islam Dan Teori Heliocentris Nicolaus


Copernicus.”

Madani, Abubakar. “Pemikiran Filsafat Al-Kindi.” Lentera IXX, no. 2


(2015): 106–17
.
Muslih, M. “Sains Islam Dalam Diskursus Filsafat Ilmu.” Kalam: Jurnal
Studi Agama dan Pemikiran Islam 8, no. 1 (2014): 1.

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, Cet 1


(Jakarta: UI Press) ,1979

Anda mungkin juga menyukai