Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alhamdulillah kita haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunianya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah pendekatan studi
Islam ini tanpa ada halangan sesuatu apapun. Yang mana pada kesempatan kali ini
pemakalah yang bernama Siti Dahlia (18760022), Khairun Nisa (18760031) dan
Shofia Barkah Simatupang (18760032) akan fokus pada pembahasan pendekatan
kalam kajian atas buku yang berjudul Teologi Islam Perspektif al-Farabi dan al-
Ghazali karya Dr. H. A. Khudori Soleh, M.Ag. Makalah book review ini dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendekatan Studi Islam dengan dosen
pengampu Dr. H. Zulfi Mubaroq M.Ag di Program Studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.
Urgensi topik dari kajian atas buku yang berjudul Teologi Islam Perspektif
al-Farabi dan al-Ghazali karya Dr. H. A. Khudori Sholeh, M.Ag antar lain sebagai
berikut: Pertama, bahwa keyakinan adalah pangkal sebuah tindakan. Kedua,
Teologi diyakini oleh kebanyakan masyarakat muslim saat ini, terutama
dikalangan kaum tradisional dan pesantren sebagai salah satu dari pilar ilmu
keagamaan paling penting disamping fiqh dan tasawwuf. Ketiga, persoalan
hierarki adalah masalah yang penting dalam Islam.
Secara global, makalah ini dibagi kedalam beberapa bab pembahasan. Bab
pertama yaitu Pendahuluan yang didalamnya terdapat latar belakang permasalah,
rumusan masalah dan tujuan pembahasan. Bab kedua yaitu pembahasan tentang
pengertian kalam secara etimologi dan terminologi, model pendekatan, teknik,
metode dan langkah-langkah penelitian pendekatan kalam dan kesimpulan buku.
Selanjutnya di bagian Bab ketiga yaitu Diskusi dan Analisis tentang kelebihan dan
kekurangan dari penulis tentang penulisan buku yang direview, Bab yang keempat
berisi tentang Kesimpulan dari keseluruhan isi makalah tersebut.
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendekatan kalam secara etimologi dan terminologi?
2. Bagaimana model pendekatan, metode, teknik dan langkah-langkah penelitian
pendekatan kalam yang dilakukan dalam buku yang berjudul Teologi Islam
Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali karya Dr. H. A. Khudori Sholeh, M. Ag?
3. Bagaimana hasil dari penelitian pendekatan kalam yang dilakukan dalam buku
yang berjudul Teologi Islam Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali karya Dr. H.
A. Khudori Sholeh, M. Ag?

C. Tujuan Pembahasan
1. Ingin memahami apa pengertian pendekatan kalam secara etimologi dan
terminologi.
2. Ingin memahami model pendekatan, metode, teknik dan langkah-langkah
penelitian pendekatan kalam yang dilakukan dalam buku yang berjudul
Teologi Islam Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali karya Dr. H. A. Khudori
Sholeh ,M. Ag.
3. Ingin memahami hasil dari penelitian pendekatan kalam yang dilakukan dalam
buku yang berjudul Teologi Islam Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali karya
Dr. H. A. Khudori Sholeh, M. Ag.
3

BAB II

POKOK PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Kalam Secara Etimologi dan Terminologi


1. Pengertian Pendekatan Kalam Secara Etimologi
a. Pengertian Pendekatan Secara Etimologi
Secara etimologi, pendekatan berasal dari kata dasar dekat bermakna
pendek jaraknya, tidak jauh, akrab, tidak lama lagi, menjelang. 1 Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia pendekatan berarti proses, perbuatan, cara mendekati;
usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan
orang yang diteliti, atau metode-metode untuk mencapai pengertian tentang
masalah penelitian.2

Dalam bahasa Inggris pendekatan berasal dari kata approach.3 Approach


berarti pendekatan, mulai menyelesaikan, tindakan mendekati, jalan, cara.4
Sedangkan menurut kamus dwibahasa Oxford-Erlangga pendekatan adalah
approach, mendekati, menghampiri. Approachable, mudah didekati, dapat
ditemui.5

Jadi, dapat disimpulkan berdasarkan beberapa pengertian di atas bahwa


pendekatan secara etimologi adalah proses, usaha atau cara untuk mendekati.

b. Pengertian Kalam Secara Etimologi


Secara etimologi kata kalam dalam kamus bahasa Arab berasal dari kata
‫ الكالم‬berarti perkataan.6 Menurut kamus Istilah Populer Edisi Lengkap Kalamiyah
adalah Ilmu Kalam (Ilmu Tauhid).7 Dan menurut ensiklopedia pendidikan, kalam

1
Ernawati Waridah, Kamus Bahasa Indonesia (Bmedia: 2017), 62.
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 192.
3
Rayner Hardjono, Kamus Popular Inggris-Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia, 1976), 136.
4
Wahyu Untara, Kamus Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris (Yogyakarta: Indonesia Tera, 2014),
24.
5
Kamus Dwibahasa Oxford-Erlangga (PT Gelora Aksara Pertama, 1996), 15.
6
A.W.munawwir dan Muhammad Fairuz, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), 222.
7
Gama Press, Kamus Istilah Populer Edisi Lengkap, (Jakarta: Gama Press, 2010), 34.
4

berasal dari bahasa Arab yang artinya ucapan dan dalam agama Islam artinya
firman Allah yang kekal serta tidak berawal.8

Jadi, dapat disimpulkan berdasarkan beberapa pengertian di atas bahwa


kalam secara etimologi adalah ilmu yang membicarakan atau membahas tentang
masalah ke-Tuhanan.

1. Pengertian Pendekatan Kalam Secara Terminologi


a. Pengertian Pendekatan Secara Terminologi
Secara terminologi, Pendekatan adalah cara memperlakukan sesuatu.9
Istilah pendekatan juga sering bersinggungan dengan istilah perspektif, paradigma
(cara pandang), dan sudut pandang. Berbagai disiplin ilmu seperti sosiologi,
sejarah (history), filsafat (philosophy), kebudayaan (cultural), antropologi, hukum
(normative), dan sebagainya sering pula digunakan sebagai pendekatan.10

b. Pengertian Kalam Secara Terminologi


Secara terminologi, Menurut Al-Farabi ilmu kalam adalah mencakup
semua ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal itu berarti
bahwa subjek kalam sangat luas, membentang dari persoalan ketuhanan sampai
ibadah, dari masalah keyakinan sampai amaliyah dan dari teoritis sampai
praktis.11

Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain ilmu
ushuluddin, ilmu tauhid, Al-Fiqh Al-Akbar, dan Teologi Islam. Disebut ilmu
Ushuluddin karena ilmu ini mebahas pokok-pokok agama (ushuluddin). Disebut
ilmu tauhid karena ilmu ini membahas keesaan Allah SWT. Di dalamnya dikaji
pula tentang asma’ (nama-nama) dan af’al (perbuatan-perbuatan) Allah yang
wajib, mustahil, dan ja’iz, juga sifat yang wajib, mustahil, dan ja’iz bagi Rasul-
Nya. Ilmu Tauhid sebenarnya ilmu yang membahsa tentang keesaan Allah SWT

8
Soegarda Poerbkatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1969), 138.
9
Chuzaimah Batubara, dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta Timur: Prenada Media
Group, 2018), 3.
10
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), 194.
11
Khudori Sholeh. Teologi Islam Persepektif al-Farabi dan al-Ghazali, UIN-Maliki Press, Malang,
2013,
5

dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya. Secara objektif, ilmu kalam sama dengan
ilmu tauhid, tetapi argumentasinya lebih dikonsentrasikan pada penguasaan
logika.12

Al-Fiqh Al-Akbar merupakan istilah bagi Abu Hanifah (80-150 H) dalam


memberikan nama ilmu ini. Menurut persepsinya, hukum Islam yang dikenal
dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, Al-Fiqh Al-Akbar, di
dalamnya dibahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan istilah keyakinan atau
pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, Al-Fiqh Al-Ashghar, di dalamnya
dibahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah mu’amalah, bukan pokok-
pokok agama, tetapi hanya cabang.

Teologi Islam merupakan istilah lain dari ilmu kalam. Istilah ini berasal
dari bahasa inggris, Theology. William L. Reese (J. 1921 M) mendefinisikannya
dengan discourse or reason concerning God (diskursus atau pemikiran tentang
Tuhan). Dengan mengutipn kata-kata William Ockham (1287-1347), Reese lebih
jauh mengatakan, Theology to be a discipline resting on revealed truthe and
independent of both philosophy and science (Teologi merupakan disiplin ilmu
yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensifilsafat dan ilmu
pengetahuan). Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan
tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional.13

Musthafa Abdul Raziq berkomentar tentang ilmu Kalam yang berkaitan


dengan akidah imani ini sesungguhnya dibangun di atas argumentasi-argumentasi
rasional atau ilmu yang berkaitan dengan akidah islami ini bertolak atas bantuan
nalar.14

Sementara itu, Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin


ilmu yang mengandung argumentasi-argumentasi tentang akidah imani yang
diperkuat dalil-dalil rasional.

12
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Jawa Barat: CV Pustaka Setia, 2016), 19.
13
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, 20.
14
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, 21.
6

Memerhatikan definisi ilmu kalam di atas, yaitu ilmu yang membahas


masalah-masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau
filsafat, secara teoritis aliran Salaf tidak dapat dimasukkan ke dalam aliran ilmu
kalam karena aliran ini dalam pembahasan masalah-masalah ketuhanan tidak
menggunakanargumentasi filsafatatau logika. Aliran ini cukup dimasukkan ke
dalam aliran ilmu tauhid atau ilmu ushuluddin, atau Al-Fiqh Al-Akbar.

Setelah melihat dan membaca beberapa uraian di atas tentang pengertian


dari pendekatan dan ilmu kalam dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan
kalam adalah salah satu pendekatan yang ada dalam kajian studi Islam yang mana
harus memperhatikan dan mempertimbangkan model, metode, teknik, bahkan
langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan sebuah penelitian tentang
suatu disiplin ilmu.15

B. Model pendekatan, metode, teknik, dan langkah-langkah penelitian


pendekatan kalam yang digunakan dalam buku yang berjudul Teologi
Islam Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali karya Dr. H. A. Khudori
Sholeh, M. Ag.
1. Model pendekatan yang digunakan dalam buku yang berjudul Teologi
Islam Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali karya Dr. H. A. Khudori
Sholeh, M. Ag.

Penelitian ini sengaja mengambil persoalan teologi dengan al-Farabi dan


al-Ghazali sebagai tokohnya. Minimal ada tiga alasan mengapa penelitian ini
mengambil teologi atau teologi dalam kaitannya dengan hierarki keilmuan sebagai
topik kajiannya. Pertama, bahwa keyakinan adalah pangkal sebuah tindakan.
Bentuk keyakinan tentang sesuatu akan memberikan pengaruh kuat pada
tindakan-tindakan yang akan dilakukan seseorang. Teologi berhubungan erat
dengan pembentukan keyakinan ini, sehingga dibahasnya persoalan kalam secara
lebih baik akan memberikan pengaruh yang positif bagi keyakinan. Kedua, teologi
diyakini oleh kebanyakan masyarakat muslim saat ini, terutama di kalangan kaum
tradisional dan pesantren, sebagai salah satu dari pilar ilmu keagamaan paling
15
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, 22.
7

penting disamping fiqh dan tasawwuf, sehingga kajian secara mendalam tentang
teologi berarti ikut ambil bagian dalam menambah khazanah keilmuan penting
Islam. Ketiga, persoalan hierarki adalah masalah yang penting dalam Islam.
Berbeda dengan Barat yang menganggap ilmu-ilmu berada dalam tataran yang
sama, Islam tepatnya para sarjana muslim klasik meyakini adanya hierarki dalam
keilmuan, bahkan dalam realitas kewujudan. Dengan di ketahuinya susunan
hierarki keilmuan yang dibuat para tokoh muslim ini, juga alasan-alasan yang
digunakan sebagai dasar bagi penyusunannya akan bisa digunakan sebagai
landasan bagi penyusunan hierarki baru yang relevan dengan kondisi saat ini,
yang dari sini bisa di jelaskan mana ilmu-ilmu yang harus diprioritaskan
masyarakat muslim dan mana ilmu-ilmu yang bisa ditunda dalam
pembelajarannya.16
Adapun tentang pemilihan al-Farabi (258-339 H/870-950 M) dan al-
Ghazali (450-505 H/ 1058-1111 M) sebagai tokoh pembahasan, didasarkan atas
alasan, pertama, dua pemikir tersebut bisa dianggap sebagai tokoh dan wakil
aliran pemikiran yang berbeda. Al-Farabi, seperti dikatakan Husain Nasr, adalah
tokoh filsafat yang sangat berpengaruh, tidak hanya, dalam dunia Islam, ia dinilai
sebagai guru kedua (al-muallim at-tsani) setelah Aristoteles (384-322 M) sebagai
gutru pertama (al-muallim al-awwal), dan susunan hierarki keilmuannya yang di
dalamnya terdapat posisi teologi memberikan pengaruh sangat besar bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa berikutnya. Al-Ghazali adalah ahli
kalam Asyariyah yang terkenal. Di samping ahli fqh dan tasawuf: ia bisa dianggap
sebagai wakil kaum agamawan yang pandangan-pandangannya masih sangat
berpengaruh sampai sekarang, terutama di kalangan Sunni. Dengan adanya dua
tokoh ini, diharapkan apa yang dipaparkan dalam penelitian tidak hanya
menunjukkan perspektif sang tokoh semata, tetapi juga suara dari aliran
intelektual yang diwakili.
Kedua, adanya pertimbangan periodesasi-periodesasi perkembangan
pemikiran Islam di mana mereka hidup dan berkembangan. Al-Farabi mewakili

16
Khudori Sholeh. Teologi Islam Persepektif al-Farabi dan al-Ghazali, UIN-Maliki Press, Malang,
2013,
8

masa-masa awal ketika filsafat dan ilmu pengetahuan seperti matematika, ilmu
kealaman dan sejenisnya mulai berkembangan dalam dunia Islam, dan setelah
kalam yang rasional mencapai puncak kejayaan Islam, dari segi keilmuan, politik,
filsafat, kalam dan bahkan tasawuf; juga kondisi penuh ketegangan intelektual
antara kalam dengan filsafat, ketegangan spiritual antara kaum sufis dengan
fuqaha, ketegangan politik antara penguasa beraliran Sunni dengan Syiah. Al-
Ghazali ikut terlibat langsung dalam meredam sebagian ketegangan tersebut.
Dengan diketengahkannya pemikiran dua tokoh yang memiliki kurun waktu yang
berbeda akan diketahui dinamika pemikiran yang terjadi dikalangan masyarakat
Islam, khusunya dalam persoalan kalam.
Penelitian tentang teologi, diakui, bukan yang pertama. Ilhamuddin telah
mengkaji pemikiran kalam al-Baqillani dengan membandingkan dengan al-
Asyari. Noor Iskandar dan Mustafa Ceric, membahas konsep teologi Maturidi,
sedang Zurkani Jahja membahas metodologi teologi Al-Ghazali, dalam kaitannya
dengan hierarki keilmuan yang dibuat, apalagi membandingkannya.
Satu-satunya pembahasan yang ditemui yang agak bersesuaian dengan
penelitian adalah apa yang dialakukan Osman Bakar. Dalam Hierarki Ilmu, ia
membahas tentang klasifikasi ilmu yang dibuat al-Farabi mengklasifikasikan ilmu
dalam tiga bagian besar; ilmu-ilmu filosofis, ilmu religius dan ilmu bahasa, ilmu
religius masuk sebagai sub-bagian ilmu politik yang berada dalam kategori ilmu
filosofis. Sementara itu, al-Ghazali membagi ilmudalam dua bagian besar: ilmu
agama dan rasional. Ilmu agama sendiri terbagi dalam dua bagian: ilmu fardlu ain
dan fardlu kifayah.
Namun demikian jauh, Osman Bakar tidak menjelaskan hierarki ilmu yang
dibuat oleh kedua tokoh tersebut, tidak menjelaskan dasar-dasar ontologis,
epistemologi dan aksiologis yang digunakannya. Ia semata-mata hanya berusaha
memaparkan klasifikasi ilmu yang dibuat kedua tokoh tersebut tanpa berusaha
memperbandingkannya, mencari kesamaan dan perbedaannya. Penelitian ini
mengisi kekosongan tersebut.
9

17

2. Metode Penelitian yang digunakan dalam buku yang berjudul Teologi


Islam Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali karya Dr. H. A. Khudori
Sholeh, M. Ag.
Sesuai dengan sifatnya yang filosofis yang berusaha untuk
membandingkan diantara kedua tokohnya, penelitian ini menggunakan metode
hermeneutic-komparatif. Metode hermeneutik ini digunakan untuk mengungkap
pemikiran kedua tokoh yang digunakan dalam pemikiran ini, sementara metode
komparasi dipakai untuk melihat persamaan dan perbedaan pemikiran yang ada
diantara al-Ghazali dan al-Farabi, terutama dalam persoalan kalam.18

3. Teknik Penelitian yang digunakan dalam buku yang berjudul Teologi


Islam Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali karya Dr. H. A. Khudori
Sholeh, M. Ag.

Penelitian ini termasuk penelitian literer, bahan-bahan yang kajian


diperoleh dari data-data kepustakaan, baik dari sumber pertama (primary source)
maupun sumber kedua (secondary source), berupaya mengambil dari sumber
pertama, kecuali jika ada kesulitan pemahaman atau kesulitan data-data yang
diperlukan. Sumber primer dalam penelitian ini adalah tiga karya kitab al-Farabi.
Kemudian beberapa kitab karya al-Ghazali. Sumber-sumber sekunder diambil dari
kitab-kitab dan buku yang relevan dengan penelitian ini, yang banyak berbicara
tentang pemikiran al-Farabi dan al-Ghazali, namun belum ditemukan tulisan yang
secara khusus membandingkan pemikiran kedua tokoh tersebut.19

4. Langkah-Langkah yang ditempuh dalam penelitian yang digunakan


dalam buku yang berjudul Teologi Islam Perspektif al-Farabi dan al-
Ghazali karya Dr. H. A. Khudori Sholeh, M. Ag.

17
Ibid, 5.
18
Ibid, 11.
19
Ibid, 10-11.
10

Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode heurmeneutik, mengikuti


Anton Bekker20 adalah sebagai berikut.21
a. Mencari kesinambungan historis. Yakni, mencari benang merah bagi
perkembangan pemikiran tokoh yang bersangkutan, baik dalam
hubungannya dengan lingkungan historis, pengaruh-pengaruh yang
dialami maupun perjalanan hidupnya sendiri. Sebagai latar belakang
eksternal diselidiki keadaan khusus zaman yang dialami tokoh, sisi
sosio-ekonomi, politik, budaya, sastra dan filsafat yang berkembang
saat itu. Latar belakang internal diperiksa riwayat hidup sang tokoh,
pendidikannya, pengaruh yang diterimanya, relasi dengan para filosof
sezamannya, dan segala macam pengalaman yang membentuk
pandangannya. Begitu pula di perhatikan perkembangan intern, tahap-
tahap dalam pikirannya dan perubahan dalam minat dan arah
filsafatnya.
b. Induksi-deduksi. Semua karya tokoh dipelajari sebagai suatu case-
study, dengan membuat analisa mengenai semua konsep pokok satu
persatu dan dalam keseluruhannya (induksi) agar bisa dibangun suatu
sintesa pemikirannya secara utuh. Juga membuat analisa dengan
berangkat dari visi dan gaya umum yang dipakai sang tokoh (deduksi)
sehingga bisa difahami lebih baik semua detail-detail pemikirannya.
Peneliti terlibat sendiri dalam pikiran-pikiran ini (identifikasi) namun
tanpa kehilangan objektivitasnya.
c. Komparasi. Pikiran masing-masing tokoh dibandingkan dengan
filosof-filosof lain yang dekat dengannya atau justru yang sangat
berbeda. Dalam perbandingan ini diperhatikan keseluruhan pikiran
dengan ide-ide pokok, kedudukan konsep-konsep, metode dan
sebagainya.

20
Menurut Anton Bekker, ada 10 langkah yang harus ditempah dalam metode hermeunetik:
kesinambungan historis, interprestasi, induksi dan deduksi, koherensi intern, holistika, idealisasi,
komparasi, heuristika, analogal dan deskripsi. Dalam penelitian ini hanya dipakai empat langkah
yang dianggap paling penting. Lihat Anton Bekker dan Charris Zubair, Metodologi Penelitian
Filsafat, (Yogyakarta, Kanisius, 1996), 41-45.
21
Ibid, 11.
11

d. Deskripsi. Ini merupakan tahap akhir dari langkah-langkah penelitian,


karena bagaimanapun hasil penelitian harus dibahasakan. Pada tahap
ini, disajikan deskripsi objek-objek, kasus-kasus dan situasi-situasi
dengan teliti. Kenyataan disajikan sebagai suatu cerita atau narasi,
yang bagi Edmund Husserl (1859-1938) merupakan salah satu unsur
hakiki untuk menemukan eidos pada suatu fenomen tertentu.

Setelah dipaparkan pemikiran masing-masing tokoh, kemudian dianalisa


untuk dicari persamaan dan perbedaannya, keunggulan dan kelemahannya,
dengan menggunakan metode komparasi. Dalam komparasi ini dipertajam tentang
tiga hal; susunan hierarki ilmu yang dibuat kedua tokoh, dasar-dasar yang dipakai
dalam penyusunan hierarkinya dan pandangannya tentang teologi, termasuk dasar
ontologis, epistemologis dan aksiologi yang digunakan. Dari perbedaan-perbedaan
yang ada pada keduanya tersebut, selanjutnya dicari jawaban mengapa hal itu bisa
terjadi. Mengapa ada perbedaan antara al-Farabi dan al-Ghazali?

Untuk mengungkap pemikiran kedua tokoh dalam kajian ini, al-Farabi dan
al-Ghazali, pada bab II setelah pendahuluan ditelusuri biografi keduanya, latar
belakang ilmiah, karir intelektual dan karya-karyanya. Juga dilihat kondisi sosial
politik serta sosio-keagamaan yang terjadi saat itu. Diskursus terutama dititik
beratkan pada trend pemikiran dan politik yang ada dan pengaruhnya pada
pemikiran keduanya.

Pada Bab III, dibahas dasar-dasar penyusunan ilmu al-Farabi dan al-
Ghazali, meliputi dasar ontologis, epistemologis dan aksiologis, kemudian model
susunan hierarki yang dibuat keduanya. Dilanjutkan kajian tentang teologi dan
posisinya dalam susunan hierarkhis keilmuan yang dibahas pada Bab IV, meliputi
perspektif masing-masing tokoh tentang subjek pembahasan teologi, metode yang
digunakan, kegunaannya dan hukum mempelajarinya.

Kajian selanjutnya, Bab V adalah analisis perbandingan antara al-Farabi


dan al-Ghazali, khususnya tentang masalah teologi disamping persoalan hierarki
ilmu dan latar belakang yang membedakannya.
12

Diakhiri bab VI sebagai penutup, berisi kesimpulan dan rekomendasi.

5. Hasil dari penelitian yang digunakan dalam buku yang berjudul Teologi
Islam Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali karya Dr. H. A. Khudori
Sholeh, M. Ag.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama,


dasar-dasar keilmuan al-Farabi terdiri atas dasar ontologis, epistemologis dan
aksiologis. Di antara ketiganya, al-Farabi lebih memperhatikan aspek
epistemologis, disusul kemudian ontologis dan aksiologis. Karena itu, dalam
susunan hirarki ilmunya ilmu-ilmu filosofis ditempatkan di atas ilmu-ilmu religius
karena secara epistemologis metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu
filosofis dianggap lebih valid dan meyakinkan daripada metode yang dipakai
dalam ilmu-ilmu religius. Dalam rumpun ilmu-ilmu filosofis sendiri, metafisika
ditempatkan dalam tingkat paling atas karena subjek kajiannya (ontologis) adalah
Tuhan, sesuatu yang paling tinggi, disusul kemudian ilmu matematika (termasuk
di dalamnya astronomi) karena subjeknya adalah benda-benda langit sesuatu yang
lebih unggul dibanding benda-benda bumi, kemudian ilmu politik yang
mempunyai subjek kajian tentang manusia dan terakhir ilmu-lmu fisika yang
bersubjek kajian tentang benda-benda bumi.22

Dasar-dasar keilmuan al-Ghazali juga terdiri atas dasar ontologis,


epistemologis dan aksiologis. Akan tetapi, al-Ghazali lebih memprioritaskan pada
aspek epistemologis dan aksiologis serta kurang memperhatikan aspek ontologis.
Karena itu, susunan hirarki ilmu dimulai dari ilmu-ilmu religius (ulum al-
syariyah) disusul dibawahnya adalah ilmu-ilmu rasional (ulum al-aqliyah). Ilmu-
ilmu agama dianggap lebih tinggi karena ia bersumber pada wahyu, sesuatu yang
secara metodologis dinilai lebih valid dan unggul disbanding rasio. Selain itu,
ilmu-ilmu agama berguna tidak hanya di dunia tetapi juga di akherat.23

Kedua, al-Farabi dan al-Ghazali sepakat bahwa dasar-dasar ontologi


teologi Islam yang berkisar pada masalah-masalah teoritis dalam agama atau

22
Ibid, 161.
23
Ibid, 162.
13

persoalan alam ghaib adalah sesuatu yang penting dan essensial dalam agama.
Akan tetapi, metode yang digunakan yaitu bayani, dialektika (jadali) dan lainnya
sangat lemah dan tidak memenuhi kriteria metodologi yang valid. Karena itu, al-
Farabi dan al-Ghazali juga sepakat bahwa teologi tidak dapat dianggap sebagai
disiplin ilmu yang sesungguhnya dan penting. Al-Farabi menganggap teologi
sebagai ilmu praktis yang bertugas untuk mensosialisasikan ide-ide yang
dihasilkan dari ilmu-ilmu teoritis, sementara al-Ghazali menilai teologi sebagai
disiplin ilmu yang hanya ada jika memang dibutuhkan. Teologi tidak dapat ada
secara mutlak dan mandiri.24

Ketiga, persamaan al-Farabi dan al-Ghazali dalam masalah teologi terletak


pada penilaiannya terhadap basis ontologis. Keduanya sama-sama menganggap
bahwa subjek kajian teologi adalah sesuatu yang penting dan unggul dalam hirarki
wujud. Perbedaannya terletak pada penilaian keduanya atas basis epistemologis
dan aksiologis yang digunakan. Meski keduanya sama-sama menganggap lemah
terhadap metode penalaran teologi tetapi keduanya berbeda dalam hal yang
mengalahkannya. Al-Farabi menilai metode teologi kalah valid dan meyakinkan
dibanding metode burhani yang digunakan dalam filsafat, sementara al-Ghazali
menganggap metode teologi kalah valid dibanding metode intuitif (kasyf) yang
digunakan dalam sufisme. Begitu juga keduanya berbeda dalam soal urgensitas
teologi. Al-Farabi menganggap teologi sebagai ilmu praktis, sedang al-Ghazali
tetap menilainya sebagai ilmu teoritis. Meski demikian, al-Ghazali kemudian
memberi catatan bahwa teologi tidak dapat diberikan kepada semua orang.
Teologi hanya dapat diberikan kepada orang tertentu yang membutuhkan dan
dalam kadar tertentu pula.25

Berkaitan dengan hierarki dan basis-basis keilmuannya, persamaan al-


Farabi dan al-Ghazali terletak pada basis ontologis yang digunakan. Yaitu bahwa
keduanya meyakini adanya realitas wujud sebagai subjek kajian ilmu, yang
membentang dari Tuhan Yang Maha Wujud dan Ghaib sampai pada realitas

24
Ibid, 162.
25
Ibid, 163.
14

inderawi yang material. Perbedaannya terletak pada prioritasnya pada basis


epistemologis dan tujuan dari sebuah keilmuan. Dalam masalah metodologis, al-
Farabi lebih menekankan aspek rasionalitas sementara al-Ghazali lebih
mengutamakan intuisi dan naql. Dalam masalah aksiologis, keilmuan al-Farabi
bersifat antroposentris sedang dalam al-Ghazali bersifat teosentris.26

Berdasarkan kesimpulan tersebut, ada dua hal yang perlu disampaikan.


Pertama, perlu ada perubahan dalam epistemologi keilmuan Islam. Perlu
direnungkan kembali ungkapan bahwa naql lebih tinggi kedudukannya disbanding
rasio sehingga ilmu agama mesti lebih tinggi disbanding ilmu-ilmu rasional
seperti dipahami al-Ghazali atau rasio lebih valid disbanding wahyu sehingga
ilmu-ilmu rasional (filosofis) lebih unggul dibanding ilmu-ilmu religius seperti
disampaikan al-Farabi. Perlu dipertimbangkan tentang relasi antara wahyu dan
akal, dan kesatuan di antara keduanya, bahwa wahyu dan akal adalah kesatuan
yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Perbedaan di antara keduanya
hanya terletak pada jalur penyampaian kepada manusia: wahyu lewat jalur
kenabian sementara akal ada bersama manusia secara inheren, sehingga tidak akan
dipahami sebuah teks wahyu tanpa penjelasan akal dan tidak akan lengkap sebuah
rasionalitas tanpa sandaran wahyu.27

Kedua, perlu ada reorientasi aksiologis teologi. Yakni perlu ada perubahan
orientasi aspek kegunaan teologi yang awalnya bersifat defensive dan membela
serta mempertahankan akidah Islam dari serangan kaum bidah menjadi
pembentukan pribadi paripurna seorang muslim. Teologi harus diarahkan untuk
memahami Tuhan bersama sifat-sifat-Nya dan bagaimana hal itu bisa
diaplikasikan dan dipraktekkan pada kehidupan. Artinya, Teologi dan bahkan
ilmu-ilmu yang lain harus lebih di orientasikan untuk “menurunkan” Tuhan ke
bumi, mewujudkan sifat-sifat Tuhan dalam pribadi dan sikap manusia,
anthroposentris sebagaimana digagas al-Farabi dan Hasan Hanafi, bukan

26
Ibid, 163.
27
Ibid, 164.
15

diarahkan ke langit untuk”mengabdi” dan membela Tuhan (teosentris) seperti


disampaikan al-Ghazali karena Tuhan memang tidak perlu dibela.28

28
Ibid, 164.
16

BAB III
ANALISIS DAN DISKUSI

A. ANALISIS
Dalam buku teologi Islam, metode, teknik,langkah-langkah dan isinya ini
merupakan hasil dari karya tulis yang awalnya buku ini merupakan tesis penulis
yang diajukan pada program pascasarjana IAIN (sekarang UIN) sunan kalijaga,
yogyakarta, jurusan aqidah dan filsafat (AF) konsentrasi filsafat Islam (FI) .

Menurut pemakalah kelemahan dari buku ini adalah kurangnya


pemahaman dan pembahasan mengenai teologi Islam atau kalam itu sendiri karna
penulis lebih berfokus kepada membandingan pemikiran kedua tokoh tersebut
dengan mendeskripsikan segala yang berkaitan dengan kedua tokoh tersebut
sehingga minimalnya mengenai pemahaman dan pemikiran dari ilmu kalam itu
sendiri.

Selain itu buku ini mengangkat judul tentang teologi Islam perspektif al-
Ghazali dan al-Farabi, namun, di dalam buku ini banyak dibahas mengenai
riwayat hidup, beografi sampai karya-karya yang telah ditemukan dan disebut
oleh kedua tokoh tersebut. Namun pada dasarnya penulis harus lebih
mengedepankan dan memaksimalkan serta memperbanyak pemikiran al-Farabi
dan al-Ghazali dalam perspektif kalam atau teologi Islam. Dalam buku ini
teologi Islam hanya mendapata tempat sedikit dan hanya beberapa halaman.
Karna sebahagian besar buku ini berisikan mengenai perjalanan dan riwayat
hidup kedua tokoh tersebut.

Kelebihan, sesuai dengan judulnya yang membahas teologi Islam


perspektif al-farabi dan al-gazali buku ini sangat menarik untuk dibaca. Buku ini
menerangkan dan memaparkan dengan sangat jelas apa saja metode an langkah-
langkah yang ditempuh dalam penulis dalam meneliti sehingga para pembaca
dapat mengetahui secara detail perbedaan dan persamaan pemikiran dari dua
tokoh muslim terkemuka.
17

Melalui buku ini juga, banyak ditemukan fakta-fakta terbaru mengenai


kedua tokoh tersebut yang belum banyak diketahui oleh masyarakat umum.
Seperti, “buku-bukunya algozali tentang teologi, filsafat, sufisme dan sebagian
talimiyah banyak ditulis di perguruan tinggi nizhamiyah di baghdad.
18

B. DISKUSI

1. Pertanyaan

1. Sanggahan

2. Masukan dan Saran


19

BAB IV
KESIMPULAN

1. Pendekatan secara etimologi adalah proses, usaha atau cara untuk mendekati.
Sedangkan kalam secara etimologi adalah ilmu yang membicarakan atau
membahas tentang ke-Tuhanan. Kemudian pendekatan Kalam secara
terminologi adalah salah satu pendekatan yang ada dalam kajian studi Islam
yang mana harus memperhatikan dan mempertimbangkan model metode
teknik bahkan langkah-langkah yang di gunakan dalam melakukan sebuah
penelitian tentang suatu disiplin ilmu.
2. Penelitian dalam Thesis Teologi Islam Perspektif Alkhudori sholeh ini
menggunakan metode hermaneutic komperatif. Adapun teknik yang dipakai
adalah teknik penelitian lanjutan. Langkah-langkah yang ditempuh ada 4,
yaitu: Buku ini mencari kesinambungan historis, Induksi dan deduksi,
Komparasi, Deskripsi.
3. Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: pertama, keyakinan adalah
pangkal dari sebuah tindakan. Kedua, teologi diyakini oleh kebanyakan
masyarakat muslim saat ini, terutama dikalangan kaum tradisional dan
pesantren, sebagai salah satu dari pilar ilmu keagamaan paling penting
disamping fiqh dan tasawwuf. Ketiga, persoalan hierarki adalah masalah yang
penting dalam Islam.
20

DAFTAR RUJUKAN

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2016, Ilmu Kalam, Jawa Barat: CV Pustaka

Setia.

Ahmad Warson Munawwir dan Muhammad Fairuz, 2007, Kamus Al-Munawwir

Indonesia-Arab Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif.

A. Nasir, Sahilun, 2010, Pemikiran Kalam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Batubara, Chuzaimah dkk, 2018, Handbook Metodologi Studi Islam, Jakarta

Timur: Prenada Media Group

Gama Press, 2010, Kamus Istilah Populer Edisi Lengkap, Jakarta: Gama Press.

Hardjono, Rayner, 1976, Kamus Popular Inggris-Indonesia, Jakarta : PT

Gramedia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989, Jakarta: Balai Pustaka.

Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa.

Nata, Abuddin, 2014, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Poerbkatja, Soegarda, 1969, Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung.

Sholeh, Khudori, 2013, Teologi Islam Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali,

Malang: UIN-Maliki Press.

Tim Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, 2016, Kamus

Besar Bahasa Indonesia. Eds. 5. Tipe seri: V 0.1.5 Beta.

Untara, Wahyu, 2014, Kamus Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, Yogyakarta:

Indonesia Tera.

Waridah, Ernawati, 2017, Kamus Bahasa Indonesia, Bmedia.

Kamus Dwibahasa Oxford-Erlangga, 1996, PT Gelora Aksara Pertama.


21

Anda mungkin juga menyukai