Anda di halaman 1dari 9

Tugas terstruktur Dosen pengampu

(Hermeneutika Al-Qur’an) (Bashori, S.Ag, M.Ag)

TEORI HERMENEUTIKA EDMUND HUSSERL


Oleh:

Neily Autharina 200103020037

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2023
TEORI HERMENEUTIKA EDMUND HUSSERL

A. Pendahuluan
Persoalan hermeneutika dalam perspektif filosofis merujuk pada metode
fenomenologi Husserl. Fenomenologi merupakan titik pijak bagi
pengembangan berbagai metode kefilsafatan maupun hermeneutika.
Fenomenologi merupakan sebuah metode yang dirancang khusus oleh
Edmund Husserl sebagai metode kefilsafatan yang rigorus dan apodiktis.
Fenomenologi dalam segi praksis sering dianggap sebagai usaha hermeneutis.
kontemporer. Lebih jauh, fenomenologi bahkan dianggap sebagai usaha
pertama yang mendorong penelaahan atas pemahaman yang bersifat
hermeneutis. Pendapat ini datang dari sejumlah filsuf yang mengungkap
keterkaitan fenomenologi dengan hermeneutika seperti Dilthey, Heidegger,
Bultmann dan Ricoeur.
Representasi pemikiran para filsuf menyangkut relasi fenomenologi sebagai
acuan hermeneutika menunjukkan dinamika yang khas dalam diskursus
filsafat. Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari kontribusi fenomenologi sendiri
yang sedari awal disusun sebagai proyek filosofis idealis. Sehingga tidak dapat
dipungkiri, fenomenologi telah memengaruhi atau bahkan berkontribusi baik
secara langsung ataupun tidak bagi proyek-proyek filosofis para filsuf
meskipun Husserl sendiri di berbagai tulisannya tidak pernah menyatakan
dengan terbuka bahwa fenomenologi merupakan usaha hermeneutis atau
menyangkut persoalan hermeneutika.1
B. Biografi dan Karya Edmund Husserl
1. Biografi
Edmund Husserl merupakan pendiri Fenomenologi, yakni metode
untuk deskripsi dan analisis kesadaran melalui filsafat untuk
mendapatkan karakter Strict Science. Edmund Husserl lahir pada tanggal

1
Mulia Ardi, “Hermeneutika Fundamental: Memahami Fenomenologi Sebagai Orientasi
Hermeneutika”, IAIN Tulungagung, Kontemplasi, Volume 05 Nomor 02, Desember 2017, hlm.
358-360.
8 April 1859, di Prossnitz, Moravia. Husserl lahir dalam keluarga Yahudi
dan menyelesaikan ujian kualifikasinya pada tahun 1876 di gimnasium
umum Jerman di kota tetangga Olmütz (Olomouc). Setelah
menyelesaikan pendidikan dasarnya di Prossnitz, ia bersekolah di Wina
dan Olmütz. Ia kemudian belajar fisika, matematika, astronomi, dan
filsafat di Universitas Leipzig, Berlin, dan Wina. Di Wina ia menerima
gelar doktor filsafat pada tahun 1882 dengan disertasi berjudul Beiträge
zur Theorie der Variationsrechnung atau Kontribusi pada Teori Kalkulus
Variasi.
Dia terbukti sangat berbakat dalam matematika, dan pada tahun
1878 dia pindah ke Universitas Berlin untuk belajar dengan sejumlah ahli
matematika terkemuka pada masa itu. Dia menjadi sangat tertarik pada
pertanyaan tentang dasar-dasar penalaran matematika, bahkan mampu
mengambil gelar doktor dalam matematika di Wina pada tahun 1883.
Namun, setelah itu, minatnya semakin beralih ke filsafat, dan dia
mengikuti kuliah Franz Brentano dengan minat yang besar. Husserl
memulai karier mengajarnya di Halle, awalnya sebagai asisten psikolog
terkemuka Carl Stumpf. Pada tahun 1887 Husserl memenuhi syarat
sebagai dosen di universitas (Habilitation).2
2. Karya
Karir filsafat Husserl dimulai dari sebuah buku yang ditulisnya
dengan judul “The Fundation of Arimatic”, dalam karyanya ini belum
terlihat filsafat yang ingin dikembangkannya. Tiga karya lain yang dapat
menepatkannya sebagai filsuf adalah Logical Investigation (1900-1901),
“Ideas for a Pure Phenomenology” (1913), kemudian disusul lagi dengan
karya selanjutnya “Cartesian Meditation” (1929), dalam dua karya itu,
Logical Investigation dan Ideas for a Pure Phenomenology, ia mulai
mendeskripsikan tentang metode reduksi fenomenologis (The Method of

2
Salsabilla Az Zahra, “Biografi Edmund Husserl: Bapak Fenomologi dalam Filsafat Abad
20”, 2021, https://populis.id/read5528/biografi-edmund-husserl-bapak-fenomologi-dalam-filsafat-
abad-20?page=2, diakses pada 1 April 2023 pukul 20.00 WITA.

3
Phemnomenological Reduction).4 Bertens (1987) memberikan catatan
bahwa Husserl adalah seorang yang sangat aktif menulis, ketika ia
meninggal jumlah tulisan yang pernah ia tulis sebanyak 50.000 lembar
tulisan. Masalah-masalah tersebut merupakan hasil dari catatan-catatan
kuliah, surat-surat serta dokumen-dokumen pribadinya, dan sebagian
besar merupakan catatan dalam bentuk stenografi di mana ia terbiasa
berfikir dengan penanya. Naskah-naskah yang diterbitkan kebanyakan
dalam keadaan terbengkalai.
Pada tahun 1887 ia menulis karangan dengan judul Ueber den Begrif
der Zahl (Tentang Konsep Bilangan). Tahun 1891 terbit lagi buku
tentang Philosophie der Arithmetik, Psikologische und Logische
Untersuchungen (Filsafat Ilmu Berhitung, Penelitian-penelitian
Psikologis dan Logis), pada tahun 1900-1901 ia mempublikasikan buku
yang berjudul Logische Untersuchungen (dalam dua jilid), penelitian-
penelitian tentang logika.3
C. Hermeneutika dan Fenomenologi
Kata fenomenologi berasal dari kata Yunani, phainesthai yang berarti
“menunjukkan” dan “menampakkan diri sendiri”. Pada literatur lain ia berasal
dari kata Yunani phenomenon, yaitu sesuatu yang tampak yang terlihat karena
bercakupan. Dalam bahasa indonesia biasa dipakai istilah gejala. Jadi,
fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala
sesuatu yang menampakkan diriHermeneutika secara umum dimengerti
sebagai bentuk pemahaman atau penafsiran atas teks. Adapun istilah
“hermeneutika” (bahasa Inggris: hermeneutics) berasal dari”hermeneuein”
(Yunani) yang diambil dari kata hermeneia yang secara harfiah berarti
penafsiran/ interpretasi, sedangkan hermeneutes bermakna penafsiran. Kata ini
semula dihubungkan dengan Hermes, yaitu utusan yang bertugas

3
Hardiansyah A., “Teori Pengetahuan Edmund Husserl”, Jurnal Substantia Vol. 15, No.
2, Oktober 2013, hlm. 229-230.

4
menyampaikan pesan Dewa Jupiter kepada manusia.4 Pengertian
hermeneutika yang menekankan interpretasi teks pada dasarnya tidak dapat
dilepaskan dari latar historis hermeneutika yang sejak awal dirancang sebagai
metode khusus bagi pembacaan teks atau manuskrip yang bercorak teologis.
Keterlibatan hermeneutika dalam menafsir teks atau naskah klasik
berimplikasi pada persinggungan antara hermeneutika dengan filologi. Namun
demikian, perlu dibedakan secara tegas antara hermeneutika dan filologi. Paul
Ricoeur menyatakan bahwa hermeneutika lahir sebagai usaha untuk
menaikkan tafsir dan filologi ke level kunstlehre, yaitu ‘teknologi’ atau tata
cara yang tidak hanya terbatas pada himpunan cara kerja yang tak saling
berhubungan.
Ricoeur mendefinisikan hermeneutika sebagai suatu metode yang ditujukan
untuk mengatasi partikularitas metodologi penafsiran. Corak hermeneutika
yang dipenuhi muatan reflektif filosofis memosisikan hermeneutika pada
dimensi yang melampaui pemahaman filologis. Hermeneutika dalam kapasitas
ini tidak lagi dipahami sebagai cara lain membaca teks namun mengangkat
atau menempatkan teks pada ranah kajian filosofis yang lebih kompleks
dengan menyertakan atau memuat pemaknaan fundamental (ontologis) suatu
realitas.
Martin Heidegger secara khusus menggunakan fenomenologi sebagai lapis
pertama bagi fondasi pemikiran filosofisnya menyangkut seit und zeit.
Fenomenologi merupakan logos untuk menampakkan diri. Pengertian
fenomenologi yang mengakar pada kata phainesthai menurut Heidegger
dipahami sebagai “menampakkan diri”. Pemahaman yang dimaksudkan
Heidegger terkait dengan penampakkan diri sesungguhnya merujuk pada
kesediaan menerima apa adanya (tanpa paksaan) realitas sehingga realitas
tampil secara otentik di hadapan subjek. Usaha mempertegas keterkaitan
fenomenologi sebagai hermeneutika turut dilakukan oleh Ricouer melalui

4
Wisri dan Abd. Mughni, “Paradigma Dasar Fenomenologis, Hermeneutika Dan Teori
Kritis”, Fakultas Dakwah IAI Ibrahimy Situbondo, Jurnal Lisan Al-Hal “Volume 10, No. 1, Juni
2016”, hlm. 7-8.

5
kritik hermeneutisnya terhadap idealisme Husserlian. Kendati berbeda jalur
dengan Heidegger yang secara terbuka menyatakan dukungan fenomenologi
bagi proyek filosofisnya, Ricoeur justru berupaya menjernihkan klaim
fenomenologi yang dimaknai sebagai hermeneutika. Ricoeur tidak menafikan
fenomenologi sebagai penopang hermeneutika namun menurutnya
hermeneutika sendiri mengandung filsafat yang berbeda dengan
fenomenologi. Persyaratan hermeneutis bagi fenomenologi berhubungan
dengan peran auslegung (penjernihan) dalam menyelesaikan proyek
filosofisnya.
Fenomenologi merupakan salah satu metode filsafat yang keberadaannya
tidak terlepas dari sosok Edmund Husserl. Husserl beranggapan bahwa filsafat
memerlukan metode khas yang mencirikan usaha sungguh-sungguh layaknya
sebuah metode keilmuan. Husserl menghendaki fenomenologi sebagai metode
filsafat yang rigorus, apodiktis (tidak tergoyahkan) dan absolut. Fenomenologi
menurut Edmund Husserl merupakan suatu analisis deskripsi serta introspeksi
tentang kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman
langsung: religius, moral, estetis, konseptual, serta inderawi.
Persoalan hermeneutika menurut perspektif John D. Caputo tidak bisa
dilepaskan dari fenomenologi. Fenomenologi sebagai diskursus filsafat
memiliki pijakan kokoh dalam berbagai tradisi kefilsafatan. Kontribusi
fenomenologi sebagai aliran dengan metodologi khasnya memberikan
sumbangan yang cukup besar bagi pengembangan kefilsafatan kontemporer.
Beberapa filsuf secara tegas menyatakan berhutang budi pada Husserl terkait
kerja kerasnya memformulasikan fenomenologi sebagai disiplin rigorus dan
apodiktis bagi dunia filsafat. Orientasi awal pendasaran hermeneutika pada
proyek fenomenologi menarik manusia secara eksistensial sebagai locus atau
pusat eksistensial. Baik fenomenologi maupun hermeneutika secara mandiri
mendudukkan manusia atau subjek dalam peran dan fungsi strategis. Manusia
adalah determinan atau tolok ukur bagi entitas yang lain. Pernyataan ini
sekaligus memperkuat pandangan eksistensialis yang tumbuh subur pada masa
itu. Eksistensialis yang dipergunakan Kierkeegard memberi ancangan besar

6
bagi pemikiran filsafat sesudahnya. Manusia sebagai aktor yang
mendeterminasi realitas merupakan tema sentral dalam pandangan
eksistensialisme. Posisi ini membalikkan objektivisme ke dalam subjektivisme
dengan otoritas utama berada di tangan manusia.5
Fenomenologi dan Hermeneutika adalah teori pengalaman atau lebih
khususnya teori tentang bagaimana kata-kata berhubungan dengan
pengalaman, keduanya berhubungan namun ada perbedaan. Sementara yang
pertama, memberikan atensi lebih besar pada sifat pengalaman yang
dihidupkan, sedang yang kedua berkonsentrasi pada masalah-masalah yang
muncul dari interpretasi tekstual, keduanya membicarakan cara dasar dengan
status kita sebagai realita yang eksistensinya dimungkinkan dan ditentukan
oleh kondisi-kondisi fisik dan budaya yang melingkupi. Didefinisikan secara
orisinal, hermeneutik merupakan seni pemahaman dan penginterpretasian
tentang teks-teks historis.
Di dalam sejarah hermeneutika, ada tiga fase, yaitu: theologis, romantis dan
fenomenologis. Dua yang pertama dicirikan oleh intensi untuk mengungkap
arti “sebenarnya” sebuah teks yang telah dituliskan pada jamannya, bebas dari
mediasi atau pengantaraan dan distorsi terjemahan bersama berjalannya waktu
yang mengangkatnya. Hermeneutika muncul pada abad enambelas, yaitu saat
Reformasi dengan kepentingan Martin Luther untuk mendapatkan kembali arti
orisinal tulisan-tulisan klasik.6
D. Contoh Fenomenologi
Fenomena yang dialami oleh sekelompok individu tentunya begitu
beragam. Saya akan paparkan sedikit contoh agar pembaca ada gambaran.
Ambil contoh fenomena HIV atau AIDS. Penelitian kita fokuskan pada
fenomena berupa perlakuan diskriminatif yang menjadi pengalaman hidup

5
Mulia Ardi, “Hermeneutika Fundamental: Memahami Fenomenologi Sebagai Orientasi
Hermeneutika”, IAIN Tulungagung, Kontemplasi, Volume 05 Nomor 02, Desember 2017, hlm. 358.
6
Sarwono, “Fenomenologi Dan Hermeneutika ”, Jur. Kriya Tekstil, FSSR,
Universitas Sebelas Maret, https://sarwono.staff.uns.ac.id/2011/03/26/fenomenologi-dan-
hermeneutika/, diakses pada 1 April 2023 pukul 21.00 WITA.

7
para penderita HIV. Fokus penelitian demikian bisa dilakukan dengan
mengaplikasikan metode fenomenologi.
Studi fenomenologis tentang fenomena perlakuan diskriminatif berusaha
untuk mengungkap apa kesamaan pengalaman hidup yang dialami oleh para
penderita HIV/AIDS yang mendapat perlakuan diskriminatif dalam
masyarakat serta bagaimana mereka mengalaminya. Data yang dikumpukan
dalam studi fenomenologis berupa data teks atau narasi deskriptif, bukan
eksplanasi atau analisis.
Contoh lain, konsep atau fenomena tentang menjadi seorang ayah. Fokus
penelitiannya adalah seperti apa pengalaman yang dirasakan oleh bapak-bapak
muda etika pertama kali menjadi seorang ayah. Studi fenomenologis dapat
diaplikasikan untuk pertanyaan penelitian semacam itu. Data bisa
dikumpulkan dengan cara mewawancarai sekelompok individu yang terdiri
dari bapak-bapak muda yang masih fresh punya pengalaman jadi ayah.7
E. Penutup
Keberadaan fenomenologi sebagai suatu disiplin keilmuan filsafat tidak
dapat dipisahkan dari sosok Edmund Husserl. Husserl merupakan tokoh yang
secara konsisten membidani kelahiran fenomenologi hingga menjadi dasar
bagi sebuah metode khas dalam disiplin ilmu kefilsafatan. Sejak awal, Husserl
memaksudkan fenomenologi sebagai sebuah metode filsafat yang rigorus,
apodiktis dan absolut. Sejarah menunjukkan bahwa pengaruh signifikan
fenomenologi sebagai metode fundamental bagi pemikiran filsafat maupun
ilmu sosial hingga hari ini tidak bisa dipandang remeh. Fenomenologi sebagai
dasar hermeneutika tampak dalam pemikiran sejumlah filsuf yang menegaskan
keterkaitan fenomenologi dengan hermeneutika. Para filsuf seperti Dilthey,
Heiddeger, Gadamer dan Ricoeur memosisikan fenomenologi dalam sejumlah
kedudukan, salah satunya sebagai proyek hermeneutika.

7
Biro Administrasi Kemahasiswaan Alumni Dan Informasi (BAKAI) Universitas Medan
Area, “Mengenal Lebih Dalam Fenomenologi, Salah Satu Metode Penelitian yang Banyak
Digunakan”, https://bakai.uma.ac.id/2022/04/06/mengenal-lebih-dalam-fenomenologi-salah-satu-
metode-penelitian-yang-banyak-digunakan/, diakses pada 1 April 2023 pukul 22.00 WITA.

8
DAFTAR PUSTAKA

A., Hardiansyah. Teori Pengetahuan Edmund Husserl. Jurnal Substantia Vol. 15,
No. 2, Oktober 2013.
Ardi, Mulia. 2017. Hermeneutika Fundamental: Memahami Fenomenologi
Sebagai Orientasi Hermeneutika. IAIN Tulungagung. Kontemplasi, Volume
05 Nomor 02.
Az Zahra, Salsabilla. 2021. Biografi Edmund Husserl: Bapak Fenomologi dalam
Filsafat Abad 20. https://populis.id/read5528/biografi-edmund-husserl-ba-
pak- fenomologi-dalam-filsafat-abad-20?page=2.
Biro Administrasi Kemahasiswaan Alumni Dan Informasi (BAKAI) Universitas
Medan Area. Mengenal Lebih Dalam Fenomenologi, Salah Satu Metode
Penelitian yang Banyak Digunakan. https://bakai.uma.ac.id/2022/04/06/
mengenal-lebih-dalam-fenomenologi-salah-satu-metode-penelitian-yang-ba-
nyak-digunakan/.
Sarwono. Fenomenologi Dan Hermeneutika. Jur. Kriya Tekstil, FSSR, Universitas
Sebelas Maret. https://sarwono.staff.uns.ac.id/2011/03/26/fenomenologi-
dan-hermeneutika/.
Wisri dan Abd. Mughni. Paradigma Dasar Fenomenologis, Hermeneutika Dan
Teori Kritis. Fakultas Dakwah IAI Ibrahimy Situbondo. Jurnal Lisan Al-Hal
“Volume 10, No. 1, Juni 2016”.

Anda mungkin juga menyukai