Anda di halaman 1dari 2

Review

Imperialisme Budaya
Precy Setyadhika Permata (195502999)

Teori ini pertama kali muncul pada taun 1960 kemudian ditahun berikutnya teori
ini menjadi bahasan populer di kalangan elit politik. Pada dasarnya teori ini
memunculkan banyak istilah seperti imperialisme media, sinkronisasi budaya maupun
kolonialisme elektronik seperti yang sudah dibahas dipertemuan sebelumnya.
Imperialisme budaya didefinisikan sebagai tindak upaya dalam mempromosikan
budaya yang lebih kuat atas budaya dunia ketiga. Teori ini muncul pada tahun 1973
oleh seorang akademisi Amerika, Herbert Schiller dalam bukunya yang berjudul
Communication and Cultural Domination (1973 dalam Astuti 2012). Schiller
menyatakan bahwa negara Barat mendominasi media di seluruh dunia. Ini berarti pula,
media massa negara Barat ikut mendominasi media massa di dunia ketiga. Alasannya,
media Barat mempunyai efek yang kuat untuk mempengaruhi media dunia ketiga
sehingga terlihat mengesankan bagi media di dunia ketiga. Hal ini yang menyebabkan
mereka ingin meniru budaya yang muncul lewat media tersebut. Perspektif teori ini
juga menyatakan bahwa ketika terjadi proses peniruan media oleh negara berkembang
dari negara maju, maka pada saat itulah terjadi penghancuran budaya asli dari negara
tersebut.
Secara sadar ataupun tidak, media barat selalu mendominasi semua media yang
ada, karena kebudayaan barat dapat memproduksi semua media massa seperti film,
iklan, komik, foto, berita dan sebagainya. Dominasi budaya barat ini dapat terjadi
karena ada dua aspek utama yaitu pertama, dunia barat memiliki uang/modal yang
dapat digunakan untuk melakukan produksi berbagai sajian yang dibutuhkan oleh
media massa. Bahkan, bisa dikatakan media barat sudah dikembangkan secara
kapitalis dimana mereka adalah industri yang mementingkan laba dari produksi
tersebut. Kedua, dunia barat memiliki teknologi terkini, sehingga mereka mempunyai
kemunginan untuk memproduksi sajian yang lebih baik, meyakinkan penonton dan
seolah terlihat nyata. Sebagai contoh saja pada saat menonton film Harry Potter,
beberapa dari kita ada yang tertarik untuk membeli tongkat kayu yang mirip seperti
yang ada di film tersebut atau disaat pergi ke Disney Land kita melihat salah satu
boneka karakter favorit kita dalam film kartun, kemudian kita menjadi tertarik untuk
membelinya.
Pendapat lain yang disampaikan White (2000 dalam Ardian 2017), menyatakn
bahwa asumsi lain mengenai imperialisme budaya adalah media merupakan peran
utama dalam menciptakan budaya. Melalui media inilah, budaya dapat bertukar satu
sama lain. Selain itu, ada pendapat yang menyatakan juga teori ini menggunakan
pendekatan terpusat dimana semua produk media berasal dari negara sentral yang
memiliki motif untuk mendominasi media di negara periferi.
Akibat adanyan desakan imperialisme budaya dari segala penjuru ini
memunculkan gerakan counter-cultre (perlawanan) budaya untuk menguatkan
indigenous culture (budaya asli) dari masing-masing negara. Sejak tahun 2009,
UNESCO mengesahkan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia dan
pemerintah menetapkan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. UNESCO
memasukkan batik dalam Daftar Representatif Budaya Tak benda Warisan Manusia.
Teori imperislisme budaya ini juga tak lepas dari kritikan. Teori ini terlalu
memandang sebelah mata kekuatan audience di dalam menerima terpaan media massa
dan menginterpretasikan pesan-pesannya. Ini artinya, teori ini menganggap bahwa
budaya yang berbeda (yang tentunya lebih maju) akan selalu membawa pengaruh
peniruan pada orang-orang yang berbeda budaya.

Sumber Referensi :

1. Ardian, HY. 2017. Komunikasi dalam Perspektif Imperialisme Kebudayaan.


Jurnal Perspektif Komunikasi. 1(1) : 1-14, dalam
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/perspektif/article/view/2679/2180 (diakses 15
September 2019)

2. Astuti. 2012. Imperialisme budaya Industri Dunia Hiburan Korea di Jakarta.


Masters, thesis, Universitas Indonesia. Diakses dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307765-T30763-Imperialisme%20budaya.pdf
tanggal 15 September 2019

3. Malik, DD. 2014. Globalisasi dan Imperialisme Budaya di Indonesia. Jurnal


Communication. 5(2) : 1-116, dalam
https://stikombandung.ac.id/file/jurnal_1561088150.pdf (diakses 14 September 2019)

4. McPhail, Thomas L. (2006). Global Communication : Theories, Stakeholders, and


Trends. Blackwell Publishing.

Anda mungkin juga menyukai