TOKOH-TOKOH SEMIOTIKA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Semiotika
DISUSUN OLEH:
Annisa (1910722019)
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan pemakalah kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Semiotika Tanpa
Ridho-Nya tentunya pemakalah tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Pemakalah tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, pemakalah mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya nantinya akan menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, pemakalah
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Pemakalah juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
Semiotik yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Terima Kasih.
Pemakalah
TOKOH-TOKOH SEMIOTIKA
A. Ferdinand De Saussure
Semiotika menurut Saussure adalah kajian yang membahas tentang tanda dalam kehidupan
sosial dan hukum yang mengaturnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa tanda terikat dengan hukum
yang ada di masyarakat. Saussure lebih menekankan bahwa tanda memiliki makna karena
dipengaruhi peran bahasa. Dibandingkan bagian – bagian lainnya seperti, adat istiadat, agama
dan lain sebagainya.
Konsep semiotika Pierce ialah tanda berkaitan erat dengan logika. Logika digunakan
manusia untuk bernalar melalui tanda – tanda yang muncul disekitarnya. Tanda mampu
menghubungkan pikiran antara satu orang dengan orang lainnya. Pierce membagi tanda atas 3
hal untuk memberikan makna pada suatu objek. 3 hal tersebut ialah ikon, indeks, dan simbol.
Ikon adalah gambaran visual yang memiliki kemiripan antara bentuk tanda dan objek
yang ditunjukkan.
Contohnya objek dari seekor sapi, maka ikon dari objek ini dapat berupa gambar sapi,
sketsa sapi, patung sapi, atau foto dari sapi. Mereka memiliki persamaan yaitu
menggambarkan seekor sapi.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan atau mengisyaratkan suatu objek tertentu.
Hubungan dari tanda dan petanda bersifat sebab akibat dan mengacu pada fakta yang ada.
Contohnya, objek seekor kucing, indeksnya ialah suara kucing, atau gerak kucing yang
menandakan bahwa objek yang tengah dibicarakan tersebut adalah seekor kucing. Orang
yang melihat dapat dengan cepat menangkap maksud yang ingin disampaikan.
Simbol sendiri adalah tanda yang menunjukkan pada hubungan tanda dan petanda yang
alamiah. Langsung merujuk pada objek yang dibicarakan yang sudah melewati
pemahaman yang ada dimasyarakat.
Contohnya, gambar sebuah masjid, maka tanda ini simbolisasi dari umat Islam.
Roland Barthes dilahirkan pada tahun 1915 di Cheorbough, dan tumbuh besar di Bayonne.
Ia hidup dalam keluarga yang menganut agama Protestan. Roland merupakan tokoh besar dalam
sejarah semiotika. Menurutnya semiotika adalah ilmu yang digunakan untuk memaknai suatu
tanda. Bahasa merupakan susunan dari tanda yang memiliki pesan – pesan tertentu dari
masyarakat. Selain bahasa tanda dapat berupa lagu, not musik, benda, dialog, gambar, logo,
gerak tubuh, dan mimik wajah.
Roland, mencetuskan model analisis tanda signifikasi dua tahap atau two order of
signification. Kemudian Roland membaginya dalam denotasi dan konotasi. Signifikasi tahap
pertama merupakan hubungan antara petanda dan penanda dalam bentuk nyata. Barthes
menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna asli atau makna umum yang mutlak dipahami oleh
kebanyakan orang.
Contohnya, kata ayam memiliki makna denotasi yaitu unggas, yang menghasilkan telur,
berbulu dan berkotek. Ini merupakan makna umum yang hampir seluruh orang paham
akan maksudnya.
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap
kedua. Hal ini menggambarkan hubungan yang terjadi ketika tanda tercampur dengan perasaan
atau emosi. Konotasi seringkali tidak disadari kehadirannya, dianggap sebagai denotasi. Maka
analisis semiotika digunakan untuk memperbaiki kesalahpahaman yang sering terjadi. Konotasi
bekerja dalam tingkat subjektif, sehingga kehadirannya tidak disadari.
Contohnya : kata teratai dalam bahasa Indonesia berarti bunga yang konotasinya
memiliki makna keindahan, tetapi di India bunga teratai memiliki makna yang berbeda.
Dalam agama Budha dan Hindu, bunga teratai memiliki arti perlambang yang dalam
pada kedua agama tersebut.
Pada signifikasi tahap kedua yaitu mitos, merupakan pesan yang didalamnya terdapat
pandangan masyarakat. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami
beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos berhubungan dengan kebiasaan
masyarakat, atau budaya yang ada dalam masyarakat. Jadi, mitos adalah bagaimana kebudayaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.
Tokoh – tokoh semiotika memiliki persamaan dalam pengertiannya terhadap sebuah tanda.
Yang membedakan hanyalah dari konsep yang mereka gunakan dalam pendekatan untuk
memaknai sebuah tanda. Jika Ferdinand lebih menekankan pada bahasa untuk memaknai sebuah
tanda dan membaginya dalam konsep yang panjang. Padahal tanda dapat muncul melalui adat
istiadat, agama dan masih banyak lainnya. Sedangkan konsep semiotika Pierce yang
menggunakan 3 konsep untuk menganalisis sebuah makna.
tetapi konsep ini masih kurang rinci untuk menemukan makna – makna yang tersembunyi.
Sehingga model analisis Roland lebih dipilih untuk mencari makna tanda secara rinci dan
terkonsep. Mencakup secara utuh hampir semua aspek yang dicetuskan oleh tokoh – tokoh
sebelumnya.
D Baudrillard
Barangkali kita masih teringat dengan pengalaman masa kecil (entah sekarang masih ada
atau sudah lenyap) di pasar-pasar tradisional melihat atraksi seorang penjual obat yang
memamerkan hiburan sulap kemudian mendemokan khasiat obat di hadapan penonton? Padahal
sesungguhnya atraksi tersebut telah ‘direkayasa’ agar terlihat benar-benar manjur di hadapan
penonton dan penonton tertarik untuk beramai-ramai membeli obatnya.
E. Derrida
Dekonstruksi, pertama sekali, adalah usaha membalik secara terus-menerus hirarki oposisi
biner dengan mempertaruhkan bahasa sebagai medannya. Dengan demikian, yang semula pusat,
fondasi, prinsip, diplesetkan sehingga berada di pinggir, tidak lagi fondasi, dan tidak lagi prinsip.
Strategi pembalikan ini dijalankan dalam kesementaraan dan ketidakstabilan yang permanen
sehingga bisa dilanjutkan tanpa batas.
Sebuah gereja tua dengan arsitektur gothic di depan Istiqlal bisa merefleksikan banyak hal.
Ke-gothic-annya bisa merefleksikan ideologi abad pertengahan yang dikenal sebagai abad
kegelapan. Seseorang bisa menafsirkan bahwa ajaran yang dihantarkan dalam gereja tersebut
cenderung ‘sesat’ atau menggiring jemaatnya pada hal-hal yang justru bertentangan dari moral-
moral keagamaan yang seharusnya, misalnya mengadakan persembahan-persembahan berbau
mistis di altar gereja, dan sebagainya.
F. Umberto Eco
Stephen W. Littlejohn (1996) menyebut Umberto Eco sebagai ahli semiotikan yang
menghasilkan salah satu teori mengenai tanda yang paling komprehensif dan kontemporer.
Menurut Littlejohn, teori Eco penting karena ia mengintegrasikan teori-teori semiotika
sebelumnya dan membawa semiotika secara lebih mendalam (Sobur, 2006).
Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hutan, dan ingin memusatkan
perhatian pada modifikasi sistem tanda. Eco kemudian mengubah konsep tanda menjadi konsep
fungsi tanda. Eco menyimbulkan bahwa “satu tanda bukanlah entitas semiotik yang dapat
ditawar, melainkan suatu tempat pertemuan bagi unsur-unsur independen (yang berasal dari dua
sistem berbeda dari dua tingkat yang berbeda yakni ungkapan dan isi, dan bertemu atas dasar
hubungan pengkodean”.
Eco menggunakan “kode-s” untuk menunjukkan kode yang dipakai sesuai struktur bahasa.
Tanpa kode, tanda-tanda suara atau grafis tidak memiliki arti apapun, dan dalam pengertian yang
paling radikal tidak berfungsi secara linguistik. Kode-s bisa bersifat “denotatif” (bila suatu
pernyataan bisa dipahami secara harfiah), atau “konotatif” (bila tampak kode lain dalam
pernyataan yang sama). Penggunaan istilah ini hampir serupa dengan karya Saussure, namun Eco
ingin memperkenalkan pemahaman tentang suatu kode-s yang lebih bersifat dinamis daripada
yang ditemukan dalam teori Saussure, di samping itu sangat terkait dengan teori linguistik masa
kini.
Teori Semiotika C. K. Ogden dan I. A. Richard merupakan teori semiotika trikotomi yang
dikembangkan dari Teori Saussure dan Teori Barthes yang didalamnya terdapat perkembangan
hubungan antara Petanda (signified) dengan Penanda (signifier) dimana Penanda kemudian
dibagi menjadi dua yaitu Peranti (Actual Function/Object Properties) dan Penanda (signifier) itu
sendiri. Petanda merupakan Konotasi dari Penanda, sedangkan Peranti merupakan Denotasi dari
Penanda. Pada teori ini Petanda merupakan makna, konsep, gagasan, sedang Penanda merupakan
gambaran yang menjelaskan peranti, penjelasan fisik obyek benda, kondisi obyek/benda, dan
cenderung (tetapi tidak selalu) berupa ciri-ciri bentuk, ruang, permukaan dan volume yang
memiliki suprasegmen tertentu (irama, warna, tekstur, dsb) dan Peranti merupakan wujud
obyek/benda/fungsi aktual (Christian).
H. Roman Jacobson
Dalam berbagai aspek kehidupan kita tidak dapat terhindarkan dari suatu makna. Makna
yang dimaksud bisa dalam sebuah ungkapan maupun gesture seseorang. Dalam sebuah ungkapan
adanya komunikasi antar dua belah pihak menjadi acuan yang sangat penting. Gestur, tuturan,
mau segala hal dalam bentuk sesuatu memiliki makna, contohnya simbol. Dalam ilmu semiotika,
kode atau simbol sangat didalami termasuk beberapa pakar bahasa yang mengemukakan
berbagai pandangan mengenai semiotik. Penulis disini menjelaskan mengenai salahsatu
bahasawan strukturalis yaitu Roman Jakobson. Roman jakobson memiliki nama lengkap Roman
Osipovich Jacobson. Yang lahir di Moscow, 11 Oktober 1896. Sejak awal Jakobson
berkecimpung didunia linguistik, dia sangat berpengaruh didalamnya. Pada abad 20 dia juga
merupakan salahsatu bahasawan berpengaruh dimasanya.
Pada awalnya Roman Jakobson sempat menginginkan untuk menganalisis lebih jauh
mengenai bidang terluar suatu bahasa termasuk seni berbicara (verbal arts) untuk menemukan
wilayah semiotika yang lebih luas dalam budaya dan seni. Ia juga berkontribusi pada masalah-
masalah utama semiotika, seperti konsep tanda, sistem kode, struktur, fungsi, komunikasi, dan
sejarah semiotika. Maka pada awalnya ini Roman Jakobson mengembangkan teorinya mengenai
fungsi-fungsi bahasa.
Menurut Nuarca (2017:17) Jakobson juga mengajukan satu model sistem komunikasi
linguistik untuk menjelaskan apa yang disebutnya sebagai poetic function of language dengan
menyejajarkan 6 faktor bahasa dan 6 fungsi bahasa sebagaimana tampak dalam diagram berikut.
Diagram :
Contect
Message
Addresser ------------------
----------------- Addresse
Contact
Code
Maksud dari diagram ini dapat diberi penjelasan seperti berikut : setiap percakapan terdiri
dari pesan-pesan tertentu (message) yang datang dari seorang pembicara atau pengirim
(addresser). Pesan tersebut mempunyai sebuah konteks dan disampaikan melalui sebuah
hubungan atau contact (sebuah medium seperti dalam bentuk ujaran, tertulis, telepon dan lain-
lain) kepada si alamat (addressee). Pesan tersebut menggunakan suatu kode tertentu. Keenam
unsur bahasa yang terlibat di dalam kegiatankomunikasi sebagaimana digambarkan pada
diagram di atas masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda. Pesan selanjutnya
ditentukan oleh kenyataan, di manakah di manakah keenam unsur yang tersangkut itu dominan.
Semiotika Roman Jakobson, bagi Roman Jakobson MAKNA terletak pada PENANDA
(SIGNIER) dan bukan pada PETANDA (SIGNIFIED). Terdapat tiga pokok pikiran Roman
Jakobson, karna ia ilmuan semiotik yg berbasis linguistik, ia membagi 3 macam jenis
penerjemahan:
1. Penerjemahan intralingual
2. Penerjemahan interlingual
3. Penerjemahan INTERSEMIOTIK.
Ibid,.55. Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis , dan Analisis Framing, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006),99.
https://jaririndu.blogspot.com/2011/11/teori-semiotik-menurut-para-ahli.html?m=1
http://arifbudi.lecture.ub.ac.id/tag/semiotik/
Barthes, Roland. 2012. Elemen – Elemen Semiologi : Sistem Tanda Bahasa, Hermeutika,
dan Strukturalis. Terjemahan M Ardiansyah. Jogjakarta : IRCiSoD.
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Taufik. 2016. Semiotika untuk Kajian Sastra dan Al-Quran. Bandung: Yrama Widya.