Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KONTRASTIF PREFIKSASI VERBA AKTIF BAHASA

INDONESIA DENGAN BAHASA SUNDA

Resti Siti Balqis

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jakarta.
Jakarta, Indonesia.
E-mail: Restibalqis40@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan analisis kontrastif prefiksasi verba aktif
bahasa Indonesia (BI) dengan bahasa Sunda (BS). Analisis ini dilakukan untuk
mendeskripsikan: (1) proses pembentukan verba aktif berprefiks dalam BI dan (2) proses
pembentukan verba aktif berprefiks dalam BS. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif, dengan menggunakan teknik analisis unsur langsung dan
teknik matriks (kisi-kisi). Dengan demikian, verba aktif berprefiks sebagai objek kajian dapat
dianalisis kemudian dideskripsikan proses pembentukan dan pengkaidahannya secara jelas, juga
dapat dilihat distribusi fonem awal verba dasar yang akan diimbuhi prefiks. Hasilnya
menunjukkan bahwa BI memiliki sedikit prefiksasi pembentuk verba aktif daripada BS. Dalam
BI terdapat dua prefiks, sedangkan BS terdapat empat prefiks. Di samping itu, baik dalam BI
maupun BS terdapat proses morfofonemik yang menunjukkan proses perubahan bunyi dari
prefiks-prefiks pengimbuhnya. Dalam BI, proses morfofonemik terdapat pada meN- dan ber-,
sedangkan dalam BS, proses morfofonemik terdapat pada barang- dan N-.

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan sistem lambang berbentuk lisan dan tulisan yang memiliki makna
dan digunakan untuk berinteraksi atau berkomunikasi di dalam masyarakat. Sebagai alat
berkomunikasi, bahasa berguna dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan bahasa manusia
mampu mengungkapkan keinginan, menyampaikan gagasan, perasaan, melakukan kerja sama,
bahkan  memengaruhi orang lain untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu. Bangsa
Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki bahasa sendiri atau yang sering
disebut dengan bahasa daerah. Keberadaan bahasa daerah sebagai bahasa pertama (B1), bahasa
Indonesia dan bahasa asing sebagai bahasa kedua (B2). Oleh karena itu, dalam kerangka
pembelajaran di sekolah diperlukan upaya teoretis dan praktis yang membandingkan sistem
bahasa daerah dan bahasa Indonesia.

Bahasa daerah sebagai bahasa pertama ternyata membawa pengaruh terhadap


pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Dengan demikian dapatlah dikatakan
bahwa penguasaan bahasa daerah sebagai bahasa pertama membawa kendala, masalah, dan
kesulitan tersendiri dalam pembelajaran bahasa kedua. Berkaitan dengan hal tersebut, di dalam
menggunakan bahasa daerahnya penutur yang bilingualis memiliki kemampuan menggunakan
dua bahasa atau lebih sedikit banyak akan terpengaruh oleh bahasa Indonesia atau sebaliknya.
Bahasa Sunda yang akan menjadi kajian peneliti merupakan salah satu bahasa yang memiliki
jumlah penutur yang cukup besat di Indonesia. Dalam pengajaran bahasa Indonesia, para
penutur bahasa Sunda memiliki kecendrungan untuk menghadapi kesulitan dalam mempelajari
bahasa kedua (B2) karena adanya interferensi dari bahasa pertamanya (B1). Interferensi ini
disebabkan karenna adanya perbedaan antara kedua bahasa mulai dari tataran fonologi,
morfologi, maupun tataran sintaksisnya.

Pembelajaran bahasa kedua (B2) seringkali mendapat interferensi dari bahasa pertama
(B1) pembelajar. Interferensi ini memberikan pengaruh baik langsung atau tidak langsung bagi
kelangsungan pembelajaran bahasa target. Pengatuh-pengaruh yang muncul cenderung menjadi
kesulitan yang menghambat bagi pembelajar dalam menguasai bahasa. Salah satu cara untuk
meminimalisir interferensi tersebut adalah dengan memprediksi kemungkinan-kemungkinan
interferensi yang muncul. Dengan adaya prediksi tersebut pengajar dapat mencoba menemukan
solusi dan memberikan fokus pada kesulitan-kesulitan yang mungkin muncul dari interferensi
tersebut.

Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang diambil, yaitu makrolinguistik dan


mikrolinguistik. Anakon menggunakan pendekatan mikrolinguistik, dengan melakukan empat
tingkatan deskripsi, yaitu (1) fonologi atau sistem bunyi bahasa; (2) leksikon adalah komponen
bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa; (3)
morfologi merupakan aspek pembentukan kata dalam bahasa;(4) sintaksis adalah pengaturan
katakata menjadi klausa dan kalimat dalam bahasa. Morfologi adalah (1) bidang linguistik yang
mempelajari morfem dan kombinasikombinasinya; (2) bagian dari struktur bahasa yang
mencakup kata dan bagianbagian kata, yakni morfem. Munculnya morfologi kontrastif memberi
dampak ganda, yakni untuk kepentingan deskripsi bahasa secara sinkronik dan untuk
kepentingan pembelajaran bahasa, terutama pembelajaran bahasa kedua pada masyarakat yang
berkategori dwibahasawan.

Dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan, dapat peneliti identifikasi sebagai berikut: 1) Bagaimanakah bentuk kontrastif
prefiks verba aktif bahasa Sunda dan bahasa Indonesia? 2) Apakah terdapat persamaan dan
perbedaan bentuk-bentuk prefiks verba aktif bahasa Sunda dan bahasa Indonesia? Meskipun
analisis kontrastif verba sudah menarik banyak perhatian para linguis, analisis kontrastif
prefiksasi verba aktif bahasa Indonesia dengan bahasa Sunda belum pernah dilakukan. Dengan
dasar itu, penelitian yang berjudul “Analisis Kontrastif Prefiksasi Verba Aktif Bahasa Indonesia
dengan Bahasa Sunda” ditulis.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik
analisis isi (content analysis). Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang
menggambarkan atau melukiskan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya (Nawawi dan Martini, 1996: 73). Teknik analisis isi (content analysis) ini
berupaya memberikan gambaran keadaan yang sebenarnya yang bersandar pada data dengan
mengarahkan untuk memaparkan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian secara sistematis serta
akurat suatu objek yang diteliti (Subrayogo, 2001: 6). Penelitian ini dilaksanakan dengan
menggunakan data dari hasil penelitian MPPBI dan teks cerita fantasi siswa SMP Leuwidamar,
Lebak, Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk kontrastif prefiks verba
aktif bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Di dalamnya terdapat upaya deskripsi, pencatatan,
analisis, dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Pada penelitian
deskriptif ini, di dalamnya termasuk berbagai tipe persamaan dan perbedaan bentuk prefiks
verba bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.

Cara kerja pada penelitian ini adalah data dikumpulkan seobjektif mungkin untuk
selanjutnya disusun berdasarkan kategori yang dibutuhkan. Setelah data tersebut disusun, lalu
dijelaskan dan dianalisis. Berkaitan dengan hal ini, bahwa peneliti memiliki pemahaman
terhadap bahasa sasaran. Dengan bersandar pada data, para peneliti akan mampu menganalisis
dan mendeskripsikan bahasa yang tidak dikenal sekalipun. Data verba diambil dari hasil
penelitian MPPBI dan teks cerita fantasi siswa SMP Leuwidamar, Lebak, Banten. Data yang
terkumpul disesuaikan dengan prefiksasi yang digunakan pada verba tersebut.

KAJIAN TEORI

Analisis kontrastif adalah metode sinkronis dalam analisis bahasa untuk menunjukkan
persamaan dan perbedaan antara bahasa-bahasa atau dialek-dialek untuk mencari prinsip yang
dapat diterapkan untuk masalah yang praktis, seperti pengajaran bahasa dan penerjemahan
(Kridalaksana, 2001:13). Analisis kontrastif dikembangkan dan dipraktikkan sebagai suatu
aplikasi linguistik struktural pada pengajaran bahasa. Oleh karena itu,analisis kontrastif dapat
dipakai untuk mengatasi kesukaran-kesukaran yang utama dalam belajar bahasa asing, dapat
memprediksi adanya kesukaran-kesukaran sehingga efek-efek interferensi dari bahasa pertama
dapat dikurangi. Analisis kontrastif berupa prosedur kerja adalah aktivitas atau kegiatan yang
mencoba membandingkan struktur (B1) dengan struktur (B2) untuk mengidentifikasi
perbedaab-perbedaan di antara kedua bahasa (Tarigan, 2009:5). Perbedaan-perbedaan antara
dua bahasa, yang diperoleh dan dihasilkan melalui anakon, dapat digunakan sebagai landasan
dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan-kesulitan atau kendala-kendala belajar bahasa
yang akan dihadapi oleh siswa di sekolah dalam belajar (B2).

Secara teoretis analisis kontrastif didefinisikan oleh Carl James (1980) yang
membicarakan dua kesulitan utama, yakni kesulitan dalam bidang fonologi dan kesulitan dalam
bidang struktur. Taraf kesulitan itu didasarkan atas tiga macam hubungan antara B1 dengan B2:
(1) B1 mempunyai kaidah dan B2 mempunyai padanan; (2) B1 mempunyai kaidah, tetapi B2
tidak mempunyai padanan, dan (3) B2 mempunyai kaidah dan tak ada padanan dalam B1.
Pengkajian analisis kontrastif: (1) Pengkajian teoretis bertujuan meningkatkan pengetahuan
dalam bidang kebahasaan, dan (2) Pengkajian praktis bertujuan untuk keperluan praktis,
pengajaran dan penyusunan bahan pengajaran (Soedibyo, 2004:46).

Verba merupakan subkategorisasi kata yang memiliki ciri dapat bergabung dengan
partikel tidak, tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih atau agak.
Selain itu, verba dapat dicirikan oleh perluasan kata dengan rumus V + dengan + Adj.
Misalnya, berlari dengan cepat. Kata berlari merupakan verba. Apabila verba dilihat dari
hubungannya dengan nomina, verba dapat dibedakan menjadi: verba aktif, verba pasif, verba
anti-aktif (ergatif), dan verba anti-aktif. Di samping itu,
Sebuah verba dapat mengalami proses morfologis, salah satunya adalah proses afiksasi
(pengimbuhan). Afiksasi adalah proses morfologis yang mengubah sebuah leksem menjadi kata
setelah mendapat afiks, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda cukup banyak
jumlahnya. Misalnya, kata membaca berasal dari leksem baca yang mengalami proses
morfologis afiksasi dengan memperoleh afiks meN- (Arifin dan Junaiyah, 2009:10). Dalam
afiksasi terdapat, prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), konfiks (imbuhan terbelah),
dan simulfiks (imbuhan gabung) (Arifin dan Junaiyah, 2009:6-7). Dalam penelitian ini, verba
aktif dideskripsikan proses perubahannya ke dalam verba aktif berprefiks.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahasan dalam makalah ini dideskripsikan pada dua hal utama, yakni: (1) proses
prefiksasi verba aktif Bahasa Indonesia dan (2) proses prefiksasi verba aktif Bahasa Sunda.
Bahasannya ditinjau dari proses pembentukan verba aktifnya, kaidah morfofonemiknya, serta
distribusi fonem awal kata dasar pembentuk verba berprefiksnya.

1. Proses Prefiksasi Verba Aktif Bahasa Indonesia


Dalam bahasa Indonesia terdapat dua prefiks pembentuk kata kerja. Kedua prefiks ini
sangat produktif dalam pembentukan verba bahasa Indonesia. Prefiks tersebut adalah meN- dan
ber-. Proses pembentukannya acapkali mengalami proses morfofonemik yang sering
membingungkan penggunaanya, terutama proses nasalisasi verba.
Proses morfofonemik merupakan proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain
sesuai dengan fonem awal kata yang bersangkutan. Proses morfofonemik pada prefiksasi verba
meN- dideskripsikan sebagai berikut.
(a) Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/,
/u/, /e/, /o/, /g/, dan /k/ bentuk meN- akan menjadi meng-. Prosesnya sebagai berikut.
- meN- + (a)turv mengatur
- meN- + (i)ris v mengiris
- meN- + (e)ndap v mengendap
- meN- + (o)lah v mengolah
- meN- + (g)oreng v menggoreng
- meN- + (k)ental v mengental (terjadi peluluhan)
(b) Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /l/, /m/, /n/,
/ƞ/, /ň/, /r/, /y/, atau /w/, bentuk meN- akan menjadi me- Prosesnya sebagai berikut.
- meN- + (l)intang v melintang
- meN- + (m)asakv memasak
- meN- + (n)aik v menaik
- meN- + (ƞ)eog v mengeong
- meN- + (ň)aring v menyaring
- meN- + (r)ebus v merebus
- meN- + (y)akinv + -i meyakini
- meN- + (w)adah v + -i mewadahi

(c) Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /c/, /d/,
/j/ /ş/, /z/ atau /t/, bentuk meN- akan menjadi men-. Prosesnya sebagai berikut.
- meN- + (d)idih mendidih
- meN- + (t)umis v menumis (terjadi peluluhan)

(d) Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/,/v/
atau /f/, bentuk meN- akan menjadi mem-. Prosesnya sebagai berikut.
- meN- + (b)uat v membuat
- meN- + (p)anas v - kan memanaskan (terjadi peluluhan)
- meN- + (v)ideo v -kan memvideokan
-
Kata dasar yang bermula dengan fonem /f/ berasal dari bahasa asing. Perlu diperhatikan
bahwa fonem /p/ dati patuhi dan pakai. Akan tetapi, peluluhan itu tidak terjadi jika
fonem /p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks per-atau dasarnya berawal per-
dan pe- tertentu. Misalnya: mempelajari, memperbincangkan

(e) Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /s/ bentuk
meN- akan menjadi meny-. Prosesnya sebagai berikut.
- meN- + (s)iap v –kan menyiapkan (terjadi peluluhan)
- meN- + (ş)ukur v + -i mensyukuri
- meN- + (j)ahit v menyjahit
- meN- + (c)uci v menycuci
Tampaknya untuk menghindari kesulitan dalam menulis dan membacanya,
fonem /meny/ seperti yang terdapat pada kata-kata menysyukuri, menycuci, menyjahit
dilambangkan dengan huruf men-. Dengan demikian, secara morfologis kata-kata itu
sesungguhnya berasal dari meN- + {syukuri, cuci, jahit} menysyukuri, menycuci,
menyjahit. Akan tetapi, dari segi tulisan (ortografis), kata-kata tersebut ditulisakan
menjadi mensyukuri, mencuci, dan menjahit sehingga dapat dengan mudah dituliskan
dan mudah juga dibaca.

(f) Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang bersuku satu bentuk meN- akan
menjadi menge-. Prosesnya sebagai berikut.
- meN- + tik v mengetik
- meN- + pel v mengepel
(g) Jika verba yang berdasar tunggal direduplikasi, dasarnya diulangi dengan
mempertahankan peluluhan konsonan pertamanya. Dasar yang bersuku satu
mempertahankan unsur morfofonemikdi depan dasar yang direduplikasi. Sufiks (jika
ada) tidak ikut, misalnya menulis-nulis, menari-nari, mengelap-ngelap, mengetik-
ngetik.
Setelah mendeskripsikan proses morfofonemik verba aktif berprefiks meN-
selanjutnya proses morfofonemik pada prefiksasi verba ber-dideskripsikan sebagai
berikut.
(a) Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan
fonem /r/. Dalam proses afiksasi ber- terjadi penghilangan fonem /r/ pada prefiks ber-.
Dengan demikian, hanya ada satu r saja, sebagai contoh: beransel, berenang dan
berendam.
(b) Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku pertamanya
berakhir dengan /er/. Prosesnya sebagai berikut.
- ber- + kerja v bekerja
- ber- + serta v beserta
Bandingkan dengan

- ber- + kurban v berkurban


- ber- + karya v berkarya
Ber-pada dua contoh di atas tidak berubah karena suku pertama kedua tata ini tidak
berakhir dengan er, tetapi ar dan ur.
(c) Prefiks ber- akan berubah menjadi bel- jika ditambahkan pada dasar tertentu. Prosesnya
sebagai berikut.
- ber- + ajar v belajar
(d) Prefiks ber- tidak berubah bentuknya apabila digabungkan dengan dasar di luar kaidah
1-3 di atas. Prosesnya sebagai berikut.
- ber- + bicara v berbicara
- ber- + main v bermain

2. Proses Prefiksasi Verba Aktif Bahasa Sunda


Dalam bahasa Sunda prefiks pembentuk verba aktif adalah ba-, barang-, di-,
dan N-(nasal).Jika dilihat dari jumlah prefiks pembentuk verba aktifnya, Bahasa Sunda
lebih produktif dibandingkan dengan Bahasa Indonesia yang hanya memiliki dua
prefiks pembentuk verba aktif. Deskripsi mengenai prefiksasi verba aktif Bahasa Sunda
sebagai berikut.
Prefiks ba- dalam Bahasa Sunda berfungsi membentuk verba (fungsi verbal)
yang memiliki ‘perbuatan intransitif’. Prosesnya ditunjukkan dengan data berikut ini.
- ba- + darat badarat
- ba- + rempug barempug
- ba- + layar balayar
(1) berlayar – balayar
(2) berlari – lumpat
(3) badarat – tidak terdapat berdarat dalam Bahasa Indonesia
Beberapa verba berprefiks ba- seperti balayar dalam bahasa Indonesia
ditunjukkan dengan prefiks ber- seperti berlayar. Pada contoh (1) ber- serupa dengan
ba-, tetapi dalam contoh (2) menunjukkan bahwa tidak semua ber- berubah menjadi
ba-, sedangkan contoh (3) menunjukkan bahwa tidak semua ba- berubah jadi ber- atau
tidak ada padanannya.

Prefiks barang- dalam Bahasa Sunda berfungsi untuk membentuk verba yang
memiliki arti ‘perbuatan yang tidak tentu tujuan atau objeknya’. Prosesnya seperti
dideskripsikan dengan data berikut ini.

- barang- + beuli barangbeuli


- barang- + tanya barangtanya
- barang- + injeum baranginjeum
- barang- + siar barangsiar, balangsiar
Konsep prefiks barang- dalam BI tidak terkognisi melalui prefiks, tetapi
menjadi reduplikasi.

(1) Lamun barangbeuli teh ulah nu teu perlu.


(2) Kalau beli-beli jangan yang tidak perlu.
Prefiks di- berfungsi untuk membentuk verba yang memiliki arti ‘perbuatan
aktif’. Prosesnya sebagai berikut.

- di- + baju dibaju


- di- + gawe digawe
- di- + ajar diajar
Nampaknya proses prefiksasi di- pada kata digawe dan diajar itu selaras dengan
prefiksasi ber-  be- pada kata bekerja dan belajar.

Konsep prefiks di- dalam bahasa Indonesia hanya dikenal sebagai pembentuk
kata kerja pasif. Namun, dalam bahasa Sunda prefiks di- digunakan selain dalam bentuk
pasif digunakan pula dalam bentuk aktif. Contoh:

(1) Dia sedang menggunakan baju.


(2) Dia sedang dibajui oleh ibunya.
(3) Manehna keur dibaju.
(4) Manehna keur dibajuan ku indungna.
Prefiks N-(nasal) memiliki proses pembentukan verba aktif yang paling rumit.
Sama halnya dengan prefiks meN- dalam bahasa Indonesia, prefiks N- ini mengalami proses
morfofonemis ketika bertemu dengan fonem-fonem tertentu. Proses morfofonemis tersebut
dideskripsikan melalui data berikut ini.

(a) Jika prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/, dan /f/
bentuk N- akan menjadi /m/. Prosesnya sebagai berikut.
- N- + (b)aca maca
- N- + (p)acul macul
- N- + (f)itnah mitnah
(b) Jika prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /t/ bentuk N-
akan menjadi /n/. Prosesnya sebagai berikut.
- N- + (t)ulis nulis
- N- + (t)onjok nonjok
(c) Jika prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /c/ dan /s/
bentuk N- akan menjadi /ny/. Prosesnya sebagai berikut.
- N- + (c)abak nyabak
- N- + (s)apu nyapu
(d) Jika prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/,
/ə/, /ɛ/ /o/ dan /k/ bentuk N- akan menjadi /ng/. Prosesnya sebagai berikut.
- N- + (a)la ngala
- N- + (i)bing ngibing
- N- + (u)rus ngurus
- N- + (e)ndeuk + R ngeundeuk-ngeundeuk
- N- + (ɛ)ngklak ngéngklak
- N- + (ə)mplad ngemplad
- N- + (k)arang ngarang

(e) Jika prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /d/, /g/,
/h/, /m/, /n/, /ň/, /r/, /v/ bentuk N- akan menjadi /nga/. Prosesnya sebagai berikut.
- N- + (b)edah ngabedah
- N- + (d)orong ngadorong
- N- + (g)olér ngagolér
- N- + (h)uit ngahuit
- N- + (m)anah ngamanah
- N- + (n)uhun + -keun nganuhunkeun
- N- + (ň)eri + R nganyenyeri
- N- + (r)ronda  ngaronda
- N- + (v)ariasi+ -keun ngavariasikeun

(f) Jika prefiks N- bertemu dengan ekasuku bentuk N- akan menjadi /nge/. Prosesnya
sebagai berikut.
- N- + (t)ik ngetik
- N- + (c)et ngecét
Terdapat kemiripan proses nasalisasi. Kemiripan proses nasalisasi itu sebagai berikut.

* men-  n-
* meny-  ny-
* menge-  nge-
* mem-  m-
* meng-  ng-

Terlihat bahwa bentuk nga- paling produktif. Ini mengindikasikan bahwa N- sebetulnya
adalah perubahan-perubahan morfofonemik dari prefiks nga-. Dengan demikian, bisa kita
sebut prefiks nga- sebagai morf dari alomorf m-, n-, ny-, ng-, nge-, dan nga- itu sendiri.

SIMPULAN

Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda terdapat afiksasi. Proses afiksasi tersebut
salah satunya adalah prefiksasi (pembubuhan awalan). Prefiksasi verba dalam Bahasa Indonesia
ditandai dengan prefiks meN- dan ber-, keduanya mengalami proses morfofonemik. Dalam
Bahasa Sunda terdapat lebih banyak prefiksasi verba, yakni: ba-, barang-, di-, dan N-(nasal).
Pada prefiksasi barang- dan N-(nasal) terdapat proses morfofonemik.

Dalam Bahasa Indonesia prefiks meN- disinyalir berasal dari prefiks meng-. Hal itu
didasarkan pada produktivitas bentukan kata turunan dari prefiks meng- lebih banyak dibanding
yang lainnya. Prefiks meng- dianggap sebagai morf dari alomorf me-, men-, mem-, meny-,
menge-, dan meng- itu sendiri. Dalam Bahasa Sunda prefiks N- disinyalir berasal dari prefiks
nga-. Hal itu didasarkan pada produktivitas bentukan kata turunan dari prefiks N- lebih banyak
dibanding yang lainnya. Prefiks nga- dianggap sebagai morf dari alomorf n-, ng-, ny-, nge-, m-,
dan nga- itu sendiri.

Prefiks ber- serupa dengan ba-, tetapi tidak semua ber- berubah menjadi ba-,juga tidak
semua ba- berubah jadi ber- atau bahkan tidak ada padanannya dalam Bahasa Indonesia.
Konsep prefiks barang- dalam Bahasa Indonesia tidak terkognisi melalui prefiks, tetapi menjadi
reduplikasi. Konsep prefiks di- dalam bahasa Indonesia hanya dikenal sebagai pembentuk kata
kerja pasif. Namun, dalam bahasa Sunda prefiks di- digunakan selain dalam bentuk pasif
digunakan pula dalam bentuk aktif.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. Zaenal dan Junaiyah. 2009. Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta:
Grasindo.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik umum. Jakarta: Gramedia.


Nawawi, Hadari dan Murni Martini. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.

Soedibyo, Mooryati. 2004. Analisis Kontrastif: Kajian Penerjemahan Frasa Nomina. Surakarta:
Pustaka Cakra Surakarta.

Subrayogo, I dan Tobroni. 2001. Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Tarigan, Guntur. 2009. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai