Anda di halaman 1dari 6

TRADISI PERKAWINAN BADUY DALAM DAN BADUY LUAR

Resti Siti Balqis


Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, Indonesia
E-mail: restibalqis40@gmail.com

ABSTRAK
Tradisi perkawinan Baduy Dalam dan Baduy Luar, adat dan hukum dalam masyarakat
Sunda Wiwitan serta penerimaan hukum Islam. Tujuan umum penelitian ini untuk
mengidentifikasi dan menganalisa tradisi perkawinan Suku Baduy. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan metode penelitian lapangan, wawancara, dan
observasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019. Sumber data diambil
dari berbagai sumber, data primer berupa wawancara dengan pihak-pihak terkait yang
dapat memberikan data yang dibutuhkan, sedangkan data sekunder berasal dari karya-
karya peneliti yang berkaitan dengan tradisi perkawinan masyarakat Baduy Dalam dan
Baduy Luar. Hasil penelitian ini, perkawinan masyarakat Baduy dilakukan dengan tiga
tahap lamaran dengan cara di jodohkan atau memilih sendiri calon pasangan dengan
syarat persetujuan kedua belah pihak. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari,
masyarakat Baduy tidak terlepas dari interaksi sosial antara masyarakat Baduy dengan
masyarakat luar yang menganut keyakinan yang berbeda namun hidup dengan secara
berdampingan.

Kata kunci: tradisi, perkawinan, Suku Baduy, adat istiadat

PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan suatu peristiwa hukum yang sangat penting dalam


kehidupan manusia dengan berbagai konsekuensi hukumnya. Karena itu hukum
mengatur masalah perkawinan secara rinci. Perkawinan yang dimaksud adalah suatu
ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan
tujuan untuk membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang harus dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Perkawinan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga
yang kekal, maka suatu tindakan yang mengakibatkan putusnya suatu perkawinan harus
dapat dipertimbangkan secara matang. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
tindakan kawin cerai berulang kali, sehingga suami dan istri benar-benar saling
menghargai satu sama lain. Perkawinan adalah masalah yang esensial bagi manusia,
karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga, perkawinan
tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia dengan manusia tetapi juga
menyangkut hubungan keperdataan, perkawinan juga memuat unsur sakralitas yaitu
hubungan manusia dengan Tuhannya.

Suku Baduy yang terletak di Desa Lembah Barokah, Ciboleger, Kecamatan


Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Desa masyarakat Baduy pada umumnya
terletak pada aliran sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng, Banten Selatan.

Tradisi perkawinan Suku Baduy adalah perkawinan monogami, seorang laki-laki


Baduy tidak boleh beristri lebih dari seorang dan perkawinan poligami merupakan suatu
hal yang tabu. Ada perbedaan tradisi perkawinan antara Suku Baduy Dalam (Sunda
Wiwitan) dan Suku Baduy Luar (Muslim), kemudian kedua tradisi perkawinan tersebut
menyandarkan kepada budaya atau ikut syarat perkawinan yang diatur dalam syariat
Islam. Penyelenggaraan pernikahan masyarakat Suku Baduy hanya dilaksanakan pada
Bulan Juni dan Agustus.

Suku Baduy merupakan sebuah suku yang berada di Provinsi Banten. Baduy
adalah salah satu suku yang masih menjaga erat nilai dan norma serta tradisi atau adat
istiadat masyarakat. Suku Baduy termasuk salah satu suku yang terisolir yang ada di
Indonesia. Masyarakat Baduy sengaja mengasingkan diri, mereka hidup mandri dengan
tidak mengharapkan bantuan dari orang luar. Masyarakat Suku Baduy mengasingkan
diri dan menutup diri dengan tujuan menghindari dari pengaruh budaya luar yang akan
masuk, untuk menjaga keaslian budaya Suku Baduy.

Masyarakat Suku Baduy salah satu masyarakat yang unik, keunikan itu tampak
dalam berbagai aspek kehidupan Suku Baduy. Hal ini dapat dilihat dari tempat tinggal
Suku Baduy penuh dengan kesederhanaan dan kepatuhan. Kesederhanaan masyarakat
Baduy dapat dilihat dalam bentuk dan arah rumah yang seragam. Masyarakat Baduy
merupakan salah satu kelompok suku pedalaman di Indonesia, yang punya kesan
tersendiri, pendiriannya keras tetapi tidak merepotkan orang lain. Masyarakat Baduy
tidak pernah hirau dengan adanya perubahan zaman serta datangnya pengaruh dari
budaya luar.

Pola hidup masyarakat Baduy Dalam dengan masyarakat Baduy Luar secara
umum sama, namun pada hal- hal tertentu adanya perbedaan yang cukup mencolok.
Masyarakat Baduy Dalam sangat dilarang memiliki dan menggunakan barang-barang
elektronik, alat makan dan minum yang terbuat dari gelas, plastik dan barang-barang
rumah tangga lainnya yang berasal dari luar. Rumah tidak boleh pakai paku, yakni
hanya menggunakan pasak dan tali dari rotan dan hanya memiliki satu pintu. Mereka
juga dilarang menggunakan alas kaki, baik sandal apalagi sepatu, berpergian dilarang
menggunakan kendaraan jenis apapun, dan dilarang menggunakan pakaian seperti orang
Baduy Luar pendek kata segala bentuk perilaku dan pola hidup yang berbau “modern”
serta bertentangan dengan hukum adat yang berlaku. Masyarakat Baduy luar sudah
mulai longgar dan terbuka karena memang anturan adatnya memberikan kelonggaran
bila dibandingkan masyarakat Baduy Dalam. Masyarakat Baduy Luar sudah banyak
mengadopsi polah hidup non Baduy ke dalam pola hidup sehari- hari masyarakat Baduy
Luar walaupun masyarakat Baduy Luar tetap menampilkan ciri khas kesukuannya.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian menggunakan yaitu: (1) Field Research (Penelitian


Lapangan). Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif
merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigma, strategi, dari
implementasi model secara kualitatif. (2) Metode wawancara, dan (3) Metode
Observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini diuraikan berdasarkan dua aspek, yaitu (1) deskripsi tradisi
perkawinan Suku Baduy Dalam, dan (2) deskripsi tradisi perkawinan Suku Baduy Luar.

Deskripsi Tradisi Perkawinan Suku Baduy Dalam


Dalam data yang didapatkan melalui metode penelitian lapangan dan wawancara
pada tanggal 13-14 Desember 2019 di kampung Lembah Barokah Ciboleger, Banten.
Dalam wawancara dengan beberapa warga di sana, cukup mendapat banyak informasi
mengenai tradisi perkawinan Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar.
Dalam tata cara perkawinan yang dipraktekkan suku Baduy dan untuk menjaga
keharmonisan keluarga, maka aturan tentang batas usia penting untuk pertimbangan
adat Baduy. Masyarakat Baduy masih berpegang kepada ketentuan tradisi lama, anak
laki-laki dikawinkan sekitar usia 23 tahun dan anak perempuan dalam usia 18 tahun.
Masyarakat Baduy Dalam ada peristiwa perjodohan didahului acara “lalamar”
(meminang). Dalam proses pelamaran, biasanya dilakukan sebanyak tiga tahap.
Lamaran pertama, dilakukan di rumah pihak perempuan pada waktu sore hari.
Biasanya pihak orang tua laki-laki mendatangi rumah orang tua pihak perempuan
dengan membawa sirih pinang sebagai simbol kedatangan melamar anaknya. Pihak
laki-laki mendatangi Jaro Tangtu dalam rangka bermusyawarah membicarakan akan
mengawinkan anaknya, pihak laki-laki juga membawa perlengkapan nyirih sebagai
syarat wajib yang harus dilakukan dalam proses lamaran pertama.
Lamaran kedua, pada lamaran ini dilakukan acara nyereuhan atau tukar cincin.
Dalam acara ini juga membicarakan waktu perkawinan, proses lamaran ini dilakukan di
tempat khusus yaitu Balai Adat.
Lamaran ketiga, pada proses lamaran ketiga ini, pihak laki-laki membawa
seserahan berupa seperangkat kebutuhan dapur dan dilakukan di Balai Adat yang
dipimpin langsung oleh Puun dan perangkat adat Baduy. Proses lamaran ini dinamakan
seserenan atau seserahan.
Acara meminang dan perkawinan tidak ditentukan jangka waktunya, karena hal
itu tergantung dan kesiapan pihak laki-laki. Setelah acara lamaran selesai, dilakukan
prosesi perkawinan Baduy dilakukan sampai tiga hari. Pada hari pertama, disi
denganacara persiapan pra perkawinan dengan menyiapkan semua kebutuhan pesta
perkawinan dan semua kerabat berkumpul ditempat pengantin. Pada hari kedua,
diadakan upacara selamatan di rumah laki-laki dan perempuan, upacara ini dilakukan
sebagai rasa syukur dan berdoa kepada Sang Batara Tunggal dan para karuhun agar
acara perkawinan tersebut dapat berjalan lancar, upacara selamatan ini dipimpin
langsung oleh Puun, Jaro dan kerabat pihak pengantin, pada acara ini Puun
memanjatkan doa-doa dan syahadat ala Baduy. Pada hari ketiga, puncak dari acara
perkawinan, pengantin dibawa ke Balai Adat untuk dirias dengan tatarias ala Baduy,
acara ini dinamakan ngabokor yaitu penyerahan seperangkat sirih dan pinang yang
diletakkan di atas bokor lalu diserahkan kepada Puun kemudian kerabat pengantin
menyerahkan sepiring nasi dan ikannya kepada Puun untuk di doakan dan dibacakan
mantra-mantra keselamatan dan ditiupkan ke sepiring nasi tersebut, setelah itu
pengantin saling menyuapi satu sama lain. Dalam upacara ini, pengantin perempuan
mengambil air ke pencuran dan sang suami menunggu di gelodog balai adat,
pembasuhan kaki suami dan istri ini dipercaya simbol kesetiaan.
Bila seorang warga Baduy Dalam tidak ada jodohya di Baduy Dalam (menurut
hasil pilihan orang tua/ tokoh adat) maka dapat mengambil orang Baduy Luar untuk
diajadikan pasangan. Selanjutnya dan secara otomatis yang dipilih dan terpilih menjadi
anggota masyarakat Baduy Dalam dengan mengikuti segala aturan yang berlaku.

Deskripsi Tradisi Perkawinan Suku Baduy Luar


Di dalam proses pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy Luar hampir
serupa dengan masyarakat lainnya. Namun, pasangan yang akan menikah selalu
dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan
bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka
masing-masing. Tradisi perkawinan di masyarakat Baduy Luar tidak auh berbeda
dengan perkawinan syariat Islam, karena masyarakat Baduy Luar sudah memiliki
agama yaitu agama Islam sehingga perkawinannya menggunakan syariat Islam.

Bobogohan (Pengenalan Jodoh)

Tata cara perkawinan pun dimulai dari proses peminangan sampai membina
rumah tangga juga diatur dalam ketentuan adat Baduy yang mengikat. Calon pun
dipilihkan oleh pihak orang tua, lalu kedua belah pihak bertemu dan saling
bersilaturahmi, tahap pengenalan jodoh ini dinamakan bobogohan yang merupakan
tahapan penting menuju pernikahan. Suasana acara bobogohan ini biasanya ditemani
dengan lantunan alat musik kecapi yang dibawa pihak laki-laki. Orang Baduy
menyebutnya perkawinan sebagai rukun hirup, artinya bahwa perkawinan harus
dilakukan, karena jika tidak maka ia akan menyalahi kodratnya sebagai manusia.
Setelah adanya kesepakatan kedua belah pihak untuk menikah, maka dilaksanakanlah
tahapan lamaran.

Lamaran

Ada 3 tahapan lamaran yang harus dilakukan oleh calon mempelai


pria. Pertama mempelai pria beserta keluarga harus melapor ke Jaro (Kepala kampung)
dengan membawa daun sirih, pinang, dan gambir secukupnya. Kedua, sirih, pinang, dan
gambir dibawa ke rumah wanita yang akan dilamar dilengkapi dengan membawa cincin
yang terbuat dari baja putih sebagai emas kawin. Ketiga membawa alat rumah tangga
dan baju untuk calon mempelai wanita.

Akad Nikah

Pada umumnya prosesi perkawinan Suku Baduy Luar tidak berbeda dengan
perkawinan dengan syariat Islam. Masyarakat Baduy Luar datang ke KUA untuk
melakukan perkawinan, lalu mempelai akan mengucapkan kalimat syahadat (seperti ijab
kabul), disaksikan oleh Naib sebagai penghulunya. Perkawinan Suku Baduy Luar harus
sesama suku Baduy. Masyarakat Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Tapi
mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah
meninggal.

KESIMPULAN

Masyarakat Suku Baduy memandang bahwa perkawinan itu adalah suatu hal
yang sangat suci karena merupakan proses ikatan lahir batin dua insan untuk
membangun rumah tangga dari dunia sampai akhirat. Oleh karena itu, keduanya harus
terikat dalam kondisi satu hati, satu rasa, satu tujuan, satu adat istiadat, serta satu prinsip
untuk menuju kehidupan masa depan yang harmonis. Hukum adat melarang terjadinya
percraian pada setiap pasangan suami dan istri warga Baduy kecuali karena kematian
dan warga Baduy tidak mengenal suatu perselingkuhan ataupun poligami.
Perkawinan di Suku Baduy harus mengikuti penjadwalan yang sudah ditentukan
dan bersifat baku. Pola perkawinan khusus adalah perkawinan yang terjadi antara warga
Baduy Dalam dan Baduy Luar. Mengenai kedudukan perkawinan Baduy Dalam dengan
Baduy Luar dapat disimpulkan bahwa masyarakat Baduy merasa penting adanya
pengakuan bukan hanya sekedar secara adat namun juga secara hukum dan negara.
Hubungan sosial antara masyarakat Baduy dengan masyarakat luar ternyata sudah
terjalin sangat lama, masyrakat Baduy hidup berdampingan dengan masyarakat luar
Baduy.

REFERENSI
http://6626mahligai-indonesia.com/pernikahan-nusantara/prosesi-adat/pernikahan-adat-
suku-baduy-sakral-dan-anti-perceraian-

https://www.qureta.com/post/tradisi-unik-perkawinan-suku-baduy

https://www.merdeka.com/peristiwa/uniknya-pernikahan-dan-khitanan-suku-baduy-cuma-
boleh-juni-agustus.html

Anda mungkin juga menyukai