Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

AKTIVITAS DAN SIMBOL-SIMBOL TRADISI MIDODARENI DI DESA

BERO JAYA TIMUR KECAMATAN TUNGKAL JAYA KABUPATEN

MUSI BANYUASIN DITINJU DARI AQIDAH ISLAM

A. Aktivitas dan Simbol-simbol Pada Tradisi Midodareni di Desa Bero Jaya

Timur Kecamatan Tungkal Jaya Kabupaten Musi Banyuasin

Selama ini memang belum ada catatan sejarah atau literatur yang

menjelaskan mengenai tradisi Midodareni di Desa Bero Jaya Timur secara

terperinci, namun Bapak Yudid mengatakan bahwa tradisi Midodareni telah

ada sejak terjadinya transmigrasi penduduk Jawa Timur ke Desa Bero Jaya

Timur pada tahun 1980 yang dibawak oleh Mbah Riman, yang mana tradisi

Midodareni menyarap pada ajaran-ajaran Agama menggunakan ritual lepas

ayam, dan balangan gantal. Masyarakat di Desa Bero Jaya Hindu. 1 Dulu

orang-orang Hindu dalam ajarannya banyak mengangkat simbol-simbol

dalam segala hal, termasuk salah satunya prihal tata cara perkawinannya.

Masyarakat Desa Bero Jaya Timur belajar pada ajaran kulturalnya dan tata

nilai yang ada dalam masyarakat dan hal itu dijadikan pijakan dalam

kehidupan sehari-hari, yang pada akhirnya melahirkan berbagai norma-

norma, sistem kekerabatan, serta kearifan lokal.

Proses perkawinan adat Jawa Timur ini memang sangat panjang dan

memerlukan waktun yang lama serta sangat rumit dalam melaksanakan tahap

pertahapannya. Menurut Ibu Rohaya, perkawinan adat Jawa Timur ini dapat

1
Wawancara dengan Bapak Yudid di kediaman Bapak Yudid, pada tanggal 16 Januari
2020

69
70

berlangsung selama berhari-hari, bahkan sampai satu minggu dalam

menjalankan tahap pertahapannya. 2

Dalam tradisi Midodareni ini terdapat perbedaan pelaksanaan

perkawinannya, yaitu sesajean ayam ingkung, cok bakal, dan ritual melempar

dua batang pisang ke atas atap rumah. Sedangkan tradisi Midodareni yang

dilakukan di Jawa Timur menggunakan ritual lepas ayam, dan balangan

gantal. Masyarakat di Desa Bero Jaya Timur pada umumnya mengikuti

tradisi perkawinan adat Palembang, sedikit sekali yang melakukan tradisi

perkawinan adat Jawa ini hanya bagi mereka yang mempunyai keturunan

Jawa asli saja.

a. Jonggolan

Menikah menjadi alur baru yang akan ditempuh hampir setiap orang,

dan ketika menjalaninya membutuhkan sikap yang baik untuk

menciptakan keharmonisan dalam berumah tangga. Untuk itu catur wedha

atau empat petunjuk yang diwariskan sejak dahulu berguna baik sebagai

pegangan dalam membina pernikahan. Catur wedha akan diberikan

kepada calon mempelai laki-laki sesuai tradisi adat Jawa dalam prosesi

Jonggolan.

Sehari sebelum pelaksanaan pernikahan sekaligus bertepatan pada

Midodareni yang tengah dijalani mempelai wanita, calon mempelai laki-

laki datang didampingi keluarga ke rumah mempelai wanita. Berpakaian

rapi mengenakan beskap, kain batik wiron, blangkon tanpa keris, calon

2
Wawancara dengan Ibu Rohaya di kediaman Ibu Rohaya, pada tanggal 18 Januari 2020
71

mempelai laki-laki hadir bukan lain untuk melakukan prosesi Jonggolan

atau nyantri. 3 Jonggolan merupakan bagian dari ritual Midodareni yang

dimaksudkan agar pihak keluarga mempelai wanita melihat secara

langsung kesiapan jasmani, dan kesungguhan calon mempelai laki-laki

menjelang pernikahan esok hari.

Di samping itu, ayah dari mempelai wanita akan memberikan nasihat

dan arahan kepada calon menantunya tentang bagaimana bersikap yang

baik dalam membina rumah tangga. Selain secara lisan, calon mempelai

laki-laki pun mendapat petuah, serta arahan yang tertuang dalam selembar

kertas yang berisi butir-butir catur wedha. Catur wedha atau catur sabda,

merupakan empat (catur) petunjuk yang menjadi pegangan dalam menjalin

ikatan perkawinan. Berikut ini merupakan isi dari catur wedha.4

Kepada Ananda (calon pengantin laki-laki) yang tercinta.


Ananda, besok pagi Insya Allah akan menjalani upacara
pernikahan. Maka dari itu, malam ini dengarkanlah CATUR SABDA
ialah EMPAT NASEHAT UTAMA peninggalan nenek moyang kita
yang perlu ananda renungkan ketika mengarungi samudera pernikahan.
Pertama, sesungguhnya seorang laki-laki yang sudah memperistri
seorang wanita pilihan hatinya, sudah berubah statusnya bukan lagi
seorang yang sendirian, ananda pun nanti sudah menjadi satu unit
dengan istri ananda, ananda dan istri ananda adalah bertubuh dua
namun berjiwa satu, itulah sebabnya disebut Garwa, artinya “sigaring
nyawa” yaitu belahan jiwa, karena itu untuk selanjutnya sampai maut
menjemputmu nanti, ananda harus selalu merasa satu dengan istri
ananda, satu dalam bersikap, berpikir dan bertindak.
Kedua, sejak ananda beristri besok, hendaknya ananda selalu
menaruh hormat yang tulus dan ikhlas kepada ayah ibu ananda dan juga
kepada ayah ibu mertua ananda, karena sesudah ananda bersatu jiwa

3
Wawancara dengan Bapak Handoko di kediaman Bapak Handoko, pada tanggal 17
Januari 2020
4
Wawancara dengan Bapak Warsadi di kediaman Bapak Warsadi, pada tanggal 17
Januari 2020
72

dengan istri ananda, maka ayah dan ibu mertua ananda juga menjadi
seperti ayah dan ibu kandung ananda sendiri.
Ketiga, sejak pernikahan ananda besok pagi, maka selanjutnya
ananda sudah lepas dari perlindungan ayah ibu ananda, ananda berdua
sudah berdiri tegak sebagai umat manusia yang bertanggung jawab
selama mengatur hidup, sikap dan tingkah laku,ananda harus mampu
membentuk teman-teman sendiri, masuk “ajur-ajer pasrawungan”
artinya luwes dalam pergaulan sehingga ananda dihargai sebagai warga
masyarakat yang dihormati, disayangi dan direstui oleh segenap teman,
sahabat dan kenalan dari bawah sampai atas.
Keempat, hendaknya ananda berdua sebagai umat mulia di dunia,
makin bertaqwa kepada Allah SWT, mematuhi seluruh perintah Allah
dan mengikuti segala petunjuk yang benar, dan pada sisi lain ananda
senantiasa menjauhi segala larangan Allah Yang Maha Kuasa, agar
hidup ananda senantiasa tenteram lahir dan batin, didekatkan pada
keselamatan dan rezeki serta dijauhkan dari malapetaka dan kesusahan
hidup.

(Tempat), (Tanggal)
(Tanda Tangan)
(Nama Ayah Calon Pengantin Wanita)

Demikian isi dari catur sabda yang wajib dijalankan oleh calon

mempelai laki-laki, supaya kelak menjadi panutan dalam mengarungi

bahtera rumah tangga. Setelah menerima catur wedha yang sudah

dibingkai rapi, calon mempelai laki-laki pun diberikan segelas air putih

oleh ibu calon mertua, dan selama prosesi berlangsung, calon mempelai

wanita tidak diperkenankan sama sekali menemui calon suaminya. 5

b. Tantingan

Kedua orang tua mendatangi calon pengantin wanita di dalam kamar,

menanyakan kemantapan hatinya untuk berumah tangga. Maka calon

pengantin wanita akan menyatakan ia ikhlas menyerahkan sepenuhnya

5
Wawancara dengan Bapak Warsadi di kediaman Bapak Warsadi, pada tanggal 17
Januari 2020
73

kepada orang tua, tetapi mengajukan permintaan kepada sang ayah untuk

mencarikan Kembar Mayang sebagai syarat perkawinan.

c. Wilujengan Majemukan

Wilujengan Majemukan adalah silahturahmi antara keluarga calon

pengantin pria dan wanita yang bermakna kerelaan kedua pihak untuk

saling berbesanan.Kalau dari keluarga Jawa Timur sendiri biasanya

sebelum melakukan Wilujengan Majemukan diadakan acara

Tetembungan.Dan biasanya “Tetembungan” dari solo Jawa Timur

mengutus Kanjeng Sulaiman selaku Abdi Dalem Pengawal

Raja.Selanjutnya ibu calon pengantin wanita menyerahkan angsul-angsul

atau oleh-oleh berupa makanan untuk dibawa pulang, kepada calon

pengantin pria.Sesaat sebelum rombongan pulang, orang tua calon

pengantin wanita memberikan kepada calon pengantin pria. 6

d. Pasang Tuwuhan

Setelah tarub jadi, pada kanan kiri pintu dipasang tuwuhan. Tuwuh

yang artinya tumbuh. Upacara ini mengandung makna yang cukup dalam,

yakni sebagai perlambang harapan kepada anak yang dinikahkan agar bisa

memperoleh keturunan, demi meneruskan sejarah keluarga. 7 Tuwuhan ini

sendiri dirangkai dari beberapa jenis tumbuhan dan buah-buahan.8

1) Pohon pisang raja yang buahnya sudah masak

6
Thomas Bratawdjaja Wiyasa, Upacara Perkawinan Adat Jawa..., hlm. 71
7
Mahligai, Pernikahan Adat Jawa Solo, Jarkata, PT. Dwi Putra Glomedia, 2007, hlm. 41
8
Wawancara dengan Ibu Sumiantik di kediaman Ibu Sumiantik, pada tanggal 18 Januari
2020
74

Pohon pisang beserta buahnya yang diletakkan pada sebelah kanan

dan kiri pintu masuk diikat erat dengan rafia pada bambu wulung.

Menurut pandangan masyarakat Desa Bero Jaya Timur simbol pisang

raja yang sudah masak melambangkan pengharapan agar pasangan

yang akan dinikahkan kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan, dan

kehormatan seperti raja.

2) Tebu Wulung

Tebu wulung yaitu tebu yang berwarna merah tua. Tebu wulung ini

menurut masyarakat Desa Bero Jaya Timur diletakkan dan diikat

berjajar dengan pohon pisang disebelah kiri dan kanan. Wulung di sini

menurut masyarakat Desa Bero Jaya Timur melambangkan setelah

memasuki jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai

mempunyai jiwa sepuh yang selalu bertindak dengan kebijakan.

Sedangkan tebu yang memiliki rasa manis merupakan perlambang

kehidupan yang serba enak. Sehingga simbol tebu wulung diharapkan

kedua mempelai mempunyai jiwa sepuh selalu bertindak dengan

bijaksana dan kehidupan yang serba enak.

3) Cengkir Gadhing atau buah kelapa kuning muda

Cengkir gadhing diikat dengan rafia, pada tangkai buah pisang

disebelah kanan dan kiri. Cengkir gadhing dalam pandangan

masyarakat Desa Bero Jaya Timur melambangkan simbol dari

kandungan tempat si jabang bayi atau sebagai lambang keturunan.


75

Selain itu, simbol ini juga mempunyai arti bahwa pasangan suami istri

akan saling mencintai dan menjaga serta merawat satu sama lain.

4) Daun Randu Dari Pari Sewuli

Daun randu dan pari sewuli yang masing-masing diikatkan pada

batang pohon pisang disebelah kanan kiri. Randu dalam pandangan

masyarakat Desa Bero Jaya Timur melambangkan sandang,

sedangkan pari (padi) melambangkan pangan. Sehingga simbol daun

randu ini bermakna agar kedua mempelai selalu tercukupi sandang

dan pangannya. 9

5) Godhong Apa-apa (Bermacam-macam Dedaunan)

Bermacam-macam daun yang mempunyai makna tolak balak yakni:

daun maja, daun kara, daun alang-alang dijadikan satu dan diatur

seindah mungkin aagaar enak dipandang mata. Simbol dari Godhong

apa-apa daun beringin yang melambangkan pengayoman, rumpung

alang-alang yang melambangkan pengharapan agar terbebas dari

segala halangan, serta daun mojo-koro dan dadap serep sebagai

simbol kedua pengantin akan hidup aman serta keluarga mereka

terlindungi dari mara bahaya.

e. Sesajen Ayam Ingkung

Ayam ingkung adalah salah satu hidangan yang pasti ada di setiap

perayaan atau acara-acara tertentu pada tradisi masyarakat Jawa, dimana

pada perayaan tersebut menyajikan sesajean dan hidangan khas lainnya.

9
Wawancara dengan Ibu Sumiantik di kediaman Ibu Sumiantik, pada tanggal 18 Januari
2020
76

Pada umumnya yang digunakan untuk masakkan ayam ingkung adalah

ayam jago. Ayam ingkung adalah ayam utuh yang dikukus dengan

keadaan kaki dan kepala yang diikat sehingga berbentuk seperti orang

yang sedang bersujud, yang memiliki makna agar kita manusia senantiasa

bersujud dan berzikir sesuai dengan ajaran dari Rasulullah saw. selain dari

maknanya yang berarti mengikuti ajaran dari rasul, ayam ingkung juga

merupakan suatu makanan simbolik, yaitu menyimbolkan laki-laki, yang

mempunyai tiga sifat buruk, sehingga ayam ingkung diikat tiga agar sifat

buruknya tidak muncul. 10

Berdasarkan bentuknya yang menyariatkan posisi orang yang sedang

bersujud/suatu posisi penyeraahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa,

maka dapat disimpulkan bahwa makna simbolik dari ayam ingkung

sebagai bagian dari sesajean adalah wujud persembahan untuk para

leluhur yang telah memberi keselamatan dan kemakmuran. Karenanya

bagi masyarakat Jawa ayam ingkung merupakan makanan dan sesajean

yang sangat istimewa pada setiap perayaan. Kemudian setelah ayam

ingkung sudah matang lalu letakkan di dalam nampan yang sudah diisikan

pisang setangkep (pisang satu sisir) dan kambel gundel (kelapa utuh).

Setelah sesajeannya sudah lengkap lalu diletakkan diseluruh sudut-sudut

rumah dan di dalam kamar pengantin sampai acara pernikahan selesai baru

sesajean tersebut boleh dimakan, hal ini bertujuan untuk menghormati atau

persembahan para leluhur-leluhur mereka terdahulu.

10
Wawancara dengan Ibu Diana di kediaman Ibu Diana, pada tanggal 16 Januari 2020.
77

f. Membuat Kembar Mayang

Tradisi perkawinan Jawa lekat dengan uba rampe yang disebut

Kembar Mayang, yakni sepasang hiasan simbolik yang terbuat dari

rangkaian janur, debog (batang pohon pisang), buah dan kembang panca

warna. Dua Kembar Mayang dibuat sejak acara Midodareni, berukuran

setinggi sekitar satu meter. Biasanya seorang pria dan wanita mengusung

kembang mayang tersebut dengan disertai sepasang cengkir gading saat

upacara panggih.11

Bukan tanpa alasan orang Jawa jaman dulu menciptakan Kembar

Mayang. Sebagai salah satu elemen perlengkapan ritual pengantin Jawa,

disetiap bahan yang digunakan untuk membuat Kembar Mayang adalah

simbol doa dan harapan keluarga terhadap jalannya sebuah prosesi

perkawinan adat Jawa.

Terdapat empat jenis hiasan janur yang terdapat dalam Kembar

Mayang. Janur yang dianyam menyerupai bentuk keris bermakna

melindungi dari marabahaya, hal ini dimaksudkan agar kedua mempelai

berhati-hati dalam mengarungi kehidupan keluarga. Janur yang dianyam

seperti bentuk belalang (walang) memiliki makna agar tidak terjadi

halangan dalam berkeluarga. Janur yang berbentuk payung bermakna

pengayoman, dan janur yang berbentuk burung melambangkan kerukunan

dan kesetiaan sebagaimana burung merpati.

11
Wawancara dengan Bapak Setu di kediaman Bapak Setu, pada tanggal 17 Januari 2020
78

Sedangkan makna yang terkandung dalam kembang panca warna

diantaranya; Beringin berarti agar kedua mempelai bisa saling mengayomi.

Daun puring, supaya dalam keluarga tidak terjadi uring-uringan (dapat

menahan amarah). Daun andong, untuk menjaga sopan santun terhadap

sesama dan daun lancur, bermakna agar kedua mempelai hendaknya

mampu berpikir panjang dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup.

Bunga yang disertakan adalah melati, kantil, dan pudak, serta bunga

merak. Buah yang biasanya digunakan adalah nanas yang diletakkan di

posisi paling atas, kadang-kadang ditambah apel dan jeruk. Sindur

(selendang pinggang berwarna merah-putih) juga dibebatkan pada kembar

mayang.

Dalam tradisi Jawa kedua Kembar Mayang tersebut memiliki nama,

masing-masing dinamakan Dewandaru dan Kalpandaru. Sejak dulu

Kembar mayang dipercaya sebagai pinjaman dari para dewa, sehingga

setelah upacara selesai harus dikembalikan dengan membuang di

perempatan jalan atau dilabuh (dihanyutkan) di sungai atau laut.12

Ritual nebus Kembar Mayang biasanya dilakukan dengan cara

membeli Kembar Mayang dari si pembuatnya. Kembar mayang ditebus

oleh orang tua dari pihak mempelai wanita dan selanjutnya dibawa oleh

sepasang perawan dan perjaka atau disebut Prawan Sunthi dan Joko

Kumolo. Pada saat mempelai dipertemukan, Prawan Sunthi dan Joko

Kumolo yang bertugas membawa Kembar Mayang tadi mengiringi di

12
Wawancara dengan Bapak Setu di kediaman Bapak Setu, pada tanggal 17 Januari 2020
79

sampingnya. Jika mempelai wanita masih perawan, cara membawa

Kembar Mayang diangkat sejajar pundak. Namun jika mempelai wanita

sudah hamil cara membawanya tidak bolehdi atas perut.

g. Cok Bakal

“Cok, pecok, gecok ialah cikal atau asal” “bakal ialah permulaan”.

Cok Bakal atau Gecok Bakal merupakan simbol permulaan dalam

kehidupan yang berawal dari ketiadaan menjadi ada, serta merupakan

simbol hubungan antara Tuhan dengan manusia. 13 Cok Bakal adalah suatu

sesajian yang dibuat guna mendapatkan keselamatan dan keberkahann dari

Tuhan serta terhindar dari malapetaka. Agar terhindar dari musibah maka

seseorang perlu membuat sesajean yang disebut cok bakal tersebut.

Adapun cok bakal itu terdisi dari:14

1. Tempatnya disebut Takir berasal dari Noto Pikir artinya kita sebagai

manusia harus menata pikiran kita dalam menghadapi kehidupan biar

tidak takabur, iri, dengki, sombong dan lain sebagainya. Dengan

demikianlah kita bisa lebih tenang sebagai wadah untuk menghadap

Tuhan. Takir tadi terbuat dari godong (daun pisang) rangkap dua,

membentuk segi empat mengandung maksud Kudu Dong yaitu harus

jelas atau terang jalan kita, sedangkan supaya takir tidak buyar harus

dikunci dengan Semat artinya Kudu Mat (harus terpusat). Harus

terpusat tujuan kita hanyalah untuk Gusti Kang Akaryo Jagad. Semat

dalam bahsa lain juga Biting Sodo ngemu karep kang wis

13
Rendra, Mempertimbangkan Tradisi..., hlm. 55
14
Wawancara dengan Ibu Sumiantik di kediaman Ibu Sumiantik, pada tanggal 18 Januari
2020
80

dibitingi/ditoto kanti becik (apa yang sudah diatur dengan baik) kudu

iso gawe usodo (Tombo/Obat) bagi jiwa-jiwa yang keruh atau gelap

pikir.

2. Berisi ndog atau telur menurut masyarakat Desa Bero Jaya Timur

simbol dari telur melambangkan awal mula kehidupan (sebelum jadi

ayam). Dan telur itu ketika menetas akan jadi ayam berbulu hitam,

putih, merah, atau blorok, kita tidak ada yang tahu. Mengandung arti

segala upaya kita adalah manut karsane Tuhan (patuh kepada Tuhan).

3. Kemiri melambangkan salah satu jenis dari pohon dimana pohon

mengalami siklus yang berawal dari biji, kemudian tumbuh, berbunga,

berbuah, setelah itu mati. Sehingga simbol kemiri disini agar manusia

menyadari dari mana ia berasal dan akan kembali kepada siapa.

4. Simbol bunga yang ada dalam cok bakal memiliki bau yang harum

melambangkan agar manusia mengingatkan akan arwah leluhur dan

mengundang leluhur.

5. Dom bolah (jarum dan benang) menurut masyarakat Desa Bero Jaya

Timur Dom Bolah (jarum dan benang) melambangkan menyatukan,.

Sehingga simbol jarum dan benang ini bermakna bahwa kita harus

bisa merekatkan, menyatukan jiwa dan raga dalam pengabdian pada

Tuhan dan pada sesama (elas Asih Sapodo Padane Tumitah).

h. Ritual Melempar Dua Batang Pisang Ke Atas Atap Rumah

Usai melaksanakan prosesi Midodareni ke esokan harinya dilanjutkan

ritual melempar dua batang pisang, ini dilakukan oleh kedua orang tua
81

sang mempelai wanita setelah acara resepsi pernikahan selesai. 15 Ritual

melempar dua batang pisang tersebut merupakan menyimbolkan bahwa

menandai anak gadis mereka sudah menikah semua. Setelah batang pisang

itu mengering lalu selanjutnya diadakan lagi acara sedekah sepasaran

pengantin yang dilaksanakan di kediaman mempelai laki-laki, upacara ini

dilakukan setelah tiga hari berakhirnya resepsi pernikahan, pihak besan

dari mempelai wanita datang ke rumah mempelai laki-laki dengan tujuan

untuk mengetahui situasi dan kondisi pengantin wanita. Dalam kegiatan

acara ini terbatas hanya untuk kalangan keluarga dekat dan kerabat saja.

B. Tradisi Midodareni Ditinjau Dari Aqidah Islam

Setiap agama dalam arti seluas-luasnya tentu memiliki aspek

fundamental, yakni aspek kepercayaan atau keyakinan, terutama kepercayaan

terhadap sesuatu yang sakral, yang suci, atau yang ghaib, dalam agama Islam

aspek fundamental itu terumuskan dalam istilah aqidah atau keimanan

sehingga terdapat rukun iman, yang didalamnya terangkum hal-hal yang

harus dipercayai atau diimani oleh muslim. 16

Islam dan tradisi merupakan dua substansi yang berlainan, tetapi dalam

perwujudannya dapat saling berpaut, saling mempengaruhi, saling mengisi

dan saling mewarnai perilaku seseorang, Islam merupakan suatu normativ

yang ideal, sedangkan tradisi merupakan suatu hasil budi daya manusia yang

bisa bersumber dari ajaran agama nenek moyang, adat istiadat setempat atau

hasil pemikirannya sendiri. Islam berbicara mengenai ajaran yang ideal,


15
Wawancara dengan Ibu Rosita di kediaman Ibu Rosita, pada tanggal 18 Januari 2020.
16
M. Darori Amin, Interelasi Nilai Jawa dan Islam dalam Aspek Kepercayaan dan Ritual,
Yogyakarta, Gama media, 2002, hlm. 121
82

sedangkan tradisi merupakan realitas dari kehidupan manusia dan

lingkungannya. 17

Di Indonesia terdapat beragam tradisi, salah satu ekspresinya ialah adat

istiadat dan budaya masyarakat Indonesia. Adat istiadat dan budaya tersebut

merupakan khasanah sosial yang memiliki nilai positif dalam masyarakat

tradisional. Dengan kata lain, adat istiadat dan budaya tersebut bukanlah

monopoli masyarakat masa lalu, tetapi juga tetap relevan bagi masyarakat

modern. Bahkan, sebagian masyarakat tidak memandang adanya klasifikasi

adat istiadat berdasarkan rentang waktu, kendatipun telah terjadi pergeseran –

pergeseran secara relatif. Adat istiadat telah dijadikan secara efektif menjadi

alasan komunikasi sosial dan sekaligus sebagai perekat antara individu atau

antar masyarakat adat.18

Tradisi-tradisi dalam masyarakat Islam yang seringkali dicap sebagai

Bid’ah, karena alasan masalah itu tidak ada pada zaman Rosulullah dan

zaman salaf (angkatan pertama), atau karena tradisi itu hasil cangkokan

tradisi masyarakat pra-Islam di Indonesia, adalah banyak sekali, seperti:

Selametan, upacara-upacara pernikahan, kematian, kelahiran bayi,

membangun rumah dan lain-lain. Ada diantara tradisi tersebut sudah diisi

penuh dengan nilai-nilai Islam, meskipun namanya masih tetap atau sebagian

penampilannya belum berubah penuh, seperti “selamatan” yang sudah

17
Akhmad Taufik, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2005, hlm. 44
18
Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta, Ciputra Press,
Cet. 3, 2005, hlm. 101-102
83

dihilangkan sesajennya, diganti dengan shodaqoh makanan, diisi dengan

membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan do’a kepada Allah SWT.19

Menurut Imam Al-Ghozali menyatakan: Tidak semua bid’ah itu

dilarang, yang dilarang adalah yang bertentangan secara pasti dengan As-

Sunnah yang jelas (sunnah tsabitah) atau menghilangkan ketentuan syara’

yang masih tetap ada ilalnya (dasar alasannya), malah perbuatan bid’ah itu

kadang-kadang menjadi wajib dalam suatu keadaan apabila terjadi perubahan

berbagai macam sebab yang mendoronganya. 20

Imam Izzuddin bin Abdussalam, seorang ulama besar dalam madzhab

Syafi’i membagi bid’ah tersebut menjadi lima antara lain:

1. Bid’ah Wajib (Bid‟ah Wajibah)

Yakni semua kreativitas baru yang bertujuan menyelamatkan agama

dan umatnya, yang tidak mungkin semua itu dilakukan tanpa melalui

cara-cara atau upaya tersebut, seperti pengembangan keilmuan agama

(penulisan hadits-hadits Nabi, penulisan teori-teori keilmuan Islam lain,

seperti fiqih, ushul fiqih, tafsir, ulumul Al-Qur’an dan lain-lain) yang

pada zaman Nabi saw. dan para Khulafa’ar Rasyidin belum ada.

2. Bid’ah Haram (Bid‟ah Muharram)

Seperti bid’ah-bid’ah dalam bidang aqidah (Qadariyah, Murjiah, dan

Jabariyah atau Mujassimah dan lain-lain), yang jelas-jelas bertentangan

dengan Sunnah yang ada. Atau menghalalkan hal-hal yang jelas ada

19
Muhammad Tholhah Hasan , Ahlussunnah Wal-Jamaah Dalam Persepsi dan Tradisi
NU, Jakarta, Lantabora Press, Cet. 3, 2005, hlm. 221-222
20
Ibid., hlm. 232
84

hukum keharamannya dari Al-Qur’an atau As-sunnah atau Ijma’ tanpa

ada dasar-dasar yang dibenarkan menurut syara’ (seperti menghalalkan

zina atau judi umpamanya).

3. Bid’ah Sunah (Bid‟ah Mandubah)

Hal ini sangat banyak bentuknya, seperti: Melakukan shalat tarawih

dengan jamaah, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan keilmuan,

penulisan ajaran tashawuf yang benar, atau penelitian-penelitian ilmiah

yang membawa manfaat dengan pengadaan laboratorium-laboratorium,

teknologi persenjataan, pembangunan jembatan dan rumah-rumah sakit,

dan lain-lain.

4. Bid’ah Makruh (Bid‟ah Makruhah)

Seperti menghiasi bangunan masjid yang berlebihan (sehingga dapat

mengganggu konsentrasi ibadah), melagukan Al-Qur’an yang

menyimpang dari tajwid dan tartilnya, bentuk-bentuk makanan dan

minuman yang bercitra kemewahan meskipun harganya itu halal.

5. Bid’ah yang diperbolehkan (Bid‟ah Mubahah)

Seperti alat-alat transportasi (mobil, kereta api, pesawat terbang),

perlengkapan elektronik (alat-alat memasak, pesawat telekomunikasi dan

lain sebagainya). Atau tradisi budaya yang tidak bertentangan dengan

prinsip syariah atau aqidah Islamiyah yang sudah jelas (bukan yang

masih diperselisihkan).21

21
Ibid., hlm. 233
85

Setiap tradisi keagamaan memuat simbol-simbol yang suci yang

dengannya orang melakukan serangkaian tindakan untuk menumpahkan

keyakinan dalam bentuk melakukan ritual. Salah satunya yaitu melakukan

upacara lingkaran kehidupan, baik yang memiliki sumber asasi dalam ajaran

agama disebut dengan islam official atau islam murni, sedangkan yang tidak

memiliki sumber asasi disebut dengan islam popular atau islam rakyat. 22

Ditinjau dari aspek agama, fenomena ini berhadapan dengan dua versi.

Yang pertama, fenomena ini (tradisi ritual) bisa dilestarikan dalam kehidupan

masyarakat Desa Bero Jaya Timur, namun harus dilakukan beberapa

perubahan yang tampak dalam prosesi tradisi ritual ini, karena ada semacam

pembahauran antara budaya Islam yang memang sengaja disisipkan dan

budaya non Islam yang agak komplein yang hal ini pada akhirnya tradisi

semacam ini akan menggiring kepada faham Dualisme yaitu Monoteisme dan

Animisme atau Dinamisme. Sementara ini, Islam mengajarkan kemurnian

dalam berbagai segi termasuk dalam manifestasi ajaran-ajaran Islam, karena

Islam mempunyai komitmen (qa’idah). 23

Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki ajaran-ajaran yang

memuat keseluruhan ajaran yang pernah diturunkan kepada para Nabi dan

umat-umat terdahulu dan memiliki ajaran yang menyangkut berbagai aspek

kehidupan manusia dimanapun dan kapanpun. Dengan kata lain, ajaran Islam

sesuai dan cocok untuk segala waktu dan tempat. Secara umum, ajaran-ajaran

22
Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta, Lkis, 2005, hlm. 17
23
http://idci.dikti.go.id/pdf/JURNAL/KARSA Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman.
Diakses pada 10 Februari 2020
86

Islam yang bersumberkan al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad saw. Dapat

dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu aqidah, syariah, dan akhlak. Aqidah

menyangkut ajaran-ajaran tentang keyakinan atau keimanan, syariah

menyangkut ajaran-ajaran tentang hukum-hukum yang terkait dengan

perbuatan orang mukallaf atau orang Islam yang sudah dewasa, dan akhlak

menyangkut ajaranajaran tentang budi pekerti yang luhur atau akhlak mulia.

Maka dapat dijelaskan disini bahwa masalah tradisi sangat terkait dengan

ajaran-ajaran Islam, terutama dalam bidang aqidah.24

Menyinggung masalah adat sebagai unsur kebudayaan, Islam tidak

bersikap menjadikannya sebagai sasaran yang harus dihilangkan. Apa yang

dilakukan oleh Islam hanyalah membersihkannya dari hal-hal yang

bertentangan dari tauhid dan akal sehatnya. Dan mengenai adat, dapat

dikembangkan, namun hal-hal yang bertentangan dengan tauhid dan akal

sehat tidak boleh dibiarkan. 25

Sebagaimana Islam datang untuk mengatur dan membimbing

masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan

demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah

dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam

menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang

tidak bermanfaat dan membawa madharat di dalam kehidupannya, sehingga

Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang

24
http://eprints.uny.ac.id/3768/1/5/-tradisi-dan-Budaya-masyarakat- Jawa-dalam-
perspektif-Islam.pdf di akses pada tanggal 10 Februari 2020
25
Nouruzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram Peradaban Muslim, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
1987, hlm. 288
87

dimasyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta

mempertinggi derajat kemanusiaan. Sebagaimana metode Dakwah Walisongo

yang memperlakukan tradisi dan budaya local dengan hotmat dan meluruskan

berbagai kekeliruannya dengan cara yang arif dan bijaksana. Metode yang

digunakan oleh Walisongo dalam berdakwah pertama-tama, Walisongo

belajar bahasa local, memperhatikan kebudayaan dan adat, serta kesenangan

dan kebutuhan masyarakat. Lalu berusaha menarik simpati mereka. Karena

masyarakat Jawa sangat menyukai kesenian, maka walisongo menarik

perhatian dengan kesenian, di antaranya dengan menciptakan

tembangtembang keislaman berbahasa Jawa, gamelan dan pertunjukan

wayang dengan lakon Islami. Setelah penduduk tertarik, mereka diajak

membaca syahadat, diajari wudhu, shalat dan sebagainya. 26

Semua sepakat bahwa dakwah yang dilakukan oleh para wali dengan

mempertimbangkan aspek kebijaksanaan hidup. Tidak mengherankan apabila

syiar dakwahnya mudah diterima dan dipahami. Dan tetap ada hikmah yang

bisa dipetik bahwa Islamisasi di pulau Jawa yang dilakukan oleh para wali

selalu berdasarkan dengan pertimbangan kebijaksanaan. 27 Prinsip semacam

ini sejalan dengan jiwa dari UUD 45 yang dalam penjelasan 32 disebutkan:

“Usaha kebudayaan harus menuju kea rah kemujan adab, budaya dan

persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing

26
Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga Penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa Berbasis
Kultural, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 25
27
Ibid., hlm. 33
88

yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa

sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”.

Melihat prosesi dan keyakinan diatas maka dapat penulis simpulkan

bahwa menurut para ulama melarang jenis ritual seperti ini, karena tidak ada

syariat yang mendasarinya. Tujuannya tak lain untuk membendung rusaknya

agama dari munculnya bid’ah yang jelas-jelas dilarang agama. Karena

bagaimanapun, Islam telah disempurnakan bagi umat manusia sebagai jalan

yang lurus menuju ridho Allah Ta’ala.

Harapan yang terkandung dalam prosesi Midodareni di Desa Bero Jaya

Timur ditinjau dari aqidah Islam tradisi Midodareni ini bahwa syarat dengan

keyakinan-keyakinan yang mengarah pada terbentuknya penyandaran diri

selain kepada Allah. Ini dapat dilihat dari ritual-ritual dalam pelaksanaannya,

seperti proses ritual sesajean ayam ingkung untuk penghormatan dan

menghilangkan kejahatan hingga simbol tuwuhan, cok bakal dan ritual

melempar dua batang pisang ke atas atap rumah. Keyakinan-keyakinan ini

jelas tidak berdasarkan aqidah Islam, sehingga mampu menyeret pelakunya

pada lembah syirik yang jelas-jelas dibenci oleh Allah Ta’ala.

Perbuatan syirik merupakan perbuatan yang sangat halus, maksudnya

ketika manusia tidak berhatihati dalam segala perbuatan, maka ia tergelincir

di dalamnya, dan itu akan menimbulkan bahaya bagi dirinya.

Aqidah Islam mengajarkan, bahwa manusia hanya boleh meminta

pertolongan kepada Allah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT. Dalam

al-Qur’an surat al-fatihah ayat 5 sebagai berikut:


89

﴾۵﴿ َُ‫اِيَّاكَ ن ْعبُ َدُ واِيَّاكَ نسْت ِعيْن‬


Artinya: ‟Hanya Engkaulah yang kami sembah dan Hanya kepada

Engkaulah kami meminta pertolongan" (QS. Al-fatihah : 5 ).28

Ada beberapa bahaya yang disebabkan oleh syirik antara lain sebagai

berikut :29

a. Menyuburkan Khurafat

Masalah ini timbul karena manusia mempercayai, bahwa dari kalangan

makhluk yang bisa memberi manfaat dan madlarat. Keyakinan seperti ini

akan menimbulkan khurafat dan lahirlah cinta-cinta palsu yang tidak

masuk akal.

b. Mengakibatkan Ketuhanan Manusia

Masalah ini timbul karena manusia beribadah selain kapada Allah, yaitu

sesama makhluk yang menjadikanya ma’bud (yang disembah dan ditaati)

padahal dia tidak bisa memberi manfaat dan mudlarat. Dia hanya sesama

makhluk yang tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun.

c. Menimbulkan Rasa Takut

Orang yang melakukan perbuatan syirik kepada Allah, tidak percaya

kepada Allah, maka hidupnya terombang ambing diantar keragu-raguan

dan khurafat. Ia takut tentang hidupnya, rizkinya serta segala sesuatunya. 30

d. Mengakibatkan Manusia Masuk Neraka.

28
Ibid.., hlm. 6
29
Muhammad Abdurrahman, al-Khumayyiz: Syirik dan Sebabnya, Jakarta, Gema Insani
Press, 1999, hlm. 14
30
Ibid., hlm. 15
90

Meski begitu, terdapat pula beberapa ulama yang memandang bahwa tidak

semua bentuk aktivitas budaya masyarakat itu harus ditinggalkan, selama

tidak mengandung unsur syirik, dosa, mudharat dan bertentangan dengan

agama. Sehingga, jika pelaksanaan tingkeban ini mampu menghindari

unsur-unsur diatas, maka hal itu tidak dilarang.

Dengan demikian aqidah Islam tidak melarang umat Islam untuk

mengerjakan adat istiadat ataupun ritual, sejauh hal itu tidak bertentangan

dengan nilai-nilai atau jiwa tauhid dan moralitas aqidah Islam, yang pada

dasarnya juga berpangkal pada tauhid, sebaliknya adat istiadat atau ritual

bid’ah dan khurafat dilarang dan harus dilenyapkan. Karena hal ini sangat

membahayakan keimanan seseorang.

Anda mungkin juga menyukai