Anda di halaman 1dari 11

PERNIKAHAN SUKU BUGIS

rosesi pernikahan adat adalah suatu hal yang sakral, setiap tahapan dan ritual yang dijalani
mengandung makna dan doa yang berbeda. Di dalam adat suku Bugis, upacara pernikahan terdiri
dari tahapan-tahapan berikut:

1. Mappasau Botting & Cemme Passih

Setelah menyebarkan undangan pernikahan, mappasau botting, yang berarti merawat pengantin,
adalah ritual awal dalam upacara pernikahan. Acara ini berlangsung selama tiga hari berturut-
turut sebelum hari H. Selama tiga hari tersebut pengantin menjalani perawatan tradisional seperti
mandi uap dan menggunakan bedak hitam dari campuran beras ketan, asam jawa dan jeruk
nipis. Cemme Passih sendiri merupakan mandi tolak balak yang dilakukan untuk meminta
perlindungan Tuhan dari bahaya. Upacara ini umumnya dilakukan pada pagi hari, sehari sebelum
hari H.

2. Mappanre Temme

Karena mayoritas suku Bugis memeluk agama Islam, pada sore hari sehari sebelum hari
pernikahan, diadakan acara mappanre temme atau khatam Al-Quran dan pembacaan barzanji
yang dipimpin oleh seorang imam.
3. Mappacci / Tudammpenni

Malam menjelang pernikahan, calon pengantin melakukan kegiatan mappaci /tudammpenni.


Proses ini bertujuan untuk membersihkan dan mensucikan kedua pengantin dari hal-hal yang
tidak baik. Dimulai dengan penjemputan kedua mempelai, yang kemudian duduk di pelaminan,
setelah itu di depan mereka disusun perlengkapan-perlengkapan berikut; sebuah bantal sebagai
simbol penghormatan, tujuh sarung sutera sebagai simbol harga diri, selembar pucuk daun pisang
sebagai simbol kehidupan yang berkesinambungan, tujuh sampai sembilan daun nangka sebagai
simbol harapan, sepiring wenno (padi yang sangrai) sebagai simbol perkembangan baik,
sebatang lilin yang menyala sebagai simbol penerangan, daun pacar halus sebagai simbol
kebersihan dan bekkeng (tempat logam untuk daun pacci) sebagai simbol persatuan pengantin.
Setelah perlengkapan-perlengkapan tersebut ditaruh, satu persatu kerabat dan tamu akan
mengusapkan pacci ke telapak tangan pengantin.

4. Mappenre Botting

Mappenre botting berarti mengantar mempelai pria ke rumah mempelai wanita. Mempelai pria
diantar oleh iring-iringan tanpa kehadiran orang tuanya. Iring-iringan tersebut biasanya terdiri
dari indo botting (inang pengantin) dan passepi (pendamping mempelai).

5. Madduppa Botting

Setelah mappenre botting, dilakukan madduppa botting atau penyambutan kedatangan mempelai
pria. Penyambutan ini biasanya dilakukan oleh dua orang penyambut (satu remaja wanita dan
satu remaja pria), dua orang pakkusu-kusu (wanita yang sudah menikah), dua orang pallipa
sabbe (orang tua pria dan wanita setengah baya sebagai wakil orang tua mempelai wanita) dan
seorang wanita penebar wenno.

6. Mappasikarawa / Mappasiluka

Setelah akad nikah, mempelai pria dituntun menuju kamar mempelai wanita untuk melakukan
sentuhan pertama. Bagi suku Bugis, sentuhan pertama mempelai pria memegang peran penting
dalam keberhasilan kehidupan rumah tangga pengantin.

7. Marola / Mapparola

Pada tahapan ini, mempelai wanita melakukan kunjungan balasan ke rumah mempelai pria.
Bersama dengan iring-iringannnya, pengantin wanita membawa sarung tenun sebagai hadiah
pernikahan untuk keluarga suami.
8. Mallukka Botting

Dalam prosesi ini, kedua pengantin menanggalkan busana pengantin mereka. Setelah itu
pengantin pria umumnya mengenakan celana panjang hitam, kemeja panjang putih dan kopiah,
sementara pengantin wanita menggunakan rok atau celana panjang, kebaya dan kerudung.
Kemudian pengantin pria dililitkan tubuhnya dnegan tujuh lembar kain sutera yang kemudian
dilepas satu persatu.

9. Ziarah

Sehari setelah hari pernikahan berlangsun, kedua pengantin, bersama dengan keluarga pengantin
wanita melakukan ziarah ke makam leluhur. Ziarah ini merupakan bentuk penghotmatan dan
syukur atas penikahan yang telah berlangsung lancar.

10. Massita Beseng

Sebagai penutup rangkaian acara pernikahan, kedua keluarga pengantin bertemu di rumah
pengantin wanita. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun tali silaturahmi antara kedua
keluarga
TAHAPAN ADAT PERNIKAHAN JAWA

Siraman: Membersihkan diri menjelang "acara" besar.

thebridedept.com
Sebelum memulai upacara pernikahan, pengantin melakukan siraman dari kata siram (mandi).
Hal ini dimaksudkan untuk membersihkan diri kedua pengantin sebelum menjalankan upacara
yang sakral. Ada tujuh orang yang akan menyiramkan air kepada calon pengantin. Tujuh di sini
dalam Bahasa Jawa adalah "pitu" yaitu pitulungan (pertolongan) kepada calon pengantin.

2. Midodareni: Simbol malam yang baik untuk bersilaturahmi.

bondanphotoworks.com
Silaturahmi antara kedua keluarga besar yaitu keluarga mempelai pria berkunjung ke rumah
mempelai wanita. Malam Midodareni diadakan semalam sebelum upacara pernikahan dimulai
keesokan harinya. Malam Midodareni dianggap sebagai malam yang baik yang dimaknai sebagai
turunnya para bidadari.
3. Injak Telur: Dimaknai harapan dan lambang kesetiaan.

noviarimuko.com
Telur dimaknai sebagai harapan agar pengantin memiliki keturunan yang merupakan tanda cinta
kasih berdua. Setelah menginjak telur, pengantin wanita akan membasuh kaki pengantin pria
yang merupakan lambang kesetiaan seorang istri pada suaminya.

4. Sikepan Sindur: Tali kasih yang erat dan tak terpisahkan.

kotakimaji.com
Sikepan Sindur dilakukan setelah injak telur yaitu membentangkan kain atau sindur kepada
kedua mempelai oleh ibu untuk kemudian berjalan menuju ke pelaminan. Bagian ini
melambangkan harapan dari orang tua agar kedua mempelai selalu erat karena telah
dipersatukan. Ayah akan menuntun kedua mempelai dengan berjalan memegang sindur tersebut

.
5. Pangkuan: Berbagi kasih yang adil.

ediphotografi.blogspot.sg
Kedua mempelai duduk di pangkuan sang ayah mempelai wanita. Pengantin wanita duduk di
sebelah paha kiri ayah dan laki-laki disebelah kanan paha ayah. Bagian upacara ini menunjukkan
bahwa kelak kedua mempelai akan memiliki keturunan dan diharapkan dapat berbagi kasih
sayang yang adil seperti sang ayah. Bagian ini juga bermakna menimbang yang dimaksud tidak
ada perbedaan kasih sayang untuk anak dan menantu.

6.Kacar Kucur: Lambang dari kesejahteraan dalam rumah tangga.

Mempelai pria akan mengucurkan sebuah kantong yang diisi dengan biji-bijian, uang receh dan
beras kuning ke pangkuan wanita. Hal ini bermakna bahwa tugas suami adalah mencari nafkah
dan istri yang mengelolanya. Bagian ini merupakan lambang dari kesejahteraan dalam rumah
tangga.
7. Dulang-dulangan: Saling menolong dan rukun.

lukihermanto.com
Adapula bagian prosesi yang disebut dengan Dahar Klimah atau dulang-dulangan (suap-
menyuapi). Kedua mempelai akan saling menyuapi sebanyak tiga kali dan acara ini mempunyai
harapan agar kedua mempelai selalu rukun dan saling tolong menolong dalam menempuh hidup
baru sebagai keluarga.

8. Sungkeman: Bakti pada orangtua atau sesepuh.

andimuhiqbalinfo16.blogspot.sg
Sungkeman merupakan bukti atau bentuk dari penghormatan kepada orang tua dan sesepuh.
Sungkeman dilakukan kepada orang tua dan diteruskan kepada sesepuh yang lainnya. Prosesi ini
merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh kedua pengantin untuk mendapatkan restu dari
orang tua untuk menjalani kehidupan yang baru bersama pasangan.
9. Janur kuning: Harapan mendapatkan cahaya yang baik.

dillamaulina.blogspot.sg
Pasti kita sering mendengar janur kuning yaa. Dimana janur kuning merupakan gerbang untuk
memasuki resepsi pernikahan. Janur "Jalarane Nur" yang maknanya agar pernikahan tersebut
mendapatkan cahaya atau pencerahan untuk rumah tangga yang baru. Janur Kuning juga
dimaksudkan untuk menandai adanya acara dan menyingkirkan hal-hal yang tidak diinginkan
terjadi.

10. Kembar mayang: Makna akan setiap harapan baik untuk rumah tangga
nanti.

weddingku.com
Rangkaian janur, daun dan ornamen-ornamen lainnya dan memiliki makna-makna yang berbeda.
Terdapat ornamen janur yang dibentuk keris bermakna pengantin harus pandai dan berhati-hati
serta bijaksana dalam menjalani kehidupan. Terdapat juga ornamen burung yang melambangkan
motivasi yang tinggi dalam menjalani hidup.
11. Tarub: Kemakmuran dan harapan.

undanganpro.wordpress.com
Tanda untuk menunjukkan bahwa keluarga sedang mengadakan acara dan keluarga yang
memiliki hajatan tersebut akan memiliki hak-haknya. Biasanya, keluarga tersebut akan diberikan
jalan, tarub berisi berbagai macam tumbuhan yang masing-masing memiliki makna. Tarub
sendiri mempunyai lambang kemakmuran dan harapan bagi keluarga baru.

Sekarang kalian sudah mengerti beberapa makna yang ada di balik prosesi pernikahan dan hiasan
pada acara pernikahan. Meski mungkin terkesan "ribet" tapi maknanya dalam lho
ADAT PERNIKAHAN SUKU TOLAKI

SUKU TOLAKI—Tolaki adalah salah satu suku yang mendiami daratan Sulawesi Tenggara
(Sultra). Layaknya suku pada umumnya yang mempunyai hukum adat, Tolaki juga demikian, tak
terkecuali aturan yang mengatur masalah pernikahan.

Dijelaskan oleh salah satu Pengurus Lembaga Adat Tolaki (LAT) Sultra, Ajmain Suluambo,
yang ditemui di kediamannya, Kelurahan Meluhu, Kecamatan Meluhu, Kabupaten Konawe,
Sabtu (17/2/2018), ada tahap yang harus dilalui oleh pria yang hendak menikahi wanita bersuku
Tolaki.

Pertama, orang tua laki-laki harus datang ke rumah perempuan untuk bertemu orang tua
perempuan, atau walinya. Dalam pertemuan tersebut, hanya silaturahmi biasa agar orang tua
kedua pihak saling mengenal. Tahap ini disebut dalam bahasa Tolaki yaitu “mombemanu-manu”
dalam pengertian bahasa Indonesianya bermain ayam-ayaman atau biasa disebut juga “me’olo
laika” yaitu bermain ke rumah orang.

Setelah pulang dari pertemuan tersebut, maksimal tiga hari kemudian, pihak orang tua laki-laki
kembali mendatangi kediaman perempuan dan membicarakan hal yang lebih mendalam lagi
tentang pernikahan. Sebelum pulang, orang tua pria meninggalkan perhiasan emas, baik berupa
kalung atau cincin.

Perhiasan tersebut merupakan pemberitahuan kepada pihak perempuan, bahwa orang tua pria
tersebut punya niat menyatukan keluarga lewat pernikahan. Tahap ini dinamakan “monggolupe
wonua mbo’ombia” dalam bahasa Indonesianya adalah wadah rokok. Jika pihak wanita tidak
setuju dengan ajakan orang tua laki-laki, maka perhiasan tersebut dikembalikan kepada pihak
laki-laki, maksimal tiga hari kemudian. Tetapi jika disetujui, maka kedua belah pihak
menentukan hari untuk lanjut ke tahap berikutnya yaitu “monduutudu”.

Monduutudu menjadi tahapan awal setelah ada kata sepakat dari kedua wali calon mempelai.
Pihak keluarga laki-laki bersama dengan juru bicara adat yang disebut “tolea” berkunjung ke
rumah perempuan dengan membawa simbol adat Tolaki yang sangat sakral yaitu “Kalosara”.
Pihak perempuan kemudian menjamu dengan menghadirkan “pabitara” atau pembicara.
Kemudian dengan kalosara tersebut, tolea menyampaikan kata-kata lamarannya dengan gaya
bahasa pantun dan dibalas juga oleh pabitara. Pembicaraan ini membahas tentang sejumlah harta
yang akan dibebankan kepada pihak laki-laki untuk melamar perempuan tersebut.

Tahap berikutnya adalah “meloso’ako” yang waktunya juga disepakati setelah pelaksanaan
monduutudu. Dalam tahapan ini, dibahas mengenai mas kawin, waktu dan tempat
penyelenggaraan upacara nikah.

Berikutnya adalah “mondongo niwule” atau peminangan. Pihak laki-laki membawa sejumlah
sirih, pinang dan biaya upacara pernikahan yang sebelumnya telah disepakati dalam tahap
meloso’ako. Dalam tahap ini juga, pihak laki-laki memberikan bingkisan kepada calon mempelai
wanita. Biasanya dalam bentuk kosmetik yang disebut “pombesawuki”.

Dan yang terakhir yaitu “mowindahako” yaitu serangkaian kegiatan pernikahan, termasuk di
dalamnya “momboko tudu o’sara” atau penyelesaian adat. Upacara adat pernikahan dipimpin
oleh tolea dan pabitara, demikian Ajmain Suluambo menjelaskan

Anda mungkin juga menyukai