Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Budaya Jawa yang sering kita saksikan adalah budaya Jawa yang dipadukan dengan konteks keagamaan.
Namun banyak masyarakat Jawa sendiri yang kurang menyadarinya. Budaya Slametan contohnya,
banyak masyarakat Jawa yang mengetahuinya bahkan melakukannya, namun banyak dari mereka yang
kurang memahami makna dalam budaya tersebut. Sehingga banyak terjadi konflik diantara kaum
muslim sendiri.

Tata upacara adat suatu acara (Jawa) memiliki istilah yang sangat khas
yaitu Slametan.Slametan merupakan ciri-ciri masyarakat abangan dalam kepercayaan dan
amal serta melakukan penyembahan-penyembahan roh halus atau terhadap nenek moyang.

Slametan  diyakini sebagai sarana spiritual yang mampu mengatasi krisis yang melanda serta bisa
mendatangkan berkah bagi mereka. Adapun obyek yang dijadikan sarana pemujaan dalam slametan
adalah ruh nenek moyang yang dianggap memiliki kekuatan magis. Disamping itu, slametan juga sebagai
sarana mengagungkan, menghormati, dan memperingati ruh laluhur yaitu para nenek moyang[1].

Secara kodrati, manusia diciptakan berpasang-pasangan (Q.S. Ar-Ruum : 21) dengan harapkan mampu
hidup berdampingan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Dari sini tampak bahwa sampai kapan pun,
manusia tidak mampu hidup seorang diri, tanpa bantuan dan kehadiran orang lain.

Perkawinan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu perkawinan dibuat
dengan  tata upacara adat dari daerah masing-masing agar tercipta suasana yang khusus dan spesial.

Slametan  tidak hanya diadakan pada waktu upacara perkawinan, akan tetapi masih banyak acara-acara
yang diadakan masyarakat jawa yang menggunakan sistem slametan.

Dalam tata cara khitan Zaman dulu, ada yang dinamakan tetesan, yaitu memotong sebagian klitoris
organ kelamin anak perempuan, pada saat dia berumur 8 tahun (1 windu). Lalu, berubah, yang diiris
hanya kunyit. Sekarang, tampaknya tradisi ini sudah hilang sama sekali.

Jika tetesan dilakukan pada anak perempuan, maka khitanan (sunatan ) dilakukan pada anak laki-laki.
Umur anak yang dikhitan bervariasi, ada orang tua yang mengkhitan anak lelakinya pada umur  4 tahun,
ada juga yang menyerahkan kepada anaknya kapan mau dikhitan.

Ada yang menterjemahkan kata ‘khitanan’ menjadi ‘meng-islam-kan’. Sebenarnya, tradisi khitan bukan
hanya ada pada orang Islam, orang Yahudi juga melakukan tradisi ini. Khitanan adalah memotong kulup
(praeputium ) yang ada di ujung alat kelamin anak laki-laki. Khitanan ini baik bagi kesehatan karena alat
kelamin menjadi selalu bersih.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Siklus Slametan dalam Perkawinan


2.      siklus slametan dalam khitanan

PEMBAHASAN

A.   SIKLUS SLAMETAN DALAM PERKAWINAN

Pernikahan adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk menghalalkan
semua perbuatan yang berhubungan dengan kehidupan suami-istri guna membentuk suatu keluarga
dan meneruskan garis keturunan.

Guna melakukan prosesi pernikahan, orang Jawa selalu mencari hari baik maka perlu dimintakan
pertimbangan dari ahli penghitungan hari baik berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah ditemukan
hari baik, maka sebulan sebelum akad nikah, secara fisik calon pengantin perempuan disiapkan untuk
menjalani hidup pernikahan, dengan cara diurut perutnya dan diberi jamu oleh ahlinya. Hal ini dikenal
dengan istilah diulik, yaitu pengurutan perut untuk menempatkan rahim dalam posisi yang tepat agar
dalam persetubuhan pertama memperoleh keturunan, dan minum jamu Jawa agar tubuh ideal dan
singset.

Sebelum pernikahan dilakukan, ada beberapa prosesi yang harus dilakukan, baik oleh pihak laki-laki
maupun perempuan. Menurut Sumarsono (2007), Tata upacara pernikahan adat Jawa adalah sebagai
berikut :

1.      Pembicaraan

Yaitu tahap pembicaraan antara pihak yang akan punya hajat mantu (keluarga pengantin perempuan)
dengan pihak calon besan (keluarga pengantin pria), mulai dari pembicaraan pertama sampai tingkat
melamar dan menentukan hari penentuan (gethok dina).

2.      Kesaksian

Babak ini merupakan peneguhan pembicaaan yang disaksikan oleh pihak ketiga, yaitu warga kerabat dan
atau para sesepuh di kanan-kiri tempat tinggalnya, melalui acara-acara sebagai berikut :

1. Srah-srahan
Yaitu menyerahkan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan pelaksanaan acara sampai
hajat berakhir. Untuk itu diadakan simbol-simbol barang-barang yang mempunyai arti dan makna
khusus, berupa cincin, seperangkat busana putri, makanan tradisional, buah-buahan, daun sirih dan
uang.

2. Peningsetan

Lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan yang ditandai dengan tukar
cincin antara kedua calon pengantin.

3. Asok tukon

Hakikatnya adalah penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keuangan
kepada keluarga pengantin putri.

4. Gethok dina

Menetapkan kepastian hari untuk ijab qobul dan resepsi. Untuk mencari hari, tanggal, bulan, biasanya
dimintakan saran kepada orang yang ahli dalam perhitungan Jawa.

3.      Siaga

Pada tahap ini, biasanya yang akan punya hajat mengundang para sesepuh dan sanak saudara untuk
membentuk panitia guna melaksanakan kegiatan acara-acara pada waktu sebelum, bertepatan, dan
sesudah hajatan.

1.      Sedhahan

Yaitu cara mulai merakit sampai membagi undangan.

2.      Kumbakarnan

Pertemuan membentuk panitia hajatan mantu  (perkawinan).

3.      Jenggolan atau Jonggolan

Saatnya calon pengantin sekalian melapor ke KUA (tempat domisili calon pengantin putri). Tata cara ini
sering disebut tandhakan  atau tandhan, artinya memberi tanda di Kantor Pencatatan Sipil akan ada
hajatan mantu, dengan cara ijab.

4.      Rangkaian Upacara

Tahap ini bertujuan untuk menciptakan nuansa bahwa hajatan mantu sudah tiba. Ada beberapa acara
dalam tahap ini, yaitu :

1.      Pasang tratag  dan  tarub


Pemasangan tratag yang dilanjutnya dengan pasang tarub digunakan sebagai tanda resmi bahwa akan
ada hajatan mantu dirumah yang bersangkutan. Tarub dibuat menjelang acara inti. Adapun ciri khas
tarub adalah dominasi hiasan daun kelapa muda (janur), hiasan warna-warni, dan kadang disertai
dengan ubarampe berupa nasi uduk (nasi gurih), nasi asahan, nasi golong, kolak ketan dan apem.

2.      Kembar mayang

Berasal dari kata kembar artinya sama dan mayang artinya bunga pohon jambe atau sering disebut
Sekar Kalpataru Dewandaru, lambang kebahagiaan dan keselamatan. Jikapawiwahan telah
selesai, kembar mayang dilabuh atau dibuang di perempatan jalan, sungai atau laut dengan maksud
agar pengantin selalu ingat asal muasal hidup ini yaitu dari bapak dan ibu sebagai perantara Tuhan Yang
Maha Kuasa.

3.      Pasang tuwuhan (pasren)

Tuwuhan dipasang di pintu masuk menuju tempat duduk pengantin. Tuwuhan biasanya berupa tumbuh-
tumbuhan yang masing-masing mempunyai makna :

a.    Janur

Harapannya agar pengantin memperoleh nur atau cahaya terang dari Yang Maha Kuasa.

b. Daun kluwih

Semoga hajatan tidak kekurangan sesuatu, jika mungkin malah dapat lebih (luwih) dari yang
diperhitungkan.

c. Daun beringin dan ranting-rantingnya

Diambil dari kata “ingin”, artinya harapan, cita-cita atau keinginan yang didambakan mudah-
mudahan selalu terlaksana.

d. Daun dadap serep

Berasal dari suku kata rep artinya dingin, sejuk, teduh, damai, tenang tidak ada gangguan apa pun.

e. Seuntai padi (pari sewuli)

Melambangkan semakin berisi semakin merunduk. Diharapkan semakin berbobot dan berlebih
hidupnya, semakin ringan kaki dan tangannya, dan selalu siap membantu sesama yang kekurangan.

f. Cengkir gadhing

Air kelapa muda (banyu degan), adalah air suci bersih, dengan lambang ini diharapkan cinta mereka
tetap suci sampai akhir hayat.

g. Setundhun gedang raja suluhan (setandan pisang raja)


Semoga kelak mempunyai sifat seperti raja hambeg para marta, mengutamakan kepentingan umum
daripada kepentingan pribadi.

h. Tebu wulung watangan (batang tebu hitam)

Kemantapan hati (anteping kalbu), jika sudah mantap menentukan pilihan sebagai suami atau istri, tidak
tengok kanan-kiri lagi.

i. Kembang lan woh kapas (bunga dan buah kapas)

Harapannya agar kedua pengantin kelak tidak kekurangan sandang, pangan, dan papan. Selalu pas,
tetapi tidak pas-pasan.

j. Kembang setaman dibokor (bunga setaman yang ditanam di air dalam bokor)

Harapannya agar kehidupan kedua pengantin selalu cerah ibarat bunga di taman.

4. Siraman

Ubarampe yang harus disiapkan berupa air bunga setaman, yaitu air yang diambil dari tujuh sumber
mata air yang ditaburi bunga setaman yang terdiri dari mawar, melati dan kenanga.

5. Adol dhawet

Upacara ini dilaksanakan setelah siraman. Penjualnya adalah ibu calon pengantin putri yang dipayungi
oleh bapak. Pembelinya adalah para tamu dengan uang pecahan genting (kreweng). Upacara ini
mengandung harapan agar nanti pada saat upacara panggih dan resepsi, banyak tamu dan rezeki yang
datang.

6. Midodareni

Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yaitu malam melepas masa lajang bagi kedua calon
pengantin. Acara ini dilakukan di rumah calon pengantin perempuan. Dalam acara ini ada
acara nyantrik untuk memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir dalam akad nikah dan sebagai
bukti bahwa keluarga calon pengantin perempuan benar-benar siap melakukan prosesi pernikahan di
hari berikutnya. Midodareni berasal dari kata widodareni(bidadari), lalu menjadi midodareni yang
berarti membuat keadaan calon pengantin seperti bidadari. Dalam dunia pewayangan, kecantikan dan
ketampanan calon pengantin diibaratkan seperti Dewi Kumaratih dan Dewa Kumajaya.

5.      Puncak Acara

1. Ijab qobul

Peristiwa penting dalam hajatan mantu adalah ijab qobul dimana sepasang calon pengantin bersumpah


di hadapan naib yang disaksikan wali, pinisepuh dan orang tua kedua belah pihak serta beberapa tamu
undangan. Saat akad nikah, ibu dari kedua pihak, tidak memakai subang atau giwang guna
memperlihatkan keprihatinan mereka sehubungan dengan peristiwa menikahkan atau ngentasake  anak.
2. Upacara panggih

Adapun tata urutan upacara panggih adalah sebagai berikut :

a. Liron kembar mayang

Saling tukar kembar mayang antar pengantin, bermakna menyatukan cipta, rasa dan karsa untuk
mersama-sama mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan.

b. Gantal

Daun sirih digulung kecil diikat benang putih yang saling dilempar oleh masing-masing pengantin,
dengan harapan semoga semua godaan akan hilang terkena lemparan itu.

c. Ngidak endhog

Pengantin putra menginjak telur ayam sampai pecah sebagai simbol seksual kedua pengantin sudah
pecah pamornya.

d. Pengantin putri mencuci kaki pengantin putra

Mencuci dengan air bunga setaman dengan makna semoga benih yang diturunkan bersih dari segala
perbuatan yang kotor.

e. Minum air degan

Air ini dianggap sebagai lambang air hidup, air suci, air mani (manikem).

f. Di-kepyok dengan bunga warna-warni

Mengandung harapan mudah-mudahan keluarga yang akan mereka bina dapat berkembang segala-
galanya dan bahagia lahir batin.

g. Masuk ke pasangan

Bermakna pengantin yang telah menjadi pasangan hidup siap berkarya melaksanakan kewajiban.

h. Sindur

Sindur atau isin mundur, artinya pantang menyerah atau pantang mundur. Maksudnya pengantin siap
menghadapi tantangan hidup dengan semangat berani karena benar.

Setelah melalui tahap panggih, pengantin diantar duduk di sasana riengga, di sana dilangsungkan tata
upacara adat Jawa, yaitu :

i. Timbangan
Bapak pengantin putri duduk diantara pasangan pengantin, kaki kanan diduduki pengantin putra, kaki
kiri diduduki pengantin putri. Dialog singkat antara Bapak dan Ibu pengantin putri berisi pernyataan
bahwa masing-masing pengantin sudah seimbang.

j. Kacar-kucur

Pengantin putra mengucurkan penghasilan kepada pengantin putri berupa uang receh beserta
kelengkapannya. Mengandung arti pengantin pria akan bertanggung jawab memberi nafkah kepada
keluarganya.

k. Dulangan

Antara pengantin putra dan putri saling menyuapi. Hal ini mengandung kiasan laku memadu kasih
diantara keduanya (simbol seksual). Dalam upacara dulangan ada maknatutur adilinuwih (seribu nasihat
yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng.

3. Sungkeman

Sungkeman adalah ungkapan bakti kepada orang tua, serta mohon doa restu. Caranya, berjongkok
dengan sikap seperti orang menyembah, menyentuh lutut orang tua pengantin perempuan, mulai dari
pengantin putri diikuti pengantin putra, baru kemudian kepada bapak dan ibu pengantin putra.

Itu adalah bagian dari ritual-ritual yang dilakukan kaum abangan dalam slametanpernikahan. Ritual-
ritual itu masih banyak kita jumpai di sekitar masyarakat tak terkecuali umat islam di jawa. Biasanya
orang Jawa menyebutnya dengan nduwe gawe,  atau “punya kerja”.

Dalam masa modern seperti saat ini tata upacara pernikahan sudah tidak seperti apa yang ada dalam
tata upacara adat yang semestinya. Banyak masyarakat yang mengadakan acara pernikahan dengan
sederhana yang penting saudara dan tetangga tahu bahwa ada yang sudah menikah. Upacara resepsi
pernikahan juga tidak serumit upacara adat yang semestinya, mereka hanya berfikir yang penting ada
resepsi atau pesta pernikahan.

Dalam hal slametan perkawinan di mojokuto dalam uraian geertz  tampak teradisi kaum abangan yang
tersentuh agama islam. Salah satu contoh adalah saat seorang dukun manten (atau sekarang sering
disebut dengan pemaes) menuntun dalam acara kacar-kucur Ia membaca mantra:

Dengan nama Allah, yang Pengasih dan Penyayang

Saya berniat menyatukan kedua mempelai ini

Saya tidak pisahkan mereka dari kemakmuran, saya pisahkan mereka dari penyakit

Uang lama, padi lama, biji lama dan kedela lama

Kakek moyang mengatakan bahwa tak ada sesuatu yang menimpa,

Nenek moyang mengatakan tidak ada sesuatu yang menimpa,


Kakek roh pelindung, kau menyaksikan bahwa saya menjadikan kedua mempelai ini satu

Semoga mereka bisa saling menyesuaikan diri,

Semoga dua tubuh yang terpisah ini bisa saling mengerti!

Moyang laki-laki mengatakan bahwa tak ada satupun yang menimpa,

Kemana pun kalian pergi, semoga kalian selamat (slamet),

Selamat atas kehendak Allah[2]

Inilah fakta sosial, dikatakan mereka islam tapi mereka masih melakukan beberapa tatacara agama
terdahulu, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, agama islam di derah pedalaman atau pesisiran
terbentuk menjadi agama Islam Kejawen yang bersifat sinkretis. Menurut Simuh (1988:1-2), penganut
paham sinkretisme menganggap bahwa semua agama adalah baik dan benar, dan mereka gemar
memadukan unsur-unsur dari berbagai agama dan kepercayaan yang pada dasarnya berbeda atau
bahkan berlawanan.

Jika kita melihat dari aspek ekonomi, akan terlihat banyak dana yang dikeluarkan untuk melaksanakan
upacara slametan. Mereka yang mendekati miskin semacam resepsi atau menyantap makanan harus
juga diselenggarakan. Biasanya mereka mendapatkan dana dari tabungan sendiri, akan tetapi tabungan
mereka bukanlah berupa uang tunai. Salah satu contoh bentuk tabungan mereka adalah binatang ternak
berupa sapi. Selain itu mereka meminjam dari teman-teman atau kredit dengan bunga yang mencekik.
Dan yang terakhir dana yang diterima dari pembayaran kontan dari semua yang hadir dalam pesta itu
yang disebut buwuh  lebih dikenal lagi dengan nama sumbangan.Dari aspek sosial acara  nduwe
gawe adalah sebuah contoh yang baik   untuk sebuah nilai yang disebut rukun. Diantara masyarakat akan
terjali sebuah rasa kebersamaan yang sangat bagus, saling bantu- membantu satu sama lainnya dalam
melaksanakan acara ndwe gawe.

Menurut Hilder geertz, istri Clifford geertz yang melakukan penelitian dengan suaminya di Kediri
beberapa dekade yang lalu, berkenaan dengan kehidupan masyarakat di Jawa, ada dua kaidah yang
amat menentukan dalam pola pergaulannya. Kaidah pertama mengatakan bahwa dalam situasi apapun,
seseorang hendaknya bersikap sedemikian rupa hingga tidak menimbulkan konflik. Kedua, seorang
dalam berperilaku, bicara dan tindakan apapun hendaknya dapat menunjukan sikap hormat kepada
orang lain. kaidah pertama oleh Franz Magnis disbut sebagai prinsip kerukunan, sedangkan kedua
disebut sebagai prinsip hormat.[3]

B.     SLAMETAN DALAM  KHITANAN

Upacara-upacara khitanan (sunatan) hampir sama seperti dalam tradisi perkawinan adat jawa yang
sudah ada. Tentu saja tanpa ada upacara bersanding bagi kedua mempelai. Hidangan
pada slametan  khitanan sama seperti dalam acara panggih dalam perkawinan.
Penyunatan dilakukan oleh seorang ahli yang disebut calak (bong) yang biasa merangkap sebagai tukang
cukur, jagal, atau dukun. Tapi sekarang banyak yang disunat di rumah sakit yang dikerjakan oleh seorang
perawat pria (mantri).

Sesudah acara petungan ditentukan hari baik untuk menyelenggarakan slemetanpada malam hari yang
disebut manggulan. Hal ini sama dengan slametan midodarenimenjelang perkawinan.Didalam
hidangannya ada yang terbuat dari ketan yang dilumatkan pada suatu talam besar sehingga terbentuk
sebuah piringan biskuit yang tipis. Makanan ini melambangkan keinginan bahwa orang dalam slametan
ini sudah bebas dari iri hati, benci, cemburu dan semacamnya yang tersembunyi. Disamping bubur tiga
warna  ada lagi bubur ke empat yang dibuat dari sekam beras yang ditumbuk, bubur ini disebut paru-
paru Orang Jawa, atau dipercaya bahwa kehidupan terletak pada nafas manusia yang bagaimanapun
berhubungan dengan detak jantung karena paru-paru itu dimaksudkan untuk memuliakan “roh hidup
yang ada dalam nafas orang yang akan disunat”.

Berbagai sesajen diletakan di sudut ruangan untuk mengusir roh jahat atau setan.


Sesudah slametan selesai anak laki-laki yang disunat diberi jamu hangat dan kemudian dipijat
oleh dukun pijet dan dibedaki dengan bedak kuning.

Pagi harinya ia berendam dalam bak mandi selama satu jam dan kemudian mengenakan kain  putih baru
dibawah sarungnya, dan sesudah disunat ia duduk diatas kain putih juga.  Sajen yang lain disiapkan
untuk makhluk-makhluk halus, sementara anak itu membaca syahadat untuk kemudian disunat
oleh calak. Kalau sianak pingsan, ibunya akan mengusapkan sarungnya kemuka anak itu. Apabila oprasi
telah selesai, ia akan ditidurkan di balai-balai pendek. Ibunya akan melangkahinya tiga kali, menunjukan
bahwa ia juga bebas dari perasaan tersembunyi terhadap anaknya yang bisa menghalangi proses
pertumbuhan emosi dalam meninggalkan kelekatan pada sang ibu menuju kedewasaan sebagai seorang
laki-laki.

Malam harinya dilakukan pesta dan hiburan. Sementara anak yang mungkin merasa dirinya  pucat, lesu
dan kesakitan dipaksa untuk duduk tak bergerak diatas tumpukan bantal besar hampir semalam suntuk
untuk melihat pertunjukan wayang kulit.

Khitanan dapat dilakukan oleh juru khitan, atau dukun sunat sekarang dilakukan oleh petugas medis
(dokter), dan paramedis (mantri). Di kota-kota, dijumpai ‘khitan center’. Khitanan dapat dilakukan di
rumah, di rumah sakit, klinik, atau khitan center. Bahkan, ada juga khitanan masal.  

Ada berbagai variasi upacara khitan; ada yang sekedar ke klinik, lalu pulang, selesai. Ada juga yang lebih
rumit; anaknya memakai pakaian kejawen (dari blangkon sampai nyampingan), ada acara sungkeman,
dan sebagainya. Kiranya, urutan upacara dan ramainya upacara khitanan, tergantung pada orang tua si
anak.
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Dalam adat slametan perkawinan Jawa banyak menggunakan langkah-langkah dalam menjalani acara
slametan. Langkah-langkah tersebut dibagi menjadi 5 tahap, yaitu:

1.      Pembicaraan

2.      Kesaksian

3.      Siaga

4.      Rangkaian upacara

5.      Puncak acara
Dalam adat slametan khitan Jawa hampir sama seperti slametan perkawian tetapi tidak ada sepasang
pengantin, yang ada hanya seorang anak yang dikhitan saja. Slametan dalam acara khitan berlangsung
selama 1 hari setelah si anak di khitan

DAFTAR PUSTAKA

Khalil, Ahmad.2008.Islam Jawa (Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa).Yogyakarta: UIN-Malang  press

Geertz, Cliffordz.1989.The Religion Of Java. Terjemahan Aswab Mahasia.Jakarta: Pustaka Jaya

Priyo prabowo, Dhanu & Pardi.2003.Pengaruh Islam dalam Karya-Karya R. Ng.


Ranggawarsita.Yogyakarta: Narasi Yogyakarta

R.M. Dwijo, Martono.1998.Adi Cara Temantenan.Klaten


Bagi sebagian orang, momentum berpindah atau menempati rumah baru masih dianggap sebagai saat-
saat yang sakral. Sebab, rumah menjadi salah satu dari sekian kebutuhan pokok manusia. Di dalam
rumah pula, sebuah kebahagiaan mahligai keluarga dapat dibangun.

Oleh karena itu, sebagai penanda awal sekaligus pengharapan agar diberikan keselamatan dalam
menghuni rumah, biasanya sang pemilik menggelar sebuah acara selamatan. Pada kalangan masyarakat
Jawa, hal tersebut dikenal dengan istilah slup-slupan.

Dalam beberapa literatur disebutkan, acara slup-slupan dilakukan dengan beberapa prosesi . Bagi yang
masih memegang kuat tradisi, prosesi diawali dengan mempersiapkan ubarampe.

1. Lampu Minyak

2. Tempat air (diisi air dari tempat asal)

3. Beras dan bumbu dapur

4. Tikar

5. Sapu Lidi

6. Segumpal tanah dari tempat asal.

Orang memegang sapu lidi untuk menyapu, dan satu orang lagi memegang lampu minyak dan tempat
air. Dua orang ini akan berdoa terlebih dahulu di depan rumah dan setelah berdoa, mulailah mereka
mengitari rumah dengan menyapu dan menyirami sekeliling rumah dengan air dari dalam tempatnya
tersebut.Setelah mengitari rumah salah seorang di tuakan akan pintu rumah baru yang akan di tempati,
sebanyak tujuh kali.
Prosesi tersebut sesungguhnya sarat akan makna. Semisal air disiram ke sekeliling rumah, agar rumah
menjadi ayem (nyaman) dan tentram. Sapu lidi dan kegiatan menyapu agar semua kotoran bersih, baik
dari yang fisik maupun non-fisik. Sedangkan lampu berarti agar selalu mendapat sinar terang dalam
menjalani hidup.

Anda mungkin juga menyukai