4. Etu – Flores
Etu adalah upacara pagelaran tinju adat yang dilakukan masyarakat Flores untuk menguji
kejantanan antar pemuda. Berbeda dengan tinju konvensional, sarung tinju yang dikenakan
petinju etu hanya terbuat dari anyaman ijuk. Satu tangan disarungi untuk memukul, dan satu
tangan lainnya dibiarkan tanpa sarung dan digunakan hanya untuk menangkis pukulan lawan.
5. Katiana – Poso
Katiana adalah upacara selamatan bagi wanita suku Pamona (Poso) yang baru pertama kali
hamil. Umumnya, upacara ini dilakukan saat usia kehamilan telah mencapai 7 bulan. Upacara
Katiana ini biasanya dilakukan apabila kandungan itu sudah berumur 6 atau 7 bulan.
Lamaran
Dalam tata cara perjodohan adat lama, upacara lamaran
bersifat terbuka, spekulatif, dan membutuhkan kesiapan
jiwa dari pihak si pelamar. Dalam arti, siapapun boleh
mengajukan lamaran kepada si gadis. Akan tetapi, pihak
keluarga si gadis membutuhkan waktu untuk
memberikan jawab, apakah lamaran ditolak atau
diterima. Bisa dalam beberapa hari atau berbulan-bulan.
Namun sekalipun intinya menyetujui lamaran dan menerima, pihak wanita biasanya tetap minta
waktu untuk memikirkannya. Konon ini erat kaitannya dengan harga diri keluarga. Kalau pihak
keluarga wanita dengan mudah menerima lamaran yang datang, maka mereka dianggap
menurunkan derajat anak gadis mereka di hadapan keluarga pelamar.
Dengan perjalan waktu, pertimbangan tradisi lama terkait dengan lamaran sudah banyak
bergeser. Pada zaman sekarang, sepasang calon pengantin biasanya sudah cukup lama
berpacaran dan saling mengenal sebelum memutuskan untuk menikah. Sehingga, lamaran
dimaknai lebih sebagai pertemuan resmi antara orangtua keluarga pihakpria dengan orangtua
pihak wanita, di mana juga dibicarakan kesepakatan mengenai tanggal pernikahan, pelaksanaan
pernikahan, dan sebagainya.
Dalam lamaran dan pertemuan resmi antara kedua pihak orang tua, perlu dilibatkan kehadiran
beberapa saksi. Agar, segala hal yang telah disepakati oleh kedua pihak, bisa dilaksanakan
dengan baik. Apabila pihak wanita sudah menyatakan persetujuan atas lamaran yang diajukan
pihak pria, maka disepakatilah tanda jadi atau tanda persetujuan atau paningset.
Konsep paningset ini menjadi tradisi yang mengikat kedua pihak, baik calon pengantin maupun
keluarga. Bila salah satu mengingkari kesepakatan, tentuada sanksi, baik secara adat maupun
pribadi. Umumnya, paningset diserahkan oleh pihak calon pengantin pria kepada calon
pengantin wanita. Paling lambat lima hari sebelum hajat perkawinan diselenggarakan. Namun
belakangan, dengan alasan kepraktisan, acara penyerahan atau srah-srahan paningset sering
digabungkan bersamaan dengan upacara midodareni.
Siraman
Makna dari Pesta Siraman adalah untuk
membersihkan jiwa dan raga. Pesta Siraman ini
biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum acara
pernikahan. Siraman diadakan di rumah orangtua
pengantin masing-masing. Siraman biasanya dilakukan
di kamar mandi atau di taman. Biasanya orang yang
melakukan Siraman yaitu orangtua dan keluarga dekat
atau orang yang dituakan.
Perlengkapan acara Siraman terdiri dari: Gayung Siraman (untaian padi kuning keemasan yang
menyertai gayung tersebut melambangkan merunduk dan mengayomi keluarga), Bubur Sengkolo
(memiliki arti sebagai penolak bencana sehingga semua dapat berjalan lancar), Rebusan umbi
umbian yang tumbuh dalam tanah/polo pendem (dimaknakan agar rumah tangga yang nanti akan
dibina oleh sang pengantin akan mempunyai pondasi yang kuat).
1. Bunga sritaman ditaburkan ke dalam bak air. Air yang dipakai untuk siraman dapat berupa
air dingin tetapi dapat pula diganti dengan air hangar agar sang calon pengantin tidak
kedinginan. Air tersebut dapat dimasukkan ke dalam pengaron (bejana dari tanah liat
sebagai tcmpat untuk mcnampung air). Selanjutnya dua butir kelapa yang masih ada
sabutnya diikat menjadi satu lalu dimasukkan ke dalam air tersebut.
2. Calon pengantin yang telah mengenakan busana siraman dengan alas kain dan bagian luar
memakai kain putih (mori), dengan rambut terurai, dijemput oleh orang tua dari kamar
pengantin dan dibimbing ke tempat upacara siraman. Di belakang mereka mengiringi para
pinisepuh serta petugas yang membawa baki berisi seperangkat kain yang terdiri dari
sehelai kain motif grompol, sehelai kain motif nagasari, handuk dan pedupan. Seperangkat
kain dan handuk tersebut digunakan setelah upacara siraman selesai. Setelah sampai di
tempat upacara calon pengantin dibimbing dan dipersilahkan duduk di tempat yang telah
disediakan oleh kedua orang tua.
3. Setelah diawali dengan doa menurut kepercayaan masing-masing, orang tua calon
pengantin mengawali mengguyur atau menyiram calon pengantin dengan air bersih dari
pengaron yang telah ditaburi bunga siraman dan berisi dua butir kelapa hijau yang
digandeng. Orang tua calon pengantin yang lebih dahulu mengguyur adalah ayah,
kemudian ibu. Pada saat mengguyur sebaiknya diiringi doa yang diucapkan dalam hati
Pada saat mengguyur diiringi menggosokkan konyoh manca warna dan landha merang;
kemudian diakhiri dcngan guyuran tiga kali.
4. Upacara Siraman ini diakhiri dan ditutup oleh juru paes atau bisa juga oleh sesepuh yang
ditunjuk.
Temu Manten
Upacara temu manten ini sering disebut juga dengan
upacara panggih. Panggih adalah prosesi pertemuan
secara adat Jawa antara mempelai pria dan mempelai
wanita setelah resmi menikah secara agama. Jadi upacara
panggih hanya boleh dilaksanakan setelah pernikahan
secara agama, dan tidak sebaliknya.
Beberapa ritual yang dilaksanakan dalam upacara Panggih adalah :
1. Penyerahan Sanggan
Sanggan merupakan simbolisasi atau saranan untuk menebus pengantin putri, sehingga
biasanya disebut sanggan tebusan pengantin putri. Wujud dari sanggan sendiri berupa :
satu tangkep atau dua sisir pisang raja matang pohon, sirih ayu, kembang telon (mawar,
melati, kenanga), serta benang lawe. Seluruhnya ditata dalam satu wadah khusus berupa
keranjang anyaman. Pembawa sanggan berada di depan dari rombongan keluarga
mempelai pria.
2. Balangan Gantal
Prosesi balangan gantal merupakan perlambang kedua mempelai saling melempar kasih,
dimana gantal sebagai pertemuan jodoh antara mempelai wanita dan pria yang telah
diikat dan disatukan dengan benang kasih yang suci. Prosesi dimana mempelai pria dan
mempelai wanita saling melempar gantal (daun sirih yang dilinting berisi bunga pinang,
kapur sirih, gambir, tembakau hitam) ini, cukup menarik perhatian para tamu undangan.
Mereka akan melihat apakah kedua pengantin dapat melempar dengan tepat ke arah
pasangannya.
3. Wijikan
Prosesi yang dilakukan setelah balangan gantal ini juga kerap disebut prosesi ranupada.
Ranu berarti air, pada berarti kaki. Sehingga ranupada diartikan sebagai membasuh kaki
(wijikan). Dalam prosesi ini mempelai wanita membasuh kaki mempelai pria. Prosesi ini
memiliki makna ; 1. Sebagai simbolisasisi bakti mempelai wanita kepada mempelai pria,
2. Menghilangkan sukreta atau halangan agar tujuan perjalanan menuju keluarga bahagia
dijauhkan dari kesulitan dan mara bahaya.
4. Kanten Asto
Apabila mempelai wanita seorang putri Sultan, seusai wijikan kemudian dilaksanakan
prosesi pondhongan, yaitu mempelai wanita dipondong (digendong) oleh mempelai pria
dan salah satu paman/pangeran menuju pelaminan. Namun, bila yang menikah
masyarakat biasa, prosesi pondhongan ini digantikan dengan kirab dan kanten asto
(bergandengan tangan), yakni kedua mempelai saling mengaitkan jari kelingking sambil
berjalan perlahan menuju kursi pelaminan.
5. Tanem Jero
Sesampainya di depan pelaminan, kedua mempelai tetap berdiri berdampingan dengan
posisi membelakangi pelaminan atau menghadap tamu undangan. Dengan disaksikan ibu
mempelai wanita, ayah mempelai wanita mendudukkan kedua mempelai ke kursi
pengantin sambil memegang dan menepuk-nepuk bahu kedua mempelai. Prosesi ini
memiliki makna bahwa kedua mempelai telah “ditanam” agar menjadi pasangan yang
mandiri sehingga kelak bisa berbuah manis yakni membentuk keluarga dengan keturunan
yang bahagia.
6. Tampa Kaya
Prosesi tampa kaya juga kerap disebut kacar-kucur. Prosesi ini secara simbolis
menunjukkan tanggung jawab suami memberikan nafkah rejeki kepada istri dan seluruh
keluarga, sementara sang istri harus pandai-pandai mengatur serta mengelolanya agar
tidak boros atau tercecer sehingga bisa tercukupi semua. Pada prosesi ini pengantin pria
secara hati-hati dan sedikit demi sedikit menuangkan kaya (campuranbiji-bijian,
kembang, dan uang logam) dari anyaman tikar pandan ke kain pembungkus yang
diletakkan di atas pangkuan mempelai wanita. Seluruh kaya kemudian dibungkus oleh
mempelai wanita dengan cermat, supaya tidak ada yang tercecer.
7. Dhahar Klimah
Upacara dhahar klimah memiliki makna kemantapan hati pasangan mempelai dalam
berumah tangga. Ritual ini juga menggambarkan kerukunan suami istri akan
mendatangkan kebahagiaan dalam keluarga yang dibangunnya. Mempelai pria membuat
tiga kepalan nasi kecil dari satu piring nasi kuning, meletakkannya di piring yang
dipegang oleh mempelai wanita, kemudian mempelai wanita dipersilakan makan tiga
kepalan nasi tersebut disaksikan mempelai pria.
9. Mapag Besan
Dalam tradisi pernikahan adat Yogya, ada upacara yang disebut Mapag Besan, yang
berarti orang tua mempelai pria datang untuk menengok putra mereka yang telah menjadi
pengantin, bersanding dengan mempelai wanita. Kedua orangtua mempelai wanita akan
menjemput kedua orangtua mempelai pria, karena dalam tradisi pernikahan Jawa orang
tua mempelai pria tidak diperkenankan hadir pada saat upacara Panggih sampai prosesi
ngunjuk rujak degan.
10. Sungkeman
Rangkaian prosesi berlanjut dengan sungkeman, yakni kedua mempelai bersembah sujud
kepada kedua orang tua untuk memohon doa restu. Ritual sungkeman sebagai suatu
pernyataan: Tanda bakti anak kepada orang tua yang telah membesarkan dan mendidik
hingga dewasa, Permohonan maaf kepada kedua orang tua atas segala khilaf dan
kesalahan, Memohon doa dan restu kepada orang tua agar menjadi keluarga yang
bahagia.
Bubak Kawah
Upacara bubak kawah merupakan upacara yang
dikhususkan untuk keluarga yang baru pertamakali
hajatan mantu putri sulung. Upacara ini ditandai
dengan membagi harta benda seperti uang receh, beras
kuning, biji-bijian, umbi-umbian dan lain-lain.
Ubarampe tatacara bubak kawah yang diperlukan :
Gembili, Uwi, Dll.
Yang kesemuanya diwadahi dalam klemuk (kendil yang terbuat dari tabah), jadi ada beberapa
klemuk yang diisi makanan tradisi yang berbeda. Semua klemuk ditempatkan di sebuah meja,
diletakkan di tengah bale rinengga dan dipayungi. Setelah prosesi doa, klemuk yang berisi
berbagai makanan dibagikan kepada yang hadir.
“Ngger anakku,
Ya mung kowe anakku wadon sing tak anti-anti dina iki wis kasembadan kowe
kajatukrama dening anakmas,
Mula pahargyan iki ya bubak kawah
Dak sesuwun marang Gusti kang Maha Agung
muga anggonmu bebrayan tansah kaparingan ayem tentrem
kalisa ing rubeda.
Lamun kaparingan nugraha putra, biso nggulawenthah kanthi premati lan tuhu marang
dhawuhing Gusti.
1. tumpeng golong : sebuah tumpeng kecil yang terbuat dari nasi putih saja. Tumpeng
ini merupakan miniatur dari gunung yang melambangkan keluhuran budi.
2. ayam ingkung bakar : ingkung maknanya 'linangkung' yang berarti paling atau lebih,
yang maksudnya agar orang yang melalukan ritual ini menjadi orang terpandang.
ayam ingkung yang dibakar dimaksudkan untuk membakar kesalahan-kesalahan masa
lalu.
3. semangkuk air dengan bunga telon : air dengan bunga mawar merah, mawar putih,
dan kenanga, melambangkan kesejukan yg akan mengharumkan nama bagi orang
yang melaksanakan ritual langkahan.
1. calon pengantin duduk dan mengucapkan salam kepada kakaknya yang duduk diapit
kedua orangtua.
4. calon pengantin menyerahkan plangkahan kepada sang kakak, dan meminta kesediaan
sang kakak untuk tetap membimbingnya dalam menjalani kehidupan.
5. sang kakak memegang tebu wulung yang diikat dengan ingkung bakar sebagai
tongkat untuk membimbing adiknya sambil berpegangan tangan dengan sang adik,
lalu membimbing calon pengantin melangkahi tumpeng golong sebanyak tiga kali.
Mitoni/Piton-Piton/Tangkepan
Mitoni atau selamatan tujuh bulanan, dilakukan setelah
kehamilan seorang ibu genap usia 7 bulan atau lebih.
Dilaksanakan tidak boleh kurang dari 7 bulan, sekalipun
kurang sehari. Belum ada neptu atau weton (hari masehi +
hari Jawa) yang dijadikan patokan pelaksnaan, yang
penting ambil hari selasa atau sabtu.
Tata cara :
Tumpeng ditaruh di atas kalo (saringan santan yang baru). Bawahnya tumpeng dialasi daun
pisang. Di bawah kalo dialasi cobek agar kalo tidak ngglimpang. Sisa potongan daun
pisang diletakkan di antara cobek dan pantat kalo.
Tusuk satenya dari bambu, posisi berdiri di atas pucuk tumpeng; urutan dari bawah; cabe
merah besar posisi horisontal, bawang merah dikupas, telur kupas utuh, bawang merah
lagi, paling atas cabe merah besar posisi vertikal.
Pisang, jajan pasar, 7 macam kolo, dan 7 macam ampyang ditata dalam satu wadah
tersendiri, namanya tambir atau tampah tanpa bingkai yg lebar.
Tambirnya juga yang baru, jangan bekas. Tampah “pantatnya” rata datar, sedangkan
tambir pantatnya sedikit agak cembung.
Tumpeng tujuh macam warna ukuran mini, ditaruh mengelilingi tumpeng besar. Boleh
diletakkan di atas sayuran yang mengelilingi tumpeng besar.
Tedhak Sinten :
Tedhak Siten yang juga dikenal sebagai ritual Turun Tanah
merupakan salah satu adat dan tradisi masyarakat Jawa
Tengah. Istilah dari Tedhak Siten sendiri berasal dari dua
kata yaitu Tedhak yang berarti kaki atau langkah dan Siten
yang berasal dari kata Siti yang artinya tanah. Jadi, tedhak
siten merupakan sebuah acara adat dimana seorang anak
yang berumur tujuh lapan (7 x 35 hari atau 245 hari) akan
dituntun oleh ibunya untuk berjalan menapak diatas tanah.
Tahap 1 - Pada tahap ini, sang anak akan dituntun oleh sang Ibu untuk berjalan diatas 7
jadah (makanan yang terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan garam dan kelapa yang
kemudian dikukus, dihaluskan dan dicetak) dengan 7 warna berbeda yaitu putih, merah,
hijau, kuning, biru, coklat, dan ungu.
Warna-warna dari jadah tersebut merupakan simbol dari warna-warna kehidupan.
Pengaturan jadah tersebut dimulai dari yang berwarna gelap hingga berwarna terang (putih)
sebagai simbol bahwa akan ada jalan keluar yang terang dari setiap masalah yang
menghadang.
Tahap 2 - Sang anak akan dituntun untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu. Pemilihan
tebu yang dianggap sebagai singkatan dari antebing
kalbu atau mantapnya hati merupakan bentuk harapan agar sang anak memiliki ketetapan
hati dalam menjalani setiap tahap kehidupannya kelak, dimana setiap anak tangga yang
dilewati merupakan simbol dari tahapan kehidupan.
Tahap 3 - Anak dituntun untuk berjalan diatas tanah atau tumpukan pasir dimana sang anak
akan mengais (ceker-ceker) tanah dengan kedua kakinya. Hal ini merupakan simbol dari
harapan agar
kurungan ayam, dimana di dalam kurungan tersebut telah sang anak saat telah dewasa nanti
mampu mengais rejeki untuk memenuhi kebutuhannya.
Tahap 4 - Anak dimasukkan dalam disediakan berbagai benda seperti buku, uang, mainan,
makanan dan berbagai benda lainnya. Benda yang dipilih oleh sang anak merupakan
gambaran dari potensi anak yang diharapkan akan membantu orang tua untuk bisa mengasah
potensi tersebut dengan baik.
Tahap 5 - Pemberian uang logam yang telah dicampurkan dengan berbagai jenis bunga dan
beras kuning oleh sang ayah dan kakek sebagai simbol harapan agar sang anak nantinya
memiliki rejeki berlimpah namun tetap bersifat dermawan.
Tahap 6 - Sang anak dimandikan dengan air yang dicampur dengan kembang setaman
sebagai simbol harapan agar sang anak akan membawa nama harum bagi keluarga.
Tahap 7 - Anak dipakaikan baju yang bagus dan bersih dengan harapan agar anak akan
menjalani hidup yang baik nantinya.