ADAT JAWA
Jawa sebagai daerah hukum adat yang menjadi objek pembahasan dalam
hal ini, kebiasaan-kebiasaan yang ada dan dilakukan dalam masyarakat adalah
merupakan sebuah kepentingan bersama sebagai bentuk pranata hukum secara
sosial. Bentuk pranata hukum dalam masyarakat ini pada akhirnya dikenal sebgai
adat atau hukum adat. Sumber hukum adat yang indonesia yang penting sekali
adalah masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, untuk memahami hukum adat
dijawa, maka perlu terlebih dahulu memahami bagaimana keadaan
masyarakatnya.2
1
Soejono Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia,(Jakarta : PT. Raja Gafindo Persada,
2005).
2
Soerojo Kartohadiprodjo, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta : PT. Gunung
Agung, 1995).
1
a. Upacara pernikahan adat jawa
1. Nontoni
2. Nakokake / nglamar
3. Pasang Tarub
Bila tanggal dan hari pernikahan telah disetujui, maka dilakukan langkah
selanjutnya yaitu pemasangan tarub menjelang hari pernikahan. Tarub dibuat dari
daun kelapa yang sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari bambu, dan
ijuk ata welat sebagai talinya. Agar pemasangan tarub ini selamat, dialkukan
3
Ahmadsfarid.blogspot.com/2016/04/makalah-adat-istiadat-jawa-timur.html?m=1 (diakses
pada tanggal 1/11/2018 jam 20.00)
2
upacara sederhana berupa penyajian nasi tumpeng lengkap. Bersama dengan
pemasangan tarub, dipasang juga tuwuhan. Yang dimaksud dengan tuwuhan
adalah sepasang pohon pisang raja yang sedang berbuah, yang dipasang dikanan
kiri pintu masuk. Pohon pisang melambangkan keagungan dan mengandung
makna berupa harapan agar keluarga baru ini nantinya cukup harta dan keturunan.
Biasanya di kanan kiri pintu masuk dipasang daun kelor yang bermaksud untuk
mengusir segala pengaruh jahat yang akan memasuki tempat upacara, begitu juga
janur yang berupa simbol keagungan.
4. Midodaremi
5. Akad nikah
Akad nikah adalah inti dari acara perkawinan. Biasanya akad nikah
dialkukan sebelum resepsi. Akad nikah disaksikan oleh sesepuh/orang tua dari
kedua calon pengantin dan orang-orang yang dituakan. Pelaksanaan akad nikah
dialkukan oleh perugas dari catatan sipil atau petugas agama.
4
Syafiunizar93.blogspot.com/2015/05/makalah-hukum-adat.html?m=1 (diakses pada
tanggal 20.30)
3
6. Panggih
7. Balangan suruh
8. Ngidakendok
Upacara ngidak endok diawali dengan juru paes, yaitu orang yang bertugas
untuk menhias pengantin dan mengenakan pakaian pengantin, dengan mengambil
telur dari dalam bokor. Kemudian diusapkan didahi pengantin pria dan kemudian
pengantin pria diminta untuk menginjak telur tersebut. Ngidak endok mempunyai
makna secara seksual, bahwa kedua pengantin telah pecah pamornya.
9. Wiji dadi
Upacara ini dilakukan setelah acara ngidak endok. Setelah acara ngidak
endok pengantin wanita langsung membasuh kaki pengantin pria menggunakan
air yang telah diberi bunga setaman. Mencuci kaki itu merupakan harapan bahwa
benih yang akan diturunkan jauh dari mara bahaya dan menjadi keturunan yang
baik.
10. timbangan
4
sebelah kiri. Kedua tangan ayah dirangkulkan kepundak kedua pengantin. Lalu
ayah mengatakan bahwa keduanya seimbang, sama berat dalam artian konotatif.
Dengan kedua pengantin dapat selalu saling seimbang dalam rasa, cipta dan karsa.
11. dulangan
12. sungkeman
13. kirab
upacara kirab berupa arak-arakan yang terdiri dari domas, cucuk lampah,
dan keluarga dekat untuk menjemput atau mengiri pengantin yang akan keluar
tempat panggih atau akan memasuki tempat panggih. Kirab merupakan simbol
penghormatan kepada kedua pengantin yang dianggap sebagai raja sehari yang
diharapkan kelak akan dapat memimpin dan membina keluarga dengan baik.
14. Jenang
5
b. Ritual kematian dan kelahiran suku jawa
Adat Istiadat Suku Jawa saat Kehamilan dan Kelahiran
1. Saat seorang wanita suku Jawa mengandung, ia akan benar-benar dijaga
agar tak terjadi hal buruk pada dirinya.
2. Biasanya masyarakan jawa akan mengadakan suatu slametan. Slametan ini
dilakukan dua kali selama masa kehamilan. Pertama saat usia kandungan
mencapai usia tiga bulan. Slametan kedua saat kandungannya mencapai
umur tujuh bulan.
3. Jenis makanan yang dibuat harus lah spesifik, yaitu kue yang terbuat dari
tepung terigu yang dibungkus dengan daun nangka.
4. Pada ritual ini, wanita yang tengah mengandung dimandikan
menggunakan campuran air dan bunga. Kain yang digunakan sebagai
kemben pun jumlahnya harus tujuh dan dipakai secara bergantian saat
acara tingkeban berlangsung.
1. Ketika salah satu masyarakat suku Jawa meninggal, ada ritual-ritual yang
dilakukan. Ritual ini dimaksudkan agar orang yang meninggal bisa
diterima di akhirat dengan baik. Sebelum mayat dibawa ke kuburan, ada
ritual yang harus dilakukan bernama brobosan , yaitu melintas di bawah
mayat yang sudah ditandu dengan berjongkok.
2. Pada setiap malam dibuat aneka jenis makanan yang nantinya dibagi
kepada orang-oarng nan datang. Bentuk acaranya dikenal dengan istilah
tahlilan, karena ada pembacaan ayat-ayat Al-Quran dan juga bacaan tahlil.
Ritual ini memiliki tujuan buat mendoakan orang yang meninggal.
Slametan ini tak hanya dilakukan sampai tujuh hari ini saja tapi masih
banyak slametan lain. Ada slametan empat puluh hari, Dan juga slametan
seratus hari.
6
BAB II
Dari definisi tersebut, para ulana menetapkan bahwa sebuah tradisi yang
bisa dijadikan sebagai sebuah pedoman hukum adalah:
3. Tradisi yang telah berjalan sejak lama yang dikenal oleh masyarakat
umum.
4. Diterima oleh akal sehat sebagai sebuah tradis yang baik.
5. Tidak bertentangan dengan nash al-Qur’an dan hadis Nabi Saw.
5
Sayyid Sabiq,Fikih Sunnah, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 2002), hlm.184-186
6
Soerojo Wignjodipoera, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat,(Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung, 1995), hlm.137
7
Prosesi upacara yang dilaksanakan pada acara pernikahan dalam adat Jawa
adalah Nontoni, nakokake/ nglamar, pasang tarub, midodaremi, akad nikah,
panggih, balangan suruh, ngidakendok, wiji dadi, timbangan, dulangan,
sungkeman, kirab, jenang, boyongan/ngunduh manten.
Melihat pada hal diatas maka dapat dikatakan bahwa adat istiadat Jaawa
merupakan adat istiadat yang dapat dijadikan sebagai pedoman hukum dan dapat
diakui oleh syara’. Hal ini dapat berlaku demikian disebabkan oleh beberapa
sebab, yaitu:
a. Tradisi yang berlangsung didalam masyarakat Jawa telah berlangsung
sejak lama dan dilaksanakan secara turun temurun. Sehingga adat istiadat
ini merupakan produk dari nenek moyang mereka yang kemudian mereka
warisi dan dilaksanakan sampai sekarang.
b. Tradisi upacara pernikahan adat Jawa merupakan tradisi yang baik dan
perlu dilestarikan. Karena, dalam tradisi tersebut terkandung makna dan
filosofi yang bertujuan untuk memberikan rasa tentram dan bahagia serta
harapan yang baik bagi kehidupan mempelai. Tradisi tersebut juga
memberikan pendidikan yang baik bagi para generasi masyarakat dalam
mewarisi tradisi dnenek moyang.
c. Pelaksanaan tradisi yang dilaksanakan tersebut tidak ada yang
bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadis. Bahkan upacara pernikahan
tersebut merupakan sebuah acara yang sesui dengan tujuan dari sebuah
walimah dalam Islam, yaitu memberikan rasa kebahagiaan kepada kedua
mempelai.
8
Ahmad, Abu Daud. Para perawinya tsiqat (kuat). Dan dinilai shahih oleh Al-
Hakim)7
Anas r.a. berkata: Tidak pernah Nabi membuat walimah atas salah satu
istrinya sebagaimana yang dibuatnya untuk Zainab, beliau mengadakan walimah
dengan menyembelih satu kambing. (HR. Bukhari, Muslim)
Walimah merupakan amalan yang sunnah. Hal ini sesuai dengan hadits
riwayat dari Anas bin Malik, bahwa Nabi SAW pernah berkata kepada
Abdurrahman bin ‘Auf:
Maka dengan adanya sebab diatas sudah sesuai dengan ketentuan kaedah
ushul fiqh yaitu:
العادة احملكمة
7
Mardani,Op.cit., hlm. 224
8
Jamaluddin, Hukum Perkawinan 4 Mazhab, (Medan: LPPM UINSU, 2013), hlm. 12
9
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,
2008), hlm. 516
9
Bahwa adat istiadat dan tradisi yang terdapat dalam upacara pernikahan
masyarakat Jawa telah mendapatkan legitimasi dari syara’.
Namun, terdapat salah satu bentuk kesyirikan dalam adat istiadat suku
Jawa saat upacara kematian yaitu Ketika salah satu masyarakat suku Jawa
meninggal, ada ritual-ritual yang dilakukan. Ritual ini dimaksudkan agar orang
yang meninggal bisa diterima di akhirat dengan baik. Sebelum mayat dibawa ke
kuburan, ada ritual yang harus dilakukan bernama brobosan , yaitu melintas di
bawah mayat yang sudah ditandu dengan berjongkok.
Firman Allah swt dalam Q.S An-Nisa: 48 dan Q.S An-Nisa: 116
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar.
10
BAB III
Hukum adat yang ada di Desa Cengkok ini tidak menyalahi peraturan
negara baik Undang-Undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan (UU
Perkawinan). Dalam UU perkawinan hanya mengatur tentang:
10
Franz Magniz Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisis Falsafi tentang Kebijaksanaan
Hidup Jawa, Cetakan Ke-8, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 55.
11
Tidak dalam keadaan kawin kecuali agama mengizinkan poligami. (pasal 9
Jo. Pasal 3 Ayat 2 dan pasal 4 UU Perkawinan)11
Maka bisa dilihat dari rangkaian upacara dan prosesi pernikahan dengan
adat Jawa di desa Joho merupakan sebuah kearifan lokal yang menjadi warisan
11
Undang-Undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 6,7,9.
12
leluhur mereka dapat sesuai dan terserap dalam hukum positif di Indonesia,
seperti dalam undang-undang perkawinan dan kompilasi hukum Islam.12
Keluarga Jawa tidak terdapat kesamaan kedudukan antara suami dan isteri.
Suami mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan penting serta mempunyai
kekuasaan yang lebih besar. Sebenarnya begitu juga isteri mempunyai peranan
penting bahkan dalam hal-hal tertentu lebih besar dari peranan suami. Karena
adanya perbedaan peran penting tersebut itu membiaskan perbedaan derajat antara
laki-laki dan perempuan.13
12
ibid, 56-57.
13
Tradisi Jawa Adalah Ungkapan Doa”, http//www.kompas.com (diakses pada 31 Okt
2018). 23:50 WIB.
14
Sutan Takdir Alisjahbana, Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia dilihat dari
Segi NilaiNilai (Jakarta : Balai Bahasa, 2005), h. 20.
13
BAB IV
Hukum adat adalah suatu hukum asli dari bangsa kita. Hukum adat tidak
akan bisa mati terhapus oleh waktu. Sedangkan hukum positif adalah hukum yang
saat ini berlaku atau hukum yang sekarang. Dalam penerapanya hukum adat,
hukum adat selalu menjadi sumber hukum bagi hukum positif Indonesia. Pada
dasarnya sistem hukum positif tidakakan pernah melenceng dari sistem hukum
adat, karena hukum positif itu sendiri tidak mungki bertentangan dengan hukum
masyrakat yang ada. Apabila hukum positif bertentangan pasti akan ditolak dalam
masyarakat.
Pada dasarnya hukum positif adalah hukum yang mengikat secara umum
atau mengikat masyarakat pada keseluruhannya. Sehingga dalam pelaksanaan
harus tidak boleh bertentangan dengan norma – norma yang hidup dalam
masyarakat. Norma – norma yang hidup dalam masyarakat secara umum dapat
disimpulkan sebagai suatu hukum yang hidup dalam masyarkat atau hukum adat.
Dari hal – hal diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa eksistensi hukum adat dalam
hukum positif Indonesia akan selalu ada dan tidak akan pernah mati. Hukum adat
dan hukum positif menjadi suatu yang saling melengkapi antara satu dengan
lainya. Hukum adat selalu akan bergerak elastik dan dinamis menyesuaikan
kehidupan dalam masyarakat dan hukum positif akan selalu tidak bertentangan
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat atau hukum adat.
Apabila hukum adat bertentangan dengan masyarakat maka hukum adat
tersebut tidak akan bisa eksistensi, sehingga apabila dirasa sudah tidak
memberikan atau tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat maka hukum adat
tersebut akan bergantu dengan sendirinya sesuai dengan kehidupan masyarakat
yang kompleks. Selain itu eksistensi hukum adat dalam hukum positif juga tidak
akan pernah mati.15
15
http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/komunitas/blog-fakultas/entry/hubungan-antara-
hukum-adat-dan hukum-positif
14
Semua orang mengakui adanya hubungan antara Hukum Adat dan Hukum
Islam. Hanya yang diperselisihkan mengenai sejauh mana hubungan itu telah
terjadi dan sejauh mana pula yang mungkin akan terjadi di berbagai daerah di
Indonesia. Untuk ini perlu kita mengetahui bahwa terjadinya hubungan antara
Hukum Adat dan Hukum Islam dalah disebabkan oleh dua hal. Pertama,
diterimanya Hukum Islam itu oleh masyarakat, serti hukum perkawinan di seluruh
Indonesia dan hukum warisan di Aceh. Kedua, Islam dapat mengakui Hukum
Adat itu dengan syarat-syarat tertentu, Diantara syarat-syarat dapat diterimanya
hukum adat oleh Islam ialah:
1. Adat itu dapat diterima oleh perasaan yang sehat dan diakui oleh pendapat
umum;
3. Tidak bertentangan dengan nash, baik Al-Qur’an maupun Hadits. Nash yang
dimaksudkan disini, menurut Abu Yusuf Al-Hanafy, ialah nash yang tidak
didasarkan atau dipengaruhi oleh sesuatu adat kebiasaan sebelumnya. Contoh
nash yang didasarkan kepada adat sebelumnya, Abu Yusuf mengemukakan Hadits
jual-beli gandum, ditakar dengan sukatan. Itu tidak berarti bahwa jual-beli
gandum sekarang dengan ditimbang tidak boleh, karena hadits tersebut didasarkan
pada kebiasaan pada masa itu, bukan prinsip. Hubungan antara Hukum Adat
dengan Hukum Islam di Indonesia, semakin lama bukan semakin erat, melainkan
semakin lama semakin terasa renggangnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor. Diantaranya ialah sebagian besar Ulama Indonesia menganut pendapat
bahwa pintu Ijtihad sudah ditutup, sedang di lain pihak, masalah-masalah baru
terus saja terjadi dalam masyarakat, disamping situasi dan kondisi juga sudah
demikian jauh bedanya dengan yang ada pada zaman pengarang kitab-kitab Fiqih
dahulu. Sebenarnya ditutupnya pintu Ijtihad itu juga merupakan suatu Ijtihad pula,
karena para ulama Fiqih pada waktu itu melihat bahwa pintu itu sudah dimasuki
oleh sembarang orang, sehingga dikuatkan akan terjadi kekacauandalam bidang
Hukum Islam, lebih-lebih karena Hukum Islam pada waktu itu tidal lagi
merupakan hukum positif yang dijalankan pemerintah, melainkan hanya
diserahkan saja pada pilihan pribadi-pribadi yang bersangkutan. Sebenarnya pintu
15
ijtihad itu tidak ditutup mati, melainkan hanya sekedar dikunci saja, sehingga
tidak semua orang dapat masuk, melainkan hanya dapat dimasuki oleh orang-
orang yang mempunyai kuncinya saja. Hal ini terbukti dengan praktek bahwa
mereka terus saja memfatwakan hukum mengenai masalah-masalah yang timbul
dalam masyarakat, meskipun mereka sendiri tidak mau menanamkan ijtihad, demi
kemaslahatan. Lalu oleh sebagian Ulama memahami hal itu secara harfiah,
sehingga mereka menutup rapat-rapat, yang kemudian menutup mati pintu ijtihad
itu.16
16
http://digilib.uin-suka.ac.id/424/
16
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadsfarid.blogspot.com/2016/04/makalah-adat-istiadat-jawa-timur.html?m=1
Alisjahbana,Sutan Takdir, 2005, Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia
dilihat dari Segi NilaiNilai, Jakarta : Balai Bahasa
http://digilib.uin-suka.ac.id/424/
http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/komunitas/blog-
fakultas/entry/hubungan-antara-hukum-adat-dan hukum-positif
Syafiunizar93.blogspot.com/2015/05/makalah-hukum-adat.html?m=1
Tradisi Jawa Adalah Ungkapan Doa”, http//www.kompas.com
Undang-Undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 6,7,9.
Wignjodipoera, Soerojo, 1995, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat,Jakarta:
PT. Toko Gunung Agung
17