Anda di halaman 1dari 16

PENILAIAN PROYEK

BAHASA JAWA

Kelompok 1 :
1. M. Kurniawan (13)
2. Slamet Setiyo Wartono (25)
3. Reza Maulana (19)
4. Muhamad Solehudin (14)
5. Zainal Mustofa (28)
6. Nurman W. (17)

MTS NEGERI PREMBUN


2016 / 2017

Susunan (Tata Cara) Pernikahan Adat Jawa


Pernikahan atau sering pula disebut dengan perkawinan merupakan salah satu peristiwa
penting dalam sejarah kehidupan setiap orang. Masyarakat Jawa memiliki sebuah adat
atau cara tersendiri dalam melaksanakan upacara sakral tersebut,Upacara Pernikahan
Adat Jawa. Upacara Pernikahan Adat Jawa dimulai dari tahap perkenalan sampai
terjadinya pernikahan atau akad Nikah.
Tahapan-tahapan Upacara Pernikahan Adat Jawa tersebut memiliki simbol simbol
dalam setiap sessionnya, atau biasa kita sebut sebagai makna yang terkandung dalam
tiap tahapan Upacara Pernikahan Adat Jawa. Adapun tahapan tahapan dalam Upacara
Pernikahan Adat Jawa adalah sebagai berikut.
Nontoni
Pada tahap ini sangat dibutuhkan peranan seorang perantara. Perantara ini
merupakan utusan dari keluarga calon pengantin pria untuk menemui keluarga calon
pengantin wanita. Pertemuan ini dimaksudkan untuk nontoni, atau melihat calon dari
dekat. Biasanya, utusan datang ke rumah keluarga calon pengantin wanita bersama
calon pengantin pria. Di rumah itu, para calon mempelai bisa bertemu langsung
meskipun hanya sekilas. Pertemuan sekilas ini terjadi ketika calon pengantin wanita
mengeluarkan minuman dan makanan ringan sebagai jamuan. Tamu disambut oleh
keluarga calon pengantin wanita yang terdiri dari orangtua calon pengantin wanita dan
keluarganya, biasanya pakdhe atau paklik.
Nakokake/Nembung/Nglamar
Sebelum melangkah ke tahap selanjutnya, perantara akan menanyakan beberapa hal
pribadi seperti sudah adakah calon bagi calon mempelai wanita. Bila belum ada calon,
maka utusan dari calon pengantin pria memberitahukan bahwa keluarga calon pengantin
pria berkeinginan untuk berbesanan. Lalu calon pengantin wanita diajak bertemu
dengan calon pengantin pria untuk ditanya kesediaannya menjadi istrinya. Bila calon
pengantin wanita setuju, maka perlu dilakukan langkah-langkah selanjutnya. Langkah
selanjutnya tersebut adalah ditentukannya hari H kedatangan utusan untuk melakukan
kekancingan rembag (peningset).
Peningset ini merupakan suatu simbol bahwa calon pengantin wanita sudah diikat
secara tidak resmi oleh calon pengantin pria. Peningset biasanya berupa kalpika
(cincin), sejumlah uang, dan oleh-oleh berupa makanan khas daerah. Peningset ini bisa
dibarengi dengan acara pasok tukon, yaitu pemberian barang-barang berupa pisang
sanggan (pisang jenis raja setangkep), seperangkat busana bagi calon pengantin wanita,
dan upakarti atau bantuan bila upacara pernikahan akan segera dilangsungkan seperti
beras, gula, sayur-mayur, bumbon, dan sejumlah uang.
Ketika semua sudah berjalan dengan lancar, maka ditentukanlah tanggal dan hari
pernikahan. Biasanya penentuan tanggal dan hari pernikahan disesuaikan dengan weton
(hari lahir berdasarkan perhitungan Jawa) kedua calon pengantin. Hal ini dimaksudkan
agar pernikahan itu kelak mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh
anggota keluarga.
Pasang Tarub

Bila tanggal dan hari pernikahan sudah disetujui, maka dilakukan langkah selanjutnya
yaitu pemasangan tarub menjelang hari pernikahan. Tarub dibuat dari daun kelapa yang
sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari bambu, dan ijuk atau welat sebagai
talinya. Agar pemasangan tarub ini selamat, dilakukan upacara sederhana berupa
penyajian nasi tumpeng lengkap. Bersamaan dengan pemasangan tarub, dipasang juga
tuwuhan. Yang dimaksud dengan tuwuhan adalah sepasang pohon pisang raja yang
sedang berbuah, yang dipasang di kanan kiri pintu masuk. Pohon pisang melambangkan
keagungan dan mengandung makna berupa harapan agar keluarga baru ini nantinya
cukup harta dan keturunan. Biasanya di kanan kiri pintu masuk juga diberi daun kelor
yang bermaksud untuk mengusir segala pengaruh jahat yang akan memasuki tempat
upacara, begitu pula janur yang merupakan simbol keagungan.
Midodareni

Rangkaian upacara midodareni diawali dengan upacara siraman. Upacara siraman


dilakukan sebelum acara midodareni. Tempat untuk siraman dibuat sedemikian rupa
sehingga nampak seperti sendang yang dikelilingi oleh tanaman beraneka warna. Pelaku
siraman adalah orang yang dituakan yang berjumlah tujuh diawali dari orangtua yang
kemudian dilanjutkan oleh sesepuh lainnya. Setelah siraman, calon pengantin
membasuh wajah (istilah Jawa: raup) dengan air kendi yang dibawa oleh ibunya,
kemudian kendi langsung dibanting/dipecah sambil mengucapkan kata-kata:
cahayanya sekarang sudah pecah seperti bulan purnama. Setelah itu, calon penganten
langsung dibopong oleh ayahnya ke tempat ganti pakaian.
Setelah berganti busana, dilanjutkan dengan acara potong rambut yang dilakukan oleh
orangtua pengantin wanita. Setelah dipotong, rambut dikubur di depan rumah. Setelah
rambut dikubur, dilanjutkan dengan acara dodol dawet. Yang berjualan dawet adalah
ibu dari calon pengantin wanita dengan dipayungi oleh suaminya. Uang untuk membeli
dawet terbuat dari kreweng (pecahan genting) yang dibentuk bulat. Upacara dodol
dhawet dan cara membeli dengan kreweng ini mempunyai makna berupa harapan agar
kelak kalau sudah hidup bersama dapat memperoleh rejeki yang berlimpah-limpah
seperti cendol dalam dawet dan tanpa kesukaran seperti dilambangkan dengan kreweng
yang ada di sekitar kita.
Menginjak rangkaian upacara selanjutnya yaitu upacara midodareni. Berasal dari kata
widadari, yang artinya bidadari. Midadareni merupakan upacara yang mengandung
harapan untuk membuat suasana calon penganten seperti widadari. Artinya, kedua calon
penganten diharapkan seperti widadari-widadara, di belakang hari bisa lestari, dan
hidup rukun dan sejahtera.
Akad Nikah

Akad nikah adalah inti dari acara perkawinan. Biasanya akad nikah dilakukan sebelum
acara resepsi. Akad nikah disaksikan oleh sesepuh/orang tua dari kedua calon penganten
dan orang yang dituakan. Pelaksanaan akad nikah dilakukan oleh petugas dari catatan
sipil atau petugas agama.
Panggih

Upacara panggih dimulai dengan pertukaran kembar mayang, kalpataru dewadaru yang
merupakan sarana dari rangkaian panggih. Sesudah itu dilanjutkan dengan balangan
suruh, ngidak endhog, dan mijiki.
Balangan suruh

Upacara balangan suruh dilakukan oleh kedua pengantin secara bergantian. Gantal yang
dibawa untuk dilemparkan ke pengantin putra oleh pengantin putri disebut gondhang
kasih, sedang gantal yang dipegang pengantin laki-laki disebut gondhang tutur. Makna
dari balangan suruh adalah berupa harapan semoga segala goda akan hilang dan
menjauh akibat dari dilemparkannya gantal tersebut. Gantal dibuat dari daun sirih yang
ditekuk membentuk bulatan (istilah Jawa: dilinting) yang kemudian diikat dengan
benang putih/lawe. Daun sirih merupakan perlambang bahwa kedua penganten
diharapkan bersatu dalam cipta, karsa, dan karya.
Ngidak endhok
Upacara ngidak endhog diawali oleh juru paes, yaitu orang yang bertugas untuk merias
pengantin dan mengenakan pakaian pengantin, dengan mengambil telur dari dalam
bokor, kemudian diusapkan di dahi pengantin pria yang kemudian pengantin pria
diminta untuk menginjak telur tersebut. Ngidak endhog mempunyai makna secara
seksual, bahwa kedua pengantin sudah pecah pamornya
Wiji dadi

Upacara ini dilakukan setelah acara ngidak endhok. Setelah acara ngidak endhog,
pengantin wanita segera membasuh kaki pengantin pria menggunakan air yang telah
diberi bunga setaman. Mencuci kaki ini melambangkan suatu harapan bahwa benih
yang akan diturunkan jauh dari mara bahaya dan menjadi keturunan yang baik.
Timbangan

Upacara timbangan biasanya dilakukan sebelum kedua pengantin duduk di pelaminan.


Upacara timbangan ini dilakukan dengan jalan sebagai berikut: ayah pengantin putri
duduk di antara kedua pengantin. Pengantin laki-laki duduk di atas kaki kanan ayah
pengantin wanita, sedangkan pengantin wanita duduk di kaki sebelah kiri. Kedua tangan
ayah dirangkulkan di pundak kedua pengantin. Lalu ayah mengatakan bahwa keduanya
seimbang, sama berat dalam arti konotatif. Makna upacara timbangan adalah berupa
harapan bahwa antara kedua pengantin dapat selalu saling seimbang dalam rasa, cipta,
dan karsa.
Kacar-kucur

Caranya pengantin pria menuangkan raja kaya dari kantong kain, sedangkan pengantin
wanitanya menerimanya dengan kain sindur yang diletakkan di pangkuannya. Kantong
kain berisi dhuwit recehan, beras kuning, kacang kawak, dhele kawak, kara, dan bunga
telon (mawar, melati, kenanga atau kanthil). Makna dari kacar kucur adalah
menandakan bahwa pengantin pria akan bertanggungjawab mencari nafkah untuk
keluarganya. Raja kaya yang dituangkan tersebut tidak boleh ada yang jatuh sedikitpun,
maknanya agar pengantin wanita diharapkan mempunyai sifat gemi, nastiti, surtini, dan
hati-hati dalam mengatur rejeki yang telah diberikan oleh suaminya.
Dulangan

Dulangan merupakan suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin saling
menyuapkan makanan dan minuman. Makna dulangan adalah sebagai simbol seksual,
saling memberi dan menerima.
Sungkeman
Sungkeman adalah suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin duduk
jengkeng dengan memegang dan mencium lutut kedua orangtua, baik orangtua
pengantin putra maupun orangtua pengantin putri. Makna upacara sungkeman adalah
suatu simbol perwujudan rasa hormat anak kepada kedua orangtua
Kirab

Upacara kirab berupa arak-arakan yang terdiri dari domas, cucuk lampah, dan keluarga
dekat untu menjemput atau mengiringi pengantin yang akan keluar dari tempat panggih
ataupun akan memasuki tempat panggih. Kirab merupakan suatu simbol penghormatan
kepada kedua pengantin yang dianggap sebagai raja sehari yang diharapkan kelak dapat
memimpin dan membina keluarga dengan baik.
Jenang Sumsuman
Upacara jenang sumsuman dilakukan setelah semua acara perkawinan selesai. Dengan
kata lain, jenang sumsuman merupakan ungkapan syukur karena acara berjalan dengan
baik dan selamat, tidak ada kurang satu apapun, dan semua dalam keadaan sehat
walafiat. Biasanya jenang sumsuman diselenggarakan pada malam hari, yaitu malam
berikutnya setelah acara perkawinan.
Boyongan/Ngunduh Manten
Disebut dengan boyongan karena pengantin putri dan pengantin putra diantar oleh
keluarga pihak pengantin putri ke keluarga pihak pengantin putra secara bersama-sama.
Ngunduh manten diadakan di rumah pengantin laki-laki. Biasanya acaranya tidak
selengkap pada acara yang diadakan di tempat pengantin wanita meskipun bisa juga
dilakukan lengkap seperti acara panggih biasanya. Hal ini tergantung dari keinginan dari
pihak keluarga pengantin laki-laki. Biasanya, ngundhuh manten diselenggarakan
sepasar setelah acara perkawinan
Makna atau Simbol yang Tersirat dalam Unsur Upacara Pernikahan
* Ubarampe tarub (pisang, padi, tebu, kelapa gading, dan dedaunan): bermakna bahwa
kedua mempelai diharapkan nantinya setelah terjun dalam masyarakat dapat hidup
sejahtera, selalu dalam keadaan sejuk hatinya, selalu damai (simbol dedaunan),
terhindar dari segala rintangan, dapat mencapai derajat yang tinggi (simbol pisang raja),
mendapatkan rejeki yang berlimpah sehingga tidak kekurangan sandang dan pangan
(simbol padi), sudah mantap hatinya dalam mengarungi bahtera rumah tangga (simbol
tebu), tanpa mengalami percekcokan yang berarti dalam membina rumah tangga dan
selalu sehati (simbol kelapa gading dalam satu tangkai), dan lain-lain.
* Air kembang : bermakna pensucian diri bagi mempelai sebelum bersatu.
* Pemotongan rambut : bermakna inisiasi sebagai perbuatan ritual semacam upacara
kurban menurut konsepsi kepercayaan lama dalam bentuk mutilasi tubuh.
* Dodol dhawet : bermakna apabila sudah berumah tangga mendapatkan rejeki yang
berlimpah ruah dan bermanfaat bagi kehidupan berumah tangga.
* Balangan suruh : bermakna semoga segala goda akan hilang dan menjauh akibat dari
dilemparkannya gantal tersebut.
* Midak endhog : bermakna bahwa pamor dan keperawanan sang putri akan segera
hilang setelah direngkuh oleh mempelai laki-laki. Setelah bersatu diharapkan segera
mendapat momongan seperti telur yang telah pecah.
* Timbangan : bermakna bahwa kedua mempelai mempunyai hak dan kewajiban yang
sama dan tidak ada bedanya di hadapan orang tua maupun mertua.
* Kacar-kucur : bermakna bahwa mempelai laki-laki berhak memberikan nafkah lahir
batin kepada mempelai putri dan sebaliknya pengantin putri dapat mengatur keuangan
dan menjaga keseimbangan rumah tangga.
* Dulangan : bermakna keserasian dan keharmonisan yang akan diharapkan setelah
berumah tangga, dapat saling memberi dan menerima.
* Sungkeman : bermakna mohon doa restu kepada orangtua dan mertua agar dalam
membangun rumah tangga mendapatkan keselamatan, dan terhindar dari bahaya.
Gambar-gambar susunan nikah adat jawa
Upacara panggih = Temu . Upacara ini seharusnya diadakan di rumah pengantin putri.
Tapi, di era sekarang ini, sering diadakan di gedung pertemuan, dimana resepsi akan
dilaksanakan, dengan alasan efisiensi waktu dan tempat.

Tanda bukti Seorang istri kepada suami, serta kesiapan seorang suami untuk kepala
keluarga yang bertanggung jawab.
Sebelum memulai sungkem, keris pengantin kakung harus dilepas dulu. Mengapa keris
harus dilepas? Takut terjadi. menghadap sesepuh/raja, harus menanggalkan senjata!
Yang pertama-tama disungkemi adalah orang tua pengantin putri, setelah itu baru
orangtua pengantin kakung
Tradisi Kelahiran Adat Jawa

Berikut ini akan diulas lagi tentang upacara-upacara yang diselenggarakan pada
masa kelahiran anak. Upacara yang diselenggarakan dalam masa kelahiran anak yaitu
upacara mendhem ari-ari, upacara brokohan, upacara puputan atau dhautan, upacara
sepasaran, dan upacara selapanan.

Upacara Mendhem Ari-ari

Ari-ari atau plasenta disebut juga dengan aruman atau embing-embingatau


mbingmbing. Bagi orang Jawa, ada kepercayaan bahwa ari-ari merupakan saudara bayi
tersebut oleh karena itu ari-ari dirawat dan dijaga sebaik mungkin, misalnya di tempat
penanaman ari-ari tersebut diletakkan lampu sebagai penerangan. Artinya, lampu
tersebut merupakan simbol pepadhang bagi bayi. Pemagaran di sekitar tempat
penanaman ari-ari dan menutup bagian atas pagar juga dilakukan agar tidak kehujanan
dan binatang (seperti katak) tidak masuk ke tempat itu.

Tata Cara/Adat

Ari-ari setelah dicuci bersih dimasukkan ke dalam periuk yang terbuat dari tanah
(kendhil). Di beberapa tempat, periuk dari tanah ini dapat diganti dengan tempurung
kelapa dan tabonan kelapa. Sebelumnya kendhil diberi alas daun senthe yang di atasnya
diletakkan beberapa barang yang merupakan syarat. Syarat yang dimaksud di beberapa
daerah berlainan jenisnya, yaitu:

1. kembang boreh, lenga wangi, kunir bekas alas untuk memotong usus, welat
(pisau yang terbuat dari potongan bambu tipis) yang dipakai untuk memotong
usus, garam, jarum, benang, gereh pethek, gantal dua kenyoh, kemiri gepak
jendhul, tulisan huruf Jawa (ha na ca ra ka, ...), tulisan huruf Arab, tulisan huruf
latin (a, b, c, ...), dan uang sagobang;

2. biji kemiri gepak jendhul, jarum, gereh, beras merah, kunyit, garam, dan kertas
tulisan Arab;

3. pensil, buku, kertas tulisan Arab, tulisan Jawa, dan tulisan latin. Selain itu, bagi
bayi perempuan ke dalam kendhil dimasukkan juga empon-empon seperti temu
ireng, kunir, dlingo bengle, bawang merah, bawang putih, benang, dan jarum.
Bagi bayi laki-laki, dimasukkan juga uang logam Rp 100,00
Setelah beberapa syarat itu dimasukkan disusul kemudian dengan ari-ari, kendhil
ditutup dengan lemper yang masih baru lalu dibungkus dengan kain mori yang juga
masih baru.

Pelaku atau orang yang menanam ari-ari haruslah ayah kandung si bayi dengan
mengenakan pakaian tradisi lengkap, yaitu: bebedan dan mengenakan blangkon.
Kendhil berisi ari-ari digendhong dan dibawanya ke tempat penguburan dengan
dipayungi. Timbunan tanah untuk mengubur ari-ari dipagari dan di atasnya ditaburi
kembang setaman (bunga mawar, melati, dan kenanga). Di atasnya dipasang lampu
yang dinyalakan setiap malam selama selapan (35 hari). Tempat penguburan ari-ari ini
biasanya terletak di samping kanan pintu masuk.

Terdapat beberapa variasi cara merawat ari-ari. Meskipun berbeda cara, variasi-
variasi tersebut pada dasarnya mempunyai esensi yang sama, yaitu merawat ari-ari yang
dipercaya sebagai saudara kembar si bayi. Selain yang telah tersebut di atas, yaitu
dikubur, ari-ari dirawat dengan langsung dilabuh di sungai. Variasi yang lain adalah ari-
ari digantung di luar rumah. Bila anak sudah besar, ari-ari itu dilabuh sendiri oleh anak
tersebut.

Upacara Brokohan

Upacara brokohan merupakan upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat Jawa


untuk menyambut hadirnya warga baru dalam keluarga, yaitu si bayi sebagai ungkapan
rasa syukur. Seluruh upacara kelahiran ini bertujuan agar sejak saat kelahiran sampai
pertumbuhan masa bayi selalu mendapat karunia keselamatan dan perlindungan dari
Tuhan. Unsur kata brokohan berasal dari kata bahasa Arab barokah yang mengandung
makna: mengharapkan berkah.

Upacara brokohan diselenggarakan pada sore hari setelah kelahiran anak dengan
mengadakan selamatan atau kenduri yang dihadiri oleh dukun perempuan (dukun
beranak), para kerabat, dan ibu-ibu tetangga terdekat. Setelah kenduri selesai, para
hadirin segera membawa pulang sesajian yang telah didoakan. Biasanya sesajian sudah
dikemas dalam besek, yaitu suatu wadah yang terbuat dari sayatan bambu
.
Sesajian yang dipersiapkan pada upacara brokohan, antara lain: minuman dhawet,
jangan menir, sekul ambeng: nasi dicampur lauk pauk jeroan, pecel dicampur lauk ayam
matang, telur mentah, kembang setaman, kelapa, dan beras. Makanan yang telah matang
tersebut dapat juga diganti dengan bahan makan yang belum diolah, misalnya bawang
merah, bawang putih, lombok merah, lombok hijau, lombok rawit, gula jawa,
sebungkusteh, sebungkus gula pasir, tempe mentah, garam, beras, minyak goreng, telur
mentah, sepotong kelapa, dan penyedap rasa atau sesuai dengan kemampuan masing-
masing.

Upacara Puputan atau Dhautan

Dhautan atau puputan berasal dari kata dhaut atau puput yang berarti lepas. Upacara
puputan atau sering disebut juga dengan dhautan diselenggarakan pada sore hari untuk
menandai putusnya tali pusar bayi dengan mengadakan kenduri selamatan. Kenduri
selamatan sebagai ungkapan rasa syukur dipimpin oleh kaum dengan dihadiri oleh para
kerabat dan bapak-bapak tetangga terdekat. Sesajian yang perlu dipersiapkan pada
upacara puputan ialah sega gudangan: nasi dengan lauk pauk sayur mayur dan parutan
kelapa, jenang abang, jenang putih, dan jajan pasar.

Waktu penyelenggaraan upacara puputan tidak dapat ditentukan secara pasti karena
putusnya tali pusar masing-masing bayi tidak sama. Adakalanya tali pusar lepas setelah
bayi berumur satu minggu, adakalanya kurang dari satu minggu.

Upacara puputan ini ditandai antara lain dengan dipasangnya sawuran, yaitu bawang
merah, dlingo, bengle yang dimasukkan ke dalam ketupat, dan aneka macam duri
kemarung di sudut-sudut kamar bayi. Selain itu dipasang juga daun nanas dipoles warna
hitam putih, dedaunan apa-apa, awar-awar, dan girang, dan duri kemarung. Di halaman
rumah ditegakkan tumbak sewu. Di tempat tidur bayi diletakkan benda-benda tajam
seperti pisau, gunting.

Bayi perempuan setelah tali pusarnya lepas, pusarnya ditutupi dengan biji ketumbar
sedangkan laki-laki ditutupi dengan biji merica dengan dilekati obat tradisional Jawa
berupa ramuan benangsari bunga nagasari, dan lain-lain yang ditumbuk sampai halus.
Tali pusar yang barusaja putus dibungkus dengan kain banguntulak untul bantal si bayi
sampai bayi berumur selapan

Upacara Sepasaran

Upacara sepasaran merupakan suatu upacara yang menandai bahwa bayi telah
berumur sepasar (lima hari). Sepasar merupakan satu rangkaian hari Jawa, yaitu Pon,
Wage, Kliwon, Legi, Paing. Upacara sepasaran biasanya diselenggarakan secara
sederhana. Upacara sepasaran dilakukan pada sore hari dengan melakukan kenduri yang
disaksikan oleh keluarga dan tetangga terdekat. Kenduri atau sesajian selamatan
kemudian dibawa pulang oleh yang menyaksikannya.

Namun bagi golongan masyarakat tertentu, sepasaran justru merupakan upacara


paling meriah yang diselenggarakan oleh keluarga untuk menyambut hadirnya bayi di
tengah keluarganya seklaigus pemberian nama bagi si bayi. Kemeriahan ini tergantung
pada kemampuan masing-masing keluarga untuk menyelenggarakan pesta.
Upacara Selapanan

Upacara sepasaran merupakan suatu upacara yang menandai bahwa bayi telah
berumur selapan (tiga puluh lima hari). Hitungan selapan itulah yang menandai bahwa
hari itulah hari weton si bayi. Upacara selapanan pada kalangan masyarakat tertentu
bersamaan dengan pemberian nama bagi si bayi. Tempat penyelenggaraan upacara
selapanan biasanya di pendapa atau di ruang samping rumah atau di suatu ruang yang
cukup luas untuk menyelenggarakan upacara.

Upacara selapanan didahului dengan upacara parasan. Parasan berasal dari kata
paras yang berarti cukur. Parasan dilakukan pertama kali oleh ayah si bayi kemudian
para sesepuh. Setelah rambut tercukur bersih, dilakukan pengguntingan kuku. Selama
pencukuran rambut dan pemotongan kuku, dhukun mengucapkan mantra-mantra
penolak bala dan membakar kemenyan. Cukuran rambut dan guntingan kuku
dimasukkan ke dalam kendhil baru kemudian dibungkus dengan kain putih (mori), lalu
dikubur di tempat penguburan ari-ari.

Upacara mencukur rambut dan menggunting kuku si bayi pada hakekatnya adalah
perbuatan ritual yaitu semacam kurban menurut konsepsi kepercayaan lama dalam
bentuk mutilasi tubuh.

Setelah pencukuran rambut dan pemotongan kuku selesai, diucapkanlah ujub


disusul dengan doa keselamatan bagi si bayi dan keluarga. Sebagian sesajian selamatan
dibawa pulang oleh kerabat dan tetangga yang hadir. Dengan demikian, selesailah sudah
upacara selapanan.

Dalam melaksanakan upacara kelahiran, masyarakat Jawa percaya bahwa


keseluruhan unsur dalam upacara tersebut mempunyai makna atau lambang tersirat.
Makna atau lambang yang tersirat dalam upacara-upacara masa kelahiran dalam
masyarakat Jawa

Duri dan daun-daunan berduri dipasang di penjuru rumah, maknanya ialah


menolak gangguan bencana gaib.

Tumbak sewu, yaitu sapu lidi yang diberi bawang dan cabe, diletakkan di dekat
tempat tidur bayi. Tumbak sewu ini bermakna untuk menolak makhluk gaib
yang datang, yang mungkin akan mengganggu keselamatan si bayi. Dengan
adanya tumbak sewu ini makhluk gaib tidak akan berani mendekati si bayi.

Coreng-coreng hitam putih pada ambang pintu untuk menolak pengaruh jahat
yang akan masuk melalui pintu.

Kertas bertuliskan huruf Arab, latin, dan Jawa mengandung makna agar bayi
kelak mahir membaca ayat suci, memilki kepribadian Jawa, menguasai berbagai
pengetahuan. Syarat yang berupa benang dan jarum bagi bayi perempuan,
diharapkan agar si bayi tumbuh menjadi perempuan yang tahu
tanggungjawabnya kelak sebagai ibu/istri. Syarat yang berupa uang bagi bayi
laki-laki, diharapkan agar si bayi kelak dapat mencari nafkah bagi keluarganya.

Payung mengandung makna agar si bayi kelak menjadi orang luhur. Kain mori
putih agar si bayi kelak berhati jujur. Kuali yang dipasang terbalik (kuali bolong)
melambangkan dunia. Pelita melambangkan sinar yang menerangi kegelapan.

Air dan kembang setaman mengandung makna kesucian.

Kaca/cermin (pangilon) mengandung makna magis yang mampu mengusir


kedatangan makhluk halus jahat.

Dedaunan apa-apa, awar-awar, dan girang maknanya mengandung harapan agar


kelahiran tidak mengalami sesuatu gangguan (apa-apa), semua kekuatan jahat
menjadi tawar (awar-awar), dan seluruh keluarga bergembira (girang). Duri (ri)
kemarung dianggap memiliki kekuatan magi alam yang mampu mencelakakan
setiap makhluk halus yang mencoba datang untuk maksud jahat.

Daun nanas yang diolesi hitam putih menyerupai ular welang mengandung
makna magis yang mampu menakut-nakuti makhluk halus jahat yang hendak
memasuki kamar bayi.

Telur mentah melambangkan kekuatan.

Kelapa melambangkan ketahanan fisik.

Ingkung melambangkan embrio.

Jajan pasar melambangkan kekayaan.

Pisang raja melambangkan budi luhur atau derajat mulia.

Gula jawa melambangkan kemanisan hidup.

Sega gudangan melambangkan kesegaran jasmani rohani.

Dawet melambangkan kelancaran usaha hidup

Anda mungkin juga menyukai