Anda di halaman 1dari 8

Perkawinan ideal

1. Ngelamar

Ngelamar atau melamar adalah pernyataan dan permintaan resmi dari pihak keluarga pemuda untuk
menikahkan putranya kepada pihak calon mempelai wanita. Ngelamar dilakukan oleh beberapa orang
utusan yang disertai dengan membawa sejumlah barang bawaan wajib, antara lain:

• Sirih Embun; bawaan wajib dalam lamaran yang berisi daun sirih dilipat bulat dan diikat potongan
kertas minyak, sirih yang telah diisi rempah-rempah, bunga rampai tujuh rupa, serta tembakau yang
dihias dalam berbagai bentuk.

• Pisang raja dua sisir dibawa di atas nampan yang dihias dengan kertas warna-warni. Setiap ujungnya
ditutup dengan cungkup kertas minyak berwarna hijau, kuning atau merah. Pisang raja ini harus ada
karena dianggap buah yang tinggi nilainya, sesuai dengan namanya.

• Roti tawar dibawa di atas nampan dihias dengan kertas warna-warni.

• Uang sembah lamaran, hadiah lainnya berupa baju atau bahan pakaian wanita.

Setelah ngelamar selesai, acara yang sangat menentukan pun dilanjutkan yakni membicarakan masalah
mas kawin, uang belanja, plangkah (kalau calon pengantin mendahului kakak kandungnya), dan
kekudang (makanan kesukaan calon pengantin wanita). Pembicaraan dilakukan oleh utusan pihak
keluarga wanita dengan utusan pihak keluarga pria.

Dalam rangkaian pernikahan adat Betawi, acara ini merupakan unsur yang sangat menentukan. Apabila
tande putus telah disepakati maka dilanjutkan dengan pembicaraan yang lebih rinci perihal: apa dan
berapa banyaknya tande putus, berapa biaya yang diperlukan untuk keperluan pesta, berapa lama atau
berapa hari pesta itu akan diselenggarakan, berapa jumlah perangkat pakaian upacara perkawinan
dikenakan pengantin perempuan, serta perihal siapa dan berapa banyak undangan.

2. Bawa Tande Putus

Acara ini bisa disepadankan dengan bertunangan. Tande putus bisa berupa apa saja, namun orang
Betawi biasanya memberikan tande putus kepada si gadis berupa cincin belah rotan, uang pesalin
sekedarnya, serta aneka rupa kue.

Tande Putus ini sendiri artinya si gadis atau calon none mantu telah terikat dan tidak dapat lagi diganggu
oleh pihak lain, begitu pula dengan si pemuda atau calon tuan mantu. Setelah tande putus diserahkan,
maka berlanjut dengan menentukan hari dan tanggal pernikahan.

Menentukan Mahar atau Mas Kawin


Mahar atau mas kawin menjadi pembicaraan pokok. Tempo dulu dengan mendengar permintaan dari
pihak calon none mantu, mak comblang dan utusan dari keluarga calon tuan mantu akan segera
memahami apa yang diinginkan.

Apabila pihak calon none mantu mengatakan “none kite minta mate bandeng seperangkat,” itu adalah
kata kiasan yang berarti calon none mantu menghendaki mas kawin berupa seperangkat perhiasan emas
berlian. Bila pihak calon none mantu menyatakan, “none kite minta mate kembung seperangkat”,
artinya mas kawin yang diminta adalah seperangkat emas perhiasan bermata intan asli.

Berdasarkan pembicaraan tentang mas kawin ini pihak pengantin pria harus bisa memperkirakan berapa
jumlah belanja resepsi pernikahan dengan memperhatikan besarnya nilai mas kawin.

Setelah acara bawa tande putus, kedua belah pihak mempersiapkan keperluan pelaksanaan acara akad
nikah. Masa ini dimanfaatkan juga untuk memelihara calon none mantu yang disebut dengan piare
calon none penganten dan orang yang memelihara disebut tukang piare penganten atau dukun
penganten.

3. Piare Calon None Penganten

Masa dipiare yaitu masa calon pengantin wanita (biasa disebut none mantu) dipelihara oleh tukang
piare selama satu bulan. Dimaksudkan untuk mengontrol kegiatan, kesehatan, dan memelihara
kecantikan calon none mantu menghadapi hari pernikahan. Selain perawatan fisik, juga dilengkapi
program diet dengan pantang makanan tertentu untuk menjaga berat tubuh ideal calon mempelai
wanita, juga disertai minum jamu godok dan jamu air akar secang. Sekarang ini sulit sekali untuk
memelihara calon none mantu selama satu bulan, sehingga kegiatan ini hanya dilakukan dalam 1-2 hari
menjelang pernikahan.

4. Siraman dan Ditangas

Acara siraman atau mandiin calon pengantin wanita diadakan sehari sebelum akad nikah dan biasanya
diawali dengan pengajian. Perlengkapan yang perlu disediakan antara lain kembang setaman, ramuan
tambahan berupa daun jeruk purut, pandan wangi, akar wangi, daun mangkokan, daun sereh dan
sebagainya; paso dari tanah, kursi rotan berlubang-lubang atau kursi kayu yang tengahnya diberi lubang,
dan tikar pandan sebagai penutup saat acara tangas.

Urut-urutan acara siraman

1. Calon pengantin wanita (none mantu) mengenakan kain sarung dan kebaya tipis. Rambut dikonde
sederhana dan ditutup kerudung tipis untuk menahan bunga dari air siraman.
2. Calon pengantin wanita mohon doa restu kepada kedua orang tua untuk melaksanakan upacara
mandi, kemudian digandeng ke tempat siraman diiringi Shalawatan Badar.

3. Calon pengantin wanita duduk di kursi yang berlubang.

4. Calon pengantin wanita dimandikan oleh tukang piare dengan air kembang setaman (7 rupa), sambil
tukang piare membaca Shalawat dan Dzikir. Bila ada permintaan dari keluarga, maka orang tua ikut
memandikan.

Setelah acara siraman, calon pengantin wanita menjalani upacara tanggas atau kum (semacam mandi
uap) untuk membersihkan bekas-bekas lulur yang masih tertinggal di pori-pori kulit. Perawatan ini
dimaksudkan untuk menghaluskan dan mengharumkan kulit tubuh sekaligus mengurangi keringat pada
hari pernikahan.

5. Ngerik dan Potong Centung

Berlangsung di dalam kamar calon mempelai wanita. Adapun perlengkapan yang perlu disediakan yakni
kain putih ukuran dua meter untuk alas, kembang setaman, air putih dalam cawan dengan sekuntum
bunga mawar atau lainnya untuk tempat gunting, pedupaan dan setanggi/gaharu, alat cukur, dua keping
uang logam untuk batas centung (satu kali lipatan) dan untuk batasan mencukur anak rambut, serta
tempat sirih lengkap dengan isinya.

Ngerik bertujuan membersihkan bulu-bulu kalong calon pengantin wanita yang tumbuh di sekitar
kening, pelipis, tengkuk dan leher. Setelah itu tukang piare membuatkan centung (potongan centung)
pada rambut di kedua sisi pipi dengan menggunakan uang logam untuk menjepitnya, agar pengantin
selalu mendapat keberkahan dan keselamatan.

6. Malam Pacar

Inilah malam yang cukup meriah, karena dihadiri para kerabat dekat serta teman-teman dekat calon
pengantin wanita. Ritual ini hampir serupa dengan malam bainai dalam adat Padang atau malam
midodareni dalam adat Jawa. Ritual pemakaian pacar dilakukan oleh tukang piare dan keluarga serta
teman dekat calon pengantin wanita.

Perlengkapan ritual malam pacar adalah daun pacar secukupnya, bakul berisi beras, bumbu dapur,
pisang raja, garam, kapur sirih, bumbu sirih; kue basah khas Betawi secukupnya, serta bantal diberi alas
daun pisang yang diukir untuk alas tangan. Ritual pemberian pacar dipandu oleh tukang piare, dimulai
oleh ibu calon mempelai wanita, dilanjutkan oleh para sesepuh serta kerabat dan sahabat dekat.
Biasanya calon mempelai wanita didandani dengan busana dan tata rias ala None, yakni riasan tipis dan
berbusana kebaya encim.
7. Ngerudat (Mengiringi/Ngarak Calon Pengantin Pria)

Merupakan prosesi iring-iringan rombongan calon mempelai pria menuju ke kediaman calon pengantin
wanita, berlangsung menjelang upacara akad nikah. Keberangkatan rombongan ini disebut rudat yang
artinya mengiringi calon tuan mantu menuju rumah calon none mantu untuk melaksakan pernikahan.

Rombongan membawa perlengkapan dan barang seserahan kepada calon mempelai wanita. Adapun
ragam jenis barang bawaan adalah sebagai berikut:

Bahan Seserahan

• Sirih nanas lamaran dan sirih nanas hiasan, ungkapan rasa gembira pihak keluarga laki-laki kepada
pihak keluarga perempuan karena telah menerima lamaran.

• Mahar atau mas kawin, ketika dibawa diapit oleh sirih nanas lamaran.

• Miniatur masjid yang berisi sejumlah uang belanja sesuai pembicaraan.

• Sepasang roti buaya, yang perempuan menggendong buaya kecil di punggungnya, sebagai lambang
berakhirnya masa lajang. Menurut pengertian orang Betawi, buaya adalah sejenis satwa yang ulet,
panjang umur, kuat, sabar dan setia.

• Kekudang yaitu makanan yang disukai oleh calon pengantin wanita sejak kecil sampai dewasa.

• Kue penganten, biasanya kue kembang (tart) yang dihias.

• Pesalin atau hadiah lengkap berupa seperangkat pakaian wanita, kain, selop, dan alat kecantikan

• Shie berupa kotak kayu segi empat dengan ukiran gaya Cina berisi sayuran.

• Beberapa nampan kue khas Betawi (dodol, wajik, geplok, tape uli, kue lapis dll)

• Satu perangkat idam-idaman yaitu buah-buahan yang ditempatkan dalam wadah berbentuk perahu
sebagai lambang kesiapan pasangan pengantin mengarungi bahtera kehidupan.

Rombongan rudat terdiri dari

1. Dua orang lelaki setengah baya berbaju Jas Kain Serebet yang bertugas sebagai juru bicare.

2. Dua orang jago sebagai pengawal calon tuan mantu berpakaian pangsi.

3. Calon tuan mantu berpakaian Jas Kain Serebet diapit paman dari pihak babe dan enyak.

4. Rombongan rebana ketimpring atau rebana ngarak.


5. Tiga orang pemuda memakai pakaian sadarie membawa sirih nanas lamaran, mahar dan sirih nanas
hiasan.

6. Tiga orang pemuda membawa miniatur masjid, kekudang, dan kue susun pengantin.

7. Beberapa pemuda membawa roti buaya, shie, pesalin, idam-idaman dan sebagainya.

Suasana meriah menyertai kehadiran rombongan, karena petasan pun dipasang sebagai tanda bahwa
rombongan hampir tiba. Pihak calon none mantu akan membalas membunyikan petasan sebagai
informasi segala sesuatu sudah siap. Sebuah komunikasi jaman dahulu yang masih tetap dilestarikan.

b. Akad Nikah

Biasanya dilaksanakan hari Jumat setelah Shalat Jumat di kediaman calon pengantin wanita. Saat
pelaksanaan akad nikah, calon pengantin wanita mohon izin kepada ayahnya untuk berumah tangga dan
minta dinikahkan. Ayah calon pengantin wanita akan menikahkan anaknya, atau meminta penghulu
untuk mewakilkan. Selama pelaksanaan akad nikah calon mempelai wanita menunggu di dalam kamar.

8. Acara Kebesaran

Inilah acara yang ditunggu-tunggu, karena melibatkan banyak kerabat kedua belah pihak. Mempelai
wanita didahului dua gadis kecil memasuki ruangan menuju puade/pelaminan di dampingi kedua orang
tua; diiringi lagu Sirih Kuning. Menyusul kemudian ritual acara kebesaran adalah:

a. Buka Palang Pintu

Pengantin pria harus lolos ujian membuka palang pintu untuk menemui tambatan hati. Rombongan
mempelai pria di depan pintu dihadang oleh wakil pihak mempelai wanita. Prosesi diawali saling
berbalas pantun, dilanjutkan atraksi silat antara jago dari pihak mempelai wanita dengan jago dari
mempelai pria, dimana jago mempelai pria harus mengalahkan jago mempelai wanita. Lalu pembacaan
sike yaitu shalawat kepada Nabi Muhammad.

Acara buka palang pintu seharusnya dilakukan sebelum akad nikah, tetapi kini lebih sering
dilangsungkan pada saat resepsi, agar bisa disaksikan oleh lebih banyak orang dan hanya bersifat
simbolis.

b. Di Puade
Setelah kedua mempelai duduk di puade, tukang rias membuka roban tipis yang menutupi kepala
mempelai wanita. Selanjutnya, mempelai pria memberi sirih dare kepada mempelai wanita sebagai
lambang cinta kasih. Biasanya di dalam rangkaian sirih diselipkan uang sebagai uang sembe. Lalu
mempelai pria membuka cadar mempelai wanita, dilanjutkan acara sembah dan cium tangan mempelai
wanita kepada mempelai pria, lalu kedua mempelai menyembah kepada kedua pihak orang tua. Acara
terakhir adalah suapan nasi kuning sebagai suapan terakhir orang tua kepada putra putrinya.

https://www.weddingku.com/blog/tahapan-upacara-pernikahan-betawi

adat menetap nikah

Suatu tradisi dalam masyarakat Betawi berupa pola menetap di lingkungan tempat tinggal pengantin
baru. Ada yang menetapkan bahwa pengantin baru harus menetap di lingkungan pihak wanita atau
harus menetap di pihak laki-laki. Bahkan norma-norma adat memberi kebebasan memilih lingkungan
tempat tinggal pengantin baru hendak menetap. Walau pada masyarakat dan kebudayaan Betawi
berlaku pola menetap yang ambilokal/lutrolokal, tetapi ada kecenderungan pada pola menetap yang
matrilokal/unorilokal artinya pengantin baru tinggal menetap di sekitar lingkungan keluarga istri.

Kelompok kekerabatan

Sistem kekerabatan pada masyarakat Betawi berlandaskan pada budaya Islam yaitu sistem kekerabatan
yang menganut sistem bilineal yang artinya menarik garis keturunan kepada pihak ayah dan pihak ibu,
semua kerabat dekat maupun kerabat jauh dapat ditelusuri dari pihak ayah maupun pihak ibu.
Kedudukan antara laki-laki dan perempuan tidak menjadi permasalahan dalam suku Betawi karena baik
laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama. Sebagai contoh, di dalam ranah Minang, apabila
seorang laki-laki ingin menikah, ia harus “dibeli” oleh perempuan, sang perempuan harus membawa
uang penjemput untuk laki-laki yang ingin perempuan itu nikahi dengan alasan menghargai keluarga
pihak laki-laki yang telah melahirkan dan membesarkannya. Namun tidak sama halnya dengan suku
Betawi, apabila orang Betawi ingin mengadakan acara pernikahan, bagi yang melangsungkan pernikahan
bisa memilih siapakah yang dapat lebih mendominasi, baik sang laki-laki ataupun perempuan, boleh
secara patriarki ataupun matriarki, hasil tersebut nantinya tergantung kesepakatan kedua belah pihak.
Tidak harus selalu laki-laki yang mendominasi, namun perempuan juga boleh karena antara laki-laki dan
perempuan mempunyai kesetaraan hak.

Dalam konteks bilineal selain pernikahan, misalnya dalam memperoleh warisan dan pendidikan,
dalam pembagian warisan memang dari dahulu hingga sekarang laki-laki biasanya memperoleh dua kali
lipat lebih banyak dibandingkan perempuan. Sedangkan untuk pendidikan, masyarakat Betawi zaman
dahulu mengharuskan laki-laki memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan karena
dahulu masyarakat mengganggap bahwa perempuan hanya bekerja di dapur, sumur, dan kasur. Hal ini
yang memengaruhi cara berfikir masyarakat Betawi di zaman dahulu dan masih memengaruhi sebagian
kecil masyarakat pada zaman sekarang dengan mengadopsi pemikiran zaman dahulu tersebut. Sebagian
kecil tersebut masih menganggap “Buat apa sekolah kalau ujung-ujungnya di rumah urus keluarga?”
Padahal terlihat jelas bahwa pendidikan sangat penting baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Meskipun nanti akan berujung hanya menjaga anak dan keluarga, seorang perempuan harus tetap
berpendidikan karena anak yang pintar akan berasal dari ibu yang pintar. Namun, sekarang hanya
sebagian kecil saja yang masih mengadopsi pemikiran zaman dahulu tentang dapur, sumur, dan kasur.
Sebagian besar dalam hal pendidikan sudah disamaratakan, bahkan banyak perempuan yang lebih
berpendidikan tinggi dibandingkan laki-laki.

Pada suku Betawi masyarakatnya juga menggunakan sistem marga. Mereka mengklaim bahwa nama
marga yang diambilnya, tidak diadopsi seperti marga dalam batak. Marga yang dimaksud adalah salah
satu bentuk pengikat keturunan mereka berdasarkan garis orang tua yang diberi sejak lahir, terutama
garis ayah. Kemudian memberi nama ayahnya diakhir dari nama depan seseorang itu, maka itulah dia
marganya. Nama marga dalam masyarakat Betawi ini sudah ada dan terjaga sejak zaman kolonial
Belanda. Jika dihitung-hitung sejak asal-usul nama marga ini ada, hingga sampai sekarang sudah
memiliki sekitar 6-7 generasi. Misalnya, nama seorang ayah adalah Rahmat dan ingin memberikan nama
untuk anak laki-laki yang baru lahir yaitu Abdul. Apabila sang ayah ingin mengikuti sistem penamaan
Betawi menggunakan marga, sang ayah akan memberi nama anaknya tersebut Abdul Rahmat.

Di dalam sistem kekerabatan masyarakat Betawi juga terdapat sapaan yang berlaku didalamnya.
Misalnya,

“Bang, katanye abang punya abang nyang kerje di bengkelnye bang Yoyo”.

Kata ibu kepada abang, “Dudung, ibu mau ke pasar dulu ye, Dudung di rumah aje ye, jagain ade”

Dalam percakapan pertama, kata bang yang pertama dalam kalimat itu adalah kata sapaan dan kata
abang yang kedua adalah kata perkerabatan. Kata ibu yang pertama, kata abang, dan kata ade pada
percakapan kedua di atas adalah kata perkerabatan, sedangkan kata Dudung yang pertama adalah kata
sapaan. Dari contoh-contoh di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa kosakata perkerabatan bila digunakan
sebagai kata perkerabatan selalu menggunakan bentuk utuh, seperti abe, ibu, ngkong, abang, dan
besan. Dari pengamatan selintas mengenai pemilihan kata yang digunakan sebagai kata perkerabatan
dapat disebutkan hal-hal yaitu melalui pilihan secara arbitrer, mana suka, sehingga untuk konsep ‘orang
tua laki-laki’ ada yang menggunakan kata aba’, baba’, bapa, atau babe. Untuk konsep orang tua
perempuan ‘ada yang menggunakan ibu, emak, atau enyak. Untuk konsep ‘saudara ayah atau saudara
ibu’ ada yang menggunakan ncang dan ncing ada pula yang menggunakan ua’ baik untuk laki-laki
maupun perempuan. Sedangkan untuk konsep kata ganti dapat berupa ane atau ente tetapi ada pula
yang menggunakan kata ganti gue (gua, guah) dan lu (luh). Maka dari itu, dengan adanya sistem sapaan
antar kerabat di dalam suku Betawi dapat membentuk seseorang bertingkah laku sopan dalam menyapa
seseorang yang lebih tua dengan sebutan enyak, babe, engkong, ncang, atau ncing. Tidak mungkin
seorang anak berbicara kepada ibunya “Masakan semur jengkolnye Nur enak ye.”, pasti seorang anak
akan berbicara kepada ibunya “Masakan semur jengkolnye enyak enak ye.” karena memanggil
seseorang dengan sapaan dalam sistem kekerabatan membuat sang lawan bicara merasa dihormati dan
dihargai oleh orang yang sedang berbicara, yang muda menghormati yang tua, istri menghormati suami,
yang tua menyayangi, mengasihi yang lebih muda serta membimbingnya.
Hubungan antar masyarakat dalam suku Betawi sangat erat. Solidaritas terhadap lingkungannya cukup
tinggi, baik dalam suka maupun duka. Mereka juga mengamalkan azaz mufakat dalam mengambil
keputusan dalam lingkungan kehidupan kerabat dan lingkungan sosial yang lebih luas. Semua itu
langsung atau tidak langsung terkait dengan norma dan nilai ketaqwaan kepada Allah Swt berdasarkan
ajaran agama Islam. Tidak hanya didalam keluarga ataupun lingkungan, masyarakat Betawi mudah
untuk menerima orang dari luar Betawi masuk ke dalam lingkungan Betawi, hal ini membuktikan bahwa
masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang terbuka, menghargai pluralisme dan memiliki jiwa
sosial yang sangat tinggi. Namun, apabila ada serangan dari luar dan masyarakat Betawi merasa
diancam, terkadang masyarakatnya cenderung tendensius semata-mata hanya untuk membela suku
Betawi. Karakter ini menunjukan bahwa orang Betawi berani menghadapi tantangan apa pun selama
mereka meyakini apa yang mereka pilih itu benar.

Dapat disimpulkan bahwa didalam sistem kekerabatan, suku Betawi menganut sistem bilineal yang
berarti dalam pergaulan antar anggota kerabat tidak dibatasi pada kerabat ayah atau kerabat ibu saja,
melainkan meliputi kedua-duanya. Dalam sistem kekerabatan suku Betawi hubungan anak terhadap
sanak keluarga pihak ayah adalah sama dengan hubungan keluarga di pihak ibu. Banyak hal yang dapat
memengaruhi cara berfikir, tingkah laku dan karakter seseorang dalam menjalin hubungan dengan
kerabat didalam sistem kekerabatan.

http://15sastrabunj.blogspot.com/2016/04/sistem-kekerabatan-dalam-suku-betawi.html

Anda mungkin juga menyukai