Pernikahan adalah peristiwa yang sangat bersejarah, khususnya bagi sepasang pengantin, dan
umumnya keluarga besar kedua mempelai. Momen tersebut adalah momen yang sangat membahagiakan
dan bahkan membanggakan.
Di dalam masyarakat adat Cirebon memiliki Adat Pernikahan Agung atau yang dalam Bahasa
Cirebon disebut Pelakrama Ageng, Adat Pernikahan ini berusaha mengangkat tradisi lokal dengan
mengutamakan Islam sebagai nafas utama dari pelaksanaan adat tersebut. Pernikahan Adat Cirebon ini
memiliki nilai kearifan lokal akan kesederhanaan masyarakat cirebon dalam melaksanakan sebuah hajatan
besar, sebagai contohnya adalah dalam seserahan pernikahan adat cirebon yang hanya mensyaratkan
umbi-umbian, sayuran dan mas picis saja (mas kawin berupa uang dan perhiasan semampu pihak calon
mempelai pria) dimana dalam melaksanakan hajatan tersebut masyarakat cirebon lebih mengutamakan
unsur agama islam diantaranya menghindari "ria (sikap ingin dipuji)" dibanding unsur lainnya.
Ada beberapa tahapan yang harus ditempuh sejak sebelum saat menjelang hingga usai prosesi sebuah
pernikahan.
1. Sebelum Upacara Perkawinan
Adapun adat istiadat sebelum terjadinya proses pernikahan diantaranya:
a. Njegog atau tetati (meminang atau lamaran)
Njegog adalah prosesi melamar dari pihak pengantin pria kepada pengantin wanita. Pihak
pengantin pria mengirimkan utusan kepada pihak pengantin wanita. Adapun pelaksanaanya yaitu,
Penyambutan utusan calon pengantin laki-laki datang bersama orang tuanya atau utusannya ke
kediaman calon pengantin perempuan. Setelah sampai maka kedua orang tua calon pengantin
perempuan menyambut kedatangan calon pengantin laki-laki datang bersama orang tuanya atau
utusannya. Dengan maksud menanyakan apakah perempuan tersebut masih bebas atau belum ada yang
meminangnya. Bila perempuan tersebut belum dipinang atau belum ada yang meminang, maka orang
tua calon pengantin laki-laki menyampaikan pinangan dari putranya kepada orang tua calon pengantin
perempuan, apakah bapak dan ibu berkenan menerima pinangan ini.
Kemudian calon pengantin perempuan dipanggil oleh orang tuanya untuk dimintai persetujuan,
lalu calon pengantin perempuan diberi penjelasan oleh ayahnya mengenai kedatangan utusan pihak
laki-laki beserta keluarganya yang hendak melamar. Jika perempuan tersebut menerima lamaran itu
maka perempuan tersebut memberikan jawaban dihadapan semua saksi yang hadir dengan jawaban
“ya” atau menganggukan kepala dan tersenyum. Pada saat itu pihak yang melamar menyerahkan tetali
atau pengikat lamaran bisa berupa cincin atupun keris. Kemudian kedua orang tua calon pengantin
berembug atau bermusyawarah menentukan hari pernikahan, persyaratan dan hari penyerahan
seserahan kepada calon pengantin perempuan, serta hal-hal yang penting yang berhubungan dengan
acara pernikahan. Adapun makna dari prosesi njegog atau lamaran adalah mencari keriḍaan dan
keikhlasan, jika tidak ada keriḍaan dan keikhlasan dari pihak perempuan bagaimana menjalani rumah
tangganya.
b. Seserahan
Seserahan yaitu, upacara yang ditandai penyerahan harta kekayaan pihak pria kepada pihak
wanita secara simbolis. Barang-barang bawaan biyasanya berjumlah ganjil, bisa dimulai dari 5 (lima),
7 (tujuh), 9 (sembilan) dan seterusnya yang berjumlah ganjil. Barang yang diberikan itu barang yang
ada manfaatnya bagi calon pengantin, barang yang biasa dipakai, barang yang baru, dan kalau bisa
barang yang terbaik. Adapun barang seserahan terdiri dari segala keperluan wanita, baik makanan,
buah-buahan, pakaian, make up (alat kecantikan), sandal, tempat tidur, alat-alat rumah tangga
perhiasan dan uang tunai dan lain-lain.
Adapun makna dari seserahan yaitu dalam rangka membujuk calon penganti perempuan apakah
mau menikah dengan calon pengantin laki-laki tersebut, dengan membawa barang seserahan. Dalam
acara ini bisa diketahui sifat calon pengantin laki-laki dilihat dari barang yang dibawa saat acara
seserahan.
a. Siram Tawandari
Acara siraman ini disebut siram tawandari, yang berasal dari kata siram yang berarti mandi dan
tawandari yang berasal dari kata “tawa dan “andadari” yang berarti membersihkan diri dari seluruh
noda sehingga bersinar seperti bulan andadari. Acara ini dilaksanakan Sehari sebelum pernikahan,
dilakukan sore hari atau pagi hari menjelang akad nikah diadakan siraman pengantin. Acara siraman
pada pengantin Cirebon berbeda dengan di daerah lain, dimana kedua calon mempelai dimandikan
pada waktu bersamaan dan secara bersama-sama pula.
Biasanya sebelum upacara siraman, didahului dengan acara pengajian yang dihadiri oleh sekitar
20 orang terdiri dari ibu-ibu. Setelah pengajian, calon mempelai perempuan kemudian
menyampaikan ungkapan terima kasih kepada kedua orang tuanya karena telah melahirkan,
mengasuh dan menjaganya penuh kasih sayang dari kecil hingga dewasa dan hingga memasuki
gerbang pernikahan serta memohon maaf bila selama dalam pengasuhan kedua orang tua ada hal-hal
yang tidak berkenan di hati mereka, kemudian calon mempelai perempuan sungkem kepada ayah dan
ibu lalu mencuci kakinya sebagai bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya.
Adapun perlengkapan dan bahan yang disediakan untuk proses siraman, yaitu:
1. Dua helai kain batik khas keraton Cirebon
2. Sebuah rangkaian bunga melati penutup kepala calon mempelai perempuan
3. Sebuah selendang dan kain putih
4. Sebuah guci atau gentong lengkap dengan gayungnya, gentong ini berisi air yang dicampur
dengan bunga tujuh warna (bunga setaman), daun andong merah atau ijo, kembang jambe, dan daun
beringin. Sedangkan bunga yang wajib digunakan adalah mawar, melati, kantil (kemana-mana
ngintil), kenanga, soka, tiga bunga lainnya dapat di variasai.
5. Dua buah kursi yang dibalut kain batik khas Cirebon. Dan semua perlengkapan itu ditempatkan
pada lunjuk.
Adapun sajen yang disiapkan pada saat acara siraman adalah:
Tumpeng/ panggang ayam
Juwadah pasar
Lilin dengan standar yang di nyalakan
Pedupaan Sajen ini merupakan simbol kesakralan yang disimpan di sebelah lunjuk atau di tempat
yang tidak jauh dari teras rumah. Setelah selesai acara siraman sajen ini diberikan kepada orang yang
membacakan kidung pada saat prosesi siraman.
b. Parasan
Calon pengantin yang telah melakukan acara siraman kemudian masuk ke kamar masing-
masing untuk dikeringkan dan berganti pakaian. Khusus untuk calon pengantin wanita upacara
dilanjut dengan parasan atau ngerik. Parasan adalah membuang rambut kekebel yang dilakukan oleh
juru rias dan diteruskan oleh orang tua pengantin perempuan, dan boleh disaksikan oleh kerabatnya.
Alunan musik yang mengiringi masih lagu moblong yang artinya murub mancur bagaikan bulan
purnama.
Bagian rambut yang dibuang adalah rambut pada bagian atas dahi (parasan keteb), hidung, atas
bibir, dagu dan kelopak mata. Kemudian rambut godeg dan bulu kalong yang terdapat dipinggiran
kuduk dirapihkan serta membentuk alis wulan tumanggal. Bila calon pengantin menggunakan jilbab,
maka bagian rambut yang perlu dibuang hanya pada bagian wajah yang terlihat saja. Potongan
rambut dikumpulkan oleh juru rias dan dibungkus dengan kain mori kemudian dikubur di paduraksa
(sebelah kiri bagian belakang rumah), hal ini dimaksudkan agar calon pengantin perempuan ulet
dalam mengurus rumah tangga. Kuku dirapihkan dan diberi warna menggunakan daun pacar atau
menggunakan cutek.
Adapun makna dari prosesi parasan ini adalah agar calon pengantin terlihat cakep, rapih, bersih.
Karena didalam rumah tangga itu istri harus selalu rapih dan cantik, dan cantiknya istri itu hanya
untuk suami. Bagi suami “rumahku surgaku”. Bukan hanya pada saat menjadi pengantin saja
cantiknya, tetapi selamanya dalam menjalani rumah tangga harus menjaga kecantikannya.
d. Pug-pugan
Pug-pugan berasal dari kata pog yang artinya selesai, selesai ini maksudnya tugas orang tua
selesai dan orang tua tidak akan mencampuri urusan rumah tangga anak yang sudah menikah.
Menaburi kepala pengantin dengan welit yang sudah lapuk (terbuat dari ilalang dan daun kelapa
yang sudah lapuk) oleh kedua orang tua kepada kedua mempelai. Hal ini melambangkan kedua
pengantin awet jodohnya bagaikan welit yang terikat erat hingga lapuk, dapat memanfaatkan rejeki
dari Allah walaupun hanya sedikit demi kepentingan rumah tangga. Adapun makna dari prosesi Pug-
pugan adalah berakhirnya tanggung jawab orang tua kepada anaknya, sehingga jika terjadi masalah
dalam rumah tangga tidak ada lagi intervensi dari orang tua dan orang lain.
e. Sungkem
Kedua pengantin melakukan sembah sungkem kepada kedua orang tua mereka untuk memberi
hormat dan berterima kasih atas segala kasih sayangnya selama selama ini dan telah meriḍoinya.
Kedua mempelai melakukan sungkem dengan cara mandap (berjongkok), sungkem yang pertama
dilakukan kedua mempelai kepada kedua orang tua mempelai laki-laki, secara bergantian. Kemudian
kedua mempelai sungkem kepada kedua orang tua mempelai perempuan secara bergantian.
Adapun makna dari prosesi ini adalah tanda bakti dari istri kepada suami. Dari pengantin kepada
orang tuanya. Mohon do’a restunya untuk mulai kehidupan baru dan tidak ada turut campur dari
orang tua dan mertua.
f. Adep-adep Sekul
Upacara adep-adep sekul di pimpin oleh juru rias. Kedua mempelai bersama-sama makan nasi
ketan kuning yang sudah menjadi bulatanbulatan kecil berjumlah 13 buah dilengkapi dengan lauk
burung merpati sejodoh. Bulatan ketan ini dimakan dengan cara, orang tua pengantin perempuan
menyuapi pengantin sebanyak empat buah secara bergantian. Kemudian kedua orang tua pengantin
laki-laki menyuapi pengantin sebanyak empat buah secara bergantian, selanjutnya mempelai saling
menyuapi sebanyak empat buah. Sisa yang terakhir diperebutkan oleh kedua mempelai, siapa yang
mendapatkan ketan kuning tersebut maka dia mendapat rezeki lebih banyak. Tetapi rezeki yang
diperoleh tersebut tidak boleh dimakan sendiri melainkan harus dimakan bersama. Adapun makna
dari prosesi adep-adep sekul adalah lambang kemesraan, jadi sesungguhnya kemesraan itu harus
dibawa sampai akhir hayat, karena dengan kmesraan itulah kehidupan dalam rumah tangga akan
terasa manis dan ada kegembiraan sehingga tidak ada ketegangan.
h. Acara Selingan
Dalam acara selingan biasanya berisi hiburan tradisional, seperti tari-tarian, maupun menanggap
wayang kulit atau wayang golek cepak dengan lakon dewa kamajaya dan dewi kamaratih sepanjang
hari. Adapun makna dari prosesi ini sebagai penghibur untuk tamu undangan yang menghadiri acara
pernikahan.
b. Ngunduh Mantu
Ngunduh mantu adalah semacam upacara pesta perkawinan yang diselenggarakan oleh keluarga
pengantin pria. Biasanya dilaksanakan kurang lebih satu minggu setelah pesta perkawinan di keluarga
pengantin wanita. Acara ini pada umumnya dilakukan karena pihak keluarga pria ingin kerabat,
kolega, atau relasi yang lebih luas. Hal ini bertujuan untuk lebih mensyiarkan bahwa puteranya telah
menikah dengan seorang pujaan hatinya dan agar lebih banyak yang mendo’akan agar putera-
puterinya dapat mengarungi bahtera rumah tangga dengan baik dan bahagia.
Dalam perkembanganya upacara adat pernikahan ini tidak lagi sesuai dengan pelaksanaan semula.
Upacara adat dilakukan begitu sakral dan begitu hikmat, namun terdapat perubahan dalam nilai budaya,
dapat dilihat dari peralatan yang digunakan misalnya, melakukan perawatan kecantikan tubuh, misalnya
dengan membalurkan boreh (lulur wangi) agar kulit nampak cantik bersinar. Rambut dirawat dengan
minyak kelapa “keroncongan” yang direndam dengan pulasari (daun mangkokan) dan bunga rampe (sisir
daun pandan). Tetapi dengan berkembangnya zaman hal tersebut jarang dilakukan karena tidak praktis,
karena sudah.
banyak produk jadi yang sudah disediakan oleh beberapa prosusen kosmetik ternama. Indikator dari
perubahan nilai-nilai budaya tersebut diantaranya yaitu; pendidikan masyarakat yang meningkat, sehingga
mempengaruhi pola pikir dalam melakukan kegiatan apapun. Masyarakat memilih peralatan yang lebih
praktis dan mudah didapat.
http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB314122140822B.pdf (23.10.2019).
http://wulantria96.blogspot.com/2015/04/suku-cirebon-ilmu-budaya-dasar.html (23.10.2019).
https://jurnalanakrantau3.wordpress.com/2018/12/18/nafas-islamiah-adat-seserahan-cirebon/
(23.10.2019).