NPM: 2012011384
• Diatur dalam Pasal 66 UU No. 1 Th. 1974, Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas undang-undang ini, maka dengan
berlakunya undang-undang ini ketentuan yang diatur dalam KUHPdt (BW), HOCI Stb.
1893 No. 74, Peraturan Perkawinan Campuran Stb. 1938 no. 158 dan peraturan lain yang
mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam UU ini dinyatakan tidak berlaku.
2. Nunang (melamar)
Pada hari yang ditentukan calon pengantin laki-laki datang melamar dengan membawa
bawaan berupa makanan, kue-kue, dodol, alat merokok, alat-alat nyireh ugay cambai (sirih
pinang), yang jumlahnya disesuaikan dengan takhta atau kedudukan calon pengantin laki-
laki. Lalu dikemukakanlah maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.
3. Nyirok (mengikat)
Bisa digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon pengantin laki-
laki untuk memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung
sarat dan sebagainya. Tata cara nyirok : Orang tua calon pengantin laki-laki mengikat
pinggang si gadis dengan benang lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau
tridatu) sepanjang 1 meter dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari halangan.
4. Berunding / Menjeu
Utusan pengantin laki-laki datang ke rumah calon mempelai perempuan (manjau) dengan
membawa dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang
akan dilaksanakan, serta menentukan tempat acara akad nikah.
5. Sesimburan (dimandikan)
Sesimburan dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin
perempuan dipayungi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih dll), talo
lunik. Lalu bersama gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama dan saling simbur, sebagai
tanda permainan berakhir dan sebagai tolak bala karena akan melaksanakan akad nikah.
7. Berparas (mencukur)
Setelah betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan
membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok pada dahi dan pelipis,
dan pada malam hari dilanjutkan memasang pacar pada kuku calon mempelai perempuan.
8. Upacara Adat
Prosesi Pernikahan Adat Lampungdok.internet
Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan
dilaksanakan dengan cara tertentu. Ditempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok
dalam 2 malam, yaitu :
Maro Nanggep
Cangget pilangan
Temu di pecah aji
8. Akad Nikah
Menurut tradisi Lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai
laki-laki, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah
sering diadakan di rumah calon mempelai perempuan.
Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
Rombongan calon mempelai laki-laki diterima oleh rombongan calon mempelai
perempuan dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai perempuan.
Rombongan calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan disekat atau
dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui). Setelah
tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin laki-laki menebas atau
memotong Appeng dengan alat terapang.
Baru rombongan calon pengantin laki-laki dipersilahkan masuk dengan membawa
seserahan berupa :
dodol,
urai cambai (sirih pinang),
juadah balak (lapis legit),
kue kering, dan
uang adat.
Kemudian calon pengantin laki-laki dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan
di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua,
kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
Setelah Pernikahan
Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya
hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal
bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawaddah. Pengantin berjalan
perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.
Berikutnya pengantin perempuan mencelupkan kedua kaki ke dalam pasu, yakni wadah
dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun
sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamatan, dingin hati dan berhasil
dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin perempuan
bersama pengantin laki-laki naik ke rumah, didudukan di atas kasur usut yang digelar di
depan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamar tidur utama. Kedua mempelai duduk
bersila dengan posisi lutut kiri mempelai laki-laki menindih lutut mempelai perempuan.
Maknanya agar kelak mempelai perempuan patuh pada suaminya.
Selanjutnya siger mempelai perempuan diganti dengan kanduk tiling atau manduaro
(selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:
Ibu mempelai laki-laki menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.
Lalu ibu mempelai perempuan menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
Istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri
diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata : sai(1), wow (2), tigou(3),
pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai laki-laki Ratu Bangsawan,
untuk mempelai perempuan adekmu Ratu Rujungan.
Netang sabik yaitu mempelai laki-laki membuka rantai yang dipakai mempelai perempuan
sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito
bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera
mendapat jodoh.
Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis
yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk-pauk lain
sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.
Prosesi pernikahan di Indonesia merupakan upacara yang dianggap sangat sakral dan
diselenggarakan secara meriah. Seperti prosesi pernikahan adat Lampung yang masih
dipegang teguh oleh masyarakatnya.
3. Menurut Iman Sudijat, Hukum waris adalah ketentuan hukum adat yang meliputi aturan-
aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan proses
penerusan/pengoperan dan peralihan/ perpindahan harta kekayaan materiil dan non
materiil dari generasi ke generasi.
4. Hukum waris adat yang berlaku pada masyarakat adat Lampung menggunakan sistem
pewaris tunggal yang disebut dengan istilah mayorat laki-laki, yakni anak laki-laki tertua
yang berhak menguasai atas harta peninggalan keluarga dengan hak dan berkewajiban
mengatur serta mengurus kepentingan adik-adiknya atas dasar musyawarah juga mufakat
para anggota kelompok waris yang lain. Jadi anak tertua berkedudukan menggantikan
ayahnya.
Hal itu dikarenakan masyarakat adat Lampung merupakan masyarakat adat yang susunan
kekerabatannya kebapakan mengutamakan keturunan menurut garis laki-laki. Sehingga
anak laki-laki tertua yang menjadi pewaris jalur lurus, kecuali jika keluarga tersebut tidak
memiliki anak laki-laki sama sekali, anak perempuannya yang akan menjadi pewaris
dengan cara konsep perkawinan semanda, yaitu seorang laki-laki yang menikah dengannya
wajib untuk mengikuti keluarga garis perempuan atau istrinya. Jadi suami dan anak
perempuannya menjadi pewaris yang keturunannya kelak kemudian diteruskan oleh anak
laki-laki mereka.
Perkawinan dengan cara semanda itu dengan konsep laki-laki yang menikah dengannya
akan mengikuti keluarga perempuan (ngakuk ragah), fungsi laki-laki ini adalah menjadi
anak laki-laki keluarga perempuan sebagai pengelola warisan yang akan diwariskan
kepada anak laki-lakinya.
Yang berbeda dengan hukum perdata barat karena kalau hukum perdata barat konsepsi hak
milik adalah sesuatu yang bersifat mutlak, penuh, dan terkuat, maka di dalam hukum adat
kepemilikan atas suatu benda dan penguasaan adalah diperbedakan.
Jadi tidak dikenal hak milik mutlak atas barang (pengalihan atas ijin saudara, orang tua,
dll).
Contoh dalam adat Jawa: Adol bedol (jual angkat) dan adol ngebregi (jual tetap)