Anda di halaman 1dari 23

Disusun oleh:

Kelompok 6 XI IPA 1

NADA ADZHANI
PRILIA ESADIANTI A
RIDHA JUNIHARTI
RIZKA MULIA ANANDA
ULFA AFRIYANTI
YENNI RAMDHANI
Pangantan

Pernikahan adat Sumbawa atau yang biasa


disebut pangantan terdiri dari beberapa prosesi, yaitu
sebagai berikut:
1. Bajajak
Bajajak merupakan tahap awal yang penting dan sangat
menentukan berhasil tidaknya sebuah perkawinan. Seorang
jejaka yang menaruh hati pada seorang gadis sebelum resmi
meminang memerlukan waktu khusus untuk mengadakan
semacam observasi mengenai gadis tersebut. Biasanya
kerabat dekatnya (saudara perempuan atau bibi) diutus
bertandang ke rumah sang gadis untuk mengadakan
pendekatan sedemikian rupa sehingga segala data tentang
gadis tersebut dapat diperoleh yang meliputi kepribadian,
keterampilan, dsb, sudah tentu yang terpenting adalah
kesungguhan sang gadis untuk berumah tangga. Biasanya
data tersebut dipergunakan untuk lebih memantapkan
persiapan si jejaka untuk segera meminang (rata-rata
pasangan tersebut sudah pacaran sebelumnya).
2. Bakatoan

Bakatoan atau meminang dilaksanakan oleh


sebuah tim kecil yang ditentukan oleh pihak keluarga
laki-laki yang terdiri dari kerabat terdekat yang
dituakan ditambah dengan tokoh-tokoh masyarakat
yang disegani. Sebelum prosesi Bakatoan
dilaksanakan, seorang kurir dari pihak laki-laki
mendatangi orang tua pihak perempuan untuk
memberitahukan bahwa akan dating rombongan dari
pihak laki-laki pada waktu tertentu yang telah
disepakati oleh pihak laki-laki.
3. Basaputis

Biasa juga disebut Saputis Ling. Pada tahap ini


segala bentuk keperluan dari kedua belah pihak untuk
mendukung suksesnya perkawinan dimusyawarahkan
dan dibicarakan secara tuntas. Pihak perempuan yang
menurut adat menjadi pelaksana hampir seluruh
upacara, pada kesempatan itu menyatakan keperluan
yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki yang
biasanya dalam bahasa Sumbawa disebut Mako. Besar
kecilnya keperluan tersebut tergantung hasil
musyawarah antar keluarga perempuan. Pada saat
inilah peran dukun atau sanro menonjol, seperti
misalnya untuk menentukan hari baik bulan baik
upacara selanjutnya. Tentu saja dengan tetap
mempertimbangkan keinginan kedua belah pihak.
4. Bada’

Bada’ adalah pemberitahuan secara resmi kepada si


gadis bahwa dia tidak lama lagi akan menikah.
Petugas unutk itu biasanya ditunjuk istri tokoh-tokoh
masyarakat yang disegani. Waktu yang dipilih pagi
hari, dengan mengucapkan kata-kata sebagai berikut :
“Mulai ano ta, man mo mu lis tama, apa ya tu sabale
sapara kauke si A anak si B”. Setelah mendengar
ucapan itu, sang gadis biasanya langsung menangis
ditingkahi oleh suara rantok (alat penumbuk padi)
bertalu-talu seolah-olah menjadi publikasi spontan
kepada masyarakat kampung bahwa seorang gadis
telah akan meninggalkan masa remajanya.
5. Nyorong
Nyorong merupakan sebuah upacara adat dimana
pihak keluarga calon pengantin laki-laki datang
dengan rombongan yang cukup besar untuk
menyerahkan bawaan kepada pihak keluarga calonn
pengantin wanita. Upacara ini biasanya diiringi
dengan kesenian Ratib Rebana Ode. Di pihak wanita
telah menanti juga dalam jumlah yang cukup besar,
wakil-wakil dari pihak keluarga dan tokoh-tokoh
masyarakat setempat. Setelah diawali dengan basa-
basi dalam acara berbalas pantun, maka barang-
barang bawaanpun diserahkan.
6. Barodak Rapancar

Untuk mempersiapkan kedua mempelai dalam


menghadapi upacara selanjutnya seperti layaknya yang
terjadi pada etnik lain, di Sumbawapun di kenal apa yang
disebut dengan Barodak Rapancar. Dalam upacara
tersebut, calon pengantin di lulur dengan ramuan
tradisional yang disebut Odak. Odak dibuat dari ramuan
kulit-kulit beberapa jenis pohon yang serba guna yang
diproses secara khusus (ditumbuk halus). Fungsi utama
odak adalah agar kulit menjadi kuning dan halus. Di
samping itu, dengan ramuan daun pancar (pemerah kuku),
kedua mempelai di cat kukunya (kaki maupun tangan)
oleh Ina Odak, petugas khusus sebagai juru rias. Selain
yang bersifat fisik, selama menjalani proses barodak,
kepada mereka diajarkan pula hal-hal yang berhubungan
dengan persiapan menjadi suami istri, termasuk menjaga
makanan/minuman.
7. Ete Ling

Dua atau tiga hari sebelum upacara terpenting yaitu


Nikah tiba, 2 (dua) orang petugas agama (P3NTR) atas
permintaan orang tua pihak wanita mendatangi calon
pengantin wanita untuk secara resmi meminta jawaban
dan keinginan sang gadis dinikahkan dengan calon
pengantin pria. Pada saat itu, sang gadis menyampaikan
maksudnya bahwa memang betul dia ingin dinikahkan
dengan jejaka tersebut, dan meminta agar hal tyersebut
disampaikan kepada orang tuanya. Ling (ucapan) tersebut
disampaikan kepada orang tua, dan langsung saat itu
dirundingkan apakah akad nikah nanti dilaksanakan
sendiri olehg ayah sang gadis atau diwakilkan.
Bila segala sesuatu telah siap, maka dengan
berpedoman pada jadwal waktu yang telah ditetapkan
pada acara basaputis, maka upacara nikahpun akan segera
dilaksanakan.
8. Nikah
Sebagai penganut agama Islam, bagi
masyarakat Sumbawa sebenarnya inilah inti dari
segala rangkaian upacara adat perkawinan. Petrugas
agama dan tokoh-tokoh masyarakat yang diundang
dalam upacara ikut menjadi saksi telah terjadinya
ikatan perkawinan yang suci dan sangat disucikan.
Kembang-kembang nikah yang ditancapkan
mengelilingi sebatang pohon pisang yang diletakkan
dalam sebuah bokor kuningan berisi beras dibagi-
bagikan kepada hadirin.
9. Basai
Pada upacara inilah kedua mempelai menjadi raja
sehari. Publikasi kepada seluruh
warga masyarakat tentang perkawinan
mereka dilaksanakan sepenuhnya lewat upacara basai.
Gemerincing uang logam yang diberikan oleh hadirin
dalam acara Barupa yang ditingkahi dengan puisi lisan
tradisional (lawas) merupakan pesan-pesan moral
terselubung yang sukar untuk dilupakan oleh kedua
mempelai.
Biso Tian
Biso Tian adalah upacara yang dilaksanakan pada
masyarakat Samawa untuk mendoakan wanita yang
sedang hamil pertama pada saat usia kehamilan
mencapai 8-9 bulan dengan tujuan agar ibu dan
bayinya mendapat keselamatan.
Upacara biso tian mengharapkan bayi dalam
kandungan menjadi anak yang berguna dan tidak
kurang satu apapun (tidak cacat).
Cara pelaksanaan:

 Menyiapkan 7 lembar kain panjang yang diujungnya


diikat uang logam untuk diperebutkan oleh hadirin.
Ini melambangkan kehadirannya diterima oleh
lingkungannya.
 Medo bura, terdiri dari bête, loto kuning untuk
mengusir roh-roh jahat yang akan mengganggu calon
bayi.
 Buka bura, maksudnya siap untuk dilahirkan di dunia
dengan segala tantangan.
 Petikal (topat), melambangkan ketekadan hati pada
sesame (saling membutuhkna nsatu sama lain).
Basunat

Basunat adalah memotong bagian ujung kelamin


anak laki-laki yang berusia antara 3-10 tahun, untuk
menjalankan sunnah rasul. Pada anak-anak
perempuan, kegiatan basunat ini dinamakan “Batoba”.
Sering juga terjadi bahwa anak-anak yang disunat
telah berumur lebih dari 10 tahun pada laki-laki. Dan
pada perempuan juga terjadi pada umur kurang dari 3
tahun. Salah satu tujuan basunat untuk kebersihan
dan kesehatan anak.
Ada beberapa tahapan dalam acara basunat sebagai
berikut:
1) Barodak
2) Basunat
3) Barupa
Sehari sebelum anak disunat , dilakukan acara barodak, yaitu
memberi lulur pada sekujur tubuh anak agar harum, bersih dan
segar. Biasanya acara barodak ini dimeriahkan oleh ratib rebana ode
atau music gong genang. Anak yamg akan disunat biasanya
dikenakan pakaian dan kain sarung yang bersih dan berwarna putih
atau berwarna kuning. Kain sarung tersebut dinamakan “Awi”.
Pada saat anak disunat selalu diiringi dengan acara sakral.
Biasanya anak diberi makan telur ayam yang direbus. Orang yang
bertugas untuk menyunat atau memotong ujung kelamin anak
adalah sandro sumat atau mantri kesehatan atau dokter.
Setelah anak disunat dilakukan acara berupa, yaitu pemberian
hadiah kepada anak yang telah disunat oleh sanak saudara dan
handai taulan ataupun oleh semua orang yang hadir ditempat itu.
Hadiah-hadiah itu biasanya berupa uang atau barang, sehingga
anak menjadi gembira dan melupakan rasa takut dan rasa sakitnya
akibat disunat. Dalam rangka acara basunat ini biasanya
disemarakkan dengan kegiatan-kegiatan permainan rakyat gentao,
yaitu semacam permainan pencak silat.
Bateruk

Bateruk dalam bahasa Indonesia juga di sebut


meninidik telinga yang diselenggarakan melalaui
sebuah upacara tersendiri pada anak perempuan.
Bateruk sudah jarang di upacarai, sekarang
masyarakat lebih memilih mengunjungi dan
menggunakan tenaga medis untuk melakukan bateruk
karena di anggap lebih praktis. Upacara bateruk pada
anak perempuan umumnya dilakukan pada saat anak
masih bayi atau balita.
Tama Lamung
Tama lamung bermula dari kebiasaan
menggunakan lamung pene bagi seorang wanita
Sumbawa khususnya di kecamatan Sumbawa yang
akan memasuki usia remaja. Wanita yang
melaksanakan tradisi Tama Lamung haruslah dari
golongan bangsawan dan tau sanak (golongan
merdeka). Guna menghindari malapetaka yang dapat
menimpa individu yang bersangkutan maka
dilaksanakan tradisi Tama Lamung. Hal ini dapat
dilihat dalam prosesi Tama Lamung yang dalam
tahapannya seperti berodak dan maning suci berguna
untuk menolak bala berupa penyakit seperti kesikal
(kesurupan) yang dapat menimpa wanita tersebut.
Dalam perkembangannya tradisi ini mulai
mengalami perubahan yang di sebabkan oleh adanya
perubahan ide pada masyarakat bangsawan samawa
yang mulai menitik beratkan pada pola piker praktis
ekonomi. Namun perubahan yang terjadi dalam Tama
Lamung hanya terlihat pada permukaannya atu
kulitnya saja,sedangkan makna dan tujuan dari
upacara ini masih tetap di pertahankan,artinya masih
ada masyrakat yang melaksanakannya tradisi ini
karena menganggap tradisi ini masih di perlukan dan
berguna dalam kelangsungan hidup masyarakat
tersebut.
Adapun beberapa factor yang mendorong
perubahan dalam pelaksanaan upacara Tama Lamung
antara lain factor ekonomi yang menyebabkan tradisi
ini mulai di sederhanakan dengan
menggabungkannya dalam upacara-upacara lain
terutama dalam acara khitan. Selain itu kemajuan
teknologi membawa perubahan dalam paralatan yang
di gunakan dalam upacara Tama Lamung yang tidak
lagi menggunakan peralatan tradisional melainkan
telah diganti dengan peralatanan modern. Hal ini
dikarenakan pola fikir masyrakat Sumbawa yang lebih
mementingkan kepraktisan dari peralatan tersebut.
Faktor pendidikan dan agama dalam hal ini mulai
jarang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya.
Tradisi Tama Lamung yang mulai jarang di lakukan
menyebabkan masyarakat muali mengenal adanya tradisi
rebuya (mencari) agar di laksanakan upacara Tama
Lamung.
Wanita yang telah melakukan upacara Tama Lamung
maka memiliki kewajiban untuk menjaga harkat dan
martabatnya sebagai wanita dengan selalu mengikuti
segala adat istiadat dalam masyarakat. Adat istiadat ini
dapat di pelajari dengan mengikutsertakan wanita tersebut
dalam berbagai upacara adat seperti menjadi ina odak
(orang yang mengurus segala keperluan acara). Dan ina
saneng (pedampaing kedua mempelai) dalam upacaara
perkawinan. Tradisi Tama Lamung mulai mengalami
kepunahan, oleh sebab itulah di harapkan kepada
pemerintah setempat dan budayawan Sumbawa untuk
lebih memperhatikan keberadaan upacara Tama Lamung.
Perhatian ini dapat berupa motivasi, atau fasilitas upacara
agar masyarakat tetap melaksanakan upacara Tama
Lamung seperti yang dilakukan nenek moyangnya,
sehingga generasi muda khususnya yang berada di
kecamatan Sumbawa tetap mengenal dan mengetahui
keberadaan tradisi Tama Lamung.
Tama Lamung diKecamatan Sumbawa dulu sering
dilaksanakan oleh masyarakat Sumbawa tapi sekarang
acara Tama Lamung jarang dilaksanakan. Acara Tama
Lamung dilaksanakan pada acara yaitu:
1) Khitan (basunat)
2) Pencucian perut(bisotian)
3) Belulur(odak pancar)
Di acara Bisotian juga dilaksanakan acara Tama
Lamung bisa juga tidak. Diacara Basunat pun harus
dilaksanakan tidak seperti acara Bisotian bisa tidak
dilaksanakan
Adat istiadat Tama Lamung ini dilaksanakan dalam
upacara perkawinan adat Sumbawa maupun dalam upacara
khitan,menurut adat istiadat Sumbawa dalam upacara
perkawinan biasanya di rangkaikan dengan upacara odak
pancar dan upacara Tama Lamung.
SEKIAN 

Anda mungkin juga menyukai