Anda di halaman 1dari 16

http://jogjatv.

tv/upacara-adat-panggih-pengantin-gaya-yogyakarta/#:~:text=Upacara%20panggih
%20gaya%20Mataraman%20Yogyakarta,upacara%20adat%20perkawinan%20budaya
%20Jawa.&text=Uborampe%20atau%20sesaji%20yang%20disiapkan%20untuk%20pelaksanaan
%20upacara%20panggih%20adalah%20sanggan.

Pelaksanaan Upacara adat panggih dilakukan setelah ijab qobul. Upacara panggih gaya Mataraman
Yogyakarta ini terdiri dari beberapa prosesi. “Panggih” adalah bahasa Jawa yang artinya bertemu,
yakni bertemunya mempelai pria dan mempelai wanita dalam upacara adat perkawinan budaya
Jawa. Tujuan dari upacara panggih adalah untuk mengharap masa depan yang bahagia bagi kedua
mempelai serta untuk kebaikan bersama.

Uborampe atau sesaji yang disiapkan untuk pelaksanaan upacara panggih adalah  sanggan.
Sanggan ini dimaknai sebagai sarana  untuk menebus pengantin putri agar keluar dan
dipertemukan dengan pengantin pria. Sanggan terdiri dari satu tangkep pisang raja, sirih ayu, bunga
setaman serta benang lawe.
Disamping itu, juga disiapkan tujuh buah gantal yang terbuat dari daun sirih yang diisi dengan kapur
sirih kemudian digulung dan diikat dengan lawe atau benang warna putih.

Sanggan tersebut dibawa oleh keluarga pengantin pria dan kemudian diserahkan kepada kedua
orangtua pengantin wanita. Orang yang membawa sanggan ini adalah utusan dari pihak pengantin
pria.

Selain dimaknai untuk menebus pengantin putri sanggan juga dimaknai sebagai buah tangan ketika
bertamu mengetuk pintu. “Maknanya kalau orang Jawa itu kalau mau kula nuwun itu buah tangan,
jadi untuk ngetuk pintu,” papar Perias Pengantin, Hj. Nunung.
Setelah semua uborampe disiapkan saatnya upacara panggih dilaksanakan. Mempelai pria beserta
orangtua dan keluarganya mendatangi rumah mempelai wanita. Suasana klasik terlihat disini
karena rombongan pengantin pria tidak menggunakan mobil tetapi menggunakan kereta kuda.
Sesampainya di rumah pengantin wanita utusan yang membawa sanggan menyerahkan sanggan
atau tebusan itu kepada kedua orangtua pengantin wanita.

Sebelum sanggan diserahkan terlebih dahulu dilakukan prosesi kembar mayang. Kembar mayang
yang berjumlah empat buah ini disentuhkan kepada kedua mempelai. Kembar mayang sebagai
simbol  bahwa kedua mempelai statusnya masih perjaka dan gadis. Setelah kembar mayang
disentuhkan kepada pengantin pria kemudian dibuang yang maknanya adalah membuang sial dan
diharapkan kehidupan pasangan pengantin ini tidak menemui halangan apapun.
Menurut Perias Pengantin, Hj.Nunung jumlah kembar mayang untuk upacara panggih pengantin
gaya Mataraman Yogyakarta secara pakem adalah 4 buah. Namun ada juga yang hanya
menggunakan dua buah kembar mayang tetapi sebetulnya yang baku yakni berjumlah 4 buah.
“Karena ini pengantin adat Yogyakarta itu pakemnya kembar mayang empat, bisa dua, tapi bakunya
itu empat”, tegas Hj. Nunung.

Sanggan yang sudah diterima oleh kedua orangtua pengantin wanita selanjutnya dibawa masuk.
Setelah itu, orangtua pengantin wanita membawa keluar putrinya untuk dipertemukan dengan
pengantin pria dalam prosesi Panggih.
Setelah pengantin pria dan pengantin wanita dipertemukan. Mereka berhadap-hadapan dan
melakukan prosesi balangan gantal yaitu saling melemparkan gantal atau lintingan daun sirih.
Gantal berjumlah 7 buah. Empat buah untuk pengantin pria dan tiga buah untuk pengantin wanita.
Gantal ini adalah symbol pertemuan jodoh antara mempelai pria dan wanita yang telah diikat dan
disatukan dengan benang kasih. Menurut Hj. Nunung gantal harus dilemparkan bukan diberikan.
Hal ini dimaksudkan untuk menghalau gangguan-gangguan yang bersifat goib yang tidak terlihat
oleh mata manusia.
Usai prosesi balangan gantal kemudian dilanjutkan dengan prosesi wijikan. Dalam prosesi ini
pengantin wanita membasuh kaki pengantin pria. Wijikan adalah symbol bakti seorang istri kepada
suaminya. Seorang istri harus taat kepada suaminya. Sebaliknya, suami harus bisa ngayomi dan
ngayemi istrinya.
Berikutnya adalah prosesi mecah telur. Sesuai adat Yogyakarta prosesi mecah telur dilakukan oleh
perias bukan dilakukan oleh pengantin pria. Sebelum dipecahkan telur tersebut disentuhkan di dahi
kedua mempelai. Dahi adalah pusat pemikiran sehingga diharapkan jika ada masalah nantinya bisa
dipecahkan bersama-sama antara suami istri.

Setelah prosesi wijikan dan pecah telur kedua mempelai kemudian berjalan bergandengan  menuju
ke pelaminan dengan saling mengaitkan jari kelingking  mereka. Setelah duduk di kursi pelaminan 
kedua mempelai melakukan prosesi tampa kaya atau sering disebut kacar kucur. Dalam prosesi ini
mempelai pria menuangkan kaya yang berupa biji-bijian, bunga, dan uang logam ke atas kain yang
ada dipangkuan mempelai wanita. Kaya ini kemudian dibungkus dengan cermat oleh mempelai
wanita. Tampa kaya melambangkan bahwa seorang suami harus bertanggung jawab memberikan
nafkah kepada istri dan keluarganya. Diharapkan juga sang istri bisa mengelola pemberian dari
suaminya  itu secara baik dan tidak boros.
Kaya yang diterima oleh mempelai wanita tersebut kemudian diserahkan kepada ibunya.
Penyerahan kaya kepada ibu mempelai wanita ini adalah sebagai wujud bakti seorang anak kepada
orangtuanya yang selama ini telah membesarkan dan mengantarkan sang anak hingga ke jenjang
perkawinan.
Berikutnya adalah prosesi dhahar klimah. Prosesi ini melambangkan kemantapan hati kedua
mempelai untuk membangun rumah tangga dan juga melambangkan kerukunan diantara
keduanya. Dalam prosesi ini pengantin pria membuat tiga kepalan nasi kuning. Kemudian nasi
diletakkan di atas piring selanjutnya dimakan oleh pengantin wanita. Sesuai adat Yogyakarta dalam
prosesi dhahar klimah  yang memakan kepalan nasi adalah pengantin wanita sedangkan pengantin
pria hanya menyaksikan saja. Hal ini melambangkan bahwa istri harus bisa menyimpan rapat-rapat
rahasia suaminya, tidak perlu diumbar kemana-mana.

Prosesi terakhir adalah sungkeman. Dalam prosesi ini pengantin putri melakukan sungkem kepada
ayahnya baru kemudian sungkem kepada ibunya. Sesuai adat Kraton Yogyakarta seorang ayah
memang diutamakan karena ayah adalah imam yang memimpin dan melindungi keluarganya.
Sungkeman dilakukan secara bergantian yakni dari pengantin wanita dulu sungkem kepada
orangtuanya diikuti pengantin pria sungkem kepada ayah dan ibu mertua. Lalu pengantin pria
sungkem kepada bapak ibunya diikuti oleh pengantin wanita.  Sungkeman pertama kali dilakukan
kepada orangtua mempelai wanita baru kemudian kepada orangtua mempelai pria. Hal ini karena
yang punya hajat adalah orangtua mempelai wanita maka dari itu harus didahulukan. Prosesi
sungkeman menjadi penutup dari rangkaian upacara adat Panggih Pengantin gaya Yogyakarta. Di
dalamnya terkandung makna sebagai permohonan doa restu agar kelak kehidupan mereka
senantiasa dilingkupi kebahagiaan. (gbr sungkeman segmen 2 menit 09:39)(gbr tarian segmen 3
menit 05:30)

Setelah upacara panggih selesai dilaksanakan berikutnya disuguhkan tarian untuk menghibur para
tamu yang hadir. Tarian yang disajikan adalah tari klasik gaya Yogyakarta meliputi tari golek surung
dayung, golek menak marmoyo marmadi, klana topeng gagah dan Gathotkaca Pergiwo. Bukan
sekedar sebagai hiburan semata namun keseluruhan tarian yang disuguhkan tersebut juga
mengandung makna filosofi tersendiri yang intinya adalah untuk mengharap kebaikan bagi kedua
mempelai. (Rum)Sumber: Adiluhung, Selasa 07/03/17)

http://www.seputarpernikahan.com/rangkaian-upacara-panggih-pada-pernikahan-adat-yogyakarta/

Rangkaian Upacara Panggih Pada


Pernikahan Adat Yogyakarta
Pada pernikahan adat yogyakarta biasanya kita akan menjumpai beberapa rangkaian adat yang mungkin kita
sering lihat, akan tetapi belum tau apasih itu dan apa makna yang terdapat pada rangkaian adat tersebut. Salah
satu prosesi rangkaian adat Yogyakarta yang sering digunakan pada pernikahan adat Yogyakarta salah
satunya adalah Upacara Panggih.

Rangkaian Upacara Panggih Pada Pernikahan Adat Yogyakarta


Upacara Panggih ini merupakan temu manten. Dimana kedua pengantin akhirnya diketemukan setelah akad
nikah dilakukan untuk kemudian disandingkan dipelaminan. Namun sebelum disandingkan dipelaminan, maka
keduanya harus melalui serangkaian upacara oanggih ini.

Pisang Sanggan
Diawali dengan penyerahan pisang sanggan dari ibu mempelai pria yang kemudian diberikan kepada ibu
pengantin wanita. Pisang sanggan ini mengandung makna sebagai simbol untuk menebus pengantin putri,
maka banyak juga yang mengatakan sebagai sanggan tebusan pengantin putri. Pisang sanggan yang digunakan
biasanya pisang raja yang telah dihias pada suatu nampan yang dilengkapi dengan buah pisang raja satu
tangkep, suruh ayu, gambir, kembang telon (bunga mawar, melati, dan kenanga), lawe wenang.

Kembar Mayang
Prosesi pernikahan adat Yogyakarta selanjutnya adalah Kembar mayang. Kembar mayang ini berupa rangkaian
dedaunan yang utamanya adalah daun kelapa yang ditancapkan ke sebuah batang pisang. Dua buah kembar
mayang ini kemudian dibawa dua wanita pembawa kembar sambil memandu sang mempelai wanita menuju
pelaminan.
Untuk tata caranya adalah dengan di kepyokan ataun disentuhkan ke mempelai pria. Hal ini dimaksudkan
untuk membuang sial pengantin pria dan juga melambangkan perjalanan hidup kedua mempelai agar
senantiasa bahagia dan terhindar dari rintangan yang berarti.

Lihat juga: Prosesi Bamandi-mandi Dalam Pernikahan Adat Banjarmasin Menjadi Warisan Budaya
Leluhur

Balangan gantal atau Lempar sirih


Selanjutnya pengantin wanita yang didampingi pendamping pengantin akan dibawa menuju tempat pengantin
pria dan keluarga telah menunggu untuk melakukan prosesi lempar sirih. Daun sirih yang digunakan tidak
hanya daun sirih biasa namun diisi dengan bunga pinang, kapur sirih, gambir, dan tembakau hitam yang
kemudian digulung dan diikat dengan benang putih.
Untuk tata caranya kedua pengantin akan berdiri saling berhadapan kemudian gulungan daun sirih yang telah
disiapkan akan saling dilempar oleh kedua mempelai ke pasangannya.

Prosesi adat ini sudah barang tentu bukan tanpa makna, akan tetapi melambangkan pertemuan jodoh antara
kedua mempelai yang telah disatukan dengan kasih suci. Dan melempar gulungan daun sirih merupakan
simbol saling melempar cinta diantara keduanya.

Ranupada dan Wiji Dadi

Pada prosesi ini mempelai wanita akan membasuh kaki pengantin pria dengan menggunakan ranupada yang
terdiri gayung, bokor, baki, bunga sritaman, dan telur. Membasuh kaki suami ini merupakan sebuah simbol
pengabdian seorang istri pada suaminya dalam menjalani bahtera rumah tangga.
Jika kamu pernah melihat tahapan ini yang diikuti dengan injak telur. Hal ini tidak terjadi pada prosesi
pernikahan adat Yogyakarta, karena prosesi injak telur hanya dilakukan pada adat Solo atau Surakarta. Untuk
pernikahan adat Yogyakarta prosesi injak telur diganti dengan wiji dadi alias memecah telur kampung oleh Ibu
Adat. Telur ayam kampung mula – mula disentuhkan pada dahi pengantin pria, kemudian ranupada akan
dipecahkan oleh pemimpin Ibu Adat.
Menuju Pelaminan
Setelah prosesi wiji dadi, maka dilanjutkan dengan berjalannya kedua pengantin menuju pelaminan dengan
jalan berdampingan dan masing – masing kelingking mempelai saling berpegangan hingga menuju pelaminan.
Tampa Kaya

Tampa kaya ini sama dengan prosesi kacar kucur. Dimana sang mempelai pria akan mengucurkan biji-bijian,
gabah, padi, beras, jagung, beberapa bumbu dapur, bunga sritaman, dan juga uang logam. Tampa kaya
melambangkan sebuah tanggung jawab yang dimiliki oleh suami dalam mencari nafkah memenuhi segala
kebutuhan rumah tangga.
Untuk tata caranya sang mempelai pria akan mengucurkan kain yang telah diisi dengan biji-bijian, gabah, padi,
beras, jagung, beberapa bumbu dapur, bunga sritaman, dan juga uang logam, kemudian sang pengantin wanita
akan menampung kucuran tersebut dengan selembar kain putih yang kemudian diikat rapih. Disini saat sang
wanita berhati – hati menampung kucuran tersebut artinya adalah sang wanita bertanggug jawab untuk
mengatur keuangan dengan baik yang telah diberikan suami.

Dahar Klimah
Pengantin pria akan membuat 3 kepalan nasi kuning yang kemudian dimakan oleh sang wanita. Yang
membedakan prosesi pernikahan adat Yogyakarta dengan adat Sunda adalah tidak adanya prosesi suap –
suapan.
Sungkeman
Sungkemana menjadi prosesi terakhir yang dilakukan pada upacara adat Panggih pernikahan adat
Yogyakarta. Prosesi ini biasanya paling mengharukan lho. Dimana kedua pengantin akan saling berlutut
didepan orang tua, dan dengan posisi menyembah. Prosesi Ini melambangkan sebuah bakti dan tanda hormat
seorang anak atas kasih sayang dan pengorbanan orang tua dalam mendidik dan membesarkannya. Selain itu,
kedua mempelai juga meminta maaf atas kesalahan – kesalahan yang telah diperbuat dan juga meminta doa
restu untuk menjalani hidup rumah tangga yang akan diarungi sebentar lagi.

https://www.weddingku.com/blog/prosesi-pernikahan-adat-jawa-yogya

7. Panggih
Puncak dari seluruh rangkaian upacara adat yang mendahuluinya. Panggih merupakan prosesi
yang mempertemukan pasangan pengantin setelah mereka resmi menikah, kemudian
disandingkan di pelaminan. Rangkaian prosesi panggih biasanya didahului dengan tarian edan-
edanan oleh penari pria dan wanita dengan dandanan jenaka. Tradisi ini memiliki makna bahwa
pasangan pengantin berparas rupawan dianggap membutuhkan keseimbangan yang diwujudkan
oleh penampilan abdi dalem dengan dandanan compang-camping. Tarian ini juga dimaksudkan
sebagai penolak ruh jahat yang akan mengganggu jalannya upacara panggih.
Urutan prosesinya adalah :
 Penyerahan Sanggan
Sanggan merupakan simbol atau sarana menebus pengantin wanita. Wujudnya berupa dua sisir
pisang raja matang pohon, sirih ayu, kembang telon (mawar, melati, kenangan), serta benang
lawe yang ditata dalam satu wadah. Pembawa sanggan berdiri di depan rombongan pengantin
pria untuk kemudian menyerahkan sanggan kepada ibu pengantin wanita.
 Balangan Gantal
Gantal merupakan daun sirih yang dipilin kemudian diikat dengan benang lawe. Di dalamnya
berisi bunga pinang, kapur sirih, gambir, serta tembakau hitam. Gantal adalah simbolisasi
pertemuan jodoh antara kedua mempelai yang disatukan dengan benang kasih suci. Lantaran
itu, upacara balangan gantal juga merupakan lambang saling melempar kasih antara kedua
mempelai.
 Wijikan
Kadang disebut juga ranupada atau prosesi membasuh kaki pengantin pria oleh pengantin
wanita. Hal tersebut melambangkan bakti istri pada suami. Selain itu juga berarti menghilangkan
halangan dalam menempuh perjalanan menuju keluarga bahagia.
 Pondongan atau Kanten Asto
Pada pernikahan putri Sultan Hamengkubuwono, mempelai pria memondong (menggendong)
mempelai wanita, yang bermakna mempelai pria menghargai mempelai wanita sebagai putri
raja. Pada pernikahan masyarakat Yogya di luar Kraton, prosesi ini digantikan dengan  Kanten
Asto dimana kedua mempelai saling mengaitkan jari kelingking sambil berjalan perlahan menuju
pelaminan.
 Tampa Kaya
Tampa kaya atau yang sering juga disebut kacar-kucur adalah simbol tanggung jawab suami
sebagai pencari nafkah yang menyerahkan hasil jerih payahnya pada istri. Sementara istri
bertugas mengaturnya agar tidak tercecer hingga mencukupi semua. Pada prosesi ini, pengantin
pria menuangkan kaya (biji-bijian, uang logam, kembang) dari anyaman tikar pandan ke dalam
bentangan sapu tangan di atas pangkuan pengantin putri, kemudian dibungkus agar tak ada
yang tercecer.
 Dahar Klimah
Sebuah prosesi yang menggambarkan kerukunan suami istri dalam cinta kasih. Pengantin pria
akan membuat kepalan nasi kuning kecil sebanyak tiga buah, diletakkan di piring yang dipegang
oleh mempelai wanita, kemudian kepalan nasi tersebut dimakan oleh mempelai wanita.
 Ngunjuk Rujak Degan
Kedua mempelai dan orangtua mencicipi rujak degan,  yakni berupa minuman serutan kelapa
muda yang dicampur gula merah. Artinya segala sesuatu yang manis tidak dinikmati sendiri.
Melainkan dibagikan ke seluruh keluarga.
 Mapag Besan
Karena orangtua mempelai pria tidak diperkenankan hadir pada upacara panggih, maka usai
prosesi ngunjuk rujak degan, orangtua mempelai wanita akan menjemput orangtua mempelai
pria.
 Sungkeman
Merupakan prosesi terakhir dimana kedua mempelai sembah sujud kepada kedua pasang
orangtua sebagai tanda bakti seorang anak kepada orangtua yang telah membesarkan, juga
permohonan restu agar kelak mereka dapat menjadi keluarga yang bahagia.

Anda mungkin juga menyukai