Anda di halaman 1dari 5

Tradisi Potong Jari Iki Palek, Suku Dani, Papua

Crystal Angeline Lee XII Bahasa/13

Indonesia merupakan negara dengan beragam suku dan budaya. Salah satu budaya unik yang
cukup ekstrem dan masih dilakukan sampai sekarang adalah tradisi potong jari. Setiap orang
memiliki cara yang berbeda untuk mengungkapkan rasa duka saat ditinggalkan oleh anggota
keluarga, begitu pula dengan suku Dani. Suku yang tinggal di Papua ini memotong jari mereka
untuk mengungkapkan rasa duka saat ada anggota keluarga yang meninggal. Ini merupakan
tradisi yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Umumnya tradisi ini hanya dilakukan oleh
para ibu ataupun wanita tertua, karena para pria memiliki tradisinya sendiri yaitu memotong
cuping telinga (Nasu Palek) yang dilakukan dengan intensi yang sama. Meskipun begitu,
terkadang para pria juga melakukan tradisi ini, begitu juga sebaliknya. Tradisi ini tidak hanya
dilakukan oleh suku Dani, tetapi juga suku Moni di Papua.

Bagi anggota suku Dani, menangis tidak cukup unguk mengungkapkan rasa duka mereka. Rasa
sakit dari memotong jari dianggap mewakili perasaan sakit dan kehilangan yang mendalam.
Suku Dani melihat jari sebagai simbol keharmonisan, kekuatan, dan persatuan. Setiap ruas jari
jika digabungkan dapat menghasilkan kesatuan dan kekuatan untuk melakukan pekerjaan dan
jika salah satunya hilang, maka kebersamaan dan kekuatan yang ada juga hilang. Ini dijadikan
sebagai pedoman dasar hidup masyarakat sekitar dan disebut dengan “Wene opakima dapulik
welaikarek mekehasik”. Secara harafiah, kalimat tersebut berarti satu keluarga, satu marga (fam),
satu honai (rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah/asal-muasal, dan satu darah.
Berbeda dengan Yubitusme yang dilakukan oleh para yakuza Jepang sebagai bentuk hukuman,
masyarakat suku Dani melihat hal ini sebagai bukti solidaritas, bahwa orang yang sudah pergi
akan tetap diingat oleh pihak keluarga.

Pemotongan dapat dilakukan pada seluruh jari kecuali ibu jari. Umumnya suku Dani memakai
kapak batu ataupun pisau tradisional untuk memotong jarinya, tetapi ada beberapa dari mereka
yang menggunakan giginya untuk memutuskan jari (digigit). Setelahnya, jari akan diberikan obat
tradisional yang diramu menggunakan daun ogaogah, dagohoga, dan bogeogah, lalu dibungkus
dengan daun. Daun ini akan diganti setiap 3 hari sekali dan biasanya akan sembuh setelah 9 hari.
Saat luka di jari sembuh, maka kesedihan dan rasa dukacita yang ada dianggap hilang juga. Cara
lain yang bisa dilakukan adalah mengikat jari dengan tali dalam kurun waktu tertentu sampai
sirkulasi darah pada ruas jari tersebut berhenti, yang menyebabkan otot dan saraf pada jari mati
karena tidak mendapatkan oksigen. Setelah itu baru kemudian dipotong atau ditarik sampai
putus. Cara ini dianggap lebih baik karena tidak banyak darah yang keluar.
Kemungkinan yang akan terjadi pada Iki Palek dan ancamannya

Kedepannya, ada beberapa kemungkinan yang


mungkin terjadi pada tradisi Iki Palek. Pertama,
tradisi ini akan berhenti dilakukan. Seiring dengan
berkembangnya zaman, muncul berbagai macam
alasan untuk menghentikan tradisi ini.
Alasan-alasan tersebut antara lain adalah alasan
keagamaan dan alasan medis. Dilihat dari sisi
keagamaan, semua agama mengajarkan kita untuk
menjaga dan menyayangi diri sendiri. Selain itu,
dikatakan bahwa tubuh manusia adalah Bait Allah,
yang berarti kita harus menghargai dan menjaganya agar tetap suci. Sedangkan ditinjau dari sisi
medis, proses pemotongan jari ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Memotong
jari dengan kapak ataupun pisau yang belum disterilisasi dapat menyebabkan munculnya
berbagai penyakit seperti infeksi tetanus. Orang yang melakukan Iki Palek dengan pisau juga
akan kehilangan banyak darah karena setelah jari terputus tidak dilakukan tindakan untuk
menghentikan darah yang menggucur. Mereka hanya akan diberikan obat tradisional, kemudian
jari dibungkus dengan daun.

Meskipun berdasarkan testimoni dan wawancara suku Dani mereka tidak keberatan melakukan
tradisi ini, hal ini tentunya juga berdampak pada aktivitas sehari-hari suku Dani yang
mayoritasnya memiliki mata pencaharian berkebun dan beternak. Kegiatan yang dilakukan saat
bekerja di kebun ataupun ladang umumnya menggunakan tangan, sehingga akan sulit bagi
masyarakat untuk beraktivitas, apalagi jika belum terbiasa. Pemerintah setempat juga sudah
melarang masyarakat untuk melakukan tradisi ini. Namun jika kita berkunjung ke Lembah
Baliem, daerah tempat tinggal suku Dani, kita akan banyak menemukan para wanita yang
kehilangan sebagian jarinya. Dengan perkembangan pengetahuan dan informasi yang semakin
luas, sangat wajar apabila budaya ini mulai ditinggalkan.

Ancaman lain yang dapat muncul adalah kebiasaan untuk menyakiti diri sendiri atau yang
disebut juga dengan self harm. Mengutip dari website RSJ Jabar, self harm adalah bentuk
perilaku menyakiti diri sendiri yang dilakukan individu secara sengaja karena permasalahan yang
mereka hadapi. Umumnya ini dilakukan oleh seseorang tanpa ada niatan untuk bunuh diri, tetapi
hal ini dapat mengancam jiwa individu. Jika dilihat lebih dalam, memotong jari merupakan salah
satu jenis self harm yang termasuk dalam jenis moderate/superficial self-mutilation

Ketika tradisi ini berhenti dilakukan, ada kemungkinan bahwa tradisi ini akan dilupakan oleh
bangsa Indonesia dan punah. Tetapi hal ini tidak akan terjadi jika kita tetap melestarikan
informasi yang ada. Meskipun tidak lagi dilakukan, sangat mungkin bagi kita untuk tetap
melestarikan dan menyebarluaskan tradisi ini. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan, misalnya
seperti memasukkan materi mengenai budaya ini pada pelajaran sejaran Indonesia ataupun PKn.
Selain itu dengan bantuan teknologi yang ada, kita juga bisa menyimpan bukti-bukti dalam
bentuk dokumentasi berupa foto, video, dll, sehingga generasi yang akan datang nantinya dapat
tetap mengetahu dan mempelajari tradisi ini.

Menurut Rogers, ahli sosiologi (Enok,M, 2000, hlm. 134), proses perubahan sosial mengalami
tiga tahapan yaitu invention (menciptakan dan mengembangkan perubahan), diffusion
(menyebarkan ide), dan consequence (akibat). Kehidupan manusia akan terus berevolusi dan
seiring dengan berjalannya waktu, akan ada banyak perubahan yang terjadi. Hal ini juga berlaku
pada kebudayaan dan tradisi-tradisi yang dapat berubah, baik itu muncul hilang ataupun
dimodifikasi, mengikuti keadaan masyarakat. Contohnya seperti perubahan pada cara petani
membajak padi. Zaman dulu, petani menggunakan cara manual dengan kerbau ataupun kaki,
tetapi sekarang banyak yang sudah menggunakan alat, yaitu traktor.

Ini juga dapat diterapkan pada tradisi dan budaya yang ada. Kita dapat memodifikasi tradisi Iki
Palek dan membuat alternatif lain dan mengubah prosesnya, tetapi tetap menjaga makna dan
tujuan dari tradisi tersebut. Salah satu alternatif yang dapat dijadikan pilihan adalah
menggantikan proses memotong jari dalam bentuk tato. Tato merupakan sebuah bentuk seni
(melukis) pada tubuh yang dilakukan dengan cara memasukan tinta atau pigmen ke kulit. Seperti
Iki Paleh, kedua hal ini sama-sama permanen, sehingga keluarga yang ditinggalkan dapat tetap
memiliki “bukti” bahwa mereka mengingat anggota keluarga yang sudah meninggal. Seiring
dengan perkembangan IPTEK, tato juga terbukti aman untuk manusia.

Iki Palek juga dilakukan untuk mengungkapkan rasa sakit secara emosional menjadi sesuatu
yang berwujud fisik. Proses menato tubuh sendiri membutuhkan ketahanan akan rasa sakit yang
cukup tinggi, meskipun rasa sakit yang didapatkan bergantung pada bagian tubuh yang ditato dan
kemampuan penatonya. Selain itu, proses penyembuhan dari luka tato tidak berbeda jauh dengan
Iki Palek, umumnya sekitar 2 minggu. Sangat memungkinkan jika ada akulturasi yang terjadi
antara Iki Palek dan kebudayaan lain, misalnya dengan Suku Mentawai di Sumatera Barat yang
memiliki kebiasaan untuk menato tubuhnya ataupun masyarakat Bali yang memiliki tradisi
memotong gigi.

Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah dengan mengganti bentuk pelaksanaan Iki Palek
dengan sesuatu yang berbeda, misalnya mengganti tradisi memotong jari menjadi upacara adat.
Tetapi ide ini kemungkinan besarnya akan ditolak masyarakat karena akan menghilangkan ciri
khas dari Iki Palek. Jika Suku Dani tidak menginginkan tradisi mereka untuk diakulturasikan
atau mengubah bentuk perwujudannya, terdapat pilihan lain yang dapat dilakukan yaitu
menyederhanakan budaya tersebut. Contohnya dengan memberikan cat khusus tubuh pada jari
mereka. Meskipun harus dilakukan berulang kali, setidaknya dengan disederhanakan masyarakat
tidak perlu menyakiti tubuhnya sendiri.

Bagaimana cara kita melestarikan Iki Palek?


Sebagai generasi muda penerus bangsa, tentunya kita harus melestarikan tradisi dan budaya yang
ada. Meskipun tradisi iki palek cukup ekstrim, tradisi ini tetap harus kita jaga karena merupakan
bagian dari keunikan Indonesia yang sudah dilakukan turun-menurun pada suku Dani. Saat ini,
tradisi Iki Palek sendiri sudah mulai ditinggalkan oleh suku Dani karena berbagai faktor, seperti
alasan kesehatan dan keagamaan. Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk melestarikan budaya
ini? Apakah kita harus ikut memotong jari kita saat ada anggota keluarga yang meninggal? Atau
dengan memaksa anggota suku Dani untuk tetap melakukan tradisi ini?

Melihat dampaknya pada tubuh manusia, tidak memungkinkan jika kita ikut melakukan Iki
Palek. Memaksakan anggota suku Dani untuk tetap melakukan tradisi ini juga bukanlah hal yang
tepat karena ini bukanlah sebuah kewajiban, tetapi pilihan mereka. Seiring dengan
perkembangan pengetahuan dan ilmu teknologi, sangat wajar jika perlahan tradisi ini
ditinggalkan. Tradisi ini sejatinya destruktif bagi manusia karena harus merusak anggota tubuh
sendiri dengan cara yang cukup sadis. Pemerintah setempatpun sempat memberikan usulan serta
larangan untuk tidak melakukan tradisi ini dengan intensi baik. Meskipun begitu, masih terdapat
masyarakat yang memilih untuk tetap melakukan tradisi ini. Bagaimana suku Dani menyikapi
fenomena ini kembali pada pribadi masing-masing karena pilihan berada pada tangan mereka.

Tradisi tidak selamanya harus dilakukan dengan cara yang sama. Seiring dengan perkembangan
IPTEK evolusi dalam kehidupan, kebudayaan yang ada pasti akan mengalami perubahan karena
tradisi dan budaya sifatnya dinamis dan mengikuti keadaan masyarakat. Kita dapat tetap
mempertahankan tradisi yang ada, tetapi memodifikasi proses atau langkahnya sehingga tradisi
tersebut dapat tetap memiliki makna dan tujuan yang sama.

Upaya yang paling utama yang harus kita lakukan dalam melestarikan Iki Palek adalah
menghargai dan menghormati tradisi tersebut. Memang terdengar sepele, tetapi hal ini dapat
memberikan dampak yang luar biasa. Selain itu, agar tradisi ini dapat diingat dan diketahui oleh
lebih banyak orang kita bisa mempelajari, mempertahankan, dan menyebarkan informasi
mengenai Iki Palek agar keunikan tradisi ini dapat diketahui lebih banyak masyarakat. Dalam hal
ini, perkembangan IPTEK yang sudah berjalan dapat kita manfaatkan dengan baik untuk
dokumentasi dan menyebarkan informasi. Beberapa upaya-upaya sudah mulai dilakukan oleh
beberapa pihak, misalnya seperti guru memberikan pengetahuan mengenai Iki Palek kepada para
murid melalui pelajaran dan jurnalis yang melakukan pengamatan kemudian menuliskan artikel
mengenai tradisi ini.
Usaha lain yang bisa dilakukan adalah mengadakan pameran ataupun acara–acara yang
membahas tentang Iki Palek. Selain itu, kita juga bisa memulai inovasi-inovasi baru seperti
misalnya, membuat souvenir ataupun cenderamata. Selain dapat dijadikan oleh-oleh atau koleksi
untuk dibeli, benda-benda ini juga melambangkan dan mengingatkan pembelinya akan eksistensi
Iki Palek. Ini hanyalah contoh, diluar sana terdapat banyak wujud perbuatan yang dapat
direalisasikan untuk melestarikan tradisi ini. Mungkin secara aksi tidak dapat dilestarikan secara
nyata (memotong jari secara langsung), tetapi tradisi ini akan terlestarikan dan diingat dalam
memori orang-orang.

SUMBER
Iki Palek, Tradisi Potong Jari Sebagai Tanda Kehilangan dan Kesetiaan - National Geographic
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam menjalankan kehidupannya tidak
lepas dari tradisi. Setiap negara, daerah, dan
http://repository.unsada.ac.id/1845/4/BAB%20II.pdf
Potong Jari & Daun Telinga, Inilah Tradisi Unik Suku Dani
https://journals.unihaz.ac.id/index.php/georafflesia/article/view/1842/1037
Jemari di Lembah Baliem.
https://bintangpanglima.medium.com/duka-ritual-potong-jari-suku-dani-8a2c53182132
http://rsj.jabarprov.go.id/artikel/baca_artikel/000061#:~:text=%E2%80%9CSelf%2Dharm%20ad
alah%20suatu%20bentuk,yang%20tidak%20tertahankkan%2C%20dialami%20oleh
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-57053742
Evolusi Budaya oleh Covid-19: Sebuah Pemikiran Antropologi – IAIN SORONG

Anda mungkin juga menyukai