Anda di halaman 1dari 3

TRADISI Suku Buton

Suku Dunia ~ Suku Buton merupakan suku asli daerah Provinsi Sulawesi Tenggara khususnya
di Pulau Buton. Suku Buton juga tersebar di beberapa daerah Sulawesi Tenggara misalnya di
Kota Kendari, Kabupaten Bombana dan daerah-daerah lainnya. Beberapa pendapat menyatakan
bahwa nenek moyang dari orang-orang Buton adalah “imigran” yang datang dari wilayah Johor
sekitar abad ke-15 Masehi yang kemudian mendirikan kerajaan Buton. Pada tahun 1960, dengan
mangkatnya sultan yang terakhir, kesultanan Buton konon “dibubarkan” tetapi tradisi-tradisi
istana itu telah melekat erat pada orang-orang yang mendiami wilayah tersebut.

Adat Istiadat Suku Buton

Adat suku Buton ada beberapa macam salah satu diantaranya ialah Tandaki atau Posusu, yaitu
upacara yang berkaitan dengan penyunatan (tandaki bagi anak laki-laki) dan posusu(bagi anak
perempuan). Upacara tandaki di peruntukan bagi anak laki-laki yang telah masuk aqil baliq, yang
melambangkan bahwa anak laki-laki tersebut berkewajiban untuk melaksanakan segala perintah
dan larangan yang diajarkan dalam Agama Islam. Posusu adalah upacara khitanan bagi anak
perempuan sebagaimana tandaki bagi anak laki-laki. Pada posusu biasanya di barengi dengan
mentindik (melubangi daun telinga) sebagai tempat pemasangan anting-anting. Tandaki dan
Posusu biasanya di lakukan 1 hari sebelum pelaksanaan Idul fitri maupun idul adha.

Pakaian Adat Suku Buton

Pakaian Balahadada merupakan pakaian kebesaran yang dikenakan oleh kaum laki-laki Buton
baik bagi seorang bangsawan maupun bukan bangsawan. Pakaian dengan warna dasar hitam ini
dijadikan sebagai perlambang keterbukaan pejabat atau sultan terhadap segala sesuatu yang
berkaitan dengan urusan masyarakat demi pencapaian kesejahteraan dan kebenaran hukum yang
diputuskan dengan jalan musyawarah untuk mufakat. Kelengkapan pakaian Balahada terdiri atas
destar, baju, celana, sarung, ikat pinggang, keris, dan bio ogena atau sarung besar yang dihiasi
dengan pasamani diseluruh pinggirannya. Bukan hanya Balahadada saja yang diketahui sebagai
pakaian adat Suku Buton dan diketahui juga ada beberapa macam pakaian adat Suku Buton
misalnya pakaian Ajo Bantea, Ajo Tandaki, Pakeana Syara, Kambowa, Kaboroko, dan Kombo.
Rumah Adat Suku Buton

Banua tada merupakan rumah tempat tinggal suku Buton di Pulau Buton. Kata banua dalam
bahasa setempat berarti rumah sedangkan kata tada berarti siku. Jadi, banua tada dapat diartikan
sebagai rumah siku. Berdasarkan status sosial penghuninya, struktur bangunan rumah ini
dibedakan menjadi tiga yaitu kamali, banua tada tare pata pale, dan banua tada tare talu pale.
Kamali atau yang lebih dikenal dengan nama malige berarti mahligai atau istana, yaitu tempat
tinggal raja atau sultan dan keluarganya.

Peninggalan Suku Buton

Benteng Keraton Buton adalah bekas peninggalan Kesultanan Wolio/Buton dan biasa disebut
dengan Benteng Keraton Wolio. Benteng buton berada di Pulau Buton (Kota Bau-Bau) secara
geografis merupakan kawasan timur jazirah tenggara pulau Celebes/Sulawesi. Benteng Keraton
Buton yang aslinya disebut Keraton Wolio dibangun pada masa pemerintahan Sultan Buton VI
(1632-1645), bernama Gafurul Wadudu. Benteng yang berbentuk lingkaran ini panjang
kelilingnya sekitar 2.740 meter. Benteng Keraton Buton mendapat penghargaan dari Museum
Rekor Indonesia (MURI) dan Guiness Book Record yang dikeluarkan bulan september 2006
sebagai benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23,375 hektare. Benteng Keraton Buton ini
menjadi salah satu objek wisata bersejarah di Bau-bau, Sulawesi Tenggara. Benteng ini
merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton.

Kesenian Suku Buton

Salah satu kesenian dari Suku Buton yang paling terkenak ialah Tari Kalegoa. Tari Kalegoa
merupakan salah satu jenis tarian yang dilakukan oleh gadis-gadis di Buton dengan spesifikasi
berupa Gerakan memakai sapu tangan. Tarian berasal dari Kelurahan Melai Kecamatan
Betoambari sekitar 3 km dari pusat Kota Bau-Bau.

Makanan Khas Suku Buton

Kasoami (soami) adalah makanan khas sulawesi tenggara yang terbuat dari ubi. Proses
pembuatannya bagi sudah terbiasa tentu tidak sulit. Tapi bagi pemula tentu memerlukan
kesabaran dalam proses pembuatannya. Kasoami sangat enak bila dinikmati dengan ikan asin.
Cara membuatnya, ubi yang sudah dibersihkan diparut. Setelah itu ubi diperas. Biasanya proses
ini memerlukan peralatan khusus untuk memerasnya. Peralatan ini intinya berfungsi untuk
bagaimana agar ubi yang diperas itu cepat kering. Setelah dipastikan ubi sudah kering maka
proses berikutnya adalah pekerjaan pengukusan. Media pengukusan biasanya terbuat dari daun
kelapa yang sudah dianyam dan berbentuk topi (piramida). Proses pengukusan biasanya
berlangsung antara 20 sampai 30 menit. Pengukusan biasanya baru selesai setelah didapatkan
tanda-tanda yang dilihat dari uap yang keluar. Atau sudah dipastikan ubi yang dikukus telah
menyatu dan telah berubah warna. Perubahan warna biasanya dari putih ke warna agak
kekuning-kuningan.

Anda mungkin juga menyukai