Anda di halaman 1dari 9

TRADISI DUGDERAN

MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN

Dosen Pengampu

Mochammad Usman Wafa, S. Pd.,M. Pd.

Di Susun Oleh

Muhammad Maftuh Ahnan Al Mimbar

(2501421173)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI MUSIK


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penduduk Semarang umumnya adalah Suku Jawa dan menggunakan Bahasa
Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Keberadaan hidup orang Jawa tak luput dari
kehidupan sosial dan budaya yang memiliki corak yang beragam. Kehidupan sosial
dan budaya orang Jawa dipengaruhi oleh sisa kebiasaan kehidupan kerajaan Hindu-
Budha sampai dengan kerajaan Islam, sehingga menjadi kebudayaan yang khas
dibandingkan dengan kebudayaan yang lain. Mayoritas agama yang dianut oleh
penduduk Semarang yaitu Islam. Kota Semarang yang dikenal sebagai salah satu kota
yang ramai akan penduduknya memiliki budaya yang menarik merupakan cikal-bakal
Semarang. Beberapa bangunan sejarah dan nama-nama tempat di Kota Semarang,
maka kebudayaan yang pada saat lalu berkembang seperti Islam, Tionghoa, Eropa dan
Jawa Pribumi. Keempat kebudayaan tersebut berbaur yang mempengaruhi penting
pada perkembangan Semarang tempo dulu
Tradisi Dugderan di kaliwungu adalah sebuah tradisi yang sudah ada sejak
dahulu kala, yaitu sebuah tradisi yang diadakan disaat kita akan memasuki bulan
ramandhan yaitu hari sebelum puasa yang malamnya itu nanti sudah diadakan sholat
Tarawih. Tradisi Dugderan biasanya bertempat di sekitar Masjid Besar Almuttaqin
kaliwungu yang sekarang ini sering bertempat di tempat Parkir Masjid. Dan biasanya
di awali dahulu dengan adanya Pawai ta’aruf yang diadakan oleh IRMAKA (Ikatan
Remaja Masjid Almuttaqin Kaliwungu).
Tradisi DUgderan sendiri bagi warga kaliwungu mungkin sudah banyak yang
tahu tapi bagi orang diluar kaliwungu jarang sekali yang tahu, tapi banyak juga
pengunjung di luar kaliwungu yang hanya sekedar melihat tradisi dugderan ala
kaliwungu dan mencicipi makanan khasnya sambil lihat pemandangan.
Tradisi dugderan ala kaliwungu kebanyakan pengunjungnya itu Ibu-ibu
beserta anaknya, perempuan-perempuan cuantik-2, dan bapak-bapak beserta
keluarganya, dan banyak pula anak-anak muda terutama laki-laki hanya melihat-lihat
saja atau sekedar berkeliling untuk melihat makanan yang ada dan melihat keindahan
sang pencipta yang diberikan kepada wanita atau laki-laki.
Kegiatan dug deran memang sudah ada sejak jaman dulu, kalau dahulu
dug deran dengan menabuh bedug dan diakhiri dengan bunyi dentuman suara ‘nging’
yang di bunyikan di Masjid Al Mutaqin Kaliwungu satu hari sebelum datang bulan
ramadhan pada sore hari yang menandakan datangnya Bulan Ramadhan, malam
harinya dilakukan sholat tarawih berjamaah, namun seiring perkembangan zaman
kegiatan dug deran diisi dengan karnaval keleiling kampung Penanggulan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan dugderan tersebut?
2. Bagaimana sejarah mengenai dugderan?
3. Apa saja yang ada dalam dugderan tersebut?
4. Bagaimana peran agar dapat mengembangkan tradisi untuk tetap berjalan
setiap tahunnya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mencaritahu asal-usul sebuah tradisi itu
2. Mengetahui suatu cerita tentang pandangan pada dugderan
3. Mengetahui susunan dan suatu kejadian yang ada didalamnya ketika acara
tersebut dilakukan
4. Mendeskripsikan peran masyarakat yang akan dilakukan untuk
memberdayakakan tradisi dugderan
BAB II
GAGASAN
2.1 Pelaksanaan Dugderan
Jelang Bulan suci Ramadhan Dugderan menjadi sebuah tradisi yang rutin
digelar warga Kaliwungu Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Dugderan sendiri berisikan
pawai dan parade musik drumblek dengan rute mengelilingi sekitaran kota Kaliwungu
yang dimulai sekitar pukul 4 sore. Tak hanya pawai dan parade musik drumblek,
berbagai kuliner khas Kaliwungu seperti Sumpil dan telur mini selalu tersaji dalam acara
Dugderan menjelang ramadhan yang biasa digelar di halaman parkir Masjid Agung Al
Muttaqin Kaliwungu.

Dugderan juga festival tahunan yang menjadi ciri khas Kota Semarang. Festival
itu diadakan guna menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Festival ini menjadi
semacam pesta rakyat yang dihadiri oleh masyarakat dari berbagai lapisan, baik tua
muda, kalangan atas bawah dan juga dari berbagai kelompok etnis. Acara ini juga bisa
dimanfaatkan untuk menyelami keanekaragaman Kota Semarang, baik itu dari sisi
budayanya, kulinernya, sampai beraneka ragam bentuk pertunjukan seni yang dihadirkan.
Perayaan yang sudah dimulai pada tahun 1882 ini dipusatkan di kawasan Simpang Lima
Semarang. Kalau di Kaliwungu Kendal sendiri itu biasanya dimeriahkan dengan
sejumlah mercon dan kembang api. Selain itu di dalamnya juga terdapat perlombaan
suatu kesenian music-musik marching blek menambah acara tersbut menjadi sangat
meriah sehingga menjadikan warga sekitar bahkan orang diluar daerah pun ikut
merayakan dugderan tersebut.

2.2 Sejarah Mengenai Dugderan Menjelang Bulan Suci Ramadhan

Konon pada tahun 1881-1889 saat masa Pemerintahan Bupati Semarang yaitu
Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat lahirlah sebuah tradisi
menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Dugderan merupakan tradisi khas di Kota
Semarang terkait dengan datangnya bulan suci Ramadhan yaitu bulan dimana umat
Islam22 wajib menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh. Dugderan dilaksanakan
sehari menjelang bulan puasa Ramadhan di kota Semarang. Walikota Semarang sebagai
Kanjeng Bupati RMTA Purbaningrat menjadi pelaku utama dalam tradisi Dugderan di
Kota Semarang. Dugderan merupakan ritual tradisi turun-temurun terbesar yang dimiliki
oleh Semarang. Dugderan yang diselenggarakan di halaman masjid besar Semarang atau
masjid kauman ini pada hari terakhir bulan sya’ban, yaitu dimulainya ibadah puasa
Ramadhan keesokan harinya.
Dugderan berasal dari bunyi bedug di Masjid Besar Semarang (Kauman)
dipukul oleh Kanjeng Bupati RMTA Purbaningrat dengan mengeluarkan bunyi “dug”,
dan bunyi meriam “der” berasal dari meriam, irama bedug sebanyak 17 kali dan irama
letusan meriam sebanyak 3 kali menjadikan komposisi irama dugder. Menurut sumber
sejarah, bunyi meriam “der” berasal dari petugas Hindia Belanda (VOC) diminta untuk
membunyikan meriam. Bunyi bedug dan meriam menjadi paduan indah, penuh dengan
kemeriahan. Suara bedug dan Meriam yang begitu keras dari alun-alun kota membuat
masyarakat Semarang berbondong-bondong untuk melihatnya. Masyarakat pun
berkumpul di alun-alun di depan Masjid Kauman. Disaat itulah Kanjeng Bupati beserta
Kyai Tafsir Anom selaku imam Masjid Besar saat itu keluar untuk memberikan sambutan
dan pengumuman mengenai penentuan awal bulan puasa. Selain itu ada pula ajakan
untuk selalu meningkatkan tali silaturrahim atau persatuan dan ajakan untuk senantiasa
meningkatkan kualitas ibadah.

Konon pada tahun 1881-1889 saat masa Pemerintahan Bupati Semarang yaitu
Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat lahirlah sebuah tradisi
menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Dugderan merupakan tradisi khas di Kota
Semarang terkait dengan datangnya bulan suci Ramadhan yaitu bulan dimana umat Islam
wajib menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh. Dugderan dilaksanakan sehari
menjelang bulan puasa Ramadhan di kota Semarang. Walikota Semarang sebagai
Kanjeng Bupati RMTA Purbaningrat menjadi pelaku utama dalam tradisi Dugderan di
Kota Semarang. Dugderan merupakan ritual tradisi turun-temurun terbesar yang dimiliki
oleh Semarang. Dugderan yang diselenggarakan di halaman masjid besar Semarang atau
masjid kauman ini pada hari terakhir bulan sya’ban, yaitu dimulainya ibadah puasa
Ramadhan keesokan harinya. Dugderan berasal dari bunyi bedug di Masjid Besar
Semarang (Kauman) dipukul oleh Kanjeng Bupati RMTA Purbaningrat dengan
mengeluarkan bunyi “dug”, dan bunyi meriam “der” berasal dari meriam, irama bedug
sebanyak 17 kali dan irama letusan meriam sebanyak 3 kali menjadikan komposisi irama
dugder. Menurut sumber sejarah, bunyi meriam “der” berasal dari petugas Hindia
Belanda (VOC) diminta untuk membunyikan meriam. Bunyi bedug dan meriam menjadi
paduan indah, penuh dengan kemeriahan. Suara bedug dan Meriam yang begitu keras
dari alun-alun kota membuat masyarakat Semarang berbondong-bondong untuk
melihatnya. Masyarakat pun berkumpul di alun-alun di depan Masjid Kauman. Disaat
itulah Kanjeng Bupati beserta Kyai Tafsir Anom selaku imam Masjid Besar saat itu
keluar untuk memberikan sambutan dan pengumuman mengenai penentuan awal bulan
puasa. Selain itu ada pula ajakan untuk selalu meningkatkan tali silaturrahim atau
persatuan dan ajakan untuk senantiasa meningkatkan kualitas ibadah
2.3 Kegiatan Yang Ada Dalam Tradisi Dugderan
Tradisi Dugderan tersebut sendiri berisikan pawai dan parade musik drumblek
dengan rute mengelilingi sekitaran kota Kaliwungu yang dimulai sekitar pukul 4 sore.
Tak hanya pawai dan parade musik drumblek, berbagai kuliner khas Kaliwungu seperti
Sumpil dan telur mini selalu tersaji dalam acara Dugderan menjelang ramadhan yang
biasa digelar di halaman parkir Masjid Agung Al Muttaqin Kaliwungu.

Telur mimi sendiri menjadi burun warga yang mendatangi acara Dugderan di
Kaliwungu. Baik telur mimi maupun telur dengan daging ikan mimi dijual dengan harga
yang terjangkau. Fitri salah seorang pedagang telur mimi mengatakan bahwa dirinya
telah rutin menjual telur mimi. ia juga menjelaskan bahwa ikan mimi banyak di jumpai
ketika mendekati bulan puasa. “Telur mimi adanya saat mendekati bulan puasa karena
pada hari biasanya jarang ada,” Jelasnya, Sabtu (4/5) sore. Wakidah salah satu pembeli
mengatakan bahwa dirinya datang ke Dudderan Kaliwungu, selain jalan-jalan juga
khusus untuk mencari kuliner telur mimi. Menurutnya, telur mimi memiliki rasa yang
gurih dan sangat khas. “Hampir tiap tahun selalu ke sini untuk cari telur mimi, rasanya
itu beda dari yang lain gurih enak dan khas intinya, susah untuk dijelasin jika tidak
mencoba sendiri” Ungkapnya.(Gus).

Jajanan khas yang ada di dugderan juga tumpah ruah dijajakan di sini, seperti
jongkong, ketan, bubur mute, bubur sum-sum, getuk, mie warna-warni, klepon dan lain-
lain. Sumpil makanan khas Kaliwungu, juga menjadi pilihan kesukaan. Berada di sana,
membuat saya ingin menikmati semuanya. Segala jenis makanan itu begitu menggoda
mata dan lidah perasa, tidak Cuma makanan khas saja di sana juga terdapat suatu
pertunjukan marching blek berkeliling kota kaliwungu dan kembali ke area masjid untuk
melakukan pertunjukan bahkan sampai perlombaan, marching blek adalah suatu
instrument yang memainkan alat musik yang menggunakan piano, marching bell bahkan
sampai hanya kaleng-kaleng bekas, ember, blung atau wadah ikan dan barang bekas
lainnya, yang menjadikan warga atau penonton ikut menyaksikan pertunjukan menjadi
gembira.

Di Semarang sendiri Tradisi dugderan sebagai pesta rakyat dimana pada


upacara tersebut juga diramaikan dengan berbagai macam kegiatan diantaranya pasar
rakyat yang digelar selama satu minggu sebelum upacara dugderan, ada juga karnaval,
drumband, serta warak ngendog yang menjadi maskot dugderan. Seiring dengan
berjalannya waktu, terjadilah perubahanperubahan pada tradisi ritual Dugderan. Kegiatan
Dugderan dimulai sesudah salat Ashar. Pada jaman dahulu, pusat perayaan dugder adalah
di alun-alun, halaman masjid besar atau masjid Kauman, dan Kanjengan. Kanjengan
adalah tempat kediaman Kanjeng Bupati Semarang yang terletak di sebrang selatan alun-
alun Semarang, namun kanjengan yang bersejarah itu sekarang sudah tidak ada, demikian
pula alun-alun Semarang yang kini cuma seluas lapangan bulu tangkis, sehingga area
dugderanselalu berpindah-pindah
2.4 Peran Dalam Mengembangkan Tradisi Dugderan
Pelestarian Seni dan Budaya Merupakan Tanggung Jawab Bersama.
Kebudayaan memegang peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa. Negara
memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dan menjadikan
Kebudayaan sebagai investasi untuk membangun masa depan. Keberagaman Kebudayaan
daerah merupakan kekayaan dan identitas bangsa yang sangat diperlukan untuk
memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah dinamika perkembangan dunia.
Upaya pelestarian budaya tidak cukup hanya dilakukan melalui berbagai
pertunjukkan secara regular. Hal utama yang juga harus dilakukan adalah pemberian
apresiasi dan pemahaman tentang filosofi serta nilai dari keberadaan objek budaya,
warisan dan tradisi yang tumbuh dimasyarakat secara turun temurun khususnya kepada
generasi muda. Disamping itu kebudayaan juga harus mampu memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat melalui pengembangan produk kebudayan secara kreatif
seperti makanan kuliner, seni pertunjukan pada Dugderan dengan cara mengirim ke
media sosial yang canggih agar orang lain mengetahui tentang tradisi Dugderan
Dugderan, sambung Hendrar, adalah ajang untuk memperkuat silaturahmi
sesama warga. Hendrar berharap masyarakat Semarang melakukan kegiatan positif pada
bulan suci tersebut. "Bulan Ramadhan semua harus saling menghargai dan menghormati.
Yang puasa harus memahami teman yang agama lain tidak puasa, yang tidak puasa juga
harus menghargai tidak makan di sembarang tempat.
Menurut saya sendiri kita sebagai calon penerus bangsa harus menjaga dengan
cara setiap dugderan di mulai kita ikut merayakan dan menonton kita juga bisa belanja
makanan-makanan khas daerah yang di jual di dugderan tersebut dan juga harga juga
sangat murah meriah apalagi makanannya enak-enak dan juga minuman yang segar
makanan yang paling di gemari warga saat dugderan biasanya ndok mimi dan kerang
masih banyak lagi makanan-makanan yang tersedia.
BAB III
KESIMPULAN

Dari hasil literature yang telah saya lakukan saya dapat mengerti tentang
kesenian dan tradisi-tradisi daerah tentang dugderan Tradisi Dugderan Kota Kendal
Sampai dengan Semarang menjadi tradisi budaya ciri khas dengan prosesinya dan
adanya ikon dalam dugderan yang menggambarkan ke Tradisian Daerah. Semua ini
terlihat dalam Prosesi Dugderan yang merupakan sebuah adat tradisi budaya yang
mengakomodasi heterogennya masyarakat Kota Kendal dan Semarang, dimana ada
unsur Arab, Jawa dan Cina yang hidup rukun berdampingan. Dimulai prosesi dengan
adanya Pasar Dugderan di kawasan Masjid Al-Muttaqin dan Pasar Johar dekat Masjid
Agung Kota. Adanya pedagang “tiban” yang menjajakan khasnya Dugderan diwarnai
dengan wahana permainan serta pedagang yang manjajakan berbagai macam jajanan
dan makanan serta mainan ataupun kebutuhan alat rumah tangga. Dilanjut kirab
budaya Dugderan yang menambah kemeriahan tradisi Dugderan.
Dan juga Nilai gotong royong yang terkandung dalam tradisi Dugderan Kota
Kendal dan Semarang ditandai adanya pasar Dugderan dan pertunjukan-pertunjukan
Marching Blek, kirab budaya Dugderan dan pembacaan shuhuf halaqoh dan
pemukulan bedug di Masjid Al-Muttaqin Kaliwungu Kendal dan dan Masjid Agung
Jawa Tengah. Nilai gotong royong yang dapat kita tangkap untuk dimaknai dan
dihayati serta diterapkan di kehidupan sehari-hari adalah nilai kebersamaan, nilai
tolong menolong, nilai persatuan. Nilai gotong royong tersebut tercermin dalam
bentuk kebersamaan masyarakat untuk mensukseskan tradisi Dugderan mulai dari
adanya gotong royong para pedagang pasar Dugderan dan masyarakat untuk
menjajakan dagangannya dan meramaiakannya, kirab budaya Dugderan adanya
masyarakat gotong royong bersama untuk membuat hewan Warak Ngendog yang
natinya diarak bersama serta masyarakat yang bergotong royong untuk mensajikan
hidangan untuk proesi pembacaan shuhuf halaqoh dan pemukulan bedug
Dalam pengalaman saya sendiri yang mengikuti tradisi dukderan setiap tahun
yang dilaksanakan 1 hari sebelum Bulan Suci Ramadhan tiba yang di selenggarakan di
dekat Masjid Al-Mutaqqin Kaliwungu Kendal itu merupakan keberuntungan masih
bisa ikut dan melaksanakan Dugderan dengan meriah semoga kedepannya masih
berjalan tradisi Dugderan
DAFTAR PUSTAKA
Puspita Laras. 2018. Melestarikan Warisan Budaya Masyarakat Semarang dengan
Dokumenter “Warak Ngendog Dalam Tradisi Dugderan”Menggunakan
Gaya Expository. Skripsi. Yogyakarta. Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Iin Fajarwati. 2017. Komodifikasi Budaya Pada Tradisi Dugderan Di Kampung
Kauman Semarang Tengah. Skripsi. Yogyakarta. Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
yusuf, toet. 2012. Indonesia Punya Cerita Kebudayaan dan Kebiasaan Unik Di
Indonesia. Jakarta: Cerdas Interaktif. Dugderan Sambut Ramadhan di
Semarang.
https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/06/110000879/dugderan-tradisi-sambut-
ramadan-di-semarang?page=all di akses pada 16 maret 2022.

saif569. August 21, 2009, Tradisi DUGDERAN di Kaliwungu


https://saif569.wordpress.com/2009/08/21/tradisi-dugderan-di-kaliwungu/ di akseses pada 17
Maret 2022.

Anda mungkin juga menyukai