Anda di halaman 1dari 6

PARIWISATA BALI

A. Pengertian Pariwisata
Salah satu kebutuhan hidup manusia untuk menghilangkan rasa lelah, jenuh
bahkan stress yang diakibatkan oleh kesibukan dan padatnya waktu kerja adalah
refresing. Tujuan dari refresing adalah untuk mengalihkan perhatian dari suasana rutin
ke suasana lain sehingga terjadi penyegaran suasana yang akan berpengaruh terhadap
kelangsungan kerja secara optimal. Adapun salah satu usaha manusia dalam mengatasi
hal tersebut yaitu dengan berwisata. Dalam UU No. 10 tahun 1990 dinyatakan bahwa
'Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan objek dan daya tarik wisata,serta usaha-usaha yang terkait dibidang
tersebut".
Pendapat diatas ditegaskan lagi oleh Marpaung (2002: 13) bahwa:
Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan
keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas
yang dilakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat
untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pariwisata yaitu
suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat
lain dan bertujuan untuk bersenang-senang dengan menikmati objek-objek wisata
selama di perjalanan. Bentuk dari perjalanan tersebut harus selalu dikaitkan dengan
pertamasyaan atau rekreasi. Adapun orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak
bermaksud untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya dan semata-mata
sebagai konsumen di tempat tersebut.

B. Konsep Pariwisata
Berkaian dengan pengembangan kepariwisaa, Pemerinah Indonesia telah
mengeluarkan kebijakan berupa Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan. Pada pasal 2 dinyatakan penyelenggaraan kepariwisataan berasaskan
manfaat, keseimbangan, kemandirian, parisipatif, kelestarian, dan berkelanjutan. Lebih
lanjut pada pasal 4 dinayakan tujuan kepariwisaaan adalah : meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menghapus kemiskinan, mengatasi
pengangguran, melestarikan lingkungan sumber daya alam, serta memajukan
kebudayaan. Cakupan pembangunan kepariwisaan meliputi : indusri pariwisata,
destinasi pariwisata, pemasaran dan kelembagaan kepariwisataan. Khusus, dalam
penjelasan pasal 35 RIPPARNAS, Bali dimasukkan sebagai salah satu dari 50 Destinasi
Pariwisata Nasional (DPN) yang diharapkan dapat meningkakan dan memantapkan
pembangunan pariwisata secara berkelanjutan yang peduli terhadap pelestarian
lingkungan dan budaya. Pada pasal 2 Perda 10 tahun 2016, dinyatakan Penyelenggaraan
Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat,
kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil
dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama
Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana.
Menyimak aturan perundang-undangan di atas dapatlah dinyatakan bahwa
pengembangan kepariwisataan di Bali bukan hanya dalam upaya peningkatan
perekonomian, pemerataan pendapatan dan kesempatan kerja, namun juga menekankan
pada keterlibatan pemerintah, masyarakat dan swasta dalam rangka keberlanjutan
kepariwisataan dan pelestarian sumber daya alam dan budaya Bali yang berlandaskan
nilai-nilai Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana. Indonesia (khususnya Bali)
merupakan salah satu daerah tujuan wisata terkenal di seluruh dunia. Kementerian
Pariwisata (2015) telah menetapkan arah kebijakan dan strategi (road map)
kepariwisataan Indonesia, yaitu: 1) Pemasaran pariwisata nasional: mendatangkan
sebanyak mungkin wisatawan mancanegara dan mendorong peningkatan wisatawan
nusantara; 2) Pembangunan destinasi pariwisata: meningkatkan daya tarik daerah tujuan
wisata sehingga berdayasaing di dalam negeri dan di luar negeri; 3) Pembangunan
industri pariwisata: meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri pariwisata
nasional serta meningkatkan keragaman dan daya saing produk/jasa pariwisata nasional
di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus pemasaran; 4) Pembangunan
kelembagaan pariwisata: membangun sumber daya manusia pariwisata serta organisasi
kepariwisataan nasional.

C. Pentingnya Pariwisata
Penyelenggaraan kegiatan pariwisata dan objek wisata dapat memberikan
dampak bagi masyarakat sekitar. John M. B. (1973) dalam Abdurrachmat dan E.
Masyani (1998: 79) memaparkan bahwa penyelenggaraan kegiatan pariwisata dan objek
wisata dapat memberikan setidaknya enam dampak positif yaitu:
a. Penyumbang devisa negara
b. Menyebarkan pembangunan dan Menciptakan lapangan kerja
d. Memacu pertumbuhan ekonomi melalui dampak pengadaan (multiplier effect)
e. Wawasan masyarakat tentang bangsa-bangsa di dunia semakin luas.
f. Mendorong semakin meningkatnya pendidikan dan keterampilan penduduk.

Dampak negatif penyelenggaraan pariwisata dijelaskan John M. B. (1973)


a. Semakin ketatnya persaingan harga antar sektor dan Harga lahan yang semakin
tinggi
b. Harga lahan yang semakin tinggi dan Mendorong timbulnya inflasi
c. Bahaya terhadap ketergantungan yang tinggi dari negara terhadap pariwisata
d. Meningkatnya kecenderungan impor dan Menciptakan biaya-biaya yang banyak
e. Perubahan sistem nilai dan moral, etika, kepercayaan, dan tata pergaulan dalam
masyarakat. Misalnya mengikis kehidupan bergotong royong, sopan santun dan
lain-lain.
f. Memudahkan kegiatan mata-mata dan penyebaran obat terlarang
g. Dapat meningkatkan pencemaran lingkungan seperti sampah, vandalisme (corat-
coret), rusaknya habitat flora dan fauna tertenu, polusi udara, air, dan tanah, dan
sebagainya.

Pendapat di atas diperjelas oleh Marpaung (2002: 27) bahwa dampak dari kegiatan
pariwisata dalam bidang sosial yang dapat terjadi pada masyarakat sekitar objek wisata
adalah sebagai berikut:
a. Kepadatan wisatawan.
Seringkali jumlah wisatawan yang berkumpul atau yang berkunjung menumpuk pada
satu waktu. Aspek musiman pada pariwisata banyak terjadi di daerah tujuan wisata.
b. Pengaruh perilaku wisatawan mendorong masyarakat lokal untuk bekerja dan
mengejar sesuatu yang mereka tidak perlu, sesuatu yang baru dan tampak baik yang
dikenakan atau dilakukan wisatawan.
c. Migrasi
Secara ekonomi dalam mencoba meraih peluang ekonomi dari perjalanan wisatawan,
masyarakat pedesaan ikut ambil bagian dengan bekerja di bidang jasa di tempat-tempat
kunjungan wisata, sehingga tidak sedikit dari mereka meninggalkan kampung
halamannya untuk pekerjaan ini. Hal ini menjadi masalah dalam menjaga kebutuhan
tenaga kerja dibidang pertanian.
d. Penurunan moral masyarakat merupakan suatu sugesti bahwa pariwisata
membawa akibat pada perubahan kondisi moral masyarakat setempat seperti
pelacuran, kejahatan, dan perjudian
e. Ukuran dampak sosial merupakan suatu sugesti bahwa indeks dari iritasi wisatawan
ada. Tempat tujuan wisata pada indeks tersebut kemungkinan terpengaruh dampak
sosial dari pariwisata. Jika proses dari kepariwisataan hilang maka dampak
sosialnya pun hilang.

D. Jenis Pariwisata
Objek dan daya tarik wisata merupakan dasar bagi kepariwisataan. Objek dan
daya tarik wisata adalah suatu bentuk dasar aktivitas dan fasilitas yang saling
berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke
suatu daerah tertentu.
Direktorat Jendral Pemerintah membagi objek dan daya tarik wisata menjadi tiga
macam, yaitu: objek wisata alam, objek wisata budaya, dan objek wisata minat khusus.
Adapun dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyatakan
bahwa objek dan daya tarik wisata adalah sesuatu yang menjadi sasaran wisata terdiri
atas:
a. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan
alam, flora, dan fauna.
b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata agro, wisata
buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan komplek hiburan.

E. Peran Desa Adat dalam Pengembangan Pariwisata Budaya


Bila diperhatikan dengan seksama pengembangan Pariwisata Budaya, atau
singkatnya pembangunan kepariwisataan, maka dikutipkan pendapat Tri Budhi Satrio,
(1999:72) yang menyatakan: 79 “Pembangunan kepariwisataan yang bermodal dasar
kebudayaan daerah yang dijiwai oleh agama Hindu diarahkan pada peningkatan
kegiatan pariwisata agar menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan
ekonomi, termasuk kegiatan sektor lain yang terkait, sehingga mampu meningkatkan
lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dan pendapatan negara serta
meningkatkan penerimaan devisa melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan
berbagai potensi kepariwisataan yang ada di daerah. Bersamaan dengan itu, dalam
pembangunan kepariwisataan yang dilakukan haruslah dijaga tetap terpeliharanya
budaya dan kepribadian bangsa serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup.
Kepariwisataan perlu ditata secara menyeluruh dan terpadu baik antar daerah,
antar sektor maupun antar usaha kepariwisataan, baik yang berskala kecil, menengah,
maupun besar sehingga dapat terwujudnya pemerataan dan keseimbangan
pengembangannya.” Karena Bali bukanlah bagian terpisahkan dari negara kesatuan
Republik Indonesia, maka pengembangan pariwisata Nusantara juga perlu mendapatkan
prioritas. Pengembangan pariwisata Nusantara dilaksanakan sejalan dengan upaya
memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa, semangat, dan nilai-
nilai luhur bangsa dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional,
terutama dalam bentuk penggalakkan pariwisata remaja dan pemuda dengan lebih
meningkatkan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kepariwisataan. Sedangkan
daya tarik Bali, sebagai komponen tidak terpisahkan dalam Konsep Pengembangan
Pariwisata Budaya Bali, perlu ditingkatkan melalui pengembangan pariwisata budaya
yang dijiwai agama Hindu serta upaya pemeliharaan kebudayaan daerah yang
mencerminkan ketinggian budaya dan kebesaran bangsa, serta didukung dengan
promosi yang memadai (Satrio, 1999:72).
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka Desa Adat Bali mempunyai peranan
yang strategis dalam pengembangan pariwisata budaya. semua orang memaklumi
bahwa daya tarik Bali terhadap wisatawan, tidaklah semata karena 80 keindahan
alamnya, lebih dari pada itu adalah budayanya yang dijiwai oleh agama Hindu. Dengan
memantapkan peranan, fungsi,dan wewenang Desa Adat, maka sesungguhnya semua
aspek budaya yang didukung oleh masyarakat Bali akan menjadi daya tarik
kepariwisataan yang bila dipelihara dan dikembangkan dengan baik akan menjamin
kalangsungan kehidupan pariwisata (sustainable tourism) di daerah ini. Dalam Desa
Adat berkembang seni budaya, kehidupan masyarakat yang sejahtera, pengamalan
ajaran agama dalam prilaku dan aktivitas ritual agama yang senantiasa akan menarik
wisatawan sepanjang masa. Di samping itu Desa Adat berperan pula dalam
pengembangan kawasan wisata, mengawasi penyalah gunaan simbol-simbol keagamaan
dan juga berperanan dalam mencegah pendatang liar yang masuk ke Bali, utamanya di
wilayah palemahan Desa Adat di Bali. Lebih lanjut, tentang peranan Desa Adat
dalam pengembangan pariwisata budaya, kami kutipkan pendapat Pitana (1994),
sebagai berikut. “All players in tourism sector should remeber by heart, that it is the
Balinese and their culture, who contribute significantly to the success of tourism
development. Hence, there is a duty for all to respect them and help them maintain they
dignity in whatever forms. This is key for the sustainable tourism development. To ease
the channeling of tourism support for culture, there is a need to establish a solid bridge
institution.” Uraian tersebut menjelaskan bahwa memang masyarakat Bali dan
budayanya memberikan kontribusi yang signifikan untuk keberhasilan pengembangan
pariwisata. Dijelaskan pula bahwa kunci utama pembangunan pariwisata berkelanjutan
adalah dengan tetap mempertahakan budaya dan martabat Bali, dimana hal tersebut
akan lebih mudah dilakukan melalui kelembagaan yang solid. Lembaga yang solid di
Bali selama berabad-abad dan mengatur tata kehidupan masyarakat Bali adalah Desa
Adat. Desa Adat di Bali 81 sesungguhnya sangat berperanan dalam pengembangan
pariwisata budaya. Peran tersebut akan maksimal dapat dilaksanakan bila fungsi,
peranan dan wewenang Desa Adat berjalan dengan baik. Peran desa adat yang meliputi
peran sosial, budaya, ekonomi, dan keuangan diatur dalan perda provinsi Bali nomor 6
tahun 1986 yang selanjutnya diganti dengan perda nomor 3 tahun 2001. Keterlibatan
desa adat dalam pelaksanaan kepariwisataan dimungkinkan oleh pasal 3 ayat 1
RIPPARDA Provinsi Bali nomor 10 tahun 2015, yang memuat kegiatan kepariwisataan
diselenggarakan secara terpadu oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Lebih
khusus dapat dilihat pada pasal 16 peraturan daerah provinsi Bali nomor 2 tahun 2012
tentang kepariwisataan budaya Bali, bahwa pengelolaan daya tarik wisata dapat
dilakukan oleh pemerintah provinsi, desa pakraman, lembaga tradisional, perorangan
dan badan usaha. Dalam hal ini desa adat termasuk sebagai lembaga tradisional

Anda mungkin juga menyukai