Anda di halaman 1dari 7

TUGAS SENI BAHASA SUMBER II

MEMPERTAHANKAN SENI BUDAYA LOKAL DI ERA GLOBAL

N
OLEH :

NAMA : ARI KRISTANTA TARIGAN


NIM : 197037012

FAKULTAS ILMU BUDAYA


MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
2020
KONTEKS : PAGELARAN BUDAYA KARO ERPANGIR KU LAU SUMATERA
UTARA 2016 ‘’DI DESA SIDEBUK – DEBUK’’

LATAR BELAKANG

Suku Karo merupakan salah satu dari beberapa sub suku Batak di Sumatera Utara,

sehingga sering juga suku Karo disebut Batak Karo. Selain sebutan untuk suatu kumpulan

masyarakat dari salah satu sub suku Batak tersebut, Karo juga merupakan sebutan untuk

satu wilayah administratif Kabupaten yaitu Kabupaten Karo yang wilayahnya meliputi

seluruh dataran tinggi Karo.

Kesenian suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat karo. Masyarakat

Karo mempunyai kesenian yang sangat kaya yang mereka peroleh dari leluhurnya secara

turun-temurun. Warisan tersebut antara lain seperti seni musik, sastra, (cerita rakyat,

pantun), tari, ukir (pahat). Dalam kesenian tradisional khususnya seni musik ada dua

ansambel yang begitu populer di kalangan masyarakat Karo yaitu ansambel Gendang Telu

Sendalanen dan Gendang lima sendalenen.

Sebelum masuk kepenjelasan singkat tentang Erpangir ku lau disini penulis

menjelaskan tentang konsep kepercayaan Agama Pemena. Agama Pemena (agama yang

awal) adalah kepercayaan masyarakat suku Karo, sebelum masuk agama kristen, islam,

hindu, budha. Pemena dalam Bahasa Karo, memiliki arti pertama atau yang awal. Agama

Pemena memiliki makna kepercayaan yang pertama, yang dipegang dan dipahami oleh

orang Karo. Konsep Agama Pemena adalah dimana arwah orang yang sudah meninggal bisa

dan mampu mencampuri masalah kehidupan orang yang masih hidup serta dapat menjawab

dan memberi solusi masalah hidup.

Jinujung adalah arwah orang meninggal atau keramat yang mendiami atau tinggal
di tubuh Guru Sibaso1. Jinujung dalam masyarakat Karo bermanfaat bagi kehidupan nya

karena kehadiran Jinujung berpengaruh terhadap kehidupan manusia lainnya. Serta

Jinujung masih di akui keberadaanya oleh masyarakat Karo tetapi tidak menjadi

kepercayaan yang mutlak.

Erpangir berasal dari kata pangir,yang berarti langir. Oleh sebab itu erpangir, artinya

adalah berlangir. Pada tulisan ini penulis tidak membahas pengertian berlangir seperti biasa,

misalnya: seperti menyampo rambut. Akan tetapi erpangir dalam arti upacara religious

menurut kepercayaan tradisional Karo.

Banyak upacara – upacara religious yang dilakukan dalam kehidupan seseorang

berdasarkan kepercayaan tradisional Karo. Misalnya: mukul ( pensakralan

perkawinan ), mbaba anak ku lau ( membawa anak turun mandi ), juma tiga ( upacara

memperkenalkan anak kepada dasar pekerjaan tradisional Karo, yakni bertani ), ngembahken

nakan ( mengantar nasi untuk orang tua ), dan lain – lain. Berbeda dengan agama – agama

modern, dimana sudah diatur secara tegas upacara ibadatnya. Umat Islam sembahyang lima

kali sehari, dan wajib ke masjib tiap hari jumat, demikian juga Kristen wajib ke gereja

sekurang – kurangnya tiap hari minggu. Penganut kepercayaan tradisional suku Karo tidak

mengenal kewajiban demikian.

Mereka hanya mengadakan upacara religi ini apabila diperlukan saja. Misalnya pada

waktu mendapat nasib baik, kelahiran, perkawinan, dan lain-lain. Jadi erpangir adalah suatu

upacara religious berdasarkan kepercayaan tradisional suku Karo  pemena , dimana

sesorang/keluarga tertentu melakukan upacara berlangir dengan atau tanpa bantuan dari guru,

dengan maksud tertentu.

1
Guru sibaso: Guru adalah terminologi umum bagi orang Karo untuk menyebut seseorang yang berperan
sebagai tabib.
UPACARA RITUAL ERPANGIR KU LAU

Ada beberapa alasan mengapa seseorang/keluarga tertentu mengadakan upacara

erpangir. Adapun alasan – alasan itu, adalah:

a. Upacara terimakasih kepada Dibata. dalam hal ini erpangir dilakukan sebagai ucapan

terima kasih dan syukur kepada Dibata ( Tuhan ), yang telah memberikan rahmat tertentu.

Misalnya: memperoleh keberuntungan, terhindar dari kecelakaan, memperoleh hasil panen

yang berlimpah, sembuh dari penyakit, dan lain sebagainya.

b. Menghidarkan suatu malapetaka yang mungkin terjadi. Dalam hal ini orang Karo

melakukan upacara erpangir sebagai upaya untuk menghindakan suatu malapetaka yang akan

terjadi, itu biasanya sudah terlebih dahulu diterka melalui firasat suatu mimpi yang buruk,

atau berdasarkan keterangan dan saran dari guru.

c. Menyembuhkan suatu penyakit. Erpangir adakalanya diadakan sebagai upaya untuk

mengobati suatu jenis penyakit tertentu. Misalnya untuk mengobati orang gila, atau yang

diserang oleh begu, sedang bela, atau jenis – jenis hantu lainnya.

d. Mencapai maksud tertentu. Adakalanya erpangir ini dikakukan sebagai upaya untuk

memohon sesuatu kepada Dibata (Tuhan). Misalnya agar cepat dapat jodoh, mendapat

panenan/keberuntungan, memperoleh kedudukan yang baik, dan sebagainya.

Alunan irama dari alat musik tradisional Karo Gendang Telu Sidalanen terutama

kulcapi membawa suasana mistis pagelaran budaya Erpangir Ku Lau di lapangan Kawasan

Wisata Lau Debuk Debuk, Doulu, Berastagi, Karo, Sumatera Utara, Jumat (28/10/2016).

Irama itu membuat para peserta terhanyut dalam tarian khas pada masyarakat Karo yang

disebut “Landek”.
Erpangir Ku Lau ke Debuk Debuk biasanya dilakukan setiap tanggal 13 kalender

Karo atau setiap hari Cukera Dudu Lau menuju Bulan Purnama Raya. Ritus ini dapat menjadi

entertainment atau tontonan budaya bagi pengunjung Sumatera Utara terkenal dengan daerah

daerah wisata. Sehingga masyarakat Sumut sebaiknya harus menjaga daerah daerah tersebut.

Namun, masih ada daerah yang indah namun belum tersentuh oleh masyarakat. Sehingga

banyak kominitas yang melakukan penjajakan daerah yang patut dikenalkan kepada khalayak

banyak. Usai ritual, para peserta upacara bergantian mengambil air bunga bercampur jeruk

purut dan berbagai ramuan. Sebagian beserta langsung mandi di kolam air belerang. Untuk

itu dengan Galang Kemajuan Center Kabupaten Karo bersama dengan Gerakan Nasional

Sadar Wisata Karo juga Karo Trekker Community akan menghidupkan kembali pariwisata

tersebut di daerah Tanah Karo, salah satunya upacara tradisional Erpangir Ku Lau. Hampir

lima tahun upacara ini tidak pernah lagi dilangsungkan secara akbar dikarenakan berbagai

alasan. Acara akan digelar di Lau Debuk Debuk, Doulu, Berastagi. Ketua panitia, Salmen

Sembiring yang juga ketua Galang Kemajuan Karo mengatakan, dengan diselenggarakannya

ritual Erpangir Ku Lau se Sumatera Utara ini akan menghidupkan kembali wisata alam dan

budaya Karo di Lau Debuk Debuk. Pengelolaan kawasan ini berada di BBKSDA Sumut

namun secara administratif berada pada wilayah Pemkab Karo. “Taman Wisata Alam Si

Debuk Debuk memiliki luas 7 hektar tersebut kini terlihat terbengkalai. Demikian juga

pelaku ritual yang semakin tidak teratur dan tidak terkoordinir dalam pelaksanaannya.

Ketua Gerakan Nasional Sadar Wisata Kabupten Karo, Briant Brahmana mengatakan

bahwa pengelolaan yang kurang baik dan kalah saing dengan pihak pengelola pemandian air

panas di Raja Berneh menjadi salah satu faktor berkurangnya pengunjung ke TWA Debuk

Debuk. Padahal cerita sejarah Lau Debuk Debuk juga upacara – upacara tradisional demikian

dapat menjadi daya tarik wisatawan. “ Tidak hanya menawarkan keindahan alam vulkanik

semata, Lau Debuk Debuk tidak dapat dipisahkan dari beberapa ritual tradisional Karo
terutama Erpangir Ku Lau. Seperti dirangkum dari beberapa sumber bahwa minimal sekali

setahun Guru-guru (tabib, dukun) dan juga penganut kepercayaan tradisional Karo

melakukan tradisi ini,”ujarnya. Panitia Erpangir Ku Lau mendapat dukungan dari berbagai

pihak yang peduli terhadap pelestarian budaya dan pariwisata. Dari Pemerintah Kabupaten

dan DPRD Karo dan BBKSDA Sumut selaku pengelola wilayah dan masyarakat sekitar.

Pageralan budaya Erpangir Ku Lau akan kembali digelar tahun depan. Sehingga menjadi

agenda budaya di pintu gerbang kabuapten Karo.

KESIMPULAN

Kegiatan ritual seperti erpangir ku lau adalah suatu warisan yang sangat luar biasa jika

masih di lakukan sampai saat ini yang berkaitan tentang manfaat yang di dapatkan dan apa

efek yang di timbulkan kepada masyarakat sekitar selain kedatangan wisatawan dan suatu

bentuk pertunjukan seni yang amat mahal harganya karena masih berkaitan dengan

keyakinan dan tradisi adat Karo terdahulu.

Hal – hal yang menjadi kan pariwisata Tanah Karo khususnya semakin di kenal ke

masyarakat nasional maupun internasional melihat apresiasi wisatawan mancanegara kepada

tradisi pada masyarakat di Indonesia yang sangat beraneka ragam dan tentunya diharapkan

kegiatan pagelaran seperti erpangir ku lau akan menjadi panutan dan acuan kepada

pemerintah daerah dan pusat untuk memperkenalkan kembali tradisi yang ada di setiap

daerah dan amat disayangkan jika pagelaran hanya terlaksana hanya di tahun tersebut

alangkah tepatnya jika kita berkaca kepada pulau Dewata Bali melalui pariwisata tradisi lokal

mereka juga dapat sampai saat ini tetap mempertahankan semua apa yang dilakukan petuah

adat terdahulu.
SUMBER TULISAN
1. Tarigan , Ari Kristanta.2018. Analisis Musikal Musik Upacara Ritual Perumah
Jinujung Di Lau Debuk - Debuk Desa Doulu Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.
Skripsi S-1 Etnomusikologi.Fakultas Ilmu Budaya.USU.
2. Karo-karo, Jamal. (2012).Analisis Peran Keteng-Keteng Dalam Ensambel Gendang
Telu Sendalanen Sebagai Media Dalam Konteks Upacara Erpangir Ku Lau Di Desa
Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo. Tesis S-2 Penciptaan Dan
Pengkajian Seni. Fakultas Ilmu Budaya .USU.

DAFTAR KUTIPAN INTERNET


1. http://karosiadi.blogspot.com

2. https://www.youtube.com/watch?v=t_gWhCDGmLM

Anda mungkin juga menyukai