N
OLEH :
LATAR BELAKANG
Suku Karo merupakan salah satu dari beberapa sub suku Batak di Sumatera Utara,
sehingga sering juga suku Karo disebut Batak Karo. Selain sebutan untuk suatu kumpulan
masyarakat dari salah satu sub suku Batak tersebut, Karo juga merupakan sebutan untuk
satu wilayah administratif Kabupaten yaitu Kabupaten Karo yang wilayahnya meliputi
Kesenian suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat karo. Masyarakat
Karo mempunyai kesenian yang sangat kaya yang mereka peroleh dari leluhurnya secara
turun-temurun. Warisan tersebut antara lain seperti seni musik, sastra, (cerita rakyat,
pantun), tari, ukir (pahat). Dalam kesenian tradisional khususnya seni musik ada dua
ansambel yang begitu populer di kalangan masyarakat Karo yaitu ansambel Gendang Telu
menjelaskan tentang konsep kepercayaan Agama Pemena. Agama Pemena (agama yang
awal) adalah kepercayaan masyarakat suku Karo, sebelum masuk agama kristen, islam,
hindu, budha. Pemena dalam Bahasa Karo, memiliki arti pertama atau yang awal. Agama
Pemena memiliki makna kepercayaan yang pertama, yang dipegang dan dipahami oleh
orang Karo. Konsep Agama Pemena adalah dimana arwah orang yang sudah meninggal bisa
dan mampu mencampuri masalah kehidupan orang yang masih hidup serta dapat menjawab
Jinujung adalah arwah orang meninggal atau keramat yang mendiami atau tinggal
di tubuh Guru Sibaso1. Jinujung dalam masyarakat Karo bermanfaat bagi kehidupan nya
Jinujung masih di akui keberadaanya oleh masyarakat Karo tetapi tidak menjadi
perkawinan ), mbaba anak ku lau ( membawa anak turun mandi ), juma tiga ( upacara
memperkenalkan anak kepada dasar pekerjaan tradisional Karo, yakni bertani ), ngembahken
nakan ( mengantar nasi untuk orang tua ), dan lain – lain. Berbeda dengan agama – agama
modern, dimana sudah diatur secara tegas upacara ibadatnya. Umat Islam sembahyang lima
kali sehari, dan wajib ke masjib tiap hari jumat, demikian juga Kristen wajib ke gereja
sekurang – kurangnya tiap hari minggu. Penganut kepercayaan tradisional suku Karo tidak
Mereka hanya mengadakan upacara religi ini apabila diperlukan saja. Misalnya pada
waktu mendapat nasib baik, kelahiran, perkawinan, dan lain-lain. Jadi erpangir adalah suatu
sesorang/keluarga tertentu melakukan upacara berlangir dengan atau tanpa bantuan dari guru,
1
Guru sibaso: Guru adalah terminologi umum bagi orang Karo untuk menyebut seseorang yang berperan
sebagai tabib.
UPACARA RITUAL ERPANGIR KU LAU
a. Upacara terimakasih kepada Dibata. dalam hal ini erpangir dilakukan sebagai ucapan
terima kasih dan syukur kepada Dibata ( Tuhan ), yang telah memberikan rahmat tertentu.
b. Menghidarkan suatu malapetaka yang mungkin terjadi. Dalam hal ini orang Karo
melakukan upacara erpangir sebagai upaya untuk menghindakan suatu malapetaka yang akan
terjadi, itu biasanya sudah terlebih dahulu diterka melalui firasat suatu mimpi yang buruk,
mengobati suatu jenis penyakit tertentu. Misalnya untuk mengobati orang gila, atau yang
diserang oleh begu, sedang bela, atau jenis – jenis hantu lainnya.
d. Mencapai maksud tertentu. Adakalanya erpangir ini dikakukan sebagai upaya untuk
memohon sesuatu kepada Dibata (Tuhan). Misalnya agar cepat dapat jodoh, mendapat
Alunan irama dari alat musik tradisional Karo Gendang Telu Sidalanen terutama
kulcapi membawa suasana mistis pagelaran budaya Erpangir Ku Lau di lapangan Kawasan
Wisata Lau Debuk Debuk, Doulu, Berastagi, Karo, Sumatera Utara, Jumat (28/10/2016).
Irama itu membuat para peserta terhanyut dalam tarian khas pada masyarakat Karo yang
disebut “Landek”.
Erpangir Ku Lau ke Debuk Debuk biasanya dilakukan setiap tanggal 13 kalender
Karo atau setiap hari Cukera Dudu Lau menuju Bulan Purnama Raya. Ritus ini dapat menjadi
entertainment atau tontonan budaya bagi pengunjung Sumatera Utara terkenal dengan daerah
daerah wisata. Sehingga masyarakat Sumut sebaiknya harus menjaga daerah daerah tersebut.
Namun, masih ada daerah yang indah namun belum tersentuh oleh masyarakat. Sehingga
banyak kominitas yang melakukan penjajakan daerah yang patut dikenalkan kepada khalayak
banyak. Usai ritual, para peserta upacara bergantian mengambil air bunga bercampur jeruk
purut dan berbagai ramuan. Sebagian beserta langsung mandi di kolam air belerang. Untuk
itu dengan Galang Kemajuan Center Kabupaten Karo bersama dengan Gerakan Nasional
Sadar Wisata Karo juga Karo Trekker Community akan menghidupkan kembali pariwisata
tersebut di daerah Tanah Karo, salah satunya upacara tradisional Erpangir Ku Lau. Hampir
lima tahun upacara ini tidak pernah lagi dilangsungkan secara akbar dikarenakan berbagai
alasan. Acara akan digelar di Lau Debuk Debuk, Doulu, Berastagi. Ketua panitia, Salmen
Sembiring yang juga ketua Galang Kemajuan Karo mengatakan, dengan diselenggarakannya
ritual Erpangir Ku Lau se Sumatera Utara ini akan menghidupkan kembali wisata alam dan
budaya Karo di Lau Debuk Debuk. Pengelolaan kawasan ini berada di BBKSDA Sumut
namun secara administratif berada pada wilayah Pemkab Karo. “Taman Wisata Alam Si
Debuk Debuk memiliki luas 7 hektar tersebut kini terlihat terbengkalai. Demikian juga
pelaku ritual yang semakin tidak teratur dan tidak terkoordinir dalam pelaksanaannya.
Ketua Gerakan Nasional Sadar Wisata Kabupten Karo, Briant Brahmana mengatakan
bahwa pengelolaan yang kurang baik dan kalah saing dengan pihak pengelola pemandian air
panas di Raja Berneh menjadi salah satu faktor berkurangnya pengunjung ke TWA Debuk
Debuk. Padahal cerita sejarah Lau Debuk Debuk juga upacara – upacara tradisional demikian
dapat menjadi daya tarik wisatawan. “ Tidak hanya menawarkan keindahan alam vulkanik
semata, Lau Debuk Debuk tidak dapat dipisahkan dari beberapa ritual tradisional Karo
terutama Erpangir Ku Lau. Seperti dirangkum dari beberapa sumber bahwa minimal sekali
setahun Guru-guru (tabib, dukun) dan juga penganut kepercayaan tradisional Karo
melakukan tradisi ini,”ujarnya. Panitia Erpangir Ku Lau mendapat dukungan dari berbagai
pihak yang peduli terhadap pelestarian budaya dan pariwisata. Dari Pemerintah Kabupaten
dan DPRD Karo dan BBKSDA Sumut selaku pengelola wilayah dan masyarakat sekitar.
Pageralan budaya Erpangir Ku Lau akan kembali digelar tahun depan. Sehingga menjadi
KESIMPULAN
Kegiatan ritual seperti erpangir ku lau adalah suatu warisan yang sangat luar biasa jika
masih di lakukan sampai saat ini yang berkaitan tentang manfaat yang di dapatkan dan apa
efek yang di timbulkan kepada masyarakat sekitar selain kedatangan wisatawan dan suatu
bentuk pertunjukan seni yang amat mahal harganya karena masih berkaitan dengan
Hal – hal yang menjadi kan pariwisata Tanah Karo khususnya semakin di kenal ke
tradisi pada masyarakat di Indonesia yang sangat beraneka ragam dan tentunya diharapkan
kegiatan pagelaran seperti erpangir ku lau akan menjadi panutan dan acuan kepada
pemerintah daerah dan pusat untuk memperkenalkan kembali tradisi yang ada di setiap
daerah dan amat disayangkan jika pagelaran hanya terlaksana hanya di tahun tersebut
alangkah tepatnya jika kita berkaca kepada pulau Dewata Bali melalui pariwisata tradisi lokal
mereka juga dapat sampai saat ini tetap mempertahankan semua apa yang dilakukan petuah
adat terdahulu.
SUMBER TULISAN
1. Tarigan , Ari Kristanta.2018. Analisis Musikal Musik Upacara Ritual Perumah
Jinujung Di Lau Debuk - Debuk Desa Doulu Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.
Skripsi S-1 Etnomusikologi.Fakultas Ilmu Budaya.USU.
2. Karo-karo, Jamal. (2012).Analisis Peran Keteng-Keteng Dalam Ensambel Gendang
Telu Sendalanen Sebagai Media Dalam Konteks Upacara Erpangir Ku Lau Di Desa
Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo. Tesis S-2 Penciptaan Dan
Pengkajian Seni. Fakultas Ilmu Budaya .USU.
2. https://www.youtube.com/watch?v=t_gWhCDGmLM