Anda di halaman 1dari 3

Rondang Bintang "Pesona Budaya

Simalungun"
Seiiring berjalannya waktu dan mengabdi di bumi Simalungun sebagai orang Jawa,
banyak cerita yang perlu di abadikan sebagai persembahan hidup dengan cinta di Nagori
tempat saya dilahirkan. Salah satu Budaya yang menambah rasa cinta pada Bumi Simalungun
adalah Pesona Budaya Simalungun dengan sebutan "Rondang Bintang".

Beberapa sumber menjelaskan arti kata Rondang Bintang adalah "terang


benderang". Yang berasal dari kata rondang yang berarti terang, benderang, melebihi terang
yang biasa. Itu sebabnya pesta rondang bintang biasanya degelar pada malam hari di saat
bulan purnama.

Bagi masyarakat Simalungun, Rondang Bintang merupakan pesta adat batak


simalungun yang menggambarkan ungkapan bentuk rasa syukur atas panen raya yang telah
dilakukan. Pada pesta rondang ini juga dimanfaatkan para muda-mudi simalungun sekaligus
sebagai ajang mencari jodoh. Konon katanya pada jaman dahulu, pada pesta raya ini para
gadis keluar untuk menumbuk padi bersama. Dan setelah perhatian didapat dari sang pemuda,
maka para gadispun mengikuti proses maranggir atau pembersihan diri. Ramuan khusus yang
digunakan pada pembersihan diri ini adalah jeruk purut sebagai simbol pembersihan badan,
hati, dan pikiran.

Rondang bintang ini biasanya diramaikan oleh muda-mudi yang belajar menari dan
main lainnya, dengan penuh sukaria berkumpul di halaman. Pelaksanaan pesta rondang yang
dilaksanakan pada tanggal 6 hingga 8 juni 2012 ini Kecamatan Tanah Jawa sebagai tuan
Rumah lebih di banyak diisi oleh Pasangan muda mudi yang berasal dari 31 kecamatan di
kabupaten Simalungun dan berada diantara ribuan orang yang menikmati atraksi budaya dan
keunggulan dari masing-masing daerah.

Acara Pesta Rondang diawali dengan mamuhun, yang maknanya meminta ijin pada
Keturunan Raja Simalungun untuk melaksanakan adat. Sarana dalam pesta ini diawali
dengan Demban atau sirih menjadi medio saling menghormati sesama. Demban sise, yaitu
pemberian uang di bawah sirih dengan kelipatan 12, yang maknanya sebagai tanda sembah
penghormatan. Selain itu, pemberian ayam serta beras, bekal pelaksanaan adat. Sebab
masyarakat Simalungun mayoritas hidup dari mata pencarian agraris.
Kerajaan Simalungun yang menggambarkan Raja simalungun, yaitu Raja Siantar, Pane,
Tanah Jawa, Purba, Dolok Silou, Silimakuta, dan makam Raja Raya, Saragih Garingging.

Masyarakat Batak Simalungun sangat menjunjung tinggi leluhur, berucap syukur


senantiasa dipanjatkan. Budaya para leluhur yang menjadi kebanggan salah satunya adalah
pemakaian Ulos. Ulos yang disebut Hiou disampirkan banyak sarat dengan ornamen. Secara
legenda, bagi masyarakat Simalungun Ulos dianggap salah satu dari tiga sumber kehangatan
manusia selain api dan matahari.

Eta Marondang Bintang, adalah yel-yel masyarakat simalungun untuk menyambut


perayaan Pesta Rondang Bintang. Selain itu, persiapan Marharoan yaitu salah saatu bentuk
kebersamaan dalam tradisi Simalungun, termasuk bersama mempersiapkan pesta rondang
bintang. Tanda penghormatan dan berbagai hasil panen yang terbaik, akan dipersembahkan
pada pemerintah daerah dan tetua adat.
Simalungun dengan falsafahnya " Habonaron Do Bona" yang dilahirkan dari proses olah
Bahtin dan Hati para leluhur. Sehingga Orang-orang Simalungun suka akan suatu
keheningan/samadhi/penyatuan diri dengan Sang Pencipta.

FILOSOFI HIDUP MASYARAKAT


SIMALUNGUN

Habonaron Do Bona

Ada suatu pemahaman yang sangat kental pada orang simalungun bahwa Naibata itu Maha
kuasa, Maha adil dan Maha benar. Manusia juga dituntut untuk bersikap benar. Segala
sesuatu harus didasarkan pada hal yang benar. Inilah prinsip dasar dari Filosofi “Habonaron
Do Bona” pada masyarakat simalungun. Falsafah Habonaron Do Bona merupakan filosofi
hidup bagi orang simalungun. Habonaron Do Bona artinya adalah “ kebenaran adalah dasar
segala sesuatu”. Artinya masyarakat simalungun menganut aliran pemikiran dan
kepercayaan segala sesuatu harus dilandasi oleh kebenaran.
Filosofi Habonaron Do Bona tercatat pertama sekali kurang lebih abad XV dalam pustaka
kuno simalungun. “Pustaka Parmungmung Bandar Syah Kuda”. Bahwa suatu waktu ,
kerajaan Nagur simalungun mendapat serangan dari kerajaan Samidora Samudera Pasai
Terjadi pertarungan sengit antara Sang MA jadi sebagai putera Mahkota kerajaan Nagur dan
putera mahkota kerajaan Samidora yang hendak menguasai kerajaan Nagur. Putera
mahkota kerajaan Samidora ingin menguasai kearajaan Nagur. Karena Sang Ma jadi adalah
pihak yang benar jujur dalam peperangan ini, maka Sang Ma Jadi mendapat pertolongan
dari Naibata. Yakni dari langit turun seekor burung Nanggordaha Garuda melerai
pertarungan tersebut. Pada saat burung Nanggordaha melerai mereka terdengar suara
seruan sebanyak tiga kali yang mengucapkan “ Habonaron Do Bona, Habonaron Do Bona,
Habonaron Do Bona “. Tetapi Putera mahkota Samidora ingin tetap menguasai kerajaan
nagur sehingga tidak peduli dengan seruan tersebut. Dia tetap ingin mengalahkan Putera
mahkota kerajaan Nagur. Akhirnya Burung Nanggordaha marah dan membunuh Putera
kerajaan Samidora. Akhirnya putera kerajaan Nagurlah yang menang, sejak saat itulah
Habonaron Do Bona menjadi filosofi hidup bagi masyarakat simalungun.
Para orang tua juga selalu menanamkan prinsip Habonaron Do Bona kepada anak cucunya.
Harus bijaksana dalam bergaul ditengah masyarakat. Bagi masyarakat simalungun ada
falsafah yang mengatakan “ totik mansiatkon diri, marombow bani simbuei. Artinya cermat
bijak membawakan diri dan mengabdi kepada halayak umum. Sehingga selalu
menyenangkan bagi orang lain. Hal inilah yang menjadikan orang simalungun lebih banyak
beradaptasi menyesuaikan diri dengan suku lain. Ini juga yang membuat masyarakat
simalungun sering melepaskan identitasnya, hanya untuk menyesuaikan diri
dengan orang disekitarnya. Dari Filosofi “Habonaron Do Bona”, tercermin prinsip – prinsip
hidup masyarakat simalungun. Misalnya kata –kata nasehat dan prinsip hidup dalam bentuk
ungkapan, pepatah dan perumpamaan. Habonaron Do Bona menanamkan
kehati - hatian, hidup bijaksana, matang dalam berencana sehinggga tidak terjadi
penyesalan dikemudian hari. Menurut MD. Purba ada delapan nilai kebenaran yang
terkandung dalam filosofi Habonaron Do Bona yakni :
1. Berpandangan yang benar
2. berencana beniat yang benar
3. Berbicara yang benar
4. Bekerja yang benar
5. Berkehidupan yang benar
6. Berusaha berkarya yang benar
7. Berprinsip yang benar
8. Berpikiran yang benar.
.

Anda mungkin juga menyukai