Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan seni kreatif dari imanjinasi yang direpresentasikan dari

kehidupan nyata yang objeknya manusia dan kehidupannya. Menurut Sudjiman

(1995:14), mengatakan bahwa karya sastra merupakan gambaran adat istiadat,

kepercayaan, alam pikiran,keadaan sosial masyarakat, kepribadian, hubungan

antar individu dan masyarakat, dan sistem nilai yang berlaku di dalam masyarakat

pada masanya. Hal ini akan sangat penting bagi penikmat karya sastra yang ingin

mengungkapkan segala sesuatu yang terselubung di dalam karya sastra, seperti

masalah makna, nilai, dan hakikat karya sastra itu secara umum (Suharianto,

1982:15).

Juwati (2018:5) mengatakan bahwa Sastra lisan merupakan bagian dari suatu

kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dan

diwariskan secara turun-temurun secara lisan sebagai milik bersama. Sastra lisan

merupakan pencerminan situasi, kondisi, dan tata krama masyarakat

pendukungnya. Pertumbuhan dan perkembangan sastra lisan dalam kehidupan

masyarakat merupakan pertumbuhan dari gerak dinamis pewarisnya dalam

melestarikan nilai budaya leluhur

Hutomo (dalam kutipan Rohman dan Emzir (1991:227) menyatakan sastra

lisan adalah kesusastra yang mencakup ekspresi kesusastraan warga. Suatu

kebudayaan yang disebarluasakan secara turun-temurun atau dari mulut ke mulut.

Setiap daerah biasanya memiliki sastra lisan yang terus dijaga. Sastra lisan ini

1
adalah salah satu bagian budaya yang harus dipelihara oleh masyarakat secara

turun-temurun. Hal ini berarti, sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan

masyarakat yang harus dilestarikan. sastra lisan ini adalah dengan cara

menceritakannya secara lisan kepada generasi muda dan kalangan umum, yang

sekaligus menanamkan cinta mereka terhadap kesenian daerah itu sendiri.

Salah satu karya sastra adalah pantun. Pantun adalah puisi asli Indonesia yang

dapat dijumpai di seluruh wilayah Nusantara dengan nama yang berbeda-beda.

Pantun sebagai sarana komunikasi yang digunakan oleh masyarakat untuk

menyampaikan maksud secara lebih halus dan bahkan tidak secara langsung agar

tidak menyinggung perasaan pendengar. Selain itu, pantun berfungsi sebagai

pendidikan dan hiburan karena pantun berisi petuah dan nasihat, bisa juga untuk

sekedar menghibur diri.

pantun adalah bentuk puisi yang terdiri atas empat bait yang bersajak bersilih

dua-dua (pola ab-ab), dan biasanya tiap bait terdiri atas empat perkataan. Dua bait

pertama disebut sampiran, sedangkan dua bait disebut isi pantun (Soetarno

(2008:19)

Menurut Suroto (1986:46) talibun salah satu bentuk puisi lama yang pada

umumnya mempunyai ciri-ciri baris tiap bait lebih dari empat, ada sampiran dan

isi, bersajak akhir abcabc dan seterusnya sesuai jumah baris tiap bait, dan jumlah

suku kata dalam tiap barisnya berkisar delapan sampai dua belas.

Setiap daerah memiliki ciri khas kesenian tersendiri, terutama dalam kesenian

dan adat istiadat maupun kehidupan masyarakat. Kabupaten Musi Banyuasin

2
salah satu daerah di Provinsi Sumatera Selatan, dengan ibu kota Sekayu yang

memiliki kesenian khas yakni Senjang.

Senjang merupakan salah satu kesenian yang menggunakan media pantun atau

telibun, secara bersahutan antara dua orang atau berpasang-pasangan. Namun juga

ditampilkan secara tunggal. Senjang memiliki tiga unsur yaitu (1) musik

instrumental, (2) lagu vokal dari syair pantun, (3) tarian, namun ketiga unsur

tersebut masing-masing berdiri sendiri. Dari tiga unsur tersebut tidak saling

berhubungan seperti sebuah pertunjukan pada umumnya. Saat vokal dari syair

pantun Senjang dilagukan oleh pesenjang, musik instrumental diam, begitupun

sebaliknya saat musik instrumental Senjang dimainkan oleh pemusik, vokal dari

pesenjang diam. Pesenjang hanya bergerak menari-nari mengikuti irama musik

Senjang(Sukma, 2015:2).

Senjang merupakan seni sastra lisan yang berkembang pesat di kabupaten Musi

Banyuasin yang berisikan pesan moral, pendidikan, nasihat, adatistiadat, serta

ajaran-ajaran agama pada masyarakat.Senjang berbentuk dari pembukaan, isi dan

penutup. Pada pembukaan Senjang berisi tentang permohonan izin, pada isi antara

bait pertama dengan bait berikutnya seperti pantun berkait. Selain itu, Senjang

dapat mengandung ungkapan perasaan, seperti kecewa, rasa cinta, sedih, atau

tentang hidup dan kehidupan, Bagian penutup biasanya berisi permohonan maaf.

Beberapa sastra lisan Sumatera Selatan di antaranya adalah tadut, senjang,

rejung, cang-incang, dang-idang, warahan, pisaan, guritan, cerita panjang, andai-

andai, ande-ande panjang, dan sebagainya. Masing-masing daerah di Sumatera

Selatan memiliki sastra lisan masing-masing. Misalnya,

3
No Nama Kabupaten Kesenian

1 1. Lahat 1. Tadut
2. Pagaralam 2. Rejung
3. Empat Lawang 3. Guritan
4. Muara Enim
2 1. Komering (Ulu dan Ilir) 1. Cang-incang
2. Dang-idang

3 1. Ogan Komering Ulu Timur 1. Warahan


2. Pisaan

4 1. Muara enim 1. Cerita panjang


2. Prabumulih
5 1. Musi Banyuasin 1. Senjang
2. Lubuklinggau
3. Musi Rawas
4. Musi Rawas Utara
6 1. Banyuasin 1. Ande-ande panjang
2. Serambai

Penelitian serupa pernah dilakukan pada 2012 oleh Rosmaidar dengan judul

Nilai Moral dalam Wayak: Tradisi Lisan Masyarakat Suku Ranau Sumatera

Selatan Penelitian ini adalah bentuk tindakan nyata dari usaha untuk melestarikan

budaya warisan leluhur. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi nilai-nilai

moral warisan leluhur Suku Ranau di Sumatera Selatan. Adapun yang

membedakan penelitian ini dengan penilitian terdahulu pada objek kajiannya,

penelitian terdahulu membahas feminisme pada Nilai Moral Dalam Wayak:

Tradisi Lisan Masyarakat Suku Ranau Sumatera Selatan

4
Seperti halnya penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian ini

adalah penelitian Irawan Sukma (2015) yang berjudul “Pada Masyarakat

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan”. Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif interpretatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik

observasi, wawancara dan dokumen.

Penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian ini adalah

penelitian Nurlela (2013) yang berjudul “Kesantunan Imperatif pada Talibun

Senjang Musi Banyuasin”. Tujuan penelitian yakni untuk mendeskripsikan mulai

dari jenis, wujud, dan kesantunan imperatif pada talibun Senjang Musi Banyuasin.

Metode yang digunakan yaknideskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan

data berupa studikepustakaan untuk data primer yakni berupa dokumentasi

rekamanSenjang di berbagai tempat serta metode simak dan rekaman untukdata

sekunder yakni rekaman Senjang yang langsung diambil daripenutur

Adapun alasan penulis memilih “Nilai Moral Dalam Sastra Lisan Senjang

pada Masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin. Di dalam syair Senjang banyak

mengandung nilai moral yang sangat baik dan dapat dijadikan contoh dalam

kehidupan sehari-hari sehingga penulis merasa tertarik untuk menganalisisnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasar uraian pada latar Belakang di atas, dapat merumusakan sebagai

berikut;

1. Bagaimana isi sastra lisan Senjang Kabupaten Musi Banyuasin?

5
2. Nilai-nilai moral apakah yang terkandung dalam satra lisan Senjang Kabupaten

Musi Banyuasin?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dan maksud dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui isi sastra lisan Senjang Kabupaten Musi Banyuasin.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai moral yang terkandung dalam sastra lisan Musi

Banyuasin.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian permanfaat bagi berbagai pihak:

1. Peserta Didik atau untuk Pembaca

1) Hasil penelitian di harapkan dapat meningkatkan motivasi dan kesadaran

untuk mengalih nilai-nilai moral yang terdapat dalam sastra lisan lain di

Kabupaten Musi Banyuasin;

2. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin

1) Hasil penelitian di harapkan dapat memberi maksudkan bagi perencanaan,

perkembangan karya-karya budaya khususnya sastra lisan Kabupaten Musi

Banyuasin;

3. Penelitian

1) hasil penelitian dapat meningkatkan motivasi, kemampuan dan masalah

serupa pada masa yang akan datang;

6
4. Program Studi Pendidikan Bahasa

1) Hasil penelitian ini akan diadakan dan bermanfaat dan dapat menambahkan

ilmu, khususnya sastra lisan.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Sastra Lisan
a. Pengertian Sastra Lisan
Kata sastra dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa Sanskerta, akar kata

sas-, dalam kata kerja turunan berarti “mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk

atau instruksi, akhirnya tra biasanya menunjukkan aat, sarana. Maka dari itu,

sastra berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran.

Di samping kata sastra, kerap juga kata susastra kita beberapa tulisan, yang berarti

bahasa yang indah- awalan su pada kata susatra mengacu pada arti indah (Rohman

dan Emzir, 2017:5).

Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga

dan kebudayaan yang disebarkan secara turun-temurunkan secara lisan atau dari

mulut ke mulut (Hutomo dalam kutipan Refiek 1991:54). Sastra lisan sendiri

memiliki nilai-nilai yang luhur dalam masyarakat lebih-lebih pada kebudayaan

yang ada dalam masyarakat.

Finnegan (dalam Tuloli, 1991:1) berpandapat sastra lisan adalah salah satu

gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat terpelajar dan yang belum

terpelajar. Ragamnya pun sangat banyak dan tiap-tiap ragam mempunyai variasi

yang sangat banyak pula. Isinya mungkin mengenai berbagai paristiwa yang

terjadi atau kebudayaan masyarakat pemilik sastra tersebut.

Sastra lisan merupakan percerminan situasi, kondisi, dan tata krama

masyarakat pendukungnya. Pertumbuhan dan perkembangan sastra lisan dalam

8
kehidupan masyarakat merupakan pertumbuhan dari gerak dinamis pewarisnya

dalam melestarikan nilai budaya leluhur.

Adapun dari tiga pendapat diatas dapat disimpulkan sastra lisan adalah

kesusastraan yang mencangkup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan,

yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut kemulut) jadi segala

kebudayaan yang diturunkan secara lisan dan diwariskan.

b. Ciri-Ciri Sastra Lisan

Juwati (2018:12) Ciri umum dari sastra lisan yang tersebar di dalam

masyarakat, yakni banyak mengungkapkan kata-kata atau ungkapan-ungkapan

klise dan sering bersifat menggurui. Ciri-ciri sastra lisan di antaranya:

1. Lahir dari masyarakat yang polos, belum melek huruf, dan bersifat tradisional.

2. Menggambarkan budaya milik kolektif tertentu, yang tak jelas siapa

penciptanya.

3. Lebih menekankan aspek khayalan, ada sindiran, jenaka, dan pesan mendidik.

4. Sering melukiskan tradisi kolektif tertentu.

c. Fungsi Sastra Lisan

Setiap sastra lisan memiliki fungsi atau kegunaan di dalam masyarakat

pemiliknya, hal inilah yang menjadikan sastra lisan diminati dan dipertahankan

oleh suatu komunitas masyarakat pemiliknya. Menurut Danandjaja (dalam

kutipan Juwati 2018:14) mengatakan bahwa sastra lisan berfungsi sebagai (1) alat

kendali sosial, (untuk hiburan), (2) untuk memulai sesuatu permainan, dan (3)

untuk menekan dan mengganggu orang lain.

Secara garis besar fungsi sastra lisan dapat diklasifikasikan menjadi 5 yaitu:

9
1. Didaktif, kebudayaan karya sasttra lisan mengandung nilai-nilai luhur yang

berkaitan dengan adat istiadat ataupun agama tertentu. Nilai-nilai yang

terkandung dalam kesusastraan lisan tersebutlah yang kemudian berfungsi

sebagai pendidik masyarakat terhadap aturan-aturan yang terdapat dalam

kehidupan bermasyarakat.

2. Sebagai pelipur lara, sastra lisan sebagai alat pendidik masyarakat juga

digunakan sebagai penghibur masyarakat.

3. Sebagai bentuk protes sosial yang berisikan penolakan masyarakat atas aturan-

aturan yang mengikat mereka. Sehingga karya sastra yang mereka hasilkan

lebih digunakan sebagai bentuk aspirasi yang berkaitan dengan kehidupan

sosial.

4. Sastra lisan sebagai sindiran, seringkali kita temui dalam bentuk pentun, lagu

rakyat dan sebagainya.

5. Salah satu jenis sastra lisan yaitu pantun. Pantun merupakan sastra lisan yang

disebarluaskan dari mulut ke mulut dengan tujuan memberikan petuah, nasihat,

panutan, ajaran, bahkan sindiran terhadap seseorang terkait dengan apa yang

dilakukannya.

B. Pantun

a. Pengertian Pantun

Waridah (2014:34) Pantun adalah jenis puisi lama milik budaya asli Indonesia.

Kata “pantun” berasal dari akar kata “tun” dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno),

berarti tuntun-atuntun, dalam bahasa Indonesia berarti mengantur. Dengan

10
demikian, dapat disimpulkan bahwa arti kata pantun pada umumnya adalah sama

dengan aturan atau susunan. Pengertian pantun tersebut sejalan dengan pernyataan

yang disampaikan oleh seorang pengkali Budaya Melayu bernama (R.O. Winsted)

ia menyatakan bahwa pantun bukanlah sekadar gubahan kata-kata yang

mempunyai rima dan irama, tetapi merupakan rangkaian kata yang indah untuk

menggambarkan kehangatan seperti cinta, kasih sayang, dan rindu dendam

penuturnya. Dengan kata lain, pantun mengandung ide yang kreatif dan kritis

serta padat kandungan maknanya.

b. Ciri-ciri Pantun

Ciri-ciri pantun dapat dilihat berdasarkan bentuknya. Ciri-ciri ini tidak boleh

diubah. Jika diubah, pantun tersebut akan menjadi seloka, gurindam, atau bentuk

puisi lama lainnya. Waridah (2014:34) Ciri-ciri pantun adalah sebagai berikut:

1. Setiap bait terdiri 4 baris

2. Tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata

3. Rima akhir setiap baris adalah a-b-a-b

4. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran

5. Baris ketiga dan keempat merupakan isi

Contoh:

Ada pepaya ada mentimun (a)

Ada mangga ada salak (b)

Daripada duduk melamun (a)

Dari kita membaca sajak (b)

11
C. Talibun

a. Pengertian Talibun

Menurut Wahyuni (Damariswara 2018:19) Talibun merupakan jenis karya

sastra yang menyerupai pantun yang terdiri dari lebih dari empat baris yang

kesemuanya berjumlah genap, antara enam, delapan, sepuluh, dua belas, dan

seterusnya.

Seperti halnya pantun, tiap-tiap bait pada talibun terdiri atas sampiran dan isi.

Sampiran dalam talibun vergantung pada jumlah barisnya. Talibun yang dimiliki

baris enam buah, maka sampirannya adalah tiga baris pertama, sedangkan isinya

terdapat pada baris keempat, kelima dan keenam. Ini berlaku pada talibun yang

jumlah barisnya terdiri atas delapan, sepuluh, dan sebagainya. Untuk menentukan

sampiran dan isinya, jumlah barisnya dibagi dua. Kalau jumlahnya delapan,

berarti empat baris pertama sampiran dan empat baris berikutnya isi (Djamaris,

(1990:78:79).

b. Ciri-ciri Talibun

Masruchin, (2017:150;151) Ciri-ciri talibun sebagai berikut:

1. Enam larik memiliki rima abcabc;

2. Delapan larik memiliki rima abcdabcd;

3. Sepuluh larik memiliki rima abcdeabcde;

4. Talibun dua belas larik memiliki rima abcdefabcdef;

5. Tiap-tiap lariknya terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata.

6. Setengah bagian atas merupakan sampiran

7. Setengah bagian bawah merupakan isi.

12
Contoh :

a) Talibun 6 baris

Saudara jauh datang berkunjung sebagai tamu

Selayaknya pula tuan rumah sibuk menjamu

Tamu dari jauh datang mebawa oleh-oleh bak upeti

Berbuat baiklah kepada orang tuamu

Juga terhadap saudara-saudaramu

Agar engkau menjadi manusia yang tau adat dan budi pekerti

b) Talibun 8 baris

Buah nangka manis rasanya tak enak getahnya

Berduri-duri namun tak tajam nan lembut luarnya

Susahlah payah pak petani menanam buah nangka

Maka dari itulah jangan kau buang sia-sia

Janganlah engkau berbuat jahat kepada sesama

Niscaya balasan berat yang engkau terima dari Yang Maha Kuasa

Di akhirat engkau akan dimasukkan Nya ke dalam neraka

Di dunia pun engkau akan hidup sengsara

c) Talibun 10 baris

Berburu mengejar menjangan dengan busur ungu

Menjangan lari tunggang langgang melihat garangnyan pemburu

Pemburu yang lain menggunakan sebapan berlaras

Berharap dapatkan tumpukan daging menjangan

13
Berharap malam nanti dapat menikmati daging menjangan yang guruh nan

kenyal

Kejarlah akhiratmy seperti engkau mengejar buruanmu

Kejarlah duniamu seperti engkau mengejar mangsamu

Dengan begitu engkau akan hidup dengan selaras

Antara Dunaiawi dan uhkrowi tiada yang dianaktirikan

Semua untuk kebahagiaan yang hakiki dan kekal

D. Senjang

a. Pengertian Senjang

Haris (2004:457) Senjang adalah tarian yang dilakukan oleh dua orang,

kadang-kadang berpasangan antara bujang dan gadis. Senjang merupakan pantun

di dalamnya terdapat sampiran dan isi. Senjang berarti pelampiasan perasaan,

media pencurahan hati, baik kesedihan, gembira, maupun kritikan.

Senjang merupakan seni sastra lisan yang berkembang pesat di Kabupaten

Musi Banyuasin yang berisikan pesan moral, pendidikan, nasihat, adat isitiadat,

serta ajaran-ajaran agama pada masyarakat. Selain itu, daya tarik atau kekuatan

Senjang terletak pada pantun yang dinyanyikan. Pantun atau talibun tersebut

mempunyai bermacam-macam jenis sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan

kepada audiens. Isi dari Senjang itu sendiri dapat berupa kritikan, sanjungan,

permohonan, masukan atau saran dari rakyat (masyarakat) terhadap pihak

pemerintah (pemimpin) tentang pembangunan daerah atau kritik dan saran yang

14
membangun bidang mental spiritual pribadi atau kelompok masyarakat, bisa juga

hanya sekedar kelakar atau humor (Permatasari, 2012:19).

Senjang secara tekstual berbentuk pantun dengan jumlah barisnya minimal

empat baris, dan terkadang hingga sepuluh baris. Bait pertama adalah sampiran

dan bait kedua adalah isi. Isi dalam keseluruhan teks Senjang biasanya terdiri dari

tiga bagian. Bagian pertama merupakan bagian pembuka, bagian kedua

merupakan isi senjang yang akan disampaikan, dan bagian ketiga merupakan

bagian penutup yang biasanya berisi permohonan maaf dan pamit

Senjang adalah salah bantuk media seni budaya yang menghubungkan antara

orang tua dengan generasi muda atau dapat juga antara masyarakat dengan

pemerintah didalam penyampaian asporasi yang berupa nasehat, kritik maupun

penyampian strategi ungkapan rasa gembira. Disebut senjang karena antara lagu

dan musik tidak saling bertemu, artinya kalau syair berlagu musik berhenti, kalau

musik berbunyi orang yang bersenjang diam sehingga keduanya tidak pernah

bertemu.

Kesenian Senjang yang merupakan salah satu kesenian khas

masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin bermula di salah satu kecamatan yang ada

di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin yaitu Kecamatan Sungai Keruh. Di

kecamatan ini lah pertama kali kesenian Senjang dipopulerkan, kemudian

mulai dikembangkan ke Kecamatan Babat Toman antara lain Desa Mangun

Jaya. Kecamatan Sanga Desa antara lain Desa Ngunang, Nganti, Sanga Desa dan

terus ke Kecamatan Sekayu. Karena itu irama Senjang dari tiap-tiap Kecamatan

tersebut tidak sama.

15
Contoh Senjang dari Nurlela

No Senjang Artinya

1 Para tamu ngen undangan Para tamu dan undangan

Kelekke yuk Irma ngen Koyong Lihatlah kakak Irma dengan

Andi kakak Andi

Saling kelale sengom-sengom Saling lirik senyum-senyum

Mak ase raje ngen ratu Seperti raja dengan ratu

Malu-malu bacampor ladas Malu-malu bercampur senang

Dalam dade bedebar-debar Dalam hati berdebar-debar

2 Para hadirin sekalian Para hadirin sekalian

Kami basenjang berenti dulu Kami bersenjang berhenti dulu

Kalu ade kate yang salah Kalau ada kata yang salah

Mintek maap ngen mintak suke Mintak maaf dengan minta rela

Kerne maklum seni daerah Karena maklum seni daerah

Kita nak mekot acara laen Kita mau ikut acara lain

b. Bentuk Senjang

Bila ditinjau dari bentuknya, Senjang tidak lain dari bentuk puisi yang

berbentuk pantun. Oleh sebab itu. Jumlah liriknya dalam satu bait selalu lebih dari

empat baris. Satu keistimewaan dari kesenian Senjang ini adalah penyajiannya

yang kompleks sehingga menarik. Dikatakan kompleks karena penyajianya selalu

dinyanyikan dan diiringi dengan musik. Akan tetapi, ketika Penutur Senjang

16
melantunkan Senjang musik berhentu. Penutur Senjang biasanya menyanyi sambil

menari. Ia dapay membawakan Senjang itu sendirian tetapi tidak jarang pula

Penutur Senjang tampil berdua. Walaupun irama Senjang ini pada umumnya

menoton, tetapi juga mengajak audies terlibat sekaligus terhibur (Kesenian Musi

Banyuasin, 2011:1).

Penampilan Senjang tampaknya mengalami perkembangan. Pada zaman

dahulu, musik pengiring Senjang adalah musik tanjidor. Tanjidor sudah nyaris

langka digunakan, tetapi penggantinya adalah musik melayu atau orgen tunggal.

Pada zaman dahulu, penutur Senjang biasanya menciptakan Senjang secara

spontan, sehingga tema yang akan disampaikan disesuaikan dengan suasana yang

dihadapinya. Akan tetapi, sekarang kepandaian Senjang serupa itu sudah sangat

langka. Penutur Senjang biasanya menyiapkan Senjangnya jauh hari sebelumnya.

Bahkan sering terjadi Penutur Senjang menuturkan Senjangnya dengan melihat

teks yang telah dipersipkan.

Ikatan Senjang juga memiliki pola tersendiri. Sebuah Senjang biasanya terdiri

dari tiga bagian. Bagian pertama merupakan bagian pembuka. Bagian kedua

merupakan isi Senjang yang akan disampaikan. Bagian ketiga merupakan bagian

penutup yang biasanya berisi permohonan maaf dan pamit dari Penutur Senjang.

c. Fungsi Senjang

Bila dilihat dari penampilan dan isi yang terdapat di dalam sebuah Senjang,

tampak ada beberapa fungsi yang terdapat di dalamnya.

1. Untuk menghibur yang dapat dirasakan ketika Senjang itu akan ditampilkan.

Ini dikarenakan penampilan Senjang selalu diiringi oleh musik yang dinamis.

17
Musik dan penutur Senjang tampil secara bergantian. Sebelum bagian pembuka

ada musik. Antara bagian isi dan bagian penutup pun diselingi oleh musik.

Pada bagian akhir musik akan muncul lagi. Walaupun irama musiknya yang

itu-itu juga, penonton akan merasa terhibur.

2. Untuk menyampaikan nasihat (didaktis). Nasihat ini tidak hanya ditujukan

kepada anak-anak, tetapi juga ditujukan kepada para remaja bahkan orang tua.

Oleh sebab itu Senjang sering dituturkan pada pesta keluarga seperti pesta

perkawinan, khitanan dan lain-lain. Pada kesempatan ini semua keluarga baik

tua maupun muda, dewasa maupun anak-anak berkumpul. Dengan

demikian,semua usia tadi dapat mengikuti penutur Senjang itu. Pesan moral

yang dituturkan oleh Penutur Senjang dengan bernyayi sambil menari itu

cukup menghibur dan tidak terkesan menggurai.

3. Sebagai alat kontrol sosial dan politik. Fungsi ini terutama sekali terlihat ketika

Senjang dituturkan pada acara yang dihadiri pejabat, baik acara pemerintahan

maupun acara kekeluarga. Akan tetapi, karena formatpenyampaiannya

selalu didahului dengan permohonan izin dan maaf dan diakhiri pula dengan

permohonan pamit dan maaf, serta diiringi dengan musik dan tari yang

dilakukan pesenjang, kontrol dan kritik yang disampaikan oleh pesenjang itu

menjadi enak didengar, tidak membuat pihak yang dikontrol atau

dikritik tersinggung. Senjang mengkritik tetapi tidak menyakiti, mengontrol

tetapi tidak menghujat pihak yang dikritiknya (Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata, 2007:6—10)

18
d. Sejarah Senjang

Senjang lahir dari hasil dari kebiasaan masyarakat yang hidup didaerah Talang

Penduduk didaerah talang cenderung memiliki karakteristik yang sangat

mencolok mulai dari cara berbicara, adat istiadat dan juga tata cara hidup mereka

sehari-hari. Dari daerah talang senjang baru menyebar ke daerah Sekayu dan

sekitarnya karena Sekayu merupakan daerah renah. Daerah talang yang

disebutkan di dalam ini adalah daerah sungai Keruh, daerah inilah senjang

pertama kali lahir dikarnakan dilihat dari topografi daerahnya daerah sungai

Keruh merupakan daerah yang berbukit sehingga daerah sungai Keruh merupakan

daerah yang kering dan tidak adanya rawa-rawa dan juga daerah talang

merupakan daerah yang tidak di pengaruhi oleh pasang surut air sungai sehingga

daerah ini mempunyai karakteristik tanah kering dan berkerikil. Sedangkan daerah

Sekayu, Babat Toman dan sekitarnya merupakan daerah renah karena dearah ini

sangat di pengaruhi oleh pasang surut air sungai sehingga masyarakat

pendukungnyapun bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani.

Perubahan budaya terjadi ketika tanah renah kelebihan bahan pangan

menyebabkan adanya kontak dagang dengan dunia luar. Ketika masyarakat asli

renah memiliki tanah yang subur mereka tidak lagi menerima budaya dari luar

ketika orang talang bermigrasi ke daerah renah terjadinya bentuk komunikasi

yang lebih kuat sehingga senjang pun berkembang menjadi sarana berkomunikasi

antara masyarakat renah dan talang. Awalnya petama kali senjang masuk

kedaerah renah ketika masyarakat talang menyampaikan senjang di balai desa

19
lewat sistem seperti pantun sehingga masyarakat renahpun ikut bersenjang

sehingga senjang menjadi sebuah hiburan baru di masyarakat renah sehingga

budaya renah di Musi Banyuasin sedikit mengalami perubahan akibatnya

masyarakat Musi Banyuasin memiliki tipikal masyarakat talang dikarnakan

komunikasi antara masyarakat renah dan talang (Peeters, 1997:38).

Perlunya senjang ini sebagai salah satu wadah untuk mewarisi tradisi lisan

masyarakat Musi Banyuasin supaya dimasa depan tradisi ini terus hadir di tengah-

tengah masyarakat yang modern dan anak anak muda Musi Banyuasin

melestarikan budaya daerah yang kaya akan dengan tradisi lisan sehingga tetap

terjaga hingga kini.

E. Moral

a. Pengertian Moral

Nurgiyantoro (2015:429), secara umum moral merupakan (ajaran tentang) baik

buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan

sebagainya; akhlak budi pekerti, sulila. Moral dalam karya sastra biasanya

mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya

tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada

pembaca.

Kenny dalam kutipan Nurgiyantoro (2015:430) mengemukakan bahwa moral

dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan

dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan

ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.

20
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral adalah suatu

konsep yang telah dirumuskan oleh sebuh masyarakat bagi menentukan baik atau

buruk.

b. Jenis dan Wujud Pesan Moral

Jenis dan cerita fiksi masing-masing mengandung dan menawarkan pesan

moral, tentunya banyak sekali jenis dan wujud ajaran moral yang dipesankan.

Khususnya dalam Senjang, sering terdapat banyak pesan moral yang berbeda.

Nilai moral yang menjadi bahasan dalam penelitian ini mencakup ketiga

macam hubungan manusia seperti yang dikemukakan oleh Milan Rianto dalam

kutipan Zuriah (2015:27) sebagai berikut.

1. Hubungan Manusia dengan Tuhan

Hubungan manusia dengan Tuhan merupakan nilai moral yang paling hakiki

bagi setiap manusia. Setiap manusia berhak untuk menganut dan mempercayai

tuhannya menurut agama masing-masing. Hubungan manusia dengan tuhan tidak

dapat diganggu gugat oleh individu lain selain diri pribadi orang itu sendiri.

Hubungan manusia dengan Tuhan meliputi.

a. Meminta Tolong Kepada Tuhan

Dalam kitab Suci Alquran, Tuhan mengajarkan “mintalah pada-Ku, maka aku

akan kabulkan. Ingatlah pada-Ku maka aku akan ingat padamu”. Jadi, berdoa

kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah ibadah sehingga dikatakan bahwa orang

yang tidak pernah berdoa keapad Tuhan adalah orang sombong. Pleh karena itu,

jangan malas berdoa segala yang kita lakukan tidak ada jaminan akan terlaksana

21
dengan baik. Karena itu, kita memohon kepada Tuhan agar kita diberi kekuatan

untuk bisa melakukan sesuatu perbuatan yang baik.

b. Imam Kepada Tuhan

Imam kepada Allah merupakan dasar dari segala ketakwaan. Asalkan imam

yang dimaksudkan adalah bersih dan syirik, tahayul dan bid’ah. Selama imam

kepada Allah itu masing bercampur dengan hal-hal tersebut, maka berjumlah

dianggap seorang berhak mendapatkan surga.

Imam dan perbuatan baik itu dapat dipisahkan. Jika seorang sudah dilandasi

imam dalam hatinya, maka ada takut kepada Allah. Orang dianggap beriman

apabila hatinya bergetar jika menyebut nama Allah atau mendengar nama Allah.

Setiap yang dilakukan orang beriman selalu dilandasi dengan harapan baik. Imam

kepada Allah dapat terpelihara dengan kuat menghujan jiwa jika seorang

senantiasa berzikir kepada-Nya.

c. Bersyukur

Orang mukmin senantiasa indahnya mengucap syukur kepada Allah SWT

dengan mengucapkan “Alhamdullilah”. Bagi mengucap syukur dengan memuji

Allah SWT sebagai Tuhan yang Mahasa Berkuasa diseluruh alam semesta tanda

kita berterima kasih kepada-Nya yang telah memberikan rizki dan nikmatnya

yang kita tidak akan mampu untuk membalas.

d. Sabar

Kesabaran merupakan sebuah keutamaan yang menghiasi diri seorang

mukmin, di mana orang itu mampu mengatasi berbagai kesusahan dan tetap

22
berada dalam ketaatan kepada Allah meskipun kesusahan dan cobaan itu begitu

dahsyat.

Seorang mukmin harus senantiasa bersabar dan mengharap sangan sangat

keridahan Allah serta mencita-citakan untuk mendapat pahala-Nya dan segala apa

yang disediakan bagi orang-orang yang sabar.

2. Hubungan Manusia dengan Manusia

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dari

orang lain. Hubungan manusia dengan manusia yang lain tidak selalu selaras

dengan apa yang diharapkan, seringkali terjadi perselisihan antara manusia

tersebut. Hubungan manusia dengan manusia meliputi.

a. Saling Menyayangi

Dalam hal ini islam mengajarkan agar kita saling menghormati dan saling

menyayangi yang lebih muda dan sesama saudara. Orang tua merupakan sosok

yang paling berjasa dalam kehidupan kita, mereka meruapakan orang-orang yang

rela berkorban untuk anak-anaknya.

b. Tolong Menolong

Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa hidup sendiri. Meski segalanya telah

dimiliki, harta benda yang berlimpah sehingga setiap apa yang diinginkan maka

dengan mudah dapat terpenuhi. Tetapi, jika sendirian tanpa orang lain yang

menemani tentu akan kesepian pula.

23
c. Memaafkan

Maaf- memaafkan merupakan tradisi yang harus dihidupkan di antara umat

islam. Melakukan pembalasan terhadap perbuatan merugikan seorang memang

bukan suatu kesalahan, namun memaanfkan lebih terpuji. Orang mau meminta

maaf dan mengakui kesalahan orang lain merupakan orang yang berjiwa besar.

3. Hubungan Manusia dengan Dirinya

Manusia tidak hanya memiliki konflik dengan manusia lain tetapi juga

memiliki konflik dengan dirinya sendiri. Hubungan manusia dengan dirinya

sendiri meliputi.

a. Rasa Takut

Rasa takut adalah merupakan defence mechanism, atau mekanik bela diri.

Maksudnya ialah bahwa rasa takut timbul pada diri seseorang disebabkan adanya

kecenderungan untuk membela diri sendiri dari bahaya atau hanya perasaan yang

tak enak terhadap sesuatu hal.

b. Mampu Mengendalikan Diri

Dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari terdapat nilai dan norma yang

berlaku secara umum dan harus dihormati dan dijalankan sebagai masyarakat

yang baik. Hukum pun ada untuk mengatur warga masyarakat tersebut. Dengan

pengendaian diri, tidak hanya pahala yang akan dapat diraih. Pengendalian diri ini

membuat seseorang terbiasa menikmati keteraturan hidup, terbiasa tata dan

merasa bahagia ketika mampu menjalankan perintah dan menjauhi segala

larangan Allah.

24
c. Rajin Bekerja dan Belajar

Dengan bekerja keras seseorang atau setiap manusia akan mendapatkan yang

diinginkan meskin dalam melakukan bersusah payah. Tidak hanya bekerja keras

yang diutamakan, tetapi juga harus diimabangi dengan rasa ikhlas. Karena dengan

tajin bekerja yang diimbangi dengan rasa ikhlas maka akan terlihat mudah.

Dengan demikian, harus disyukuri dan disadari bahwa kemalasan dan

ketidakmauan dalam belajar sama saja menolak anugerah Tuhan yang sangat khas

kepada manusia. Orang yang rajin belajar mengakui dirinya belum sempurna dan

cukup pintar dan bijak sehingga memaksa dirinya belajar dan belajar.

25
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode

Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif

yaitu metode yang digunakan untuk pendapatkan data yang mendalam, suatu data

yang mengandung makna (Sugiyono, 2008:15). Menurut Kisworo dan Iwan

Sofana (2017:68) Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengembangkan konsep

sensitivitas pada masalah yang dihadapi, menerangkan realitas yang berkaitan

dengan penelusuran teori dari bawah (grounded theory), dan mengembangkan

pemahaman akan satu atau lebih dari fenomena yang dihadapi.

Oleh karena itu, alasan peneliti menggunakan metode ini dengan

mempertimbangkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-

nilai moral yang terkandung di dalam Senjang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di Kota Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi

Sumetara Selatan.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Bulan Juli 2019

26
Tabel Jadwal Pelaksanaan

Bulan

No Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus

1 Pengajuan

judul penelitian

2 Pengumpulan data

3 Bimbingan penulisan

proposal

4 Ujian proposal

5 Menganalisis data

6 Penulisan laporan

hasil penelitian dan

bimbingan

7 Seminar hasil

C. Sumber Data

Data dalam penelitian ini yakni berupa dokumentasi kumpulan Senjang

Kabupaten Musi Banyuasin dalam buku Bumi Serasan Sekate dan Penduduknya

(2004), Adat Perkawinan Kabupaten Musi Banyuasin (2015) serta dokumentasi

Senjang pertunjukan pernikahan Yuli yang ada di youtebe.

27
Sumber data kajian ini dituturkan oleh narasumber Ema Handayani, S.E. yang

berusia 28 tahun yang bekerja di DISPOPAR (Bidang Pariwisata, Dinas Pemuda

Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Musi Banyuasin). Ema Handayani sudah

lama mendalami kesenian Senjang sejak di bangkuk SMA sampai sekarang. Ema

Handayani adalah masyarakat asli Sekayu yang dilahirkan di Sekayu. Ema

Handayani adalah sebagai pesenjang Musi Banyuasin. Sumber data yang dipilih

dianalisis untuk mengetahui nilai moral apa saja yang terdapat di dalam Senjang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah

a) Studi Pustaka

Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan informasi yang berhubungan

dengan penelitian untuk mencari data-data yang lain. Dengan mempelajari

buku-buku, jurnal, website dan referensi.

b) Dokumentasi

dokumentasi adalah berupa foto-foto dan tulisan

E. Teknik Analisis Data

Data yang berupa tuturan Senjang dianalisis dengan langkah pertama sebagai

berikut:

1. Setelah data diperoleh, Senjang ini dianalisis untuk menentukan nilai-nilai

moral dan diklasifikasikan berdasarkan kelompok:

(1) nilai-nilai moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan,

28
(2) hubungan manusia dengan manusia,

(3) hubungan manusia dengan dirinya.

29
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

a. Hasil Studi Pustaka

Tabel 4.1 Teks Senjang Yusman Haris


Senjang Bahasa Indonesia Makna dan
penjelasan

Bujang
Duduk dik, duduk Duduk adik, duduk Duduk adik, duduk
(seperti adik yang
dipanggil sama kakak
untuk duduk
disamping kakak)
Sangkan katak Itulah kenapa katak Sangkan katak
ditangkap ulo ditangkap ular ditangkap ular (kata
kiasan)
Katak tido dibawah bilik katak tidur dibawah Katak tidur dibawah
pondok pondok (kata kiasan)
Sangkan kakak ngajak karena kakak ngajak Kakak ingin pertemu
basindo bertemu
Karena kakak cinto di karena kakak cinta di Karena kakak cinta
adik adik sama adik

Gadis
Ulo tido dibawah bilik Ular tidur dibawah Sang adik mengatakan
pada kakak bahwa
Katak dilembar batu Katak dilembar batu Katak dilembar batu
(kata kiasan)
Ape dipandang kepada Apa yang bisa dilihat dari Apa yang dilihat dari
adik adik adik
Adik miskin lagi piatu Adik miskin tidak ibu Adik orang miskin
tidak mempunyai
seorang ibu (karena
ibunya sudah
meninggal dunia)

Bujang
Seduduk buah seduduk Seduduk buah seduduk Seduduk buah seduduk
Buah gelinggang masak Buah gelinggang masak Dipetik buah
dipetik dipetik gelinggang yang mata

30
Kakak duduk matek Kakak duduk mata matang
berayau melihat kemana-mana Kakak duduk yang
berkhayal
Tempatku linjang tempat ku suka kepada Karena kakak suka
kepada adik adik kepada adik

Gadis
Seduduk berdaun duri seduduk berdaun duri Seduduk berdaun duri
(ada daun yang
berduri)
Batang kemayau tumbuh buah yang ada di hutang Ada buah hutang
dikarang tumbuh di batu Pohon tumbuh di batu, pohon
kemayau tumbuh kemayau tumbuh di
dikarang karang (tumbuh di
batu)
Kakak duduk piaro diri Kakak duduk merawat Kakak duduk menjaga
diri diri
Adik berdo’a siang dan Adik berdoa siang dan Adik berdoa siang dan
malam malam malam untuk kakak

Bujang
Sudah lame kitek di-ume Sudah lama kita di rumahSudah lama kita di
rumah (kakak atau
adik)
Nebang buluh jadike Memotong bambu Memotong bambu
bilah menjadi bilah (yang belah menjadi bilah (yang
kecil-kecil) dibelah menjadi kecil-
kecil)
Sudah lame kitek bakule Sudah lama kita pacaran Sudah lama menjalin
hubungan
Pacak dak pacak hendak Bisa tidak bisa pasti jadi Apapun yang terjadi
jadi tulah tulah pada hubungan
mereka, meraka tetap
mempertahankannya

Gadis
Nebang buluh jadike Potong bambu menjadi Bambu yang di potong
bilah bambu kecil kecil-kecil
Bilah dibuat daun pintu Bambu kecil dibuat daun Bambu yang disusun
pintu menjadi pintu
Kalau kakak ndak jadi Kalau kakak mau jadi Kalau itu sudah
tulah keputusan kakak
Beritahu orang tuaku Beritahu orang tuaku Beritahulah kepada
orang tuaku

31
Bujang Mau mandi takut sama Dibayangi rasa takut
Hendak mandi takut lintah
dilintah
Naik punggur dilarat Naik pongkol kayu di Usaha yang sia-sia
api bakar api
Tidak jadi takut Tidak jadi takut Rasa takut karena
disumpah disumpah sebab
Hendak urung terlanjur Dibatalkan sudah Dibatalkan sudah
janji terlanjur berjanji terlanjur janji

Gadis
Dari tebing turun Dari pinggir sungai turun Rakit adalah tempat
berakit naik rakit orang mandi yang
terbuang dari kayu
Perahu penganyo bilah Naik perahu berdayung naik perahu berdayung
bilah bilah (bambu yang di
potong kecil-kecil
Yang keseding hanya Yang berpikir hanya Kecil kemungkinan
sedikit sedikit
Tebu bakembang tak Tebu berkembang tidak Pohon tebu
jadi buah jadi buah berkembang tetapi
tidak menjadi buah

Bujang
Kalu kakak membeli Kalau kakak membeli Kalau kakak membeli
badik badik badik (kata kiasan)
Badik ade di Tanjung Badik ada di Tanjung Badik ada di Tanjung
Batu Batu Batu (Nama Desa)
Kalu kakak melamar Kalau kakak melamar Kakak siap untuk
adik adik melamar adik
Ape bae yang adik mau Apa saja yang adik mau Apa yang adik mintak
akan kakak terpenuhi

Gadis
Ding kediding tali Tali kediding tali kiding Tali yang terbuat dari
kiding kulit kayu
Tali tengkinan dibelah Tali kerangjang dibelah Tali keranjang dibuat
due dua dari kayu lalu dibagi
menjadi dua
Utang berjuta tak Hutang jutaan rupiah Hutang jutaan rupiah
kuseding tidak dihiraukan tidak di pikirkan
Asal kakak dak bini due Asal kakak tidak beristri Asal kakak jangan
dua beristri dua

32
Tabel 4.2 Teks Senjang Yusman Haris Adat Perkawinan Kabupaten Musi
Banyuasin
Senjang Bahasa Indonesia Makna dan
penjelasan
Biasanya penari Senjang itu
pada awalnya mereka
berkata:
Coba-coba ambur ke Coba-coba melempar Coba melempar
mumbang kelapa muda kelapa muda
Entahke lecak entahke Mungkin jatuh ke becek Mungkin jatuh kena
dedak atau ke jerami becek atau jerami
Coba-coba kitek besenjang Coba-coba kita Coba-coba mereka
Entah ke pacak entah idak bersenjang akan bersenjang
Entah ke urung sape tau Ada kemungkinan bisa Tidak tau bisa atau
atau tidak bisa tidak
Ada kemungkinan siapa Ada kemungkinan
tahu bisa bersenjang siapa
tau
Ada Senjang yang menyidir
orang tua yang jatuh cinta,
sebagai berikut:
Masang seruwo umpan Memasang perangkap Memasang
dedak ikan umpan serbuk kulit perangkap ikan
Kamaliang penganyo leban padi Dengan
Amon perahu berjalan terus Germecik air berdayung menggunakan
Awak perahu berjalan terus batang kayu umpan serbuk kulit
Awak tue linjang di budak Kalau perahu berjalan padi
Dak tahu kepalak melepuk terus Germecik air
uban Badan perahu berjalan berdayung di batang
Lah merebak bau kapur terus kayu
barus Orang tua suka sama Kalau perahu dan
anak-anak badan perahu
Ternyata kepala sudah berjalan terus
penuh dengan rambut Orang tua yang suka
putih sama anak-anak
Sudah semerbak bau Lupa sama umur
kapur barus yang sudah berusia
dan penuh dengan
rambut putih
Serta semerbaik bau
kapur barus

33
Ada pula Senjang yang
menyindir Pak Camat yang
hadir dalam pesta tersebut,
berbunyi:
Sangkan kami mengambil Karena kami mengambil Karena kami
petai pete mengambil pete di
Tengah jalan memongot Tengah jalan mengambil tengah jalan untuk
gamat getah gambir mengambil getah
Datang kume merumput Sampai dikebun gambir
padi merumput padi Sampai dikebun
Sangkan kami datang ke Karena kami datang merumput padi
balai kebalai Kami datang ke
Nerime rombongan bapak Menerima rombong Balai
Camat bapak Camat Untuk menerima
Serta rombongan dari gajah Serta rombongan dari rombongan Bapak
mati desa gajah mati Camat
Serta rombongan
dari Desa Gajah mati
(Nama Desa)

Alangke iluk batang gamat Alangkah bagus batang Alangkah bagus


Batang kapuk ditengah- gambir batang gambir (nama
tengah Batang kapuk ditengah- pohon)
Sayang dak mampir tengah Batang kapung
disungai Due Sayang tidak mampir di ditengah sayang
Alangke iluk Bapak Camat desa Sungai Dua tidak mampir di
Duduk dikantor megang Alangkah baik bapak Desa Sungai Dua
pena Camat (Nama Desa)
Sayang tidak bebini due Duduk di kantor Alangkah baik
memegang pena Bapak camat duduk
Sayang tidak beristri dua di kantor serta
memegang pena tapi
Ada pula gadis yang sayang tidak beristri
bersenjang dengan dua
mengucapkan sebegai
berikut:
Ke palembang membeli kisik Ke Palembang membeli Ke Palembang
Beli ubi beli cempedak Sayur Onyong membeli sayur
Nyabung julung luan perahu Beli ubi beli cempedak Onyong
Kami bersenjang due Menyalakan rokok Beli ubi beli
beradik menggunakan rokok cempedak
Entah jadi entah idak orang lain yang sudah Menyalakan rokok
Entahke urung sape tau hidup di depan perahu di depan perahu
Kami bersenjang dua Mereka bersenjang
saudara dua bersaudara
Apakah jadi apakah Apakah jadi atau

34
tidak tidak
Apakah tidak jadi siapa
tahu

Dusun supat menara setap Dusun supat menara Dusun supat (Nama
Melalui teluk keluar teluk setap Desa) menara setap
Beli berengkes ikan melewati anak sungai Melewati anak
sengiring keluar anak sungai sungai yang keluar
Ngambik ulam cung mude Beli berengkes ikan anak sungai
sengiring
Mengambil lalap terong
muda

Iluk nian kades supat Baik betul kades supat Baik betul Kades
Duduk bejejer pucuk kursi Duduk sejajar diatas Supat (Nama Desa)
Duduk iluk bejalan iluk kursi Duduk bejajar diatas
Dengan kumis sedap Duduk baik bejalan baik kursi
dipandang Dengan kumis sedap Dengan kumis yang
Sayang belum babine due dipandang enak di pandang
Sayang belum beristri Sayang belum
dua beristri dua

Duduk gunung dewaku Duduk gunung dewaku Duduk gunung


larang larang dewaku larang
Sangkan kami batanak Karena kami memasak Mereka sudah
banyak banyak memasak banyak
Limau manis darat benteng Jeruk manis dibelakang Jeruk manis ada
Layang-layang terbang ke rumah dibelakang rumah
jambe Layang-layang terbang Layang-layang
Ujung Tanjung Sungai ke Jambi terbang ke Jambi
Rengit Ujung Desa Sungai Ke ujung Desa
Rengit Sungai Rengit

Induk gunung Dewaku Ibu gunung Dewaku Ibu gunung Dewaku


larang mahal mahal
Sangkan kami linjang dak Karena kami tidak jatuh Tidak jatuh cinta
jamak cinta sama dia
Itam manis rambut keriting Hitam rambut keriting Karena rambut sama
Baju merah merusak ati Baju merah merusak hati keriting
Idung mancung matek sipit Hidung mancung mata Baju merah
Alangke sayang kami dak sipit membuat kesedihan
jadi Sangat disayangkan Hidung mancung
kami tidak jadi mata sipit
Sangat disayangkan

35
tidak jadi
Ada pula Senjang yang
menunjukkan harapan
kepada bapak bupati yang
hadir dalam pesta tersebut:
Anak-anak menandur
mumbang
Tahu direti mumbang ikak Anak-anak menanam Anak menanam
Ngambik banono kumah kelapa muda kelapa muda
sekolah Mengetahui arti kelapa Anak-anak memetik
Muare panjang membeli muda buah srikaya di
lanap Memetik srikaya rumah sekolah
Anak-anak kami basenjang dirumah sekolah Muara punjung
Tahu direti senjang idak Muara punjung membeli (Nama Desa)
Entah ke beno entah kesalah sirih membeli sirih
Kalu tasinggung minte maaf Anak-anak kami Anak kami
bersenjang bersenjang tidak tau
Mengetahui arti tidak arti besenjang
besenjang apakah benar atau
Apakah benar apakah salah kalau
salah tersinggung minta
Kalau tersinggung minta maaf
maaf

Dari pauh ke palembang Dari Pauh ke Palembang Dari Pauh (Nama


Di Plaju beli cempedak Di Plaju beli cempedak Desa) ke palembang
Di Kertapati beli pedas Di Kertapati beli jahe Dari Palju beli buah
Haluan menuju Muare Kati Arah menuju Muara cempedak
Terus melaju ke Pendingan Kati Ke Kertapati beli
Singgah menginap di Semete Terus melaju ke jahe
Pendingan Menuju ke Muara
Singgah menginap di Kati (Nama Desa)
Semete Terus melaju ke
Pendingan
Berhenti di
penginapan di
Semete

Jauh-jauh kami datang Jauh-jauh kami datang Jauh-jauh meraka


Dari Ngulak ke Sekayu Dari Ngulak ke Sekayu datang
Bapak Bupati lah dapat Bapak Bupati telah Dari Ngulak (Nama
tugas dapat tugas Desa yang ada di
Kami rakyat tekate ladas Kami rakyat begitu Musi Banyuasin) ke
Kami yakin Bapak Bupati gembira Sekayu
Mintak tulung tunjuk bukti Kami yakin Bapak Bapak Bupati sudah
Lambang kitek SERASAN Bupati dapat tugas

36
SEKATE Mohon bantuan tunjuk Semua rakyat begitu
Minta dibangun same rate bukti gembira
Kota Sekayu kota RANDIK Lambang kita Meraka yakin
Katanye rapi aman dan SERASAN SEKATE kepada Bapak
indah Mohon dibangun sama Bupati
Lambang Muba Serasan rata Tolong dilihatkan
Sekate Kota Sekayu kota Lambang
Sanga Desa kotanya dian RANDIK SERASAN
Ade Jerambah menuju Lahat Katanya rapi aman dan SEKATE
Untuk membawa hasil padi indah Untuk dibanun sama
Lambang Muba Serasan rata
Sekate Kota Sekayu kota
Sanga Desa kotanya Randik
duren Kota Randik rapi,
Ada Jembatan menuju aman dan indah
Lahat Mempunyai lambang
Untuk membawa hasil Muba Serasan
padi Sekate
Sanga Desa adalah
salah satu Desa yang
ada di Musi
Banyuasin
Di Musi Banyuasin
ada jembatan yang
menuju ke Lahat
Untuk membawa
hasil padi

Kami betanye pade Bupati Kami bertanya pada Mereka bertanya


Katenye MUBA BRUNAI Bupati sama Bupati
kedue Katanya MUBA Katanya MUBA
Mintek dibantu kami yang BRUNAI kedua BRUNAI adalah
miskin Mohon dibantu kami kedua
Kami sibuk petang dan pagi yang miskin Meraka mintak
Banyak waktu kami dak Kami sibuk sore dan dibantu
sholat pagi Karena meraka sibuk
Karena mencari sesuap nasi Banyak waktu kami di sore dan pagi
tidak sholat Banyak waktu tidak
Karena mencari sesuap melakukan
nasi kewajiban sholat
Karena mencari
sesuap nasi

37
b. Hasil Dokumentasi

Gambar 1: penutur yakni Periansyah dan Ema sedang menari


Senjang dalam acara pernikahan

Gambar 2: penutur yakni yulia yang sedang melantunkan


Senjang dalam pernikahan

Gambar 3: penutur yakni Manto dan Ema sedang melantunkan Senjang

38
c. Jenis dan Wujud Nilai Moral dalam Senjang Kabupaten Musi Banyuasin

Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang

yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah

yang ingin disampaikan kepada pendengar, sehingga dapat tercipta suatu

hubungan antar manusia yang baik dalam masyarakat (Nurgiyantoro, 2015:430).

Jenis moral itu sendiri dapat mencakup masalah yang boleh dikatakan, bersifat

tidak terbatas. Dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan manusia

itu sendiri dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan Tuhan,

hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan dirinya (

Nurgiyantoro, 2015:441).

a) Nilai moral dalam Hubungan Manusia dengan Tuhan

Hubungan manusia dengan Tuhan merupakan nilai moral yang paling hakikat

bagi setiap manusia. Setiap manusia berhak untuk menganut dan mempercayai

Tuhannya menurut agama masing-masing, semua kebutuhan manusia secara

praktis akan selalu bertuju pada sang pencipta. Hubungan manusia dengan Tuhan

baik atau buruk kelakuan manusia akan berpengaruh pada kekuatan iman

terhadap Tuhan, dalam Senjang menemukan dua bentuk hubungan manusia

dengan Tuhan yaitu berdoa kepada Tuhan dan iman kepada Allah.

b) Nilai Moral dalam Hubungan Manusia dengan Manusia

Hubungan manusia dengan manusia merupakan makhluk sosial yang tidak

dapat hidup tanpa bantuan dari orang lain. Hubungan manusia dengan manusia

dalam kehidupan masyarakat, seringkali terjadi perselisihan antara manusia. Di

39
dalam hubungan manusia dengan manusia terkadang menimbulkan berbagai

macam permasalahan yaitu saling menyayangi, tolong menolong. Memaafkan.

c) Nilai Moral dalam Hubungan Manusia dengan Dirinya

Manusia tidak hanya memiliki konflik dengan manusia lain tetapi juga

memiliki konflik dengan dirinya sendiri. Nilai moral yang hubungan dengan

individu sebagai pribadi yang menunjukkan akan individu tersebut dengan

berbagai sikap yang melekat pada dirinya.

B. Pembahasan

a. Jenis dan Wujud Nilai Moral Dalam Senjang Kabupaten Musi Banyuasin

Menurut Nurgiyantoro (2015:429) moral adalah ajaran tentang baik buruk yang

diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak.

Budi pekerti, susila. Moral yang terdapat dalam karya sastra biasanya

mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya

tentang nilai-nilai kebenaran, sehingga dapat tercipta suatu hubungan antar

manusia yang baik dalam masyarakat.

Berdasarkan hal di atas, maka nilai-nilai moral yang terdapat dalam Senjang

menggambarkan sebagai berikut (a) hubungan manusia dengan Tuhan, (b)

hubungan manusia dengan manusia, (c) hubungan manusia dengan dirinya.

40
a) Hubungan Manusia dengan Tuhan

Berdasarkan hasil analisis data nilai-nilai moral yang terkandung dalam

hubungan manusia dengan tuhan yaitu: (1) berdoa kepada Tuhan, (2) iman kepada

Tuhan,

1) Berdoa Kepada Tuhan

Nilai moral yang terkandung dalam hubungan manusia dengan Tuhan yang

terdapat dalam Senjang yang berupa berdoa kepada Tuhan untuk menyapaikan

doa kepada Allah. pada kutipan Senjang dalam buku Yusman Haris berikut ini.

Senjang Sekayu Bahasa Indonesia Makna dan penjelasan

Seduduk berdaun duri Seduduk berdaun duri Seduduk daunnya


Batang kemayau Pohon kemayau tumbuh di berduri
tumbuh dikarang karang Pohon kemayau tumbuh
Kakak duduk piaro Kakak duduk merawat diri di batu yang berlumut
diri Adik berdoa siang dan malam Kakak yang duduk
Adik berdo’a siang merawat sendiri adik
dan malam berdoa siang dan
malam

Berdasarkan kutipan tersebut menggambarkan nilai moral yang terkandung

dalam hubungan manusia dengan Tuhan menunjukan bahwa Adik berserah diri

kepada tuhan tentang siapakah jodohnya nanti, karena dia percaya kepada Tuhan

memberikan jodoh yang terbaik untuk dia.

2) Iman Kepada Allah

iman kepada Allah adalah Jika seorang sudah dilandasi iman dalam hatinya,

maka ada rasa takut kepada Allah. Data yang ditemukan dalam Senjang ini

41
tentang Iman kepada Allah. Seperti pada Senjang Ema dan Irsan dalam jurnal

Nurlela sebagai berikut.

Senjang Sekayu Bahasa Indonesia Makna dan

penjelasan

Anci petang tekap etek Saat sore menangkap itik Seore menangkap itik
Etek tekap enjok beras Itik di tangkap dikasih Itik ditangkap dikasih
Enjok beras dalam reban beras beras di dalam sangkar
Rebannya reban bawah Dikasih beras dalam Ada pesan buat kakak
umah sangkar benar-banar kalau
Tetap ate kopek koyong Sangkarnya berada di bertugas
Beno-beno mon etugas bawah rumah Kuatkan hati kita untuk
Kuatkan ati tebalke iman Titip kata kakak-kakak tidak menggunakan
Mabok narkoba jangan Benar-benar kalau bertugas narkoba dan minum-
didamba Kuatkan hati tebalkan iman minuman
Mangken edop pacak Mabuk narkoba jangan Supaya hidup kita
sejahtra didamba tenang.
Supaya hidup bisa
sejahtera
Kutipan di atas merupakan penyampaian nilai moral iman kepada Allah.

Kutipan ini menjelaskan dimana pun kita bertugas maka kita harus menjaga

keimanan kita. Apa yang tahun berikan kepada umatnya itu adalah jalan terbaik

untuk kita, Karena sesungguhnya kebahagiaan orang tua ada di dunia dan di

akhirat.

42
b) Hubungan Manusia dengan Manusia

Berdasarkan hasil analisis data nilai moral dalam hubungan manusia dengan

manusia yaitu: (1) saling menyayangi, (2) tolong menolong, (3) memaafkan

1) Saling Menyayangi

Manusia diberi Tuhan rasa untuk saling menyayangi terhadap sesama manusia

yang terdapat dalam kutipan di bawah ini.

Senjang Sekayu Bahasa Indonesia Makna dan

penjelasan

Koyongku Joni al hebat Kakakku Joni sangat hebat Kakak joni sangat
nia Merojok anak ngangkat hebat
Merojok anak ngangkat sedekah Merojok (membuat
sedeka Mengumpulkan semua saudara acara)
Ngumpulke segalek dan keluarga Mengumpulkan
sanak keluarga Mengundang penceramah dari semua keluarga
Ngundang penceramah Palembang Mengundang
dari Lurah hadir beserta rombongan Penceramah, lurah
Palembang Pejabat camat tidak dan pejabat tidak
Lurah hadir serta ketinggalan lupa
rombongan Saudara semua yang pakai baju Saudara dikasih
Pejabat camat dak seragam baju seragam
ketinggalan Yang senjang bakal Besenjang dapat
Sanak royot baju mendapatkan nyawir sawiran
seragam (mendapatkan
Yang senjang bakal uang)
dapat saweran
Berdasarkan kutipan tersebut “koyong joni” sangat menyayangi anak-anaknya

ini adalah bukti kasih sayang orang tua dan tanggung jawab terhadap anak.

43
Bentuk nilai kasih sayang orang tua kepada anak yang digambarkan oleh kasih

sayang ayah kepada anak-anak.

2) Tolong Menolong

Tolong menolong sesama ialah memberikan perhatian terhadap sesama

maupun mengingatkan satu sama lain antar manusia. Hal tersebut tolong

menolong terlihat dari kutipan di bawah ini.

Senjang Sekayu Bahasa Indonesia Makna dan

penjelasan

Kami betanye pade Bupati Kami bertanya kepada Mereka bertanya sama
Katenye MUBA BRUNAI Bupati Bupati
kedue Katanya MUBA BRUNAI
Katanya MUBA
Mintek dibantu kami yang ke dua
BRUNAI adalah kedua
miskin Minta ditolong kami yang
Kami sibuk petang dan miskin Meraka mintak dibantu
pagi Kami sibuk sore dan pagi
Karena meraka sibuk di
Banyak waktu kami dak Banyak waktu kami tidak
sore dan pagi
sholat sholat
Karena mencari sesuap Karena mencari sesuap Banyak waktu tidak
nasi nasi melakukan kewajiban
sholat

Karena mencari sesuap


nasi

Kutipan di atas menjelaskan gambaran kepada pembaca bahwa nilai moral

untuk saling tolong menolong terhadap sesama dan lingkungan sekitar sangatlah

penting, karena manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan bantuan.

3) Memaafkan

44
Nilai moral yang terkandung antara manusia dengan manusia terdapat dalam

Senjang yang berupa memaafkan terlihat dari kutipan di bawah ini.

Senjang Sekayu Bahasa Indonesia Makna dan penjelasan

Anak-anak menandur Anak-anak menanam kelapa Anak menanam kelapa


mumbang muda muda
Tahu direti mumbang
Mengetahui arti kelapa Anak-anak memetik
ikak
muda buah srikaya di rumah
Ngambik banono
sekolah
kumah sekolah Memetik srikaya dirumah
Muare punjung sekolah Muara punjung (Nama
membeli lanap Desa) membeli sirih
Muara punjung membeli
Anak-anak kami
sirih Anak kami bersenjang
basenjang
tidak tau arti besenjang
Tahu direti senjang Anak-anak kami bersenjang
apakah benar atau salah
idak
Mengetahui arti tidak kalau tersinggung minta
Entah ke beno entah
besenjang maaf
kesalah
Kalu tasinggung Apakah benar apakah salah
mintek maaf
Kalau tersinggung minta
maaf

Kutipan di atas mempunyai makna dari memaafkan, disini orang memahami

bahwa dengan memaafkan ia akan memberikan manfaat bagi dirinya sendiri,

lingkungan dan juga semua orang.

45
c) Hubungan Manusia dengan Dirinya

Berdasarkan hasil analisis data nilai moral yang terkandung dalam hubungan

manusia dengan dirinya, yaitu (1) rasa takut

1) Rasa Takut

Rasa takut suatu tanggapan terhadap ancaman yang datang, hal ini terlihat

dalam kutipan Senjang dibawah ini.

Senjang Sekayu Bahasa Indonesia Makna dan

penjelasan

Sudeh lame kitek di-ume Sudah lama kita di rumah Sudah lama meraka di
Nebang buluh jadike bilah rumah
Memotong bambu menjadi
Sudah lame kitek bakule
bilah (yang belah kecil- Memotong bambu
Pacak dak pacak hendak
kecil) menjadi bilah (yang
jadi tulah
dibelah menjadi kecil-
Sudah lama kita pacaram
kecil)
Bisa tidak bisa mau jadi
Sudah lama mereka
pacaran

Bisa tidak bisa harus


bisa

Kutipan di atas, dalam hubungan manusia dengan dirinya merupakan kaidah

yang mengandungan baik buruknya suatu hal terhadap perbuatan yang dilakukan

dalam kehidupan sehari-hari karena si pria ini takut dengan hubungannya, sudah

lama menjalani hubungan dengan kekasihnya.

46
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Senjang Musi

Banyuasin dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

Senjang merupakan sastra lisan yang berkembang di Kota Sekayu Kabupaten

Musi Banyuasin. Senjang adalah salah satu kesenian daerah di Kota Sekayu yang

menggunakan media pantun atau talibun. Senjang sendiri berbentuk dari

pembukaan, isi dan penutup. Pada bagian pembukaan biasanya permohonan izin,

pada bagian isi antaranya pada bait pertama dengan bait berikut seperti pantun

berkait, pada bagian penutup permohonan maaf. Senjang mencerminkan nilai

moral dalam syair Senjang yang meliputi (1) nilai moral dalam hubungan manusia

dengan Tuhan memiliki beberapa hal (a) berdoa kepada Tuhan, (b) iman kepada

Allah, (c) bersyukur dan sabar, (2) nilai moral dalam hubungan dengan manusia

ada (a) saling menyayangi, (b) tolong menolong, (c) memaafkan, sedangkan (3)

nilai moral dalam hubungan manusia dengan dirinya ada (a) rasa takut.

B. Saran

Berdasarkan dari hasil kesimpulan yang telah dipaparkan diatas. Selanjutnya

akan dikemukakan mengenai beberapa saran yang terkait dengan penelitian ini.

Adapun pemaparan adalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk mengembangkan teori sastra, serta

dapat dimanfaatkan bagi mahasiswa untuk pemerhatikan sastra dan masyarakat

47
memperoleh suatu pengetahuan yang lebih mendalam tentang nilai-nilai moral

dalam sastra.

2. Penulis menyarankan peneliti selanjutnya agar meneliti nilai-nilai moral

pada objek yang lebih luas lagi. Oleh sebab itu, perlu keterlibatan secara

penuh dalam upaya melestarikan tradisi Senjang melalui berbagai

pertunjukan Senjang di luar acara-acara adat.

48
DAFTAR PUSTAKA

Damariswara, Rian. 2018. Konsep Dasar Kesusastraan. Banyuwangi; LPPM


Institut Agama Islam Ibrahimy Genteng Banyuwangi.

Djamaris, Edwar. 1990. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik. Jakarta; Balai
Pustaka.(https://dokumen.tips/documents/skripsi-kesantunan-imperatif-
pada-talibun-senjang-musi-banyuasin-nurlela.html (diunduh 13 Agustus
2019)

Haris, Yusman. 2004. Bumi Serasan Sekate Dan Pendudukan. Musi Banyuasin.

Juwati. 2015. Sastra Lisan. Yogyakarta; CV Budi Utama

Kesenian Musi Banyuasin. 2011.”Senjang”. http://kesenianmusibanyuasin.


Blogspot.com/search?q=senjang. (Diunduh tanggal 19 April 2019)

Kisworo, Marsudi W & Iwan Sofana. 2017. Menulis Karya Ilmia Penelitian,
Penulisan, Presentasi dan Publikasi Ilmiah. Bandung; Informatika.

Masruchin, Ulin Nuha, 2017. Buku Pintar Majas Pantun dan Puisi. Yogyakarta;
Huta Publisher

Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta; Gadjah Mada


Universitas Press

Nurlela, 2013, “Kesantunan Imperatif Pada Talibun Senjang Musi Banyuasin”,


Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sriwijaya (referesi Senjang)

Permatasari, Ria. 2012. Lebih Jauh Mengenal Kesenian Senjang. Majalah


Permata Muba. (2): 18-20. https://dokumen.tips/documents/skripsi-
kesantunan-imperatif-pada-talibun-senjang-musi-banyuasin-nurlela.html
(diunduh 11 Mei 2019)

Peeters, Jeroen. 1997. Kaum Tuo-Kaum Mudo Perubahan Relegius di Palembang


1821-1942. Jakarta: INIS.
https://jurnal.univpgripalembang.ac.id/index.php/Kalpa/article/view/2492
(diunduh 11 Mei 2019)

Refiek. 2015. Teori Sastra. Bandung; PT Refika Aditama

Rohman, Syaifur & Emzir. 2017. Teori dan Pengajaran Sastra. Depok; PT Raja
Grafindo Persada

49
Sari, Ida Dian., Tatik, Mudjiati ., dkk. 2014. Benteng Tradisi Kesehatan Bumi
Serasan Sekate. Jakarta; BALITBANGKES (Anggota IKAPI)

Soetarno. 2008. Peristiwa Sastra Melayu Lama. Surakarta; PT Widya Duta

Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: Pustaka


Jaya.https://dokumen.tips/documents/skripsi-kesantunan-imperatif-pada-
talibun-senjang-musi-banyuasin-nurlela.html) (diunduh 16 April 2019)

Sukma, Irawan. 2015. Keberadaan Kesenian Senjang Pada Masyarakat


kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Surakarta: Institut
Seni Indonesia https://jurnal.univpgri-
palembang.ac.id/index.php/Kalpa/article/view/2492 (diunduh 11 Mei
2019)

Suroto. 1986. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMTA.
Bandung; Pustaka Jaya (https://dokumen.tips/documents/skripsi-
kesantunan-imperatif-pada-talibun-senjang-musi-banyuasin-nurlela.html
(diunduh 13 Agustus 2019)

Tuloli, Nani. 1991. Tanggomo Salah Satu Ragam Sastra Lisan Gorontalo. Jakarta:
Intermasa http://repository.upi.edu/9568/5/t_bind_049537_chapter5.pdf
(diunduh 11 Mei 2019)

Waridah, Ernawati. 2014. Kumpulan Majas, Pantun, dan Peribahasa plus


Kesusastraan Indonesia. Bandung: Ruang Kata Imprint Kawan Pusataka.

Zuriah, Nurul. 2015. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta; Bumi Aksara

50

Anda mungkin juga menyukai