Anda di halaman 1dari 13

JURNAL

PENGGUNAAN LAWAS PADA UPACARA NYORONG DI KECAMATAN


JEREWEH KABUPATEN SUMBAWA BARAT: KAJIAN BENTUK, FUNGSI
DAN MAKNA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA

Diajukan sebagai Persyaratan dalam Penyelesaian Program Sarjana (S1)


Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Oleh
ERNI SUBRIANI
E1C 010 026

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH


JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. Majapahit No. 62 Telp.(0370) 623873 Fax. 634918 Mataram NTB. 83125

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL SKRIPSI

Jurnal skripsi dengan judul “PENGGUNAAN LAWAS PADA UPACARA


NYORONG DI KECAMATAN JEREWEH KABUPATEN SUMBAWA
BARAT: KAJIAN BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA SERTA KAITANNYA
DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA ”telah disetujui oleh dosen
pembimbing sebagai salah satu persyaratan dalam penyelesaian program Sarjana (S1)
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Bahasa dan Seni.

Mataram, November 2014


JURNAL
PENGGUNAAN LAWAS PADA UPACARA NYORONG DI KECAMATAN
JEREWEH KABUPATEN SUMBAWA BARAT: KAJIAN BENTUK,
FUNGSI DAN MAKNA SERTA KAITANNYA DENGAN
PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
Oleh
ERNI SUBRIANI

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk, fungsi dan makna
lawas pada upacara Nyorong adat Sumbawa di Kecamatan Jereweh serta
mengetahui kaitan hasil penelitian dengan pembelajaran sastra di SMA. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif. Metode dalam
pengumpulan data dengan menggunakan teknik dokumentasi, observasi, studi
pustaka, wawancara dan teknik rekam simak catat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lawas yang digunakan dalam
upacara nyorong merupakan puisi khas Sumbawa memiliki bentuk yang terdiri
atas tiga baris dalam satu bait, tiap baris terdiri atas delapan suku kata, memiliki
rima awal, tengah, dan akhir, juga terdapat beberapa gaya bahasa tersendiri.
Berdasarkan dari segi fungsinya, lawas nyorong memiliki empat fungsi penting
yakni fungsi kolektif masyarakat, fungsi hiburan, fungsi edukasi, dan fungsi
pemersatu hubungan kekerabatan. Adapun makna dari lawas nyorong sendiri
berkenaan dengan isi, perihal maksud atau tujuan yang hendak disampaikan yang
tercermin di dalam lawas, baik maknanya yang mengungkapakan bahwa kita
sebagai manusia harus hidup rukun, juga makna kepekaan perasaan batin
seseorang yang tergambar dalam lawas-lawasnya. Kaitan dari penelitian tersebut
terhadap pembelajaran sastra di SMA yaitu pada materi “mengidentifikasi unsur-
unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui
rekaman,” kelas X semester 1.

Kata Kunci : Lawas, Bentuk, Fungsi,Makna, Pembelajaran Sastra.


ABSTRACT

This research was aimed to know about the shape, function and the meaning of
lawas on Nyorong ceremony a Sumbawanese tradition in Subdistrict Jereweh also t know
about the corelation between research product with literary learning in Senior High
School. Methode that i was use for this research is qualitative research method.
Technique that i used in collecting the data were documentation technique, observation,
library research, interviewing and interpreting technique.

Therefore, the meaning of lawas nyorong itself is related to the the content,
about the meaning and the purpose which the researcher wants to delivers that reflected in
lawas, either the meaning wich express that we as human should life together in harmony,
also the meaning of the sense of soemoene’s soul which is described in his/her lawas. In
the relation with that research about literature learning in Senior High School that is in
material “ to identify unsures of a peotry’s form which is delivered live or trough a
recording,” grade X semester 1.

Key Word : Lawas, Shape, Form, Function, Meaning, Literature learning.


A. PENDAHULUAN Dalam penelitian ini, selain menilik
secara lebih jelas tentang penggunaan lawas dan
Sastra lisan telah bertahan cukup lama eksistensinya di tengah masyarakat, peneliti
dalam mengiringi sejarah budaya bangsa Indonesia melihat adanya keterkaitan yang dapat dipetik dan
dan menjadi semacam ekspresi keindahan tiap dikaji dari penelitian tentang penggunaan lawas
daerah dan suku yang tersebar di seluruh nusantara. pada upacara nyorong khususnya dengan
Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan pembelajaran sastra di SMA khususnya. Kaitan
masyarakat yang harus dipelihara dan dilestarikan. lawas dengan pembelajaran sastra di SMA dilihat
Dalam masyarakat, sastra lisan memiliki fungsi dari bentuk lawas yang tergolong puisi khas
penting, tidak semata-mata sebagai hiburan tetapi sumbawa termasuk dalam salah satu jenis sastra
yang lebih penting adalah sebagai sarana lama .
pendidikan, sebagai pusat komunikasi dan Masalah yang dikaji dalam penelitian ini
beberapa hal juga untuk ajang kompetisi status yaitu bagaimanakah bentuk, fungsi, dan makna
sosial khalayaknya (Amir :2013). lawas yang digunakan pada upacara nyorong serta
Sastra lisan sering digunakan dalam kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA.
upacara-upacara adat suatu daerah. Salah satu Sedangkan tujuan penelitian yaitu untuk
sastra lisan itu berupa lawas yang berada di Pulau mendeskripsikan bentuk, fungsi dan makna lawas
Sumbawa khususnya di Kecamatan Jereweh. pada upacara nyorong serta kaitannya dengan
Lawas merupakan warisan budaya lokal yakni pembelajaran sastra di SMA.
berupa puisi tradisonal khas Sumbawa. Lawas Sebuah penelitian tentunya harus memiliki
sebagai sajak atau puisi khas sumbawa tergolong manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini yakni;
dalam sastra lisan yang penggunaan atau diharapkan dapat menambah literatur tentang
pengungkapannya memiliki kekhasan berbentuk bentuk dan wujud budaya dalam ssastra lisan
komunikasi dua arah seperti berbalas pantun. khususnya Lawas Sumbawa, menambah kesadaran
Tetapi dilihat dari isinya, lawas berbentuk puisi, masyarakat betapa pentingnya fungsi Lawas
artinya tidak memiliki sampiran seperti pantun Sumbawa bagi kehidupan sebagai pengembangan
yang keseluruhannya merupakan isi pikiran, perasaan dan moral, hasil penelitian ini
(Mustaqiem,1993:2). dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi
Eksistensi lawas di tengah kehidupan peneliti selanjutnya, guna menambah pengetahuan
masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat atau sering dan wawasan masyarakat mengenai sastra lisan
disingkat KSB ternyata secara sadar mereka tahu khususnya lawas, serta dapat digunakan sebagai
dan mengerti bahwa keberadaan lawas ini memang bahan referensi bagi Guru Bahasa dan Sastra
harus dipertahankan. Ini terbukti bahwa kegiatan Indonesia untuk materi pembelajaran sastra yang
menyampaikan lawas tetap mengambil bagian diajarkan kepada siswa baik di sekolah maupun di
dalam berbagai upacara atau event apapun yang lingkungan masyarakat.
diselenggarakan di KSB. Lawas telah Penelitian ini diperkuat dengan dengan
dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat dalam penelitian relevan yaitu penelitian yang dilakukan
berbagai aktivitas kehidupan. Saat ini lawas jarang oleh Nurhidayati (2012) yang meneliti tentang
dilantunkan sebab lawas semakin lama posisinya “Fungsi Lawas pada Masyarakat Sumbawa dan
semakin tergeser oleh budaya pop yang telah Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di
mengglobalisasi. Seperti adanya band atau grup Sekolah Menengah Pertama”. Penelitian relevan
vokal, dalam upacara adat pernikahan maupun lainnya yakni dari Nurul Hidayah (2012) dengan
khitanan. Seperti yang dipaparkan judul Bentuk dan Fungsi Tuter “Ne Bote Ke Ne
(Koentjaningrat,1991) bahwa dari sudut pandang Kakura” pada Masyarakat Sumbawa dan
kebudayaan, sastra lisan sebagai salah satu unsur Impliksinya terhadap Pembelajaran Sastra di
kebudayaan akan berubah, bahkan unsur yang SMP. Selain menggunakan penelitian relevan,
paling mudah berubah.
peneliti juga menggunakan beberapa landasan pengucapan seperti ritme, rima, bunyi, dan
teoritis yakni di antaranya : terbebas dari unsur luar seperti sejarah dan
1. Konsep Folklor biografi. Fokus khusus terhadap bentuk-bentuk
Folklor yakni sebagian kebudayaan suatu kolektif ekspresi puisi menurut Tynjanov dan Brik (dalam
yang tersebar dan diwariskan turun temurun di Elurd Kunne,1998:25) mengeksplorasi efek
antara kolektif macam apa saja secara tradisional semantis dan sintaktis ciri-ciri formal puisi,
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan misalnya ritme dan rima. Tynjanov mengamati
maupun corak disertai dengan gerak isyarat atau bahwa dalam puisi kata terdiri atas dua seri (rjad),
alat pembantu pengingat (Danandjaya:2002). yaitu seri ritme dan seri makna. Ruang lingkup
Dananjaya menguraikan folklor ke dalam tiga jenis teori formalisme meliputi kayra sastra itu sendiri
kelompok yakni foklor lisan, bukan lisan, dan serta unsur intrinsik yang membangunnya. Seperti
sebagian lisan. Lawas nyorong termasuk ke dalam yang dipaparkan Ali Syahbana (dalam Susilawati
salah satu bentuk folklor lisan. 2005:11), Bentuk merupakan suatu susunan atau
2.Konsep Lawas rangkaian yang mencakup pilihan kata, susunan
Lawas merupakan salah satu seni lisan yang ada kalimat, jalannya irama, pikiran, perasaan, yang
dan berkembang di dalam masyarakat Samawa terjelma di dalamnya dan membentuk satu
berupa puisi tradisional (Hamim,2011:5). Lawas kesatuan yang tidak dapat terpisahkan sehingga
menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari terbentuknya suatu keindahan.
kehidupan masyarakat Sumbawa. Lawas sebagai 4.Konsep Fungsi
puisi rakyat dikatakan sebagai ciptaan manusia Secara kualitatif, fungsi dilihat dari segi kegunaan
yang dilahirkan dan dinyatakan dengan bahasa, dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi atau
baik lisan maupun tulisan yang menimbulkan rasa asosiasi tertentu. Fungsi bahasa menurut
keindahan dan keharuan dalam lubuk jiwa manusia (Mahmudah dan Ramlan,2007) adalah alat
(Rayes, 1991:4). Keindahan dalam lawas tercermin komunikasi masyarakat Indonesia. Bahasa
dari isinya yang syarat akan makna dan petuah menunjukkan perbedaan antara satu penutur
orang tua zaman dulu. . Lawas bisa disampaikan dengan penutur lainnya, tetapi masing-masing tetap
dalam berbagai cara yang kemudian menjadi seni mengikat kelompok penuturnya dalam satu
menyampaikan lawas yang dikenal dalam bentuk kesatuan sehingga mampu menyesuaikan dengan
saketa, gandang, ngumang, sakeco, langko, badede, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat.
basual , dan balawas (Suyasa, 2002). Menurut 5.Konsep Makna
(Pradopo, 2010:13), puisi sebagai karya seni itu Pateda (2010:79) mengemukakan bahwa istilah makna
puitis. Sastra yang dikatakan puitis itu bila dapat merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan.
membangkitkan perasaan, menarik perhatian, Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata
menimbulkan tanggapan yang jelas, atau secara maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda
2010:82) mengemukakan bahwa makna adalah
umum dapat menumbuhkan keharuan. Puisi hubungan antara makna dengan pengertian. Arti bisa
merupakan pernyataan perasaan yang imajinatif. disebut sebagai terjemahan yang terkandung dalam
Seperti halnya lawas yang merupakan sajak atau perkataan atau kalimat dan Makna merupakan maksud
puisi khas Sumbawa yang memberikan makna dan atau pengertian yang hendak digambarkan. Dalam hal
kesan tersendiri buah karya imajinasi ini Ferdinand de Saussure (dalam Chaer,1994:286)
pengarangnya. mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian
3. Konsep Bentuk atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu
Bentuk dalam penelitian ini menggunakan tanda linguistik. Maksud makna di sini adalah bagian
pendekatan teori formalisme. Secara etimologis yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat
formalisme berasal dari kata forma (latin), yang dari apa saja yang kita tuturkan.
berarti bentuk atau wujud. Dalam ilmu sastra, 6.Konsep Upacara Adat
Upacara adat tradisional masyarakat merupakan
formalisme adalah teori yang digunakan untuk
perwujudan dari sistem kepercayaan yang mempunyai
menganalisis karya sastra yang meliputi teknik
nilai-nilai universal yang dapat menunjang kebudayaan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
nasional. Upacara tradisional ini bersifat kepercayaan daripada generalisasi.
dan dianggap sakral dan suci. Di mana setiap aktifitas Data yang digunakan sebagai objek dalam
manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan yang penelitian ini adalah lawas yang digunakan dalam
ingin dicapai termasuk kegiatan-kegiatan yang bersifat upacara nyorong pada prosesi pernikahan adat
religius. Menurut Notosudirjo (1990:330) fungsi sosial
sumbawa. Data penelitian tersebut diperoleh dari
upacara adat tradisional dapat dilihat dalam kehidupan
sosial masyarakatnya yakni adanya pengendalian sosial, hasil perekaman dan wawancara dengan informan
norma sosial, serta pengelompokkan. Dalam adat yang terdapat di Kecamatan Jereweh serta berbagai
pernikahan sumbawa, terdapat prosesi upacara yang refrensi lawas lainnya. Sumber data dalam
dinamakan Nyorong. Istilah nyorong sama halnya penelitian ini adalah lawas yang diperoleh dari
dengan upacara Sorong Serah pada masyarakat sasak. informan yang berasal dari masyarakat penduduk
Dalam penelitian kali ini upacara yang akan dikaji lebih asli Jereweh, kumpulan buku dan refresni tentang
mendalam pada pembahasan yakni upacara Nyorong lawas, serta hasil rekaman pada saat
perihal penggunaan Lawas yang digunakan pada ritual berlangsungnya Upacara Nyorong. Untuk
adat pernikahan Samawa di Kecamatan Jereweh memperoleh data-data dan informasi yang relevan
Kabupaten Sumbawa Barat. dengan masalah yang diteliti, maka peneliti
7.Kaitan dengan Pembelajaran Sastra di SMA menggunakan beberapa teknik yaitu dokumentasi,
Semi (1988:8) mengungkapkan “Sastra adalah studi pustaka, observasi, wawancara, dan rekam
suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang simak catat. Metode analisis data penelitian ini
objeknya adalah manusia dan kehidupan menganalisis bentuk, analisis fungsi, dan makna.
menggunakan bahasa sebagai mediumnya”. Di sisi Langkah analisis data dalam penelitian ini adalah
lain, (Sudjiman,1986:68) mendefinisikan sastra dengan menggunakan langkah-langkah sebagai
sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berikut: Setelah data diperoleh, kemudian
berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, mendeskirpsikan struktur dan data tentang lawas
keartistikan, keindahan dalam bagian isi. yang tersedia dari berbagai sumber yang meluputi
Pembelajaran merupakan proses dokumentasi, observasi, wawancara, rekaman serta
komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh hasil data yang sudah ditulis dalam catatan
pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar lapangan.menterjemahkan lawas dari bahasa
dilakukan oleh peserta didik atau murid. (Sagala, Sumbawa ke dalam bahasa Indonesia,Menganalisis
2008). Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai data tentang lawas dan mengklasifikasikannya dari
upaya proses membangun pemahaman siswa. segi bentuk, fungsi, dan makna yang terkandung di
Pembelajaran disini lebih menekankan pada dalam lawas, serta keterkaitan lawas dengan
bagaimana upaya guru untuk mendorong atau pembelajaran sastra di SMA dari data yang sudah
memfasilitasi siswa dalam belajar.Lawas sebagai dikumpulkan,penyajian data, yaitu
sastra Lisan Sumbawa merupakan puisi adat khas mendeskripiskan data dalam bentuk informasi
Sumbawa. Lawas dapat dikaitkan dengan tertulis dimana sebelumnya telah dilakukan proses
pembelajaran sastra yang terdapat di SMA. pengelompokkan sesuai permasalahan,penarikan
Dalam penelitian ini, lokasi yang dijadikan kesimpulan, yaitu peneliti melakukan tinjauan
objek tempat penelitian yakni di Desa Beru, ulang terhadap catatan yang sudah ada. Dimulai
Kecamatan Jereweh Kabupaten Sumbawa Barat. dengan pengumpulan data, proses sterilisasi atau
Jenis penelitian ini yakni penelitian kualitatif. menterjemahkan, proses penyajian, dan kemudian
Menurut (Sugiyono, 2012:9), penelitian kualitatif yang terakhir yaitu penarikan kesimpulan.
adalah metode penelitian yang digunakan untuk B. Pembahasan
meneliti pada objek yang alamiah di mana peneliti 1. Bentuk, Fungsi dan Makna Lawas pada Upacara
adalah sebagai instrumen kunci, teknik Nyorong
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi 1.1 Bentuk Lawas
atau gabungan, analisis data bersifat induktif, dan
Berdasarkan data lawas yang telah disampaikan. Berikut penggalan suku kata pada
diperoleh dari berbagai sumber dan hasil penelitian bait bertama dan kedua lawas di atas :
di lapangan, pada tahapan ini akan dideskripsikan Ku/sa mu/la/ke/ka/ran/te Ku awali dengan pembicaraan
bagian mana saja yang dapat dianalisis sebagai Ke/wa/si/ngen/ne/ne/ka/ji Dengan menyebut nama Ilahi
Ba/si/fat/rah/man/ke/ra/himYa rahman Ya Rahim
bagian dari bentuk lawas nyorong. Hal ini
Selain ciri khas pada baris dan suku kata
bertujuan untuk mengetahui keterpaduan unsur
yang terdapat dalam lawas nyorong, dari beberapa
yang terdapat dalam lawas sehingga dapat menjalin
contoh lawas yang dikumpulkan, peneliti menilik
keutuhan bentuk dan isi dengan cara meneliti
lebih jauh bentuk lawas dilihat dari segi rima atau
unsur-unsur kesastraan di dalamnya. Berikut
akhiran.
beberapa lawas nyorong yang peneliti ambil : Kajangi kami sapuan Perjanjian kami jaman dahulu
Kusamula’ ke karante Ku awali dengan pembicaraan Ning awal titik bismillah Dari awal dengan bismillah
Kewa singen nene’ kaji Dengan menyebut nama Ilahi Ning alam nopoka nyata Dari sebelum alam nyata
Basifat rahman ke rahim Ya rahman Ya Rahim
Ola beloko Malalo Jalan panjanglewat Malalo
Andi tokal bao kowade Adik duduk di atas pelaminan Ola pene angkang Pungka Jalan pendek lewat Pungka
Kasenar mara bulanles Bercahaya bagai bulan purnaa Bawa sabung ko Malili Bawa sabung ke Malili
Ngaronok bintang les manto Beramai-ramai bintang
menyaksikan Ta nya lawas ya kusorong Ini lawas aku sampaikan
Sanopola basatangko Sebelum saling menerima Samula kemas kamoyang Diawali dengan senyuman
Mariu tamue nyorong Ramai tamu nyorong Ke Bismillah Kusangangkang Dengan mnyebut
Lawang kapetak sampurat Pintu tertutup rapat Bismillah dahulu
Samanta uleng ke lawas Harus dibuka dengan lawas
Ina bapa ari balong Ibu bapak adik sekalian
Kapetak boa benrang mpang Tertutup mulut sungai empang Tabe dunu ngantang laungPermisi sebentar jangan bicara
Ipen nobau baruak Ikan ipen tidak bisa naik Masanenge ling tu nyorongDengarkan kata orang nyorong
Maringan bang-bang nokawa Walau ringan ternyata tak kuat
Marunang mara tiang jong Berdiri seperti tiang Anak ina ku kamate Anak ibu meninggal
Jira sepan sai sanak Selesai menyebutkan anak siapa Bapa sate mo barete Bapak mau meminang
Banka nyonde layar jangi Seperti orang janji berlayar Ke tu janda siding bale Dengan janda di samping rumah

Kemang ragam tampar beloBeragam bunga tampak panjang Sai po no samanta to Siapapun jangan mau tahu
Ampo bakolarke lonto Saling lilit dengan tangkainya Kendung ateku no mato Terlanjur hatiku tidak tahu
Maris gama baturet ling Semoga saling kasih Lamin no baku bito Kalau tidak aku gelisah
Lamin pendi maris pendi Kalau kasihan tolong kasihani
Namusayang mara kemangJangan rindukan seperti bunga Bito rena olas lolar Gelisah sambil mengoles kaki
Marame lemana bosan Banyak agar tidak bosan Ka bajodo ke tu lalar Berjodoh dengan orang lalar
Dari beberapa lawas nyorong yang peneliti Na gama jari katelar Jangan sampai tangan
ambil di atas, peneliti menemukan beberapa mengapung
keunikan dan ciri khas tersendiri yakni dari segi
Ke telar mara batu rang Mengapung seperti batu rang
bentuk mencakup pilihan kata, jalannya rima,
Keras aber lalo datang Sering pulang pergi
perasaan, dan gaya bahasa. Lawas nyorong Ku anjong mara lalayang Ditarik ulur seperti layangan
berbentuk seperti puisi yang di dalamnya terdiri Rima merupakan perulangan bunyi yang sama
atas tiga baris, empat, dan ada pula yang enam dalam puisi yang berguna untuk menambah keindahan
baris. Hasil penelitian di lapangan bersumber dari suatu puisi. Begitu pula dengan lawas nyorong,
beberapa informan juga mengatakan bahwa beberapa lawas nyorong di atas memiliki rima awal,
sejatinya keaslian dari lawas itu sendiri berbentuk tengah dan akhir. Setiap lawas biasanya diakhiri oleh
tiga baris. minimal dua huruf yang sama. Pada bait pertama dan
Adapun bentuk dari tiap baris pada lawas kedua lawas nyorong di atas memiliki rima awal di
memiliki delapan suku kata. Jika sudah demikian, setiap baris kedua dan ketiganya berupa “ning dan olo”.
Pada bait ketiga, terdapat rima tengah yakni kata
maka lawas akan memiliki ritme yang indah saat
“ling”. Kemudian, pada bait keempat sampai sembilan
terdapat rima akhir yang memiliki dua huruf yang sama tahu apa yang sebenarnya ia maksudkan.
berupa perulangan rima “ng,te,to,dan ar”. Meski ada Pada bait pertama mengatakan seolah-olah
juga lawas yang akhirannya tidak selalu berakhiran barang yang dibawa pada saat nyorong jika
sama atau bisa dikatakan bebas dan tidak terikat namun kurang tolong ditambah, jika lebih tidak
tetap dikatakan lawas. Berikut adalah lawas yang tidak akan dikembalikan, padahal sebenarnya
memiliki rima terikat :
Saruntung petang ya siramTiap malam disiramRamba mengetahui bahwa barang yang dibawa
godong buntit kemang Subur daun tumbuh bunga sudah banyak sesuai dengan kesepakatan
Pang bua bentan ling manisDi buah yang manis sebelumnya pada saat prosesi “basaputis”
atau memutuskan hari jadi sebuah acara dan
Kamanis ate ko Rika Manis hati ke Rika apa saja yang harus disediakan.
Loya tu sanempas ampo Supaya lebih nyata lagi Malalo kau e surat Pergilah suratku
Ta uyung tutu nti ling Ini benar pegang ucapan Bawa salam doa kaku Bawa salam dan doaku
Bada ling ada rasateKatakan bahwa aku mencintainya
Leng lawang sampalang pita Di pintu terhalang pita
Sole gunting ya kuretas Pinjam pisau saya mau menggunting Angin tiup ruasia Angin meniup wajahmu
Ya tu tama temung untung Kita masuk bertemu untung Nasepan nobakalako Jangan pikir tidak ada artinya
Mengkaji dari beberapa lawas yang ada, Nansi salam doa kaku Itulah salam doaku
peneliti melihat adanya bentuk dari gaya bahasa b. Lawas di atas termasuk ke dalam jenis gaya
yang terdapat di dalam lawas tersebut. Berkenaan bahasa personifikasi. Personifikasi
dengan lawas nyorong juga memiliki beberapa merupakan gaya bahasa yang
gaya bahasa yakni berupa bentuk pengungkapan mengibaratkan benda-benda mati seolah-
pikiran, perasaan yang digunakan dengan bahasa olah seperti manusia, memiliki sifat,
sedemikian rupa, sehingga kesan dan efeknya kemampuan, pikiran, perasaan seperti yang
terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai dimiliki manusia. Pada bait pertama
semaksimal dan seintensif mungkin. Ada beberapa mengibaratkan sebuah surat seolah-olah
gaya bahasa yang terdapat di dalam lawas nyorong seperti benda hidup yang memiliki
yang peneliti kaji pada lawas berikut : kemampuan untuk menyampaikan salam
Barang anu sia iba Barang yang anda bawa yang dititipkan seseorang. Begitu pula pada
Lamin kurang ngaro tambaKalau kurang tolong tambah
Lebi no ti tusamalik Kalau lebih tidak dikembalikan
bait kedua lawas di atas, mengibaratkan
angin yang seolah-olah bukan sekedar
Tingi mara palaning re Tinggi seperti bukit re angin biasa, tapi angin yang mampu
Nongkaku ngasan baruak Tidak bernafas disaat mendaki menitipkan salam dan doa kepada
Kuroa rari kukawaWalaupun lari saya mau seseorang.
Ta jangka ate ku yandi Ini sampai perasaan ku adinda
Tanya nyonde kami antat Ini orang yang kami antar Pelukir luar dunia Ukurannya sampai luar dunia
Balabu pang mata sia Berlabuh di mata kamu Nonda teming baeng ya balat Tidak ada yang membatasi
Ngaro tulang rena pendiTolong lihat dengan kasihan
Saribu dengan kutokal Ribuan temanku duduk
Panyorong kami ta sia Pemberian kami ini Lamin nonda rua sia Kalau tidak ada rupamu
Pas kahasil mufakat Sesuai dengan musyawarah Salingong mataku nulang Sepi rasa mata melihat
Sinta kurang ngaro tamba Kalau kurang tolong ditambah
c. Lawas nyorong di atas termasuk kedalam
a. Lawas di atas masuk ke dalam jenis gaya
jenis gaya bahasa hiperbola. Hiperbola
bahasa atau majas litotes. Litotes
merupakan gaya bahasa yang
merupakan gaya bahasa berupa penurunan
menggambarkan sesuatu dengan sangat
kualitas suatu fakta yang sifatnya
berlebih-lebihan. Pada bait pertama lawas
merendahkan diri, tidak sesuai dengan
di atas yang menyatakan sebuah perasaan
kenyataan yang sesungguhnya namun tidak
secara sangat berlebihan, sebuah perasaan
mempunyai maksud agar orang percaya
yang tidak ada ukuran dan batasnya
dengan hal itu. Pembicara atau penyimak
melebihi seluruh dunia.
Kane sopo pang tu tokal Andaikan satu tempat kita duduk lapangan , pengumpulan data dan pendapat para
Kubau si gita kaka Saya bisa si lihat kakak informan :
Nomo jina ngasi ate Jadi tidak terlalu bersedih hati Lis Arab ko Malaysia Dari Arab ke Malaysia
Tu ramalik lako Bali Kita kembali ke Bali
Bua kerong paranataPenyebab kurus badan ini Panto patung kenang dasi Tonton patung pakai dasi
Siong kerong lingno mangan Bukan kurus tidak makan
Kerong ling totang kakak Kurus karena mengingat kakak Pangarap kami ko siya Harapan kami ke anda
Ramalik gama kabali Semoga kembali lagi
Parana kakak jam tanganBadan kakak seperti jam tangan Panto pangantan resepsi Melihat pengantin upacara
Aku dadi jarum panjangSaya jadi jarum panjang resepsi
Sarunrung detik panotangSetiap saat mengingat Pada bait kedua lawas di atas menggambarkan
maksud dari sekelompok masyarakat lebih kecilnya
Benruku totangmo kakakBaru saya ingat kakak
keluarga yang mengharapkan kepada sanak saudara,
Mepio belingku samungSetiap burung berkicau saya sambut
Kenangku salipir ateUntuk saya menghibur hati kerabat, tetangga untuk kembali lagi berkumpul dan
hadir pada acara resepsi yang akan dilaksanakan
Ate belokuko kakakHatiku panjang ke kakak setelah upacara akad nikah selesai diadakan. Melihat
Mara tali antar teluSeperti antar tiga tali dari isi dan makna yang terkandung, lawas nyorong
Katilan na gama putisDitelan semoga tidak putus tersebut berfungsi sebagai penyampai atau penyalur
d. Lawas di atas termasuk ke dalam jenis gaya keinginan kolektif suatu masyarakat. Selain daripada
bahasa sinestesia. Sinestesia yakni gaya harapan akan sebuah keinginan, setiap orang maupun
bahasa yang berupa suatu ungkapan rasa kelompok pasti ingin juga sesuatu yang bersifat
dari suatu indra yang dicurahkan lewat menghibur.
Untung ka kudatang layar Untung saya datang berlayar
ungkapan rasa indra lainnya. Pada bait Kutokong sampan ko daratKu tepikan perahu ke darat
pertama baris kedua menyebutkan indra Kusamomat Sarang BurungKu bawa sangkar burung
penglihatan yakni mata yang dicurahkan
melalui indra perasaan yang mengandaikan Ngibar piyo Sarang BurungTerbang burung di sangkarnya
seseorgang berharap jika berada di tempat Bentan tele dua kodeng Bawa telur dua biji
Ya buya pang basangaram Mencari tempatnya dierami
yang sama, maka bisa dengan mudah
Berbicara perihal hiburan, hiburan diartikan
melihat orang yang dicintainya jadi hati sebagai sesuatu yang dapat membangkitkan
tidak terlalu sedih. semangat, gairah, antusias, serta menimbulkan
Sijar tetu sama tetu Biar serius sama serius perasaan senang dan tawa. Memahami arti dan makna
Satetu enti leng tetu Serius memegangegang omongan yang tersirat pada lawas di atas, sepintas akan
Peno tu tetu no tetu Banyak orang serius tapi tidak menimbulkan rasa geli bagi pembaca atau
serius pendengarnya. Penggunaan kata-katanya berisikan
e. Lawas di atas termasuk ke dalam jenis gaya tentang perumpamaan, lelucon dan kelaka sehingga
bahasa repetisi. Repetisi adalah gaya bahasa mengundang pendengar atau pembacanya tertawa dan
berupa perulangan kata. Perulangan kata-kata merasa terhibur. Lazimnya lawas yang dibawakan
sebagai bentuk penegasan. Pada ketiga baris pada upacara nyorong tidak luput pula dari unsur
lawas tersebut mengulangi kata yang sama humoris. Bisa dikatakan fungsi kedua dari lawas
yakni “tetu” yang berarti benar , bisa juga nyorong yakni sebagai media hiburan. Maksud
serius. sebagai fungsi hiburan disini bisa juga untuk
1.2. Fungsi Lawas membangkitkan semangat dan gairah yang mungkin
Fungsi lawas pada upacara nyorong tadinya kelihatan kurang semangat mengikuti sebuah
sesungguhnya merupakan penyalur ungkapan isi hati, acara jadi antusias dan tertarik. Selain berfungsi
bagi diri yang menyampaikan lawas. Baik berupa sebagai hiburan, terdapat juga lawas nyorong yang
harapan, keinginan serta pesan yang hendak dalam penggunaan katanya mengarah seperti sebuah
disampaikan kepada pendengar atau pembaca lawas. nasihat atau ajaran.
Seperti yang merujuk fungsi sastra lisan pada
umumnya. Suatu masyarakat memiliki keinginan yang Mara punti gama untungSeperti pohon pisang
tergambar melalui karya seni. Berikut beberapa fungsi Den kuning no tenri tanaDaunnya menguning tak jatuh
lawas yang peneliti peroleh dari hasil penelitian di ketanah
Mate bakolar ke lolo Mati tetap pada dahannya 1. Penyalur keinginan kolektif suatu
Lawas nyorong di atas mengibaratkan sebuah masyarakat,
pohon pisang. Walaupun daunnya menguning, tidak 2. Sebagai media hiburan,
akan jatuh ke tanah bahkan sampai matipun tetap 3. Sarana edukasi, dan
bersama. Begitu pula dengan kebersamaan yang harus 4. Sebagai pemersatu hubungan kekerabatan.
terus terjalin, meskipun harus terpisah karena keadaan 1.3. Makna Lawas
namun hubungan harus tetap terjalin satu sama lain. Lawas pada hakikatnya hadir dan tumbuh
Lawas di atas mengandung nilai budi pekerti yang berkembang di tengah masyarakat sumbawa secara
tinggi. Selain itu juga mencakup tanggung jawab turun temurun diwariskan berperan sebagai media
seorang saudara, petuah-petuah, dan nasihat serta ekspresi batin manusia dan sebagai perekam peristiwa
pesan moral dari orang tua kepada anaknya. Dapat yang terjadi di seputarnya. Oleh karena itu, setiap baris
dikatakan fungsi lawas nyorong dari data yang ketiga maupun bait lawas memiliki makna yang tersirat di
yakni sebagai sarana edukasi. Selain sebagai sarana dalamnya yang dituangkan dengan bahasa-bahasa
edukasi, berkenaan dengan lawas nyorong yang sedemikin rupa agar terlihat lebih estetik atau bernilai
merupakan puisi tradisonal khas Sumbawa, peneliti seni. Hal ini bisa kita lihat dari ciri dan makna yang
melihat ada hal lain yang juga dapat dipetik pada data terkandung pada lawas nyorong berikut yang telah
lawas berikut : disampaikan oleh informan dan juga hasil dokumentasi
Mana desa rabalat olat Walaupun desa terpisah gunung yag telah peneliti lakukan sebelumnya:
Lamin keras ate notang Kalau keras rasa keinginan Pihak Laki :
Tulanting kalong kudapo Walau merelakan kalung tak Kami datang rame ramia Kami datang beramai-ramai
mengapa Sia alu ke kemas katawa Anda sambut dengan senyum dan
ramah
Apa rungan desa andi Apa kabar desa adik Tutu lampa sopo karoa Benar ternyata satu harapan
Ada bangka lalo tama Ada perahu hendak masuk
Ta bangka roa balabu Ini perahu ingin berlabuh Leng kasopo karoa tu kita Karena sati harapan kita
Sangka bau tu batungku Sehingga kita saling berjodoh
Balabu bangka ling tampan Berlabuh perahu di tepi Maris gama baturit ling Semoga selalu saling rukun
Siong bangka momat karang Bukan perahu muatan karang Makna lawas dari pihak laki di atas
Bangka momat jangi kita Perahu yang memuat janji kita menggambarkan bahwa kedatangan rombongan pihak
Makna yang tercermin dari lawas di atas laki beramai-ramai untuk menunjukkan rasa
menggambarkan meskipun terpisah gunung maupun kebersamaan dan kekompakkannya di samping untuk
jarak, jika sudah menyepakati janji, apapun akan meramaikan acara, guna sebagai pemersatu hubungan
dilakukan demi mempersatukan hubungan yang akan keluarga. Lawas tersebut merupakan bentuk keinginan
dijalani. Dalam hal ini menggambarkan sebuah harapan dan persetujuan dari kedua belah pihak yang
akan ke depannya tercipta hubungan yang saling sebelumnya sudah dirapatkan maka terjadilah acara
menghargai satu sama lain dan hidup dalam suasana nyorong dan prosesi-prosesi pernikahan berikutnya.
rukun dari kedua belah pihak keluarga yang Harapan kedepannya dari lawas tersebut semoga kedua
dipersatukan. Dapat dikatakan fungsi lawas nyorong belah pihak keluarga bisa sama-sama seiring sejalan
dalam hal ini yakni sebagai pemersatu hubungan dan hidup rukun. Setelah lawas di sampaikan oleh pihak
kekerabatan. Fungsi lawas sebagai pemersatu hubungan laki sebagai syarat masuk melewati lawang rare, maka
kekerabatan di sini dimaksudkan agar kedua belah pihak perempuan menerima pihak laki dengan
pihak keluarga bisa berbaur dan akrab satu sama lain membalas lawasnya seperti lawas berikut :
tidak hanya pada saat upacara nyorong saja, melainkan Pihak Perempuan :
saat bertemu di manapun dan kapanpun agar tetap Malema sempu malema Mari sini kerabat dekat
saling bertegur sapa. Sia datang sarame karang Ikut datang meramaikan kampung
Sebagai simpulan dari hasil paparan tentang Tu satingi adat samawa Kita junjung tinggi tradisi
fungsi lawas nyorong di atas, dengan demikian dapat sumbawa
disimpulkan bahwa lawas yang digunakan pada upacara Makna dari lawas di atas yakni
nyorong memiliki beberapa fungsi penting yang di mempersilahkan kedatangan rombongan pihak laki
antaranya berfungsi sebagai : bukan hanya sebagai orang biasa melainkan sudah
dianggap seperti kerabat atau saudara dekat sendiri.
Kebahagiaan dari pihak wanita melihat pihak laki
datang beramai-ramai beserta sanak keluarga dan puisi lama berdasarkan rima dan gaya bahasa.
kerabat lainnya ikut memeriahkan acara dan Sehingga, nantinya anak didik mampu memahami
meramaikan desa. Ini membuktikan bahwa kedua belah puisi lama dengan memperhatikan bait rima dan gaya
pihak sudah melaksanakan upacara traidisi Sumbawa bahasa pada standar kompetensi yang hendak dicapai.
sebagaimana mestinya sebagai bentuk saling C. Kesimpulan dan Saran
menjunjung tinggi adat sumbawa. Setelah lawas pihak 1.Simpulan
perempuan selesai disampaikan, maka dipersilahkanlah Berdasarkan hasil penelitian yang telah ditemukan,
rombongan pihak laki masuk dengan mengguntingkan dapat diambil simpulan bahwa dari segi bentuk lawas
pita yang sudah dipersiapkan di lawang rare sebagai nyorong terdiri dari tiga baris dalam satu bait, tiap baris
simbol bahwa sudah diterima. terdiri dari delapan suku kata, memiliki rima awal,
Contoh dari makna lawas nyorong lainnya yakni : tengah, dan akhir, juga terdapat beberapa gaya bahasa
Tabe tu sangantang dunungPermisi kami stop sebentar di dalamnya antara lain; litotes, personifikasi, hiperbola,
Siyong no tu beyang tama Bukan tidak diizinkan masuk sinestesia, dan repetisi. Berdasarkan dari segi
Tusate menong ling ate Kami ingin mendengar kata hati
fungsinya, lawas nyorong memiliki empat fungsi
Wujud tu saleng satingi Bentuk kita saling menjunjung penting yakni fungsi kolektif masyarakat, fungsi
Sama tu nti karante Sama-sama memegang janji hiburan, fungsi edukasi, dan fungsi pemersatu
Ba ta pang neja tu gita Di sinilah tempat kita melihatnya hubungan kekerabatan. Adapun makna dari lawas
sendiri berkenaan dengan isi, perihal maksud atau
Makna lawas pada bait pertama di atas yakni tujuan yang hendak disampaikan yang tercermin di
perwakilan pihak perempuan yang menghentikan dalam lawas, baik maknanya yang mengungkapakan
langkah pihak laki-laki di depan lawang rare, bukan bahwa kita sebagai manusia harus hidup rukun, makna
karena tidak diizinkan masuk, namun memang seperti kepekaan perasaan batin seseorang yang tergambar
itulah prosesi yang harus dilalui. Pihak wanita ingin dalam lawas-lawasnya, makna seorang pria yang
mendengarkan kata hati dari pihak laki yang diwakili menunjukkan perasaannya kepada gadis pujaannya dan
oleh tukang lawasnya. Setelah saling berbalas lawas dan ia rela melakukan apapun bahkan melamarnya dan
mendengarkan kata hati maka inilah bentuk saling mengikuti aturan adat dan alur prosesi pernikahan untuk
menjunjung tinggi adat yang dibuktikan dari janji yang menunjukkan keseriusannya tersebut yang terkandung
ditepati dengan membawa barang-barang seserahan dalam lawas nyorong. Terakhir yakni keterkaitan lawas
sesuai hasil mufakat. Makna tersebut tercermin dalam dengan pembelajaran sastra di SMA. Hal ini
bait kedua lawas di atas. Di situlah kesungguhan pihak dimaksudkan untuk mengajak dan menarik perhatian
laki-laki untuk meminang dilihat dari keseriusannya dan siswa agar menaruh minat serta kecintaan terhadap
menepati semua janji yang telah saling disepakati. bahan yang diajarkan dan mengetahui warisan sastra
1.2 Kaitan Lawas dengan Pembelajaran Sastra di lisan khususnya lawas sumbawa.
SMA 2.Saran
peneliti menyisipkan lawas sebagai salah Berdasarkan hasil peneleitian yang telah
satu bahan pembelajaran sastra agar lebih inovatif. ditemukan, peneliti mengharapkan skripsi ini dapat
Seperti yang kita ketahui, bahwa lawas merupakan menjadi salah satu sumber penelitian daerah yang
bermanfaat dan memberikan pengetahuan serta
puisi khas masyarakat Sumbawa yang tergolong ke wawasan bagi yang membacanya. Peneliti sangat
dalam puisi lama pada pembelajaran sastra berharap agar pemerintah dapat melestarikan
nantinya. kebudayaan dan sastra lisan daerah terutama lawas
Dengan menjadikan lawas sebagai salah sumbawa dengan cara rutin mengadakan berbagai
satu bahan pembelajaran, anak didik akan kegiatan yang mendukung kelestarian budaya daerah
mengetahui sejauh mana perkembangan sastra setempat sekaligus budaya nasional. Selain itu harapan
daerah Sumbawa pada masa lampau yang masih bagi guru di sekolah yang memberikan materi sastra
digunakan sampai saat ini dan membandingkannya kepada siswa di sekolah bisa menggunakan penelitian
dengan pertumbuhan dan perkembangan sastra ini sebagai refresni dan bahan pembelajarannya. Bagi
modern atau masa kini. Dalam RPP akan masyarakat, peneliti sangat mengharapkan agar lawas
disisipkan beberapa indikator yang nantinya anak sumbawa khususnya penggunannya pada upacara
nyorong bisa lebih disebarluaaskan lagi, sehingga
mengidentifikasikan unsur-unsur puisi, bentuk eksistensi lawas dapat terus diwariskan juga untuk
menambah pengetahuan tentang sastra dan budaya lama Moeleong, Lexy J.1998. Metodologi Penelitian
yang terdapat di Daerah Sumbawa. Kualitatif . Bandung :Remaja Rosda
DAFTAR PUSTAKA Karya.
Aminuddin. 1988. Semantik. Bandung: Sinar Baru. Nurhidayati.2012. “Fungsi Lawas pada Masyarakat
_________ 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra . Sumbawa dan Implikasinya terhadap
Bandung : Sinar Baru Algesindo. Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah
Amin,Sanapiah. 2011. Kusaremin Lawas Sia.Taliwang Pertama”. Skripsi.Mataram:Universitas
:Vektorika Print. Mataram.
Amin, Usman .2008.Kukokat Lawas Siya . Sumbawa : Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta:
Kantor Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Rineka Cipta.
Sumbawa. Pradopo, Rachmat Djoko. 2012.Pengkajian
Amir,Adriyetti.2013. Sastra Lisan Indonesia Puisi.Yogyakarta: Gadjah Mada University
.Yogyakarta : CV. Andi Offset. Press.
Anonim.http://wwwdhyfa.blogspot.com/2011/01/propos Rayes, Dinullah. 1991. Makalah, Lawas Puisi Lisan
al-penelitian_17.html (di akses 23 Mei Tradisional Salah Satu Pilar Kesenian
2014, 20.00) Daerah Sumbawa. Mataram.
Anonim.http://arwinkim.blogspot.com/2010/05/pengerti Sagala,Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran
an-teori-formalisme.html (diakses 7 . Bandung :Alfabeta.
November 2014, 23.00) Sapiin.2012. Tradisi Bakayat dalam Masyarakat Sasak
Anonim.http://forester- .Mataram: Arga Puji Press.
untad.blogspot.com/2012/11/makalah- Selden,Raman.1985. Panduan Pembaca Teori Sastra
tentang-budaya-ritual-upacara.html (di Masa Kini.Yogyakarata: Gadjah Mada
akses 23 Mei 2014, 20.00) University Press.
Arul.http://kangarul.wordpress.com/2009/07/31/penger Semi Atar,M. 1992. Anatomi Sastra. Bandung : Remaja
tian-dan-fungsi-bahasa/ (di akses 23 Mei Rosda Karya.
2014, 20.00) Siswanto,Wahyudi.2008. Pengantar Teori
Chaer,Abdul . 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Sastra.Jakarta: PT Grasindo.
Cipta. Smantha.http://dhayesamantha.blogspot.com/2012/01/
Danandjaya, James. 2002 .Folklor Indonesia. Jakarta: membandingkan-sastra-lisan-samawa-
Grafiti. lawas.html (di akses 23 Mei 2014, 16.00)
Fokkema,D.W.1998.Teori Sastra Abad Kedua Puluh. Sudjiman, Panuti.1992. Memahami Cerita Rekaan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Hamim, Muchsin H. 2011. “Lawas Samawa” Dulu dan Sugiyono.2012. Metode Penelitian Kuantitatif
Kini. Mataram: diterbitkan pribadi oleh Kualitatif dan R&D.Bandung : Alfabeta.
penulisnya. Suyasa.http://madesuyasa.blogspot.com/ (di akses 23
Hidayah,Nurul.2012. Bentuk dan fungsi Tuter “Ne Bote Mei 2014, 16.00).
Ke Ne Kakura” pada Masyarakat LAMPIRAN
Sumbawa dan Impliksinya terhadap Kusamula’ ke karante Ku awali dengan pembicaraan
Pembelajaran Sastra di SMP. Skripsi. Kewa singen nene’ kaji Dengan menyebut nama Ilahi
Mataram : Universitas Mataram. Basifat rahman ke rahim Ya rahman Ya Rahim
Koentjaningrat. 1991. Metode Peneltian Masyarakat
Edisi Ketiga. Jakarta: PT.Gramedia Andi tokal bao kowade Adik duduk di atas pelaminan
Pustaka Utama. Kasenar mara bulanles Bercahaya bagai bulan purnaa
Ngaronok bintang les manto Beramai-ramai bintang
Mantja,Lalu.2011.Sumbawa pada masa Dulu (Suatu
menyaksikan
Tinjauan Sejarah). Sumbawa : CV. Sanopola basatangko Sebelum saling menerima
Samratulangi. Mariu tamue nyorong Ramai tamu nyorong
Mustaqiem.1993.”Kedudukan dan Fungsi Lawas dalam Lawang kapetak sampurat Pintu tertutup rapat
Masyarakat Sumbawa di Kecamatan Samanta uleng ke lawas Harus dibuka dengan lawas
Plampang”. Skripsi.Mataram : Universitas
Mataram.

Anda mungkin juga menyukai