Anda di halaman 1dari 7

sTUGAS MULOK

BAKAYAT /HIKAYAT

NAMA:WIDIA WULANDARI
KELAS:XII IPA 1
SMAN 02 LABUAPI
LOMBOK BARAT
TAHUN 2023-2024
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya
sehingga makalah dengan berjudul 'Memaksimalkan Pengolahan Limbah Anorganik untuk
Mengurangi Produksi Limbah di Masyarakat' dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas akhir semester 2 kelas XII dari Bapak Hani
Syakir S.E pada bidang studi mulok sasak. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan
menambah wawasan kepada pembaca tentang Makalah Syair Hikayat
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Hani syakir S.Eselaku guru mata
pelajaran mulok sasak. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis
berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan
yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran
dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

labuapi,18 januari 2023

PENDAHULUAN
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup materi bahasa
dan sastra. Keterampilan-keterampilan berbahasa itu di antaranya menyimak (mendengarkan),
berbicara, membaca, dan menulis. Menurut Tarigan (2013, hlm. 2) setiap keterampilan itu erat sekali
hubunganya antara satu dengan yang lainnya dengan cara yang beranekaragam. Dalam memperoleh
keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan yang teratur. Kurikulum 2013 mata
pelajaran Bahasa Indonesia secara umum bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan,
membaca, menyimak, berbicara, dan menulis. Ada tiga hal yang dikembangkan dalam kompetensi dasar
untuk mendukung dalam mengembangkan pengetahuan siswa, memahami, dan memiliki kompetensi
mendengarkan, membaca, menyimak, berbicara, dan menulis. Dalam kurikulum 2013 mata pelajaran
Bahasa Indonesia ada beberapa materi yang mengajarka tentang keterampilan berbicara. Salah satunya,
yaitu menceritakan teks cerita hikayat. Cerita hikayat merupakan bagian dari pembelajaran sastra,
dalam pengajaran sastra bertujuan untuk meningkatkan apresiasi sastra siswa. Pengajaran sastra
bertujuan untuk meningkatkan pegetahuan siswa dalam apresiasi sastra. Secara umum, jenis karya
sastra digolongkan ke dalam bentuk prosa, puisi, dan drama yang dilaksanakan melalui kegiatan,
mendengarkan, berbicara, menyimak, dan menulis. Keempat aspek keterampilan ini saling berhubungan
satu sama lain dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran tidak akan lepas dari dunia pendidikan
baik formal maupun nonformal. Pendidikan sendri dapat menjadi faktor penentu untuk membentuk
baik dan buruknya kepribadiaan seseorang. Pada hakikat sebuah sistem bahwa proses pembelajaran
ditentukan oleh banyaknya faktor yang menunjang keberhasilan dalam sebuah pembelajaraan. Guru
harus mempunyai kemampuaan dan keprofesionalan dalam dirinya, karena guru merupakan acuan
untuk tercapainya suatu pendidikan yang bermutu dan menjadi panutan atau contoh bagi siswanya. Hal
ini sesuai dengan Dick dan Cary (Eriyanti 2009, hlm. 28) mengemukakan

Tradisi membaca hikayat


Tradisi membaca hikayat dengan istilah bekayat yang secara bahasa berarti membaca dan berkisah.
Selain itu juga sebagian warga menyebutnya dengan memaca.

Acara bekayat merupakan tradisi membaca kitab-kitab kuno berbahasa melayu di atas daun lontar
atau kertas biasa pada acara-acara tertentu. Misalnya pada perayaan Maulid Nabi, tradisi sunatan,
ngurisan, perkawinan hingga kematian.

Demikian yang disampaikan salah seorang pemaca (penembang), Amaq Dah seusai melantunkan
hikayatnya di halaman Balai Desa Kebon Ayu, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, Sabtu
(27/3/2021).

Ia menuturkan bahwa, tradisi bekayat ini sejak lama dilakukan oleh masyarakat kita, seperti pada
perayaan maulid, isra mi'raj, sunatan, perkawinan dan pada acara selamatan kematian.

Hal itu disampaikan saat menghadiri undangan salah seorang warga di Dusun Karang Kesuma Desa
Kebon Ayu, Kecamatan Gerung, kepada wartawan Kominfo Lobar.

Di Lombok Barat sendiri, naskah sastra yang ditulis di atas daun lontar ini biasa disebut Takepan.
Naskah yang kebanyakan menggunakan Bahasa Jawa Kuno, Bahasa Sasak, dan Bahasa Sansekerta
tersebut merupakan simbol keberagaman budaya yang berpadu menjadi satu dan kaya akan makna.

Ia menjelaskan, dalam pembacaan pustaka kuno yang diperkirakan berumur ribuan tahun ini
dimainkan oleh empat orang dengan mengenakan pakaian adat Suku Sasak atau mengenakan pakaian
muslim adat Sasak, masing-masing disebut pemaca (penembang), piteges (penerjemah), penyarub
(penyambung), dan pemboa (pendengar) yang bercerita tentang perjalanan spiritual nabi, termasuk
pula pesan-pesan kehidupan tentang bagaimana seharusnya manusia hidup bersama manusia lainnya.

Pelaksanaan bekayat dilakukan sejak malam hingga menjelang subuh dan tradisi ini sudah ada sejak
kerajaan Hindu, bahkan dahulunya tradisi ini dilakukan sebagai media dakwah penyebaran Islam.

Dikatakan Amaq Dah, beberapa kitab yang biasanya dibaca adalah Hikayat Nur, Yatim Mustafa dan
Badaruzzaman untuk acara ngurisan, Maulidan sunatan atau perkawinan.

Sedangkan Kitab Kifayatul Muhtaj dibaca saat Perayaan Isra’ Mi’raj (kisah naiknya Nabi
Muhammad SAW dari Masjidil Aqsho ke Sidratul Muntaha untuk menerima perintah Salat.

Kitab Qurtubi Kasyful Gaibiyyah yang isinya seputar hakikat kematian serta bagaimana manusia
seharusnya mati.

Sebagai ciri khas tradisi ini, pembaca hikayat dituntut menguasai teknik lantunan dan intonasi yang
mendayu-dayu.

Bekayat sebagian dari tradisi dan adat budaya, bekayat juga mengharuskan adanya kemalik beras
kuning, air bunga, benang warna hitam dan putih yang ditaruh di atas wadah.

“Maknanya, sebersih dan sesuci apapun manusia, pasti terdapat noda dan kesalahan dalam diri yang
harus dibersihkan dengan mendekatkan diri kepada Tuhan,” jelas Amaq Dah.

Ia juga menyebut, tradisi bekayat (membaca hikayat) saat ini perlu diperkenalkan kepada generasi
masa kini. Jika tidak, tradisi ini dikhawatirkan akan punah dimakan zaman.
BEKAYAT: SASTRA LISAN ISLAMISASI SASAK DALAM BAYANG KEPUNAHAN Saharudin ABSTRAK Karya
sastra tidak hanya dinikmati sebagai bentuk dialektik antara teks dan pembacanya. Namun lebih dari itu,
ia menjadi bagian penyampaian kondisi sebuah masyarakat di masa lampau dengan perubahan dari
pertemuan kebudayaan. Adalah sebagaian kecil masyarakat Muslim Sasak masih menjaga tradisi sastra
lisannya di tengah-tengah serbuan budaya populer. Tradisi sastra lisan tersebut dinamakan bekayat.
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana kondisi tradisi bekayat di tengah-tengah umat
Muslim Sasak di Lombok dewasa ini, terutama ketika ia telah terkepung di tengah-tengah budaya
populer. Apakah ada harapan untuk bertahan mengisi perjalanan sejarah Islam di Lombok, atau hanya
tinggal sisa rekaman-rekaman media dan sejarah yang mencatatnya? Itulah beberapa persoalan yang
coba diuraikan dalam tulisan ini. Dan hasilnya menunjukkan bahwa bekayat telah menuju ke arah
stagnansi perkembangan sebagai sastra lisan penyebaran Islam (untuk konteks dahulu) dan sebagai
media aktualisasi penghayatan nilai-nilai keislaman (untuk konteks kekinian). Kata kunci: bekayat; sastra
lisan; islamisasi; stagnansi. A. Pendahuluan Karya sastra tidak hanya dinikmati sebagai bentuk dialektik
antara teks dan pembacanya. Lebih dari itu, ia menjadi bagian penyampaian kondisi sebuah masyarakat
di masa lampau dengan perubahan dari pertemuan kebudayaan. Adalah sebagaian kecil masyarakat
Muslim Sasak masih menjaga tradisi sastra lisannya di tengah-tengah serbuaan budaya populer. Tradisi
sastra lisan tersebut dinamakan bekayat. Masyarakat Islam Sasak telah mengenal tradisi bekayat
‘membaca hikayat’ sejak kerajaan Hindu-Budha berkuasa di Lombok. Lalu dalam gerak sejarahnya, kaum
Muslim Sasak lebih mengenal tradisi membaca hikayat ini dengan istilah bekayat atau nyaer. Istilah
nyaer menunjukkan pada sebuah pola membaca yang menggunakan tembang dan mirip dengan model
syair sastra Melayu lama. Dari segi objek bacaan, baik nyaer maupun bekayat sama. 1417 Bekayat
sebagai salah satu bentuk sastra lisan yang masih ada di kalangan Sasak Islam dahulunya digunakan
untuk menyiarkan agama Islam. Oleh karena itu, tidak heran jika kitab-kitab yang digunakan dalam
tradisi ini berupa kitab-kitab yang berisi dan bercerita tentang perjalanan spiritual Nabi SAW, risalah
kematian, hingga sejarah perjalanan Islam masuk di Nusantara (khususnya Lombok). Dalam tradisi
bekayat jelas terlihat pula unsur-unsur adaptasi dari Jawa dan Bali dengan budaya Sasak. Ini terlihat
pada penggunaan teknik nembang—untuk masa kini—dalam tradisi ini, yang mana menggunakan nada
khas tembang, seperti Dangdang (nada khas tembang Jawa), Sinom (nada khas tembang Bali), dan
Pangkur dan Kumambang (ciri khas tembang Sasak). Seiring perjalanan waktu, tradisi bekayat sekarang
cenderung dipakai hanya di kalangan orang-orang Islam Sasak tradisional atau dalam acara festival
budaya Sasak. Keberadaannya sudah tidak begitu dipedulikan lagi. Hanya pada acara tertentu dan bulan-
bulan khusus saja baru kita bisa mendengar acara ini digiatkan. Pada bulan Rajab kita bisa
mendengarkan lantunan tembang bekayat yang diadakan untuk memperingati acara Isra’ Mi’raj Nabi
SAW. Kitab yang dihikayatkan adalah Kifayatul Muhtaj. Memasuki bulan Rabi’ul Awal (bulan Maulid)
dilakukan pembacayan hikayat untuk memperingati acara Maulid Nabi SAW dengan membaca kitab
Hikayat Nur, Yatim Mustafa, atau yang agak mutakhir kitab Az-Zahrul Basim. Sementara untuk acara
kematian biasanya pada malam kesembilan (nyiwak) dari waktu meninggalnya mayit dibacakan kitab
Qurtubi Kasyful Gaibiyyah, yang bercerita tentang masalah hakikat kematian. Berdasarkan deskripsi awal
di atas, seni bekayat bisa dikatakan sebagai sastra religi. Sebagai karya sastra, bekayat tentu memiliki
unsur-unsur nilai sastra, sementara dari sisi religi dan keagamaan, bekayat jelas merupakan suatu
aktivitas yang mengajak dan mengarahkan umat manusia untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-
Nya, mencegah mereka dari perbuatan tercela agar memperoleh kebahagiaan lahir bathin, di dunia
maupun di akhirat melalui cerita-cerita yang termaktub dalam kitab-kitab tersebut. Dengan demikian,
esensi dakwah yakni mengubah segala jenis kondisi sosial ke arah kondisi kehidupan yang penuh dengan
ketenangan batin dan kesejahteraan lahir berdasarkan nilai-nilai Islam, dan masalah ini—salah satunya
—bisa terpenuhi oleh bekayat. Oleh Karena itu, bekayat digunakan sebagai media dakwah dalam
mensyiarkan agama Islam, dan hal inilah yang menghubungkan antara bekayat dengan seni sastra Islam.
namun, bisakah ini terus bertahan dan eksis di tengah perubahan cepat sosial dan budaya masyarakat
pelakunya?

Anda mungkin juga menyukai